"Bukankan Nak David sudah memiliki istri? Bagaimana mungkin mau menikahi anak kami? Saya tidak akan memberi restu jika anak saya hanya dinikahi secara siri."
Sepasang suami istri setengah baya yang masih tampak bersahaja itu tampak terkejut dengan kedatangan David dan keluarganya.
"Pak Lingga, Bu Arini kedatangan kami ke Bandung ini bukan untuk menjadikan anak Bapak dan Ibu sebagai istri siri. Menantu kami tidak dapat memberi anak kami keturunan. Dan saat saya melihat Liliana, saya bisa melihat anak Bapak dan Ibu anak yang sangat baik dan juga sopan. Jujur saja, saya sudah merasa jatuh hati kepada putri Bapak dan Ibu. Saya ingin menjadikannya menantu," kata Kinasih panjang lebar.
Lingga dan Arini saling pandang.
"Kau tidak hamil, kan?" tanya Lingga tajam.
"Tidak. Menantu saya sendiri yang memang meminta anak kami untuk menikah lagi. Keluarga kami ini hanya memiliki David sebagai ketur
David menjemput Liliana dan keluarganya tepat pukul 7 malam. Sementara Arnold dan Kinasih menunggu di restoran hotel tempat mereka menginap. Rencananya pesta resepsi David dan Liliana juga akan diadakan di hotel itu. Kinasih juga sudah menyewa kamar-kamar di hotel itu untuk tamu-tamunya dari Jakarta dan luar kota lainnya."Ini Lisna, adikku, Mas. Tadi ketika kita sampai dia sedang kuliah," kata Liliana memperkenalkan sang adik. David hanya tersenyum sambil menganggukkan kepalanya pada Lisna yang berdiri di samping Liliana. Jika Liliana lebih kalem dan anggun, berbeda dengan Lisna yang sedikit tomboy. Gadis berusia 19 tahun itu menatap tajam ke arah David sebelum masuk ke dalam mobil. Penampilan mereka juga sangat kontras. Liliana dengan dress press body berwarna hitam membuat ia terlihat elegan dan sangat anggun. Sementara Lisna hanya memakai kulot hitam dengan blouse sederhana berwarna coklat susu.
Sesuai dengan permintaan keluarga Liliana, maka acara adat Sunda pun mulai dilaksanakan. Dimulai sesuai urutan yaitu dari prosesi neundeun omong atau menyimpan janji, lamaran, seserahan, sampai acara siraman. Semua acara itu dilakukan sesuai dengan adat istiadat Sunda yang masih kental. Hal itu membuat Lingga dan Arini merasa sedikit lega. Setidaknya meski anak mereka menjadi istri kedua tetapi mendapatkan hak sebagaimana pengantin pada umumnya. Terpenting adalah sah secara agama dan negara. "Saya terima nikah dan kawinnya Liliana Tsania binti Lingga Utama dengan mas kawin seperakat perhiasan total seberat lima puluh gram ditambah uang tunai sebesar seratus delapan puluh delapan juta delapan ratus delapan puluh delapan ribu delapan ratus rupiah (RP 188. 888.800) dibayar tunai.""Bagaimana para saksi, sah?""SAH!" Liliana menghela napas lega dan menatap David yang duduk
Untung saja di pesta itu tidak ada minuman beralkohol, jika ada mungkin saat ini Bagas sudah mabuk. Ia benar-benar merasa sangat patah hati. Liliana adalah wanita pertama yang mampu menyentuh hatinya dengan cinta."Maaf, kalau saya perhatikan sejak tadi Anda tampak sangat serius memperhatikan mempelai wanita. Apa dia adalah mantan kekasih yang meninggalkan Anda karena menikah?" Bagas tersentak kaget, ia menatap gadis cantik di hadapannya. Untuk beberapa saat ia tampak tak bisa berkata apa-apa. Hanya menatap sambil melongo."Maaf, apa saya mengagetkan atau pertanyaan saya terlalu berani? Ah, perkenalkan, saya Lisna. Saya adik kandung mempelai wanita.""Eh, maaf ... saya hanya kaget karena melihatmu begitu mirip dengan Liliana. Hanya saja kau kelihatan-""Kelihatan galak?" potong Lisna membuat Bagas tertawa."Eh ... tidak, bukan, duh," gugup Bagas. Kali ini Lisna yang tertawa. Gadis itu pun d
Acara resepsi selesai, Liliana pun sudah berada di kamar pengantinnya bersama David. Namun, wanita cantik itu merasakan kegelisahan yang luar biasa. David masih berada di kamar mandi. Ia sendiri sudah berada di kamar dan mengenakan piyama satin miliknya. Klek! Terdengar pintu kamar mandi terbuka dan David muncul dengan kaos polo berwarna putih dengan celana pendek. Ia tampak segar karena habis mandi dengan rambut yang tampak basah. Liliana bersumpah suaminya tampak sangat tampan malam ini."Kau mandi, Mas?" tanya Liliana pelan. David mengangguk kemudian melangkah mendekati Liliana dan duduk di samping wanita cantik itu."Aku tidak bisa jika tidur dalam keadaan berkeringat." Liliana beringsut menjaga jarak dengan David, ia mulai berkeringat dingin dan jelas ia tampak ketakutan.David yang menyadari jika LIliana bersikap aneh mulai mengerutkan dahinya."Kau be
Kali ini Liliana kembali terbangun karena rasa mual yang datang tiba-tiba. Ia langsung bangkit dari tidurnya dan setenag berlari menuju ke kamar mandi. Sementara David yang masih terlelap langsung terjaga mendengar suara Liliana yang muntah-muntah di kamar mandi. Lelaki itu pun langsung menyusul sang istri dan berusaha membantu dengan memijit tengkuk Liliana perlahan."Mual?" tanyanya lembut."Iya, Mas. Persediaan obat mualku habis.""Tidak apa-apa. Kau meminumnya saat di rumah supaya kedua orangtuamu tiak curiga, kan? Sekarang tdak ada yang perlu disembunyikan lagi." Liliana menganggukkan kepalanya dan menatap David."Maafkan aku, Mas," ujarnya. David tersenyum dan membantu istrinya berdiri kemudian memapahnya kembali ke tempat tidur."Kau mau sarapan apa? Kita pesan dari kamar saja, ya. Aku pesankan buah-buahan dan makanan yang lainnya?" &n
"Bulan madu? Liliana kan sedang hamil, Ma?" sahut Nadine spontan. Rasanya ia mulai merasa kesal karena Kinasih yang tampak begitu membela Liliana sejak tadi."Kenapa memangnya, Nad? Wajar saja kan, jika pengantin baru melakukan perjalanan bulan madu?" kata Kinasih."Sudahlah, Ma. Kita ini mau makan, lihat itu Lili dan David sejak tadi hanya memandangi makana mereka saja. Lebih baik, kita makan dulu. Tidak perlulah membicarakan hal yang kurang perlu. Soal bulan madu, biarkan saja Lili dan David yang memutuskan," ucap Arnold pada akhirnya. Ia tau jika ia tidak bersuara maka debat kusir yang tak jelas ini tidak akan berakhir. Dan benar dugaan Arnold. Setelah ia selesai bicara tidak ada lagi yang berani buka dan mengatakan hal-hal yang membuat suasana tidak nyaman. David melirik sekilas ke arah Arnold dan mengatakan terima kasih lewat tatapan matanya."Aku dan Lili akan ke rumah orangtua
Lingga tertawa terbahak-bahak."Memangnya kenapa? Kalian kan bisa pergi bulan madu, jika memang mau langsung ke Jakarta ayah dan ibu tidak masalah. Kalian bisa menginap di rumah ini lain waktu. Kau bisa menyiapkan waktu kan. Kami mengerti jika Nak David mungkin mempunyai banyak pekerjaan. Jangan merasa tidak enak pada kami," kata Lingga. David menghela napas penuh kelegaan. Tadinya ia sempat takut jika ayah mertuanya itu akan marah dan merasa tidak dihargai karena ia dan Liliana tidak bisa menginap di rumah mereka."Ayah hanya titip Lili, ya. Dia sekarang sudah menjadi tanggung jawabmu. Apa lagi, posisi Lili sebagai istri kedua, jadi akan sedikit riskan. Jadi, tolong jaga dia, ya," kata Lingga serius."Aku janji akan menjaga putri ayah dengan sebaik-baiknya. Ayah dan ibu tidak perlu khawatir. Aku juga mama dan papaku akan menjaga Lili dengan baik. Aku juga janji tidak akan ada yang bisa menyakiti L
David mengempaskan tubuhnya di sisi Liliana dengan napas tersengal-sengal. Rasanya sudah lama sekali ia tidak melakukan kegiatan yang satu itu. Sudah sangat lama sekali ia dan Nadine tidak melakukan kegiatan suami istri."Terima kasih, sayang," kata David sambil mengecup kening Liliana dan membawa sang istri ke dalam pelukannya."Sudah kewajibanku, kan, Mas," jawab Liliana dengan lembut. Wanita itu pun dengan nyaman membiarkan kepalanya bersandar di dada David yang bidang."Li, aku berharap kau akan selamanya mendampingi aku, ya. Kita akan besarkan anak kita nanti bersama.""Anak kita masih lama lahirnya, masih delapan bulan lagi. Jadi, yang harus kau pikirkan itu aku dulu. Baru nanti jika anak kita sudah lahir kau boleh membagi kasih sayang dan cintamu untuk kami berdua," ujar Liliana. David menghela napas panjang, ia mengecup kening Liliana penuh kasih sayang. Dalam hati ia berjanji akan
_28 TAHUN KEMUDIAN_ "Nggak punya mata?! Nggak liat ada manusia sebesar ini? Matanya di mana?" hardik Alexandra kesal. Hancur sudah penampilannya hari ini, padahal ia sudah berdandan sejak jam lima pagi. Hari ini wawancara kerjanya. Tapi, penampilannya rusak karena tersiram segelas kopi hitam. "Kau yang tidak punya mata, kalau mau melamun ya jangan sambil jalan. Melamun dulu, baru jalan, atau seharusnya tadi ketika kau bangun tidur ya habiskan lamunanmu dulu!" bentak pemuda yang baru saja Alexandra hardik. Pemuda itu sebenarnya sangat tampan, dengan tinggi sekitar 180 CM ia tampak begitu gagah. Matanya yang coklat, dengan alis tegas dan tebal, hidung mancung dan bibir yang begitu sensual untuk seorang pria. "Kenapa kau menatapku seperti itu? Kau terpesona denganku, kan?" ujar pemuda itu sambil tersenyum nakal. Demi Tuhaaan, senyumnya membuat Alexandra terpukau, terlebih senyum p
Pagi itu jenazah Kadita dibawa pulang dari rumah sakiit dan langsung dimandikan untuk segera dimakamkan. Kinasih, Nadila dan Nadine turun tangan untuk memandikan jenazah Kadita."Mami masih tidak percaya nenekmu meninggal secepat ini. Padahal kondisinya sudah membaik bahkan sudah sembuh dari stroke yang dideritanya," kata Nadila pada Nadine."Tidak ada yang tau takdir Tuhan, Mami," ujar Nadine. Setelah dimandikan dan diberi kain kafan, jenazah pun langsung disalatkan dan langsung dibawa ke pemakaman. Arnold dan Sanjaya bahkan ikut membawa keranda dan juga masuk ke dalam lubang kubur untuk memakamkan jenazah Kadita. Sanjaya dan Arnold menatap tanah merah di hadapan mereka. Ayu, perawat Kadita pun tampak sangat terpukul dengan kepergian Kadita yang begitu mendadak. Sementara pelayat yang lain sudah pulang, keduanya masih berada di makam Kadita."Ibumu sudah tenang di sana," kata Arnold sambil
Liliana menatap Nadine, "Mbak, tapi ...."Dirga yang mengerti maksud Liliana tersenyum."Nadine memang mengalami anovulasi, Li. Tapi, bukan berarti tidak dapat disembuhkan. Saat ini kami sedang berobat supaya Nadine bisa hamil dan kami memiliki anak," jelas Dirga.Liliana hanya mengangguk-angguk, ia memang pernah membaca dari sebuah artikel tentang anovulasi. Dan memang bisa sembuh dengan cara terapi. Tak lama acara pun dimulai dengan doa- doa setelah itu barulah diteruskan dengan acara yang lainnya. Tampak Liliana dan David begitu bahagia. Tapi, tiba-tiba saja saat acara hampir selesai Kadita yang sedang duduk dan bicara dengan Kinasih memegangi dadanya dan jatuh pingsan. Sanjaya dan Arnold yang duduk tak jauh dari Kadita langsung menggendongnya dan membawa ke rumah sakit."Cinta sejati tidak akan pernah mati,meskipun orang yang kita cintai sudah tid
Arini benar-benar menepati perkataannya. Rumah Liliana mendadak ramai, dua kamar tamu terisi dan setiap hari ada saja yang membuat Liliana tertawa geli. Arini dan Kinasih dengan semangat membagi tugas. Arini merawat Liliana dengan jamu-jamu tradisional buatannya dan juga tak lupa mengoleskan obat buatannya ke perut Liliana. Setiap pagi, Arini akan membuatkan kunyit asam sirih untuk Liliana minum setiap hari. Selain itu untuk mengembalikan bentuk tubuh Liliana seperti semula, Arini membuat jamu dengan bahan-bahan yang terdiri dari 7 gram daun papaya, daun jinten, 10 gram kayu rapet, 10 gram daun sendok, 7 gram daun iler, 7 gram daun sambilonto dan 7 gram asam Jawa. Semua bahan-bahan ini ia tumbuk halus lalu direbus dalam dua gelas air hingga mendidih. Dan, Liliana mau tidak mau meminumnya sambil memejamkan mata. Ia sama sekali tidak bisa menolak, karena Arini akan menunggunya hingga m
Pagi itu Liliana terbangun dan ia merasa perutnya terasa sedikit sakit. Baru saja ia akan melaksanakan ibadah salat subuh, tapi rasa sakit di perutnya makin terasa. Perlahan, ia membangunkan David."Mas, perutku sakit ..." keluh Liliana. David langsung membuka matanya dan menatap istrinya yang meringis kesakitan. Ia bertambah panik saat melihat ada darah yang mengalir di kaki Liliana."Ya Allah, kita ke rumah sakit sekarang. Tunggu, aku panaskan mobil sebentar." David langsung mengganti pakaiannya, dan ia berlari keluar kamar. Tuti yang melihat David panik langsung menghampiri."Ada apa, Pak?" tanyanya."Ibu mau lahiran. Cepat bawakan tas yang sudah di siapkan." Kinasih yang kebetulan baru bangun pun ikut panik dan segera membangunkan seisi rumah. Untung saja seminggu sebelumnya Kinasih berinsiatif untu
"Kau suka kamar baru kita?" tanya David."Aku suka, Mas. Aku suka halaman rumah yang asri dan teduh itu, saat melihat dari balkon, aku langsung melihat taman. Oya, Mas rumah lama kita kau jual?" tanya Liliana."Iya, saat ini masih dalam proses perbaikan. Jendela yang pecah dan kunci semua diganti. Kemarin, kata Mushi ada yang berminat tapi, dia mau supaya semua direnovasi terlebih dahulu.""Terimakasih, Mas. Kau sangat memikirkan aku. Kau tau bahwa aku mungkin akan sedikit merasa trauma di rumah itu. Dan, kau berinisiatif untuk membawaku pindah rumah. Terimakasih ya, Mas.""Sama-sama, sayang."“Tapi, perusahaanmu baru bangkit kembali. Itu pun uang dari Opa, kan? Apa tidak boros ... kau membeli rumah baru ini?” tanya Liliana. David menggelengkan kepalanya perlahan.“Rumah ini aku beli dari uang yang selama ini aku simpan ditambah uang dari papa. Papa dan Opa yang menyuruh untuk pindah. Tidak mengapa, sayang ... toh rumah lam
Sudah tiga hari Liliana dan David tinggal di hotel. Dan, pagi itu David dengan wajah ceria membawa kabar gembira untuk Liliana"Apa kita bisa segera cek out dari sini, Mas?" tanya Liliana."Hmm, besok ya sayang. Kejutanku besok baru siap. Jadi, ya kau bersabar saja sampai besok." Liliana hanya mengerutkan dahinya. Ia mulai curiga melihat gelagat David. Ia yakin, suaminya pasti sedang mempersiapkan sesuatu yang sama sekali tidak ia duga sebelumnya."Mas, beritahu aku kau sedang mempersiapkan apa? Kenapa aku tidak boleh pulang dulu sekarang?" tanya Liliana sambil duduk di atas pangkuan suaminya itu."Kau penasaran?""Ya jelas, Mas. Ayolah, kau ini jahat sekali. Selama beberapa hari ini, kau bahkan menyita ponsel milikku. Tidak boleh bicara dengan siapapun. Bahkan, aku tidak kau izinkan untuk sekedar berenang. Ayolah, Mas," rayu Liliana. David hanya terta
Selama dua hari Liliana tidak sadarkan diri, selama itu pula David menemani sang istri. Saat tersadar, Liliana menatap suaminya itu dengan perasaan haru sekaligus geli melihat lelaki gagah dan tampan yang ia cintai itu menangis."Kau ini lucu, Mas. Aku baik-baik saja. Sini, lebih baik kau menciumiku seperti tadi," jawab Liliana dengan suara lirih sambil menahan nyeri di punggungnya."Sakit, Sayang?""Pundakku nyeri, Mas.""Tentu saja, kau ini terkena peluru. Lain kali, jangan pernah melakukan hal seperti itu lagi," ucap David lirih."Lalu, apa aku harus diam saja melihat suamiku hampir celaka? Kalau kau mengatakan bahwa kau mencintaiku dan tidak mau aku celaka, aku juga mencintaimu, Mas. Dan, aku tidak mau suami ... ayah dari anakku celaka. Jadi, tolong jangan pernah lalai untuk menjaga dirimu sendiri." David terharu mendengar jawaban sang istri. David tidak pernah mengira bahwa Liliana
Dor! Leo melepaskan tembakan, peluru nya menyerempet kaki Liliana sehingga wanita itu merosot turun dan membuat Aryo kesulitan hingga akhirnya ia melepaskan Liliana dan mengeluarkan senjata api miliknya juga dan mengarahkan pada David yang lengah. Melihat suaminya dalam bahaya, Liliana tak mengindahkan rasa nyeri pada kakinya, dengan sekuat tenaga ia bangkit dan menghambur ke dalam pelukan David. Namun, sebuah peluru yang sudah terlanjur di lepaskan menembus ke punggung Liliana. Melihat itu, KOMPOL Leo melepaskan kembali tembakan untuk melumpuhkan Aryo dan Yudi. Sementara David yang melihat darah dari punggung Liliana meraung dan memeluk sang istri. Sanjaya segera berlari dan menghampiri David dan Liliana."Kita bawa istrimu ke rumah sakit, biar Bang Leo yang mengurus sisanya. Ayo, kau bawa ke mobilky, cepaaat Dave!!!" seru Sanjaya. David pun menurut dan segera menggendong Liliana ke dalam mob