Tapi biarkanlah, ia nggak perlu dikasih tahu, sekaran, biarkan saja waktu yang akan mengungkapkannya. Jika suatu saat nanti ia berulah, aku akan menunjukan tentang siapa aku yang sebenarnya. Aku akan mengskak mat, Mbak Maya karena ulahnya."Iya Mbak, tadinya Mas Andre mau membelikanku rumah ini, tapi sayang udah keduluan sama orang! Iya kan Mas?" sahutku. Aku sengaja memeluk Mas Andre, dan mencubit pinggangnya, supaya Mas Andre mengikuti alur bicaraku"I ... iya, Mbak. Tadinya aku mau membelikan rumah ini buat Anisa, supaya kami bisa belajar berumah tangga. Tapi sayang, ternyata sudah keduluan orang lain," ujar Mas Andre. Mas Andre bicara dan mengikuti alur sesuai dengan keinginanku. Aku sengaja bicara seperti itu, agar Mas Andre tidak berbicara jujur kepada Mbak Maya. Aku tidak mau, jika sampai ia tahu siapa aku yang sebenarnya. Kemudian nanti Mbak Maya akan memanfaatkanku, seperti temanku, Ratna."Andre ... Andre, daripada uangnya kamu hamburkan untuk membeli rumah buat dia. Lebih
Semua ucapan Mbak Maya sudah seperti paranormal saja, yang bisa memprediksi apa yang ada di hatiku. Walaupun semua yang Mbak Maya ucapkan itu, tidak ada yang benar sedikit pun, bahkan seperti mengada ada saja."Mbak, kalo ngomong itu bisa dijaga nggak sih? Mas Andre saja, yang menjadi suamiku, tetapi ia tidak pernah berbicara sekasar Mbak Maya barusan. Tapi kok Mbak ini, yang notabene hanya orang lain bicaranya kok pedes banget begini ya, bikin nyelekit di hati.Hati-hati lho, Mbak. Jangan sampai ucapan yang barusan Mbak ucapkan ke aku, suatu saat nanti malah akan berbalik ke Mbak sendiri." Aku memperingatkan Mbak Maya, tentang ucapannya padaku. Karena aku merasa tersinggung, dengan perkataan Ipar suamiku itu."Mbak ... maaf ya, aku dan Anisa masih ada urusan yang lain. Jadi kami permisi dulu, ayo Nis! Permisi ya Mbak, assalamualaikum." Mas Andre menghentikan perdebatan, antara aku dan Mbak Maya. Mas Andre menggandeng lenganku, dan ia membawaku ke mobilnya. Sepertinya Mas Andre mula
"Ok, deh. Terserah kamu saja!" ujar Mas Andre. Ia pun, menyetujui keinginanku. Perjalan kami menuju apartemen milik Mas Andre, telah sampai ke tempat tujuan. Hanya membutuhkan waktu, empat puluh lima menit perjalanan untuk sampai ke apartemen, milik Mas Andre ini. Kini, kami sudah sampai di parkiran dan akan menuju ruangan, yang menjadi miliknya Mas Andre. Sesampainya, di dalam ruangan apartemen, milik Mas Andre. Aku pun segera berkeliling, untuk melihat-lihar keadaannya. Ruangannya, begitu bersih dan juga rapi, walaupun hanya ditempati oleh seorang Pria. Ternyata, suamiku ini, benar-benar mencintai kebersihan. Aku pun, kini sangat mengagumi Mas Andre, yang benar-benar sangat dewasa dan juga mandiri."Bagaimana Nisa, mana yang akan kamu pilih, sebagai tempat tinggal utama kita?" Mas Andre mengajukan pertanyaan. Ia, bertanya mana tempat yang akan aku pilih. Rumah pemberian Papa, atau apartemen milik Mas Andre."Nisa suka sama kedua-duaya, Mas. Rumah pembelian Papa Anisa suka, karen
"Asal kamu tahu ya, Nis. Mas itu sebenarnya suka sama kamu, semenjak awal kita berjumpa! Namun karena kamu begitu cuek, dan ternyata telah memiliki kekasih. Makanya Mas bersikap ketus sama kamu karena Mas itu merasa kecewa, sebab cinta Mas ternyata bertepuk sebelah tangan. Makanya, saat Papa kamu nyuruh Mas untuk menjadi pengganti mempelai prianya. Mas langsung menyetujui keinginan Papa itu. Mas sangat senang, saat Papa menyuruh untuk menikahimu. Mas saat itu berpikir, mungkin ini kesempatan baik buat Mas, supaya bisa memiliki kamu seutuhnya. Mas nggak mau, kalau sampai kamu dimiliki oleh orang lain, makanya Mas langsung setuju dan tidak berpikir panjang lagi." Mas Andre panjang lebar, mengungkapkan isi hatinya.Ternyata Mas Andre itu menyukaiku sejak awal kami bertemu. Mas Andre sengaja bersikap jutek dan sinis kepadaku, hanya untuk menutupi hatinya, kalau sebenarnya ia menyukaiku. Setelah mendengar perkataan Mas Andre barusan, aku pun merasa yakin sekarang, jika Mas Andre benar-ben
"Kok kamu diam aja si, sariawan ya? Biar aku tebak deh, pasti kamu adiknya Mas Andre ya? tanyanya lagi tetapi tetap tidak aku jawab."Benarkan, kamu adiknya Mas Andre, yang punya apartemen ini? Tapi kok aku baru melihatnya kamu sih," ujarnya. Pria itu pun menanyaiku dan ia pun sok kenal sekali oadaku. Perlakuannya ini malah membuatku menjadi takut dan berhati-hati padanya."Maaf, Mas, aku harus masuk ke dalam." Aku pamit, karena merasa takut kepadanya."Lho, kok kamu buru-buru amat sih? Kamu takut sama aku, atau takut sama Mas Andre? Ayo dong cantik kenalin dulu, namanya siapa sih? Perkenalkan nama aku Arya, kepanjangannya Arya Bagaskara," ungkap pemuda tersebut, yang ternyata bernama Arya."Maaf ya, Mas, aku masuk dulu. Permisi, assalamualaikum!" Aku pamit dan tidak lupa mengucapkan salam. Aku benar-benar merasa takut, jika harus terus berada di sana dan harus meladeni ucapannya. Walaupun balkon kami terpisah, namun tidak menutup kemungkinan, jika dia akan nekat menghampiriku. Ak
Mas Andre memberi tahu maksud dari Vidio callnya dan ia juga segera menutup sambungan telpon tersebut. Tidak lupa Mas Andre juga mengucapkan salam, sebelum vidio call tersebut di tutup. Namun, menurutku ada yang aneh dari Mas Andre, sebab ia tidak menungguku untuk membalas ucapan salamnya. Aku pun menjawab salam tersebut dalam hari. Jujur aku merasa aneh, dengan sikap yang ditunjukkan suamiku itu, sebab Mas Andre tidak biasanya, mematikan telpon sepihak. Tapi aku tidak mau ambil pusing dan aku pun kembali menikmati makananku. Tapi baru juga suapan kelima, suara bel pintu kembali berbunyi. Aku pikir, kalau semua ini adakah kerjaannya pria penghuni apartemen sebelah yang bernama Arya. Jadi aku membiarkan saja, suara bel pintu tersebut terus berbunyi. Namun, ternyata suara bel tersebut terus-menerus berbunyi tanpa jeda, hingga membuat aku risih dan sedikit terbawa emosi."Ini siapa, sih, mencet bel kok nggak kira-kira banget? Awas saja jika benar pria tadi yang menggangguku," sungutku
"Mas, bunganya bagus banget. Terima kasih, ya Mas!" Aku menerima bunga dari suamiku, dan tidak lupa berterima kasih. Bahkan saking senangnya, aku pun memeluk dan mencium pipinya. Karena merasa ada yang memperhatikan, aku pun melihat ke pintu sebelah. Rupanya benar, jika dari pintu itu ada si pria yang sedang memperhatikan kami. Aku pun tak ingin menjadi pusat perhatiannya, kemudian segera mengajak masuk suamiku. "Mas, ayo kita masuk," ajakku."Ayo," sahutnya.Kami berdua pun masuk, tanpa menghiraukan Mas Arya yang memperhatikan kami. Setelah sampai di ruang keluarga, aku baru ingat kalau mejanya masih berantakan, dengan makanan yang sedang aku makan. Aku pun melanjutkan makan dan kami pun akhirnya makan bersama, walaupun cuma satu porsi berdua. Kami saling menyuapi satu sama lain."Nis ... besok kan Mas mulai kerja, berarti kita menginap di sini ya. Ini sesuai lho, dengan usulan kamu tadi," usul Mas Andre.Ia memberi tahuku, jika ia besok mulai bekerja. Ia pun meminta, supaya ketik
[Oke, kalau begitu kita ketemuan di sana ya!] Aku mengakhirinya karena kalau aku ladenin malah semakin membuat sakit hati saja.Aku pun segera mematikan telpon dan kemudian tidur bersama suamiku. Karena setelah berbelanja tadi, badanku terasa capek sekali dan ingin segera beristirahat. Begitu juga dengan Mas Andre, yang kini sudah tertidur lelap. Saking capeknya, akupun segera terbawa ke alam mimpi. Aku terbangun, ketika adzan subuh berkumandang. Aku dan Mas Andre pun terbangun, dan segera melaksanakan salat subuh berjamaah. Aku sebisa mungkin membuatkan sarapan untuk suamiku itu, yang akan berangkat kerja. Setelah sarapan dan mencuci perabotan kotor, aku pun bergegas ke kamar untuk mempersiapkan kejutan di acara reunian nanti."Mas, aku mau datang ke acara reunian teman SMAku ya? Kamu mengizinkan tidak," tanyaku saat Mas Andre keluar dari ruang ganti."Kamu mau berangkat sama siapa? Kamu kan tidak membawa mobil, kamu minta antar Pak Asep saja kalau begitu." Mas Andre menyarankan,
"Iya, Nis, aku belum kebeli kasur bayinya. Soalnya, kamu tau sendiri keadaan ekonomiku sekarang ini. Mas Bagas saja bekerjanya baru sebulan, itupun karena dibantu oleh suamimu. Makanya, aku belum ada uang buat membeli perlengkapan anakku. Pakaiannya saja, kebanyakan dari kado teman-teman, serta saudaraku." Ratna panjang lebar menceritakan, tentang keadaannya."Ya sudah, insya Allah nanti aku belikan, buat anakmu ya! Kalau saja aku tau kamu belum punya kasur bayi, tadi pasti aku belikan sekalian." Aku berjanji akan membelikan kasur bayi, buat anaknya Ratna."Terima kasih, ya Nis, kamu memang terbaik. Menyesal, aku telah menyia-nyiakanmu, bahkan telah mengkhianatimu." Ratna menyesali, tentang apa yang telah dia lakukan dulu kepadaku."Iya sama sama, Ratna. Ya sudah, Ratna, maaf ya aku nggak bisa lama-lama, soalnya ini sudah malam. Ini aku bawain kado buat anakmu, semoga kamu suka. Aku permisi ya, assalamualaikum," ucapku pamit.Kami pun pamit, kepada Bu Ani dan juga Ratna. Setelah itu
"Baik, Non. Terima kasih," ucap Bi Ijah."Baiklah, kami pergi cari kado dulu ya. Kalian tunggu di sini, kalau memang tidak mau ikut," pamitku.Aku pamit, serta meminta mereka untuk menungguku. Setelah itu, aku dan Mas Andre pun pergi dari hadapan asisten serta keponakanku. Kami pergi dari resto, yang ada di swalayan ini. Aku dan Mas Bagas, pergi menuju tempat perlengkapan bayi. Aku pun memilih salah satu yang sekiranya cocok untuk aku jadikan kado untuk anaknya Ratna dan Mas Bagas. Setelah menemukan apa yang sesuai, aku segera membayarnya. Aku juga meminta untuk sekalian dibungkusnya dengan kertas kado. Setelah kado untuk anak Ratna selesai di bungkus, kami berdua pun kembali ke tempat Gio dan juga para asistenku berada. Ternyata mereka telah selesai makan dan sedang menunggu kedatangan kami."Tante, Om, kalian sudah sekesai mencari kadonya?" tanya Gio."Sudah, Gio. Bagaimana? Apa kalian juga sudah selesai makannya," tanyaku."Sudah, Tan. Gio, sudah kekenyangan ini," sahut Gio.Gio
"Waw, ini kamarnya lebih bagus, dari kamar Gio yang kemarin, Om. Terima kasih, ya Om Andre, Tante Anisa, kalian berdua memang is the best." Gio begitu senang, saat melihat kamar baru untuknya."Syukurlah, kalau Gio menyukai kamarnya," ucapku."Iya, Tante, Gio seneng banget," sahutnya.Setelah itu, aku membantu Gio membereskan pakaiannya. Aku memasukan baju Gio ke lemari pakaian, yang ada di kamar itu. Sedangkan, Mas Andre membantu membereskan perabotan dari rumah lamanya, yang akan disimpan di rumah ini. Sedangkan, sebagian perabotannya akan disimpan di apartemen. Seusai membereskan pakaian Gio, aku mengajak Gio makan, kebetulan aku telah memesan makanan. Karena aku kasihan, jika harus menyuruh Bi Ijah dan Bi Asih, buat memasak. Sepertinya mereka juga kecapean, setelah membantu pindahan tadi. Jadi biar kali ini aku memesan masakan dari rumah makan padang untuk makan kami semua."Gio, ayo kita makan dulu," ajakku."Iya, Tan," sahut Gio."Mas, ayo kita makan dulu," ajakku, saat melewa
"Iya, Den," sahut Bi Asih serta Bi Ijah serempak."Bibi, sini," ajakku.Mereka berdua pun menghampiriku, sedangkan Bi Asih datang menghimpiriku, sambil menarik kopernya."Non, banyak betul orang yang mengangkut barangnya ya." Bi Ijah berkomentar, tentang pengangkut barang."Iya, Bi, Mas Andre bilang, supaya barangnya cepet selesai diangkutnya. Kalau barangnya sudah selesai diangkut, rumahnya mau sekalian dibersihkan, serta dirapikan sama mereka. Soalnya lusa Mas Wira dan keluarganya akan datang untuk menempatinya." Aku menjelaskan kepada Bi Ijah, alasan Mas Andre sampai meminta banyak orang untuk mengangkut barangnya tersebut."Oh, jadi begitu, ya Non," sahut Bi Ijah.Ia baru mengerti, dengan apa yang aku sampaikan."Iya, Bi, seperti itu," sahutku."Pasti rumah ini di kontraknya mahal ya, Non? Soalnya rumahnya saja semewah dan sebesar ini," tanya Bi Asih.Ia menanyakan soal harga sewa rumah orang tua Mas Andre tersebut."Lumayanlah, Bi, buat tabungannya Gio. Mas Wira, mengontak rumah
"Iya, Om, Gio ikut sama Om Andre saja. Biarkan rumah ini, di tempatin sama Om Wira," sahut Gio, ia menyetujui ajakan Mas Andre.Rumah peninggalan orang tua Mas Andre ini, sudah ada yang mengontrak. Rumah ini di kontrak oleh Mas Wira, ia merupakan rekan kerja Mas Andre. Sedangkan Gio akan di bawa oleh kami, ke Rumah tempat tinggal kami. Karena selain Gio sebatangkara, Gio juga sekarang merupakan anak angkatku."Den, kalau rumah ini, sudah ada yang mengontrak, terus Den Gio dibawa Den Andre, berarti Bibi sekarang sudah tidak dibutuhkan lagi, ya Den. Berarti Bibi harus pulang kampung," ucap Bi Asih."Bi Asih, Bibi tidak perlu khawatir. Biarpun rumah ini sudah ada yang ngontrak, serta Gio dibawa ke rumahku. Bibi tetap boleh bekerja denganku kok, Bibi Asih nanti bisa membantu pekerjaan Bi Ijah di rumahku. Apalagi nanti Anisa mau lahiran, pasti Bi Ijah kerepotan, kalau bekerja sendiri. Jadi Bi Asih bisa bekerja di rumahku bersama dengan Bi ijah, Bibi mau kan bekerja denganku? Biar nanti k
"Gio sayang, kamu yang sabar ya. Kamu harus ikhlas, dengan apapun yang terjadi. Gio jangan sedih, masih ada Om dan Tante, yang akan merawat serta menyayangi Gio." Mas Andre menenangkan Gio, serta memeluknya erat."Ya sudah, lebih baik sekarang kita pergi ke tempat kejadian, atau langsung ke rumah sakit." Papa memberi saran, supaya kami segera melihat keadaan Mbak Maya."Kita langsung ke rumah sakit saja, Pah. Tadi, polisinya bilang, mereka sudah langsung di bawa ke rumah sakit umum empat lima." Mas Andre memberitahu, rumah sakit tempat Mbak Maya berada. Kami semua pergi, menuju rumah sakit umum empat lima untuk mengurus jenazahnya Mbak Maya. Sepanjang perjalanan, Gio terus menangis. Aku pun sudah mencoba menbujuknya, tetapi tetap saja ya menangis. Sesampainya ke rumah sakit, kami menuju tempat resepsionis rumah sakit. Kami, menanyakan keberadaan Mbak Maya, yang korban kecelakaan tadi. Setelah, mendapatkan informasi, kami segera menuju ruangan, yang di tunjuk oleh resepsionis tadi.
"Baik, Anisa, kami menyetujuinya," ucap mereka bertiga serempak."Bagus ... kalau begitu, silakan kalian tandatangani surat perjanjian, yang dibawa oleh Pak Danu!" Mas Andre memerintahkan mereka bertiga untuk menandatangani surat perjanjian.Setelah mendengar perintah dari Mas Andre, mereka bertiga pun menandatangani surat, yang disodorkan oleh Pak Danu. Bahkan mereka tandatangan tanpa membacanya terlebih dulu."Oke, kalian bertiga sekarang telah menandatangani surat perjanjian ini. Jadi jika kalian melanggar, maka kalian harus menerima akibatnya," ujar Papa.Ia menegaskan kepada mereka bertiga, tentang konsekuensinya jika melanggar surat perjanjian tersebut."Iya, Mas, kami sudah paham kok." Mbak Maya berkata, mewakili kedua temannya."Kalau begitu, kalian bertiga segera tinggalkan rumah Papaku! Tetapi biarkan Gio bersama kami," perintahku."Iya, Anisa, kami akan pergi. Tetapi maafkanlah semua kesalahan kami. Aku takut, jika umurku tidak akan lama lagi. Aku titipkan Gio kepada kalian
"Ya, jelaslah aku tau, Mbak. Karena, aku sendiri yang merekam Vidio ini." Aku oun berterus terang kepada Mbak Maya, sebab ku tidak takut dengan ancamannya."Oh ... jadi kamu yang telah merekamnya, Anisa? Kok kamu tega banget sih, padahal niatku baik ingin merawat Papamu dan menjadi ibu sambung buat kamu." Mbak Maya berkelit, ia tetap tidak mau mengakui kesalahannya.Mbak Maya, tetap tidak merasa bersalah, walaupun sudah ada bukti yang jelas nyata. "Sudahlah, Mbak, nggak perlu mengelak lagi! Sebab emua bukti juga sudah jelas dan itu murni, bukan rekayasa ataupun editan, seperti yang Mbak Maya bilang tadi." "Kalau memang benar, kami yang melakukannya, terus kamu mau apa Anisa? Kamu mau memenjarakan kami, silakan, kalau itu maumu, kami tidak takut. Kami akan meminta bantuan pengacara kami, buat mengurus kasus ini." Sindi berkata dengan sangat jumawa."Ok, kalau begitu. Ayo, Pah, kita bawa saja mereka ke kantor polisi. Toh kita sudah mengantongi bukti yang kongkrit. Ayo kita bawa mereka
"Oh, jadi kamu mau menikah sama aku, hanya karena ingin menguasai hartaku, ya Maya? Setelah semuanya kamu miliki, aku akan ditendang dari kehidupanmu. Enak sekali mimpimu itu, kamu nggak perlu cape kerja, tapi ingin hidup enak. Mimpi kamu Maya," ujar Papa dengan dada emosiPadahal dari awal Papa sudah tahu, tentang niat Mbak Maya tersebut. Namun, ternyata Papa tetap saja terpancing emosinya, apalagi orang yang berniat jahat tersebut bernada^^ di depan mata."Itu nggak bener, Mas. Semua ini hanya fitnah, dari orang yang ingin merusak rencana pernikahan kita. Aku beneran sayang sama kamu dan juga anakmu Nisa, Mas. Aku ingin menjadi istri dan ibu sambung yang baik untuk kalian. Kamu jangan terpengaruh, oleh vidio editan serta murahan model begini, dong Mas! Aku sungguh sayang sama kamu dan juga Nisa," ucap Mbak Maya sambil tergugu. Sungguh pandai Mbak Maya ini, akting yang ia perankan juga luar biasa memukau."Sudahlah, Maya, kamu nggak usah mengelak lagi! Sudah jelas-jelas terbukti, k