Tanpa mengendap Brox dan Leo langsung maju.Brox melempar batu di tengah para penjaga memancing emosi.BRAK. Salah seorang mereka menendang tong hingga terjungkal. "Siapa yang berani berulah di tempat ini!" Meradang.Prok. Prok. Prok. Leo dan Brox memberi tepukan."Hey hey hey. Siapa tadi yang ingin bertemu dengan kami?" santai Leo.Sisi mereka ada yang mengenali. "Black Skull! Lapor pada Bos! Kita diserang.""Apa tujuan kalian kemari?" seru dari mereka."Panggil Bos kalian, bilang aku ingin menghabisinya!" seru Leo."Kurang ajar!" Para preman langsung menyerang."Sekarang!' seru Leo pada mereka yang di dalam.Yang di dalam menajamkan mata dan telinga. Mereka melihat sebagian penjaga menghambur keluar. Mereka lekas beraksi.Bugh. Bugh. Bugh. Leo belum mengeluarkan banyak tenaga.Duk. Bugh. Brox menghantam dan menendang.Leo menghantam dan melempar serangan. BRAK. Mereka terlempar.Suasana di luar makin riuh, ditambah yang di dalam juga banyak yang keluar. Hanya 2 orang, mereka melawan
Sebuah ketulusan. Ayana hanya menata Sandwinch itu dengan hatinya. Hati yang terpaku pada Jovan saat menyusun lapisan itu. Dia terus mengulas kebaikan, perlindungan Jovan padanya."Yang aku masukkan di sini?" bingung Ayana.Jovan mengangguk."Roti panggang, aku masukkan slada, telur, tomat, keju slice, saus, lada bubuk. Tidak ada yang lain. Aku pernah melihat di vidio dulu."'Aman,' batin Jovan. Jovan tersenyum tipis pada Ayana "Makanlah, aku sudah berusaha membuat yang terbaik!" binar Ayana."Jo, jangan siakan yang terbaik!" ujar Vincent."Buat kami mana?" seru Brox.Ayana lantas meletakkan dua tangan di sisi nampan. "Jangan berani ambil, ini spesial buat, Jo!"Seketika mereka tertawa. "Ha ha ha ha." ruangan menjadi riuh."Spesial, Jo. Habiskan! Jangan sampai ada sisa!" seru Leo.Jovan segera mengambil potongan sandwich, dia menarik nafas panjang dan segera menyuap."Apa buatanku tidak enak?" Ayana melihat Jovan menelan terpaksa."Lumayan." Jovan tidak mau membuat gaduh dengan air ma
Disebuah bangunan, bukan di tempat terpencil. Namun sengaja dibangun di tengah area luas, yang ditanami banyak pohon. Tempat untuk menampung banyak asuhan Febby."Hey, kalian!" teriak Febby pada pengawalnya. Matanya masih membelalak menatap ponselnya. Dia baru saja menerima sebuah foto dan lokasi tempat dimana Ayana berada."Ada apa, Mami?" Serentak beberapa pria di depan Febby."Cari wanita ini di Kota Pesisir! Bawa dia hidup-hidup! Beraninya dia kabur!" Febby meletakkan ponselnya di meja.Semua pria itu melihatnya."Dia yang kemarin kita kirim ke Villa itu, dan tidak kita temukan lagi di sana!""Seseorang telah membawanya pergi! Berani dia membawa tawananku!" geram Febby."Kami akan membawanya kemari, Mami.""Cepat kalian pergi! Wanita itu bahkan belum melunasi harganya! Aku tidak mau rugi!"Semua pria itu mengangguk.------Masih di gerai kosmetik.Ayana masih kagum dengan jajaran kosmetik."Mari Nona, silahkan ikut saya. Kami akan memeriksa jenis dan keadaan kulit Anda, dulu.""Aya
Bagai badai petir yang datang bergemuruh tercekat dalam dada.Ayana masih gemetar membayangkan wajah dan ekspresi Jovan. 'Kenapa dia, kenapa semua juga diam?' batinnya.Dia mondar mandir sejak tadi. Bingung, takut. "Apa aku harus bertanya padanya, atau pada yang lain?" Gelisah, mencemaskan Jovan. "Dia sudah peduli padaku, aku juga harus peduli padanya. Aku tidak boleh hanya diam!" Meyakinkan diri.Melangkah hendak keluar, dia berhenti saat memegang handle pintu. "Haisshh!" Ayana mengurungkan niatnya.Dia mencoba memejamkan mata, tapi nihil. Bayangan Jovan masih jelas dalam pikirannya. 'Apa dia sudah membaik?' batinnya masih bergelut.Hingga semakin larut, Ayana hanya mengganti posisi berbaringnya.Larut malam. Terdengar suara gaduh di lantai bawah. Ayana mendengar jelas. "Suara apa itu? Jovan?"Lalu dia beranjak, menajamkan telinga di pintu kamar.Bugh. Bugh. Bugh.Seperti orang berkelahi bagi telinga Ayana. "Bagaimana ini, bagaimana jika terjadi sesuatu pada Jovan?" takut cemas dan b
Tak berpikir panjang, Ayana hanya paham jika Jovan keluar rumah. Ya di sekitar rumah itu.Dia nekat pergi meninggalkan para pria yang sedang fokus bermain game. Ayana keluar rumah.Ketakutan yang selama ini membelengu Ayana seketika menguap karena kekhawatitannya pada Jovan."Di mana dia? Tempat ini hanya ada banyak pohon, aku harus mencarinya ke mana dulu?"Dia terus berjalan, mencari di area sekitar sambil berteriak, "Jo ... Jovan, apa kamu di sana?!"Gadis ini terus berjalan, melewati jalan di tengah pohon, kini Ayana telah sampai di jalan besar. Saat tiba di sana dia baru sadar."Aku harus mencari Jovan kemana lagi? Aku bahkan tidak tahu tempat yang sering dia datangi. Ah! Kenapa aku bodoh sekali?!" Ayana memukul pelan kepalanya.Kendaraan lalu lalang, dia kini hanya berjongkok di pinggir jalan. Lelah, lapar kini dia menyesal telah pergi tanpa berpikir lebih dulu."Jo, kamu dimana? Aku sudah pergi jauh sekali. Aku selalu saja begini, otakku tidak bisa berfungsi dengan baik." Ayana
"Hanya ini?" ujar Vincent membongkar isi ransel."Rumahku terawat dengan baik. Kamar dan ruang tengah semua masih dalam tatanan sama. Tidak ada yang berkurang," papar Jovan."Apa maksud tua bangka kejam itu?" sahut Brox."Apa lagi kalau bukan ingin menarik dan menjebak Jovan. Ingat! Jovan adalah saksi yang masih hidup." Robin menekan kata."Aku masih ragu. Kita dalami lagi kasus ini. Jangan berpikir jauh dulu!" Vincent ragu."Aku tak tahu harus berpikir apa. Aku melihat sendiri Kanigara ada di sana, dia sisi orang tuaku. Hanya dia yang ada di rumah itu. Siapa lagi?" Jovan meremas rambutnya."Kita akan mengatur strategi untuk mengulik maksud pak tua kejam itu!" ucap Robin."Setelah kita menyelesaikan urusan Ayana." Jo membuang nafas kasar."Kamu masih sempat memikirkannya." Brox heran."Aku hanya ingin beraksi dengan tenang, apa kalian tidak lihat seperti apa tadi?!" Jovan mendesah."Cukup!" seru Vincent.Ayana datang. "Jo ... makanlah! Aku buat beberapa." Meletakkan di depan Jovan.Kal
Ayana melipat bibirnya takut."Jo, kamu bawa masuk Ayana ke kamar. Ingat! pelan-pelan," ujar Brox iseng."Jangan main kasar, dia lelah, Jo!" sahut Robin.Yang lain menahan tawa. Tingkah Ayana telah menghibur mereka.Ayana cemas dalam hati, pikirannya telah mencabang ke arah berlawanan fakta. Dia semakin erat berpegang."Vinc, buka kamarnya! Aku akan membawanya masuk." Jovan berucap serius.Ayana semakin cemas dan takut. Seketika Ayana meloncat dari gendongan Jovan. Set. Membuat semua kaget."Aku sudah bangun!" Ayana tertawa nyengir."Ha ha ha ha ha ha." Disambut tawa riuh.Ayana menunduk malu."Bagaimana rasanya digendong Jovan? Ke dua kalinya." Robin terkekeh.Wajah Ayana bak kepiting rebus. Dia menutup dengan dua telapak tangan."Jangan ganggu dia sekarang, biarkan dia istirahat!" Jovan menatap tajam.Vincent memberi cardlock, Jovan membukanya. Pintu terbuka."Kamu simpan ini, kamarku ada di sebelah." Jovan memberi cardlock.Ayana bergegas masuk, dengan rasa malu. "Jo, aku masuk."Se
Pertanyaan yang tidak Ayana mengerti, juga yang dia takutkan jika akan berpisah dengan Jovan.Ayana merubah reaksi wajah sendu. "Aku takut tinggal sendiri," lirihnya.Jovan mengambil nafas panjang. "Bagaimana kamu bertahan selama ini. Kesulitan apa saja yang kamu temui dulu?"Ayana mengulas cerita kelamnya, netranya kian basah. "Aku mengikuti pikiranku saja. Aku hanya ketakutan dan reaksi spontan.""Siapa saja yang telah menyakitimu? Aku pastikan mereka akan membayar mahal!" Jovan menatap tajam."Saat aku dibawa ke tempat hiburan, aku selalu membuat keributan. Jadi, aku bisa menghindari pria nakal saat itu." Pipi Ayana basah."Bagus, kamu pintar.""Saat dibawa ke hotel berkali-kali, aku mengancam akan terjun dari balkon jika dia berani menyentuhku. Lalu, yang terakhir aku menyayat nadiku, lalu aku masuk rumah sakit," terisak, Ayana menunjukkan bekas jahitan di tangannya.Jovan mengepal kuat."Aku ... aku takut sendiri, jangan meninggalkanku." Semakin terisak dan bergetar karna lintasan
Ditinggal hampir satu bulan oleh Jovan. Ayana jadi semakin kurus. Dia susah tidur dan makan, suami hanya vc sehari satu kali."Kamu harus makan, Ayana. Kalau Jovan pulang dan kamu terlihat seperti ini, kami yang akan jadi sasaran utama," ucap Leo."Apa dia sangat sibuk di sana, sampai tidak bisa sering menghubungiku? Kan hanya jaga saja, nggak kerja?""Jovan tidak di sini bukan berarti dia tidak bekerja. Justru dia sangat sibuk di sana," ucap Brox."Benar, jangan sampai saat suamimu di sana sibuk, kamu di sini malah membuat dia cemas," sahut Robin.Ayana diam sejenak, dia lantas mengambil piring itu dan makan banyak.Masih pagi di depan rumah Jovan. Sasmita dan Alex sudah berada di sana."Ada tamu yang ingin bertemu dengan tuan dan Nyonya," kata penjaga."Siapa?" tanya Ayana."Ibu Sasmita dan Alex."Semua jadi saling pandang."Bawa masuk!" suruh Vincent.Penjaga pergi."Aku takut." Wajah Ayana jadi pucat."Kami pastikan dia tidak akan bisa menyakitimu," ucap Brox.Alex dan Sasmita masu
Vincent hampir terhuyung saat Arabella menelponnya."Ada apa, Vinc?" tanya Jovan."Terjadi sesuatu pada tuan Kanigara."Mata Jovan melebar. "Katakan dengan benar!""Kita ke rumah sakit untuk tahu kebenarannya. Arabella tidak bilang secara detail.""Aku ikut, Jo." Mata berkaca Ayana menatap harap."Aku akan kabari kamu nanti. Ini sudah malam, kamu harus istirahat."Ayana terpaksa menurut, dan para pria lekas pergi ke rumah sakit."Jovan cepat berlari ke ruang penanganan."Vinc!" Arabella menghambur memeluk Vincent sambil terisak. "Papa, Vinc."Vincent membawa duduk dan tetap mendekap."Apa yang terjadi, Rey?" seru Jovan.Rey hanya menggeleng. Dia meremas tangan di depan, dan terus menoleh pada pintu ruang tindakan.Jovan mulai membuat praduga. "Apa yang kamu sembunyikan dariku selama ini, Rey?" Rasa gelisah membuat Jovan menyentak.Rey terdengar menghela nafas. "Dokter yang akan menjelaskan nanti.""Jika nanti kamu terbukti sengaja membuat kekacauan, aku akan membuat perhitungan padamu
Bagaimana tidak kembali terguncang. Sasmita merasa dirinya benar-benar sendiri dan sangat takut."Alex, kamu di mana, Nak!" teriak Sasmita, dia berlari ke tengah jalan raya.Sebuah kendaraan melaju cepat tepat di arah Sasmita."Bu, awas ...!!" teriak anak buah Rey.Sasmita berjongkok saat mobil itu sangat dekat."Aaaa ....." Jantung Sasmita berdetak sangat kencang. Mobil itu berhenti di depan Sasmita, hampir menabrak."Hey, jangan gila dong. Kalau ketabrak kita yang disalahin!" teriak pengemudi itu.Pandangan Sasmita kabur dan pusing, dia pingsan."Bu!" Anak buah Rey mengangkat Sasmita. -"Ibu Sasmita berada di rumah sakit."Kabar itu telah sampai pada Kanigara dan Jovan. Mereka segera melihat kondisi wanita malang itu.Di kamar rawat. Sasmita telah terbaring belum sadar. Kanigara dan Jovan tidak tega melihatnya."Bagaimana Alex?" tanya Kanigara."Aku bisa melepaskannya. Sepertinya dia sudah tidak menjadi ancaman." Jovan menatap brankar Sasmita.Kanigara menoleh pada Rey. "Bawa dia b
"Jadi kamu sudah menikah, anak baik?" tanya Sasmita. Mereka sudah berada di mobil."Istriku sedang mengandung.""Aku berdo'a untuk kalian, semoga selalu diberi kebahagiaan. Anak kalian juga akan sukses seperti kalian. "Terima kasih.""Aku juga berharap bisa mendapat cucu dari Alex, pasti sangat lucu. Ah, aku berpikir terlalu tinggi." Sasmita menyeka buliran yang kembali jatuh dengan kekehan kaku.Jovan menatap arah jalan. Dia mengatur nafasnya dan mengurai rasa yang terus mendesak di dada.Tiba di lapas."Anak naik, Alex?" Mata Sasmita melebar sambil menunjuk arah bangunan itu."Om Gara memilih jalan tengah. Semoga anak Anda dapat mengerti kebaikan hati Om Gara.""Terima kasih anakku telah diberi keringanan." Karena Sasmita paham dunia mereka yang tidak segan akan menggunakan hukum nyawa dibayar nyawa.Mereka masuk. Menunggu beberapa saat."Alex!" seru Samita, dia menghambur pada anaknya."Ma."Dua insan itu berpelukan dengan sahutan tangis.Jovan mendongak, dia teringat kedua orang
Kini semua berpindah dari meja makan. Ayana bersama Arabella sedang para lelaki sebagian bermain catur."Om, papa ingin bertemu dengan Anda dalam waktu dekat ini. Saya ingin membuat janji dengan Anda terkait hal itu," ucap Fabian."Kamu atur saja bersama Rey," jawab Kanigara.Jovan mendoyongkan kepala pada Vincent di sisinya."Jangan sampai kalah sama pria jelek itu. Aku tidak sabar menunggu IQmu jatuh ke dasar jurang," bisik Jovan."Cepat, setelah itu giliranku,' Leo juga menyahut dengan bisikan di sisi Vincent."Diam kalian!" gumam lirih Vincent.Robin dan Brox menendang kaki Leo dan Vincent. Sambil mengedip mata pada mereka."Ada yang ingin kalian katakan?" tanya Kanigara."Vincent mau ngajak Arabella makan malam besok, tapi dia takut tidak dapat izin," sahut Jovan.Vincent menginjak kaki Jovan kuat sambil tersenyum malu pada Kanigara."Bukankah kemarin kamu juga mengajak dia makan?" jawab Kanigara membuat Vincent gugup."Maaf, Tuan. Arabella memaksa." Vincent melipat bibirnya."S
Di dapur masih sepi, Jovan bingung dan tidak tega membangunkan pembantu. Akhirnya dengan modal tutorial vidio medsos Jovan membuat dengan tangannya sendiri.Sekian saat berkutat di dapur, dengan bukti peluh yang terus mengucur. Bibir Jovan juga terus menghembus nafas, yang ternyata kepedesan."Tuan, kenapa masak pagi sekali?" Sudah ada satu pembantu yang bangun karena mencium bau tajam.Jovan terbatuk. "Aku buat seblak, kamu lanjutkan!" Jovan tidak tahan dan mundur.Pembantu itu melihat kondisi dapur. Kerupuk berceceran, mie, sayur, semua berantakan dalam wadah. Berantakan dan salah.Akhirnya pembantu itu mulai dari langkah awal.Jovan kembali ke kamar. "Jo, mana seblaknya?" Ayana sudah wangi.Jovan tersenyum jahil. "Baru disiapkan sama bibi." Dia maju dan mengendus ceruk leher Ayana. "Jo, kamu bau!" Ayana menggeser wajah Jovan."Aku tahu, mandiin aku bentar dong, Ay.""Nggak mau. Mandi sama kamu bakalan lama." Ayana terkekeh geli."Olah raga pagi bagus untuk kesehatan dan ibu hamil
Berangkat dengan beberapa mobil. Mereka menempuh jarak sekitar 1 jam. Hingga tiba di sebuah tempat di tengah bangunan tinggi. Dari depan tidak terlalu ramai dan tidak ada penjaga di pintu depan. Hanya tertulis tempat karaoke biasa. "Anak buahku sudah berjaga mengepung. Kita masuk!" ucap Rey.Mereka memakai pakaian serba hitam tanpa identitas. Masuk pintu utama, baru ada penjaga yang duduk sambil bermain kartu."Siapa kalian!" Para penjaga menghadang.Hanya tiga pria kekar. Adu hantam tidak memakan waktu lama.Masuk ke pintu kedua, melewati lorong gelap."Ini bukan tempat karaoke, jelas perdagangan wanita malam," ucap Robin."Tapi, di mana tempat parkir dan sebelah mana pintu masuk pelanggan?" bingung Brox."Pasti ada dan akan kita cari!" sahut Leo.Tiba di area dalam. Seperti pusat hiburan para sultan. Meja bertender terbentang panjang. Ada yang memandu karaoke di sana, tapi masih ada lorong-lorong di sana."Ada penyusup!" teriak satu penjaga di dalam.Seketika berhambur mereka yan
Memicing dan begidik, Arabella tidak habis pikir dengan ide Vincent untuk makan di tempat seperti itu."Ini bersih?" bisik Arabella memajukan wajah pada Vincent.Vincent menahan nafas sekian detik, karena tersapu nafas Arabella."Kita serius mau makan tempat ini?" Arabella menoleh pada para pengunjung lain.Vincent agak memundurkan kursi plastik tanpa punggung itu. "Kamu boleh tunggu di mobil kalau tidak mau makan," ucap Vincent.Terdengar desahan kesal dari Arabella.Makanan datang. Aneka olahan seafood yang menggunggah selera. Vincent memesan lumayan banyak.Vincent memakai sarung tangan plastik. Dia mengambil lobster dan menyuapi Arabella."Coba dulu baru komentar. Jangan terbiasa membuat kesimpulan tanpa mengetahui isi masalah."Arabella menerima suapan yang agak dipaksa itu. Mengunyah pelan dengan merasakan ...."Lumayan!" Arabella kini memakai sarung tangan plastik dan segera merebut makanan itu.Pedas enak. Arabella dan Vincent menikmati sambil tertawa dan berebut."Vinc!" ser
Anak Tuan Kanigara jadi karyawan biasa? Apa tidak salah? Itu yang ada dalam pikiran para karyawan saat Vincent mengantar Arabella ke meja kerjanya."Pak, Vincent.""Pak, Vinc."Banyak yang menyapa Vincent dengan senyum ramah. Namun, Vincent tetap berwajah datar.Tidak dengan Arabella. Dia mencebik dan mengumpat dalam hati."Ini meja kerjamu, soal tugas pekerjaanmu akan dijelaskan oleh manajer nanti. Aku pergi dulu, di luar sana sudah ada pengawal yang mengawasimu," jelas Vincent."Nanti makan siang aku ke ruanganmu."Vincent mengangguk, dia pergi."Mana manajernya, cepat bilang apa tugasku!" seru Arabella, tetap saja dia tidak bisa melepas identitas anak petinggi perusahaan ini.Yang katanya manajer malah takut dan sungkan pada Arabella. Dia menjelaskan dengan terbata dan gugup.Suasana ruangan menjadi tegang dan Arabella tidak peduli hal itu, dia hanya ingin cepat naik jabatan jadi manajer dalam waktu satu bulan dan membuat Vincent puas. Arabella fokus pada layar komputernya.Di rum