Seusai memakai gaun, Tirtasari membantu Chantrea dan Chanthou mengenakan riasan wajah. Tak disangka, kedua istri kembarku itu cukup terampil merias diri dengan make up modern. "Ibu kami dari Perancis dan China yang mengajari," ungkap Chantrea saat kami terheran-heran dengan tingkahnya yang terampil merias diri. "Kalian memang luar biasa!" puji Tirtasari, "Make up tipis yang cantik! Sudah seperti artis kondang saja! Ha ha!" Chantrea dan Chanthou hanya tersenyum saja. Ketiga istriku pun sibuk dalam keasyikan merias diri. "Begini riasan khas Perancis!" ungkap Chanthou mengajari Tirtasari. "Luar biasa bukan, Kris?" ujar Tirtasari padaku sambil dirias, "Orang pelosok tapi punya kemampuan internasional! Tak salah kau pilih istri!" "Yah!" balasku tersenyum, "Tahu dunia bidadari pula! Mereka melebihi kemajuan peradaban dunia paling mutakhir sekalipun!" "Yah!" jawab Tirtasari senang dengan bibir diberi lipstik cantik. Seusai berdandan, mereka pun berdiri di hadapanku. Kecantikan
"Hmm, emas batangan!" gumamku menerima hadiah pemberian mereka, "Luar biasa!" "Investasi bagus untuk perekenomian carut marut begini Kris!" sahut bos tersenyum. "Terimakasih!" jawabku. "Terimakasih!" ucap Tirtasari kemudian. "Sebagai balasan, kami berikan hadiah ini untuk kalian!" ucap Chantrea dan Chanthou mengeluarkan perhiasan emas dan batu mulia. Lalu mereka bagikan pada bos, Dina dan teman-teman yang lain. Semua pun terlihat melongo menerimanya. "Ini souvernir terindah yang diberikan oleh pengantin!" komentar Elistrik terpana. "Sudah kebiasaan adat kami untuk memberikan hadiah sebagai pengantin baru!" terang Chantrea. "Kau punya istri-istri yang kaya, Kris!" komentar Buaya Budiman. "Yah, kau tak tahu apa-apa dari yang kusaksikan sendiri," gumamku pelan. Kami pun segera makan malam dan bercengkrama bersama. Makanan cukup mewah dihidangkan oleh petugas kantin. Mereka pun turut memberikan ucapan selamat padaku dan istri-istriku. "Baru pertama kali jamuan perni
"Bagus!" puji teman-teman memperhatikan latihan Chantrea dan Chanthou. Terutama saat mereka berlatih jurus pedang. "Mirip Muay Thai," komentar Buaya Budiman. "Yah, Bokator," timpal Elistrik, "Dari Kamboja. Sering salah dianggap Muay Thai." "Kau tahu?" tanya Buaya Budiman. "Tentu!" Chantrea dan Chanthou pun terus berlatih memperagakan gerakan bela diri khas negeri mereka itu. Dina melirik dan mengernyit padaku. Barangkali menggodaku atas kehebatan mereka. Kami segera sarapan dan bersiap untuk bekerja. High Quality Man, Buaya Budiman dan Elistrik masih offline dan bertahan di kantor. Aku dan superhero lain membuka layanan online sambil bersiaga. Serangan Kerbau Merah mungkin bisa datang kapan saja. Disaat menunggu pesanan, aku teringat dengan Selly. Kuhubungi ia lewat telepon. "Aku sudah pulang," terangku padanya. "Ah, akhirnya," jawabnya, "Kau baik-baik saja?" *Yah, baik-baik saja. Namun situasi sedang genting di sini. Kelompok Kerbau Merah mengincar teman-temanku
Kucoba untuk menghentikan kerusuhan itu. Massa pendemo yang berbuat rusuh kutarik mundur. Sebagian kulempar ringan dengan kekuatan energi keris sakti. "Yeah, yeah, yeah!" seru para aparat melihatku membantu mereka. "Kerisman, rakyat mau bagaimana lagi?!" pekik massa, "Kepada siapa kami harus mengadu?!" "Yah," imbuh yang lain, "Kau juga cuma antek pemerintah! Tidak independen!" Kata-kata mereka membuatku tersentak. Akupun kembali ragu. Haruskah kubela pemerintahan macam ini?! Pemerintah yang sering menyengsarakan rakyat! Atau haruskah aku bergabung dengan Kerbau Merah saja untuk meruntuhkannya?! Ah, dimana sebenarnya posisi superhero?! "Tenanglah!" balasku, "Akan kubantu mencari jalan keluar!" Kubujuk mereka pergi. Beberapa pendemo yang masih nekat menyerang aparat kuhembuskan dengan energi keris sakti. Beberapa aparat pun melakukan kekerasan pada beberapa pendemo yang bentrok dengan mereka. Kulerai dan kulepaskan pendemo yang tertangkap. "Jangan lepaskan mereka!" ter
Lagi-lagi kutunggui para pendemo itu. Jangan sampai terjadi kericuhan. Cukup menguras waktu. Aku jadi khawatir dengan keadaan kantor. Jangan-jangan orang Kerbau Merah akan menyerang saat aku disini? Kucoba menghubungi Tirtasari. "Bagaimana keadaan di sana?" "Baik, Kris!" jawabnya, "Kau sendiri bagaimana?" "Yah, aku harus menunggui aksi demontrasi. Semua aman di situ?" "Yah, aman-aman saja Kris! Kami akan bersiaga!" "Baiklah, hati-hati di sana Kris!" "Oke, hati-hati juga di situ." Demonstrasi berjalan cukup lama. Beberapa artis turut serta terjun dan memberikan orasi. Tak biasanya begini. Terlihat para dosen pun turut turun ke jalan. Situasi sudah sangat memprihatinkan. Setelah demonstrasi mereda, aku kembali pulang ke kantor. "Bagaimana Kris?" tanya Tirtasari, "Cukup lama juga demonstrasinya?" "Yah, cukup lama dan besar!" jawabku. "Kian marak saja aksi demontrasi," imbuh Buaya Budiman, "Soal demo menentang pemerintah," kesahku, "Kian marak saja. Mirip men
"Semoga semua dapat kita atasi," imbuhku untuk menenangkan mereka. Kunikmati ketiga istriku dalam eksotika pemandangan kota. Chantrea dan Chanthou makin ketagihan dinikmati dalam suasana yang jauh berbeda dari pedesaannya ini. Hari berikutnya berjalan seperti sebelumnya. Kami terus waspada dan bersiaga di kantor. Hal yang cukup menjemukan bagi teman-teman yang terpaksa offline. "Jadi kapan mereka akan menyerang?!" keluh Buaya Budiman, "Nampaknya kita bosan menunggu! Apa benar mereka akan menyerang?" "Apa benar informasi yang kau dapat, Kris?!" imbuh High Quality Man. "Entahlah," jawabku, "tapi sepertinya kita harus tetap waspada!" "Jangan-jangan mereka merubah rencana?!" kesah Buaya Budiman. "Kita tak tahu apa-apa," sahut Elistrik nampak lebih santai. "Mungkin perlu kita lihat lagi laptop itu!" desak Buaya Budiman. "Kenapa?" tanya Elistrik. "Lihat saja! Barangkali ada petunjuk lain." Kami pun mengamati lagi laptop itu yang sebelumnya disimpan Tirtasari. Tak ada ya
"Mohon bantuan!" pekik Manusia Elang lewat radio komunikasi. "Ada apa?!" balas Dina dari kantor. "Ada musuh yang kuat! Ia muncul dari perampokan di minimarket dan menyerangku!" "Identifikasi penyerang!" balas Dina, "Kenapa video tak muncul dari kostummu?!" "Perangkat video mungkin rusak karena perkelahian! Dia sangat kuat dan bertubuh besar! Berbaju serba hitam!" Kami saling pandang di kantor. "Kerbau Merah?!" gumam Dina padaku. "Barangkali!" jawabku. "Kami butuh bantuan!" pekik superhero lain yang menangani kebakaran. "Apa yang terjadi?!" tanya Dina. "Musuh yang kuat!" balasnya, "Berkekuatan api!" Kami kembali saling pandang dan cemas. "Ia muncul dari api kebakaran!" lanjut sang pelapor, "Sangat kuat dan besar!" "Perangkat videomu rusak?!" tanya Dina. "Entahlah! Mungkin terbakar karena panas!" "Kita harus bantu mereka!" usulku pada Dina dan yang lain. "Jangan Kris!" cegah Dina, "Kalian offline! Biar dibantu superhero lain!" "Stok superhero kita makin m
Terlihat dari video live, para superhero bantuan mulai datang. Ada dua superhero yang hendak membantu melawan monster api. Video dari para superhero bantuan pun dapat terlihat di layar. Mereka beterbangan dan meloncat-loncat dari gedung ke gedung untuk mengatasi musuh. "Bagaimana kita akan mengatasi ini?!" tanya superhero yang datang. "Entahlah, kucoba meniupnya dengan energi yang angin milikku," jawab superhero angin, "Tapi malah tambah besar!" Kebakaran pun kian melanda di sana-sini. Beberapa gedung dan bangunan terbakar. Begitu juga dengan beberapa orang yang malang. Beberapa kendaraan, baik mobil ataupun sepeda motor juga tak lepas dari kobaran api. Para pengendaranya terlihat kocar-kacir dan sebagian terbakar. "Lihat, ada yang terjebak dalam mobil!" pekik beberapa orang di bawah. Sebagian merekamnya secara live. "Ada anak-anak di dalam!" seru yang lain, "Sepertinya satu keluarga!" "Mereka akan terbakar habis!" "Superhero," panggil Dina pada para superhero yang me
"Belum," jawab para pegawai, "Kami coba lacak dari beberapa kamera cctv yang dapat kita akses! Tapi butuh waktu lama!" "Teruskan!" perintah Dina. "Kami menemukan sesuatu," ungkap salah seorang petugas IT yang memeriksa laptop, "Lihat!" Kami bergegas menuju ke meja pegawai ahli IT yang memeriksa laptop. Terlihat progam di layar laptop seperti yang kami dapati kemarin. Hanya saja sekarang tertulis; Elistrik, Buaya Budiman, Manusia Elang serta para superhero perusahaan yang lain "Nama mereka dicentang," ungkap Tirtasari, "Mungkin menunjukkan korban yang berhasil mereka culik!" "Astaga!" kesah Dina. "Apa maksud semua ini?!* tanya High Quality Man, "Target mereka berubah?! Semula para superhero yang lain tidak ada dalam daftar!" "Entahlah," jawabku, "Apakah sebelumnya hanya mengecoh kita?! Atau memang menyesuaikan dengan apa yang ada?!" "Mereka sengaja memancing kita keluar?!" tanya High Quality Man. "Barangkali?" jawabku. "Kami dapati sesuatu," ungkap pegawai IT yang lain, "Mere
Kalau saja Tirtasari terlambat atau kurang dalam menyemburkan air, barangkali monster itu bisa membakarku. Sebenarnya ini tindakan yang cukup nekat. Menyerap api ke dalam diri sendiri! Namun untungnya aku dapat mempercayai istriku. Barangkali ini yang dinamakan ikatan setelah pernikahan?! Sang monster perlahan terus memudar seiring hisapanku dan semburan air Tirtasari. Ia berusaha berontak dan marah. Namun tetap tak berdaya dalam jebakan kami. Dengan wajah penuh amarah, ia lalu berusaha menghujam dan menyerangku dengan ganas. Untung saja Tirtasari mampu melihatnya dan menyemburkan air padanya lebih deras sebelum mengenai diriku. Splasshh, splasshh, splasshh! Tubuh api itu kian mengecil dan akhirnya musnah ditelan air. Aku dan Tirtasari mampu bernafas lega. Masyarakat pun berteriak-teriak senang. Mereka mengelukan kami yang telah menyelamatkan mereka. Para superhero yang terkalahkan sebelumnya segera kembali ke kantor. Beberapa warga memberi mereka pakaian karena kostum
Di sekitaran minimarket, para superhero terus berupaya melawan musuh berbadan besar dan kekar itu. Namun mereka terus kewalahan. Dihajar habis-habisan dan tersungkur lemah. "Ia akan membunuh mereka!* ungkap Buaya Budiman. Dan di area kerusuhan, para superhero kian kewalahan menghadapi para perusuh yang beringas dan bersenjatakan anaka macam. Mereka kini tersungkur hendak dikeroyok. "Kita harus membantu!" desakku. "Aku juga harus turun!" sahut Tirtasari, "Memadamkan monster api itu!" "Jangan Kris!" cegah Dina, "Tirtasari!" "Mereka bisa mati!" sahutku, "Kita tak punya pilihan lain!" "Yah, kota terancam!" imbuh Tirtasari, "Tidak ada lagi yang bisa melawan monster itu!" Dina memandang pada Bos. Dan sang manajer menghela nafas berat. "Baiklah," jawabnya, "Berhati-hatilah! Jika terdesak langsung mundur! Utamakan keselamatan kalian! Dan kalau bisa, selamatkan teman-teman di sana!" "Baik Bos!" jawabku dan Tirtasari bersamaan. "Kami ikut!" pinta Buaya Budiman dan yang lain
Yah, orang-orang senang karena kebakaran yang melanda rumah dan lingkungan mereka mereda. Tapi mereka cukup kesal dengan bau dan entitas air sungai yang kotor dan jorok. Bahkan beberapa tumpukan sampah menimpa mereka. "Uh, siapa yang buang popok bayi ke sungai?!" keluh salah seorang warga yang tertimpa bungkusan popok bayi kotor. "Juga sampah-sampah ini?!" timpal yang lain karena terkena terpaan sampah, "Dasar! Orang-orang parah, membuang sampah di sungai!" "Kita kan juga sering begitu!" balas warga yang lain. "Ah! Iya, betul juga!" "Hei, siapa yang buang bangkai ke sungai?!" gerutu warga lain kesal karena terkena bungkusan jorok, "Bangkai apa ini?! Tikus?! Menjijikkan!" Sementara itu, superhero angin terus berusaha menyemburkan air pada sang monster. Kebakaran cukup mereda dan menyisakan titik-titik api kecil saja. Ia sekarang lebih banyak menyerang sang monster dengan semburan air sungai. Namun moster itu ternyata cukup cerdas. Ia menyeberang sungai dengan nyalanya yang mela
Yah, monster itu menyerang helikopter yang ditumpangi paparazi. Terlihat di layar, semburan api yang mengerikan menerpa mereka. Lalu suara terbakar dan teriakan-teriakan. "Ia membakar kami!" pekik sang wartawan, "Ia membakar kita!" "Sial!" umpat Dina dan teman-teman. Terlihat dari layar lain, helikopter itu terbakar dan berputar-putar tak karuan. Sepertinya rekaman live dari seorang netizen. "Lihat itu!" teriakan orang-orang di bawah, "Awas!" Pesawat itu hendak jatuh menerpa kerumunan orang di bawah. Mereka pun panik dan berusaha menyelamatkan diri. Superhero angin segera meluncur ke bawah. Ia gunakan kekuatan angin untuk mengangkat helikopter itu ke atas dan menghindari terjatuh menimpa orang-orang. "Wuuu!" pekik orang-orang tertegun. Dengan kekuatan angin pula, sang superhero menghembuskan api di helikopter agar padam. Sang wartawan, kameraman dan pilot melompat ke bawah. Mereka pun diselamatkan dengan energi angin sang superhero. Mendarat di jalan dengan selamat.
Dari layar terlihat beberapa perusuh nampak aneh. Tubuh mereka kecil, layaknya orang pedesaan. Menenteng berbagai senjata. Mulai dari senjata tajam hingga tongkat kayu. "Siapa kalian?!" tanya para superhero, "Sengaja membikin rusuh?! Pulanglah! Kalian tak nampak seorang demonstran!" Mereka seolah tak mau mendengar dan terus merangsek maju sambil menyiapkan senjata. Para superhero nampak waspada. "Mereka sepertinya penyusup!" ungkap beberapa polisi yang mendekat pada superhero, "Bukan bagian dari para demonstran!" "Inilah yang ditakutkan dari aksi demontrasi!" susul polisi yang lain, "Hadirnya para penyusup dan provokator?" "Mundur kalian!" bentak para polisi, "Atau kami tindak keras!" Para penyerang tak menggubris peringatan itu dan terus maju. "Biar kami hadapi!" terang para superhero bersiap. Mereka lalu saling bertarung. Para penyerang nampak ganas dan mengarahkan senjata mereka secara membabi-buta. Para superhero pun mengerahkan tenaga dan kemampuan mereka untu
Terlihat dari video live, para superhero bantuan mulai datang. Ada dua superhero yang hendak membantu melawan monster api. Video dari para superhero bantuan pun dapat terlihat di layar. Mereka beterbangan dan meloncat-loncat dari gedung ke gedung untuk mengatasi musuh. "Bagaimana kita akan mengatasi ini?!" tanya superhero yang datang. "Entahlah, kucoba meniupnya dengan energi yang angin milikku," jawab superhero angin, "Tapi malah tambah besar!" Kebakaran pun kian melanda di sana-sini. Beberapa gedung dan bangunan terbakar. Begitu juga dengan beberapa orang yang malang. Beberapa kendaraan, baik mobil ataupun sepeda motor juga tak lepas dari kobaran api. Para pengendaranya terlihat kocar-kacir dan sebagian terbakar. "Lihat, ada yang terjebak dalam mobil!" pekik beberapa orang di bawah. Sebagian merekamnya secara live. "Ada anak-anak di dalam!" seru yang lain, "Sepertinya satu keluarga!" "Mereka akan terbakar habis!" "Superhero," panggil Dina pada para superhero yang me
"Mohon bantuan!" pekik Manusia Elang lewat radio komunikasi. "Ada apa?!" balas Dina dari kantor. "Ada musuh yang kuat! Ia muncul dari perampokan di minimarket dan menyerangku!" "Identifikasi penyerang!" balas Dina, "Kenapa video tak muncul dari kostummu?!" "Perangkat video mungkin rusak karena perkelahian! Dia sangat kuat dan bertubuh besar! Berbaju serba hitam!" Kami saling pandang di kantor. "Kerbau Merah?!" gumam Dina padaku. "Barangkali!" jawabku. "Kami butuh bantuan!" pekik superhero lain yang menangani kebakaran. "Apa yang terjadi?!" tanya Dina. "Musuh yang kuat!" balasnya, "Berkekuatan api!" Kami kembali saling pandang dan cemas. "Ia muncul dari api kebakaran!" lanjut sang pelapor, "Sangat kuat dan besar!" "Perangkat videomu rusak?!" tanya Dina. "Entahlah! Mungkin terbakar karena panas!" "Kita harus bantu mereka!" usulku pada Dina dan yang lain. "Jangan Kris!" cegah Dina, "Kalian offline! Biar dibantu superhero lain!" "Stok superhero kita makin m
"Semoga semua dapat kita atasi," imbuhku untuk menenangkan mereka. Kunikmati ketiga istriku dalam eksotika pemandangan kota. Chantrea dan Chanthou makin ketagihan dinikmati dalam suasana yang jauh berbeda dari pedesaannya ini. Hari berikutnya berjalan seperti sebelumnya. Kami terus waspada dan bersiaga di kantor. Hal yang cukup menjemukan bagi teman-teman yang terpaksa offline. "Jadi kapan mereka akan menyerang?!" keluh Buaya Budiman, "Nampaknya kita bosan menunggu! Apa benar mereka akan menyerang?" "Apa benar informasi yang kau dapat, Kris?!" imbuh High Quality Man. "Entahlah," jawabku, "tapi sepertinya kita harus tetap waspada!" "Jangan-jangan mereka merubah rencana?!" kesah Buaya Budiman. "Kita tak tahu apa-apa," sahut Elistrik nampak lebih santai. "Mungkin perlu kita lihat lagi laptop itu!" desak Buaya Budiman. "Kenapa?" tanya Elistrik. "Lihat saja! Barangkali ada petunjuk lain." Kami pun mengamati lagi laptop itu yang sebelumnya disimpan Tirtasari. Tak ada ya