"Asal kamu tahu ya, Nis. Mas itu sebenarnya suka sama kamu, semenjak awal kita berjumpa! Namun karena kamu begitu cuek, dan ternyata telah memiliki kekasih. Makanya Mas bersikap ketus sama kamu karena Mas itu merasa kecewa, sebab cinta Mas ternyata bertepuk sebelah tangan. Makanya, saat Papa kamu nyuruh Mas untuk menjadi pengganti mempelai prianya. Mas langsung menyetujui keinginan Papa itu. Mas sangat senang, saat Papa menyuruh untuk menikahimu. Mas saat itu berpikir, mungkin ini kesempatan baik buat Mas, supaya bisa memiliki kamu seutuhnya. Mas nggak mau, kalau sampai kamu dimiliki oleh orang lain, makanya Mas langsung setuju dan tidak berpikir panjang lagi." Mas Andre panjang lebar, mengungkapkan isi hatinya.Ternyata Mas Andre itu menyukaiku sejak awal kami bertemu. Mas Andre sengaja bersikap jutek dan sinis kepadaku, hanya untuk menutupi hatinya, kalau sebenarnya ia menyukaiku. Setelah mendengar perkataan Mas Andre barusan, aku pun merasa yakin sekarang, jika Mas Andre benar-ben
"Kok kamu diam aja si, sariawan ya? Biar aku tebak deh, pasti kamu adiknya Mas Andre ya? tanyanya lagi tetapi tetap tidak aku jawab."Benarkan, kamu adiknya Mas Andre, yang punya apartemen ini? Tapi kok aku baru melihatnya kamu sih," ujarnya. Pria itu pun menanyaiku dan ia pun sok kenal sekali oadaku. Perlakuannya ini malah membuatku menjadi takut dan berhati-hati padanya."Maaf, Mas, aku harus masuk ke dalam." Aku pamit, karena merasa takut kepadanya."Lho, kok kamu buru-buru amat sih? Kamu takut sama aku, atau takut sama Mas Andre? Ayo dong cantik kenalin dulu, namanya siapa sih? Perkenalkan nama aku Arya, kepanjangannya Arya Bagaskara," ungkap pemuda tersebut, yang ternyata bernama Arya."Maaf ya, Mas, aku masuk dulu. Permisi, assalamualaikum!" Aku pamit dan tidak lupa mengucapkan salam. Aku benar-benar merasa takut, jika harus terus berada di sana dan harus meladeni ucapannya. Walaupun balkon kami terpisah, namun tidak menutup kemungkinan, jika dia akan nekat menghampiriku. Ak
Mas Andre memberi tahu maksud dari Vidio callnya dan ia juga segera menutup sambungan telpon tersebut. Tidak lupa Mas Andre juga mengucapkan salam, sebelum vidio call tersebut di tutup. Namun, menurutku ada yang aneh dari Mas Andre, sebab ia tidak menungguku untuk membalas ucapan salamnya. Aku pun menjawab salam tersebut dalam hari. Jujur aku merasa aneh, dengan sikap yang ditunjukkan suamiku itu, sebab Mas Andre tidak biasanya, mematikan telpon sepihak. Tapi aku tidak mau ambil pusing dan aku pun kembali menikmati makananku. Tapi baru juga suapan kelima, suara bel pintu kembali berbunyi. Aku pikir, kalau semua ini adakah kerjaannya pria penghuni apartemen sebelah yang bernama Arya. Jadi aku membiarkan saja, suara bel pintu tersebut terus berbunyi. Namun, ternyata suara bel tersebut terus-menerus berbunyi tanpa jeda, hingga membuat aku risih dan sedikit terbawa emosi."Ini siapa, sih, mencet bel kok nggak kira-kira banget? Awas saja jika benar pria tadi yang menggangguku," sungutku
"Mas, bunganya bagus banget. Terima kasih, ya Mas!" Aku menerima bunga dari suamiku, dan tidak lupa berterima kasih. Bahkan saking senangnya, aku pun memeluk dan mencium pipinya. Karena merasa ada yang memperhatikan, aku pun melihat ke pintu sebelah. Rupanya benar, jika dari pintu itu ada si pria yang sedang memperhatikan kami. Aku pun tak ingin menjadi pusat perhatiannya, kemudian segera mengajak masuk suamiku. "Mas, ayo kita masuk," ajakku."Ayo," sahutnya.Kami berdua pun masuk, tanpa menghiraukan Mas Arya yang memperhatikan kami. Setelah sampai di ruang keluarga, aku baru ingat kalau mejanya masih berantakan, dengan makanan yang sedang aku makan. Aku pun melanjutkan makan dan kami pun akhirnya makan bersama, walaupun cuma satu porsi berdua. Kami saling menyuapi satu sama lain."Nis ... besok kan Mas mulai kerja, berarti kita menginap di sini ya. Ini sesuai lho, dengan usulan kamu tadi," usul Mas Andre.Ia memberi tahuku, jika ia besok mulai bekerja. Ia pun meminta, supaya ketik
[Oke, kalau begitu kita ketemuan di sana ya!] Aku mengakhirinya karena kalau aku ladenin malah semakin membuat sakit hati saja.Aku pun segera mematikan telpon dan kemudian tidur bersama suamiku. Karena setelah berbelanja tadi, badanku terasa capek sekali dan ingin segera beristirahat. Begitu juga dengan Mas Andre, yang kini sudah tertidur lelap. Saking capeknya, akupun segera terbawa ke alam mimpi. Aku terbangun, ketika adzan subuh berkumandang. Aku dan Mas Andre pun terbangun, dan segera melaksanakan salat subuh berjamaah. Aku sebisa mungkin membuatkan sarapan untuk suamiku itu, yang akan berangkat kerja. Setelah sarapan dan mencuci perabotan kotor, aku pun bergegas ke kamar untuk mempersiapkan kejutan di acara reunian nanti."Mas, aku mau datang ke acara reunian teman SMAku ya? Kamu mengizinkan tidak," tanyaku saat Mas Andre keluar dari ruang ganti."Kamu mau berangkat sama siapa? Kamu kan tidak membawa mobil, kamu minta antar Pak Asep saja kalau begitu." Mas Andre menyarankan,
"Apa kalian semua, benar-benar nggak ada yang mengenali aku," tanyaku."Memangnya kamu siapa," tanya balik Mia."Iya, siapa sih kamu? Kami di sini nggak ada yang mengenali kamu. Kami semua juga tidak ada yang berteman denganmu, tapi kenapa kamu ikut bergabung di acara kami? Sedangkan kami hanya tinggal menunggu satu orang teman sekolah kami yang Anisa," terang Riris menjawab pertanyaanku.Aku hanya tersenyum simpul, saat mendengar penuturan Riris dan juga Mia. Karena mereka benar-benar tidak mengenaliku. Berarti ini artinya aku berhasil mengelabui mereka selama ini. Karena ini adalah aku yang sebenarnya."Ris, aku ini memang Anisa, orang yang sedang kalian tunggu! Tapi kenapa tidak ada satu orang pun diantara kalian yang mengenaliku?" Aku bertanya, sambil memperkenalkan diri, bahwa aku ini adalah orang yang sedang mereka tunggu."Ah gak mungkin, kalau kamu ini Anisa! Soalnya Anisa yang sedang kami tunggu itu, orangnya culun dan dia memakai kaca mata tebal. Penampilannya juga tomboy,
"Iya ... suamiku memang nggak sebanding, dengan suami kalian, terus kalian tidak mau lagi berteman denganku? Kalian akan menjauhiku, seperti saat kita masih SMA dulu," kritikku. Aku sengaja mengalah dan menutupi semuanya mereka, supaya mereka masih mengira, kalau aku berada di bawah mereka."Sudah kami duga kok, Anisa, kalau kamu itu masih di bawah level kami. Ya sudah ... ayo kamu segera pesen makanan dan minunannya. Kamu nggak perlu khawatir, sebab kami akan membayar makanan pesananmu itu. Jadi pilih saja semauku, walaupun yang harganya paling mahal sekalipun," perintah Ranty."Oh baiklah kakau begitu, tidak menyangka kakian ternyata baik sekali ya," pujiku, walau hanya sekedar di mulut saja.Mungkin mereka kira aku tidak tau, kalau mereka baik itu hanya di mulut saja. Justru sekarang aku mesti waspada, dengan apa pun yang akan mereka lakukan padaku. Karena jujur saja hati kecilku tidak bisa dibohongi. Aku merasa, kalau mereka itu masih seperti dulu, selalu membuliku."Eh ... Anisa,
Ranti berkata dengan begitu mengghina, bahkan menyepelekan derajatku. Raut muka mereka semua pun berubah drastis menjadi ditekuk. Mungkin mereka kesal, dengan apa yang aku lakukan. Selesai makan, mereka langsung menghampiri kasir. Hanya tinggal aku saja, yang belum selesai makan. Namun, aku merasa curiga dengan gerak-gerik mereka, sepertinya mereka sedang membicarakan aku. Tetapi aku tidak tahu, apa yang mereka bicarakan. Aku sempat berfikir, jika mereka akan mengerjaiku, karena tatapan para pelayan pun terus saja melihatku. Tatapan para pelayan kafe seolah sedang mengintai gerak-gerikku. Mereka melihat kearahku, seolah-olah aku adalah seorang buronan saja. Aku penasaran, dengan apa yang Ranty, dan temanku yang lain bicarakan kepada mereka."Ayo semuanya, sekarang kita langsung ke tempatnya Ratna saja! " Ranti mengajak untuk langsung ke tempat acara lamaran Bagas dan juga Ratna berlangsung. "Anisa, kamu sudah selesai belum makannya," tanya Ranti."Ya belumlah, Ranti, orang aku bar
"Iya, Nis, aku belum kebeli kasur bayinya. Soalnya, kamu tau sendiri keadaan ekonomiku sekarang ini. Mas Bagas saja bekerjanya baru sebulan, itupun karena dibantu oleh suamimu. Makanya, aku belum ada uang buat membeli perlengkapan anakku. Pakaiannya saja, kebanyakan dari kado teman-teman, serta saudaraku." Ratna panjang lebar menceritakan, tentang keadaannya."Ya sudah, insya Allah nanti aku belikan, buat anakmu ya! Kalau saja aku tau kamu belum punya kasur bayi, tadi pasti aku belikan sekalian." Aku berjanji akan membelikan kasur bayi, buat anaknya Ratna."Terima kasih, ya Nis, kamu memang terbaik. Menyesal, aku telah menyia-nyiakanmu, bahkan telah mengkhianatimu." Ratna menyesali, tentang apa yang telah dia lakukan dulu kepadaku."Iya sama sama, Ratna. Ya sudah, Ratna, maaf ya aku nggak bisa lama-lama, soalnya ini sudah malam. Ini aku bawain kado buat anakmu, semoga kamu suka. Aku permisi ya, assalamualaikum," ucapku pamit.Kami pun pamit, kepada Bu Ani dan juga Ratna. Setelah itu
"Baik, Non. Terima kasih," ucap Bi Ijah."Baiklah, kami pergi cari kado dulu ya. Kalian tunggu di sini, kalau memang tidak mau ikut," pamitku.Aku pamit, serta meminta mereka untuk menungguku. Setelah itu, aku dan Mas Andre pun pergi dari hadapan asisten serta keponakanku. Kami pergi dari resto, yang ada di swalayan ini. Aku dan Mas Bagas, pergi menuju tempat perlengkapan bayi. Aku pun memilih salah satu yang sekiranya cocok untuk aku jadikan kado untuk anaknya Ratna dan Mas Bagas. Setelah menemukan apa yang sesuai, aku segera membayarnya. Aku juga meminta untuk sekalian dibungkusnya dengan kertas kado. Setelah kado untuk anak Ratna selesai di bungkus, kami berdua pun kembali ke tempat Gio dan juga para asistenku berada. Ternyata mereka telah selesai makan dan sedang menunggu kedatangan kami."Tante, Om, kalian sudah sekesai mencari kadonya?" tanya Gio."Sudah, Gio. Bagaimana? Apa kalian juga sudah selesai makannya," tanyaku."Sudah, Tan. Gio, sudah kekenyangan ini," sahut Gio.Gio
"Waw, ini kamarnya lebih bagus, dari kamar Gio yang kemarin, Om. Terima kasih, ya Om Andre, Tante Anisa, kalian berdua memang is the best." Gio begitu senang, saat melihat kamar baru untuknya."Syukurlah, kalau Gio menyukai kamarnya," ucapku."Iya, Tante, Gio seneng banget," sahutnya.Setelah itu, aku membantu Gio membereskan pakaiannya. Aku memasukan baju Gio ke lemari pakaian, yang ada di kamar itu. Sedangkan, Mas Andre membantu membereskan perabotan dari rumah lamanya, yang akan disimpan di rumah ini. Sedangkan, sebagian perabotannya akan disimpan di apartemen. Seusai membereskan pakaian Gio, aku mengajak Gio makan, kebetulan aku telah memesan makanan. Karena aku kasihan, jika harus menyuruh Bi Ijah dan Bi Asih, buat memasak. Sepertinya mereka juga kecapean, setelah membantu pindahan tadi. Jadi biar kali ini aku memesan masakan dari rumah makan padang untuk makan kami semua."Gio, ayo kita makan dulu," ajakku."Iya, Tan," sahut Gio."Mas, ayo kita makan dulu," ajakku, saat melewa
"Iya, Den," sahut Bi Asih serta Bi Ijah serempak."Bibi, sini," ajakku.Mereka berdua pun menghampiriku, sedangkan Bi Asih datang menghimpiriku, sambil menarik kopernya."Non, banyak betul orang yang mengangkut barangnya ya." Bi Ijah berkomentar, tentang pengangkut barang."Iya, Bi, Mas Andre bilang, supaya barangnya cepet selesai diangkutnya. Kalau barangnya sudah selesai diangkut, rumahnya mau sekalian dibersihkan, serta dirapikan sama mereka. Soalnya lusa Mas Wira dan keluarganya akan datang untuk menempatinya." Aku menjelaskan kepada Bi Ijah, alasan Mas Andre sampai meminta banyak orang untuk mengangkut barangnya tersebut."Oh, jadi begitu, ya Non," sahut Bi Ijah.Ia baru mengerti, dengan apa yang aku sampaikan."Iya, Bi, seperti itu," sahutku."Pasti rumah ini di kontraknya mahal ya, Non? Soalnya rumahnya saja semewah dan sebesar ini," tanya Bi Asih.Ia menanyakan soal harga sewa rumah orang tua Mas Andre tersebut."Lumayanlah, Bi, buat tabungannya Gio. Mas Wira, mengontak rumah
"Iya, Om, Gio ikut sama Om Andre saja. Biarkan rumah ini, di tempatin sama Om Wira," sahut Gio, ia menyetujui ajakan Mas Andre.Rumah peninggalan orang tua Mas Andre ini, sudah ada yang mengontrak. Rumah ini di kontrak oleh Mas Wira, ia merupakan rekan kerja Mas Andre. Sedangkan Gio akan di bawa oleh kami, ke Rumah tempat tinggal kami. Karena selain Gio sebatangkara, Gio juga sekarang merupakan anak angkatku."Den, kalau rumah ini, sudah ada yang mengontrak, terus Den Gio dibawa Den Andre, berarti Bibi sekarang sudah tidak dibutuhkan lagi, ya Den. Berarti Bibi harus pulang kampung," ucap Bi Asih."Bi Asih, Bibi tidak perlu khawatir. Biarpun rumah ini sudah ada yang ngontrak, serta Gio dibawa ke rumahku. Bibi tetap boleh bekerja denganku kok, Bibi Asih nanti bisa membantu pekerjaan Bi Ijah di rumahku. Apalagi nanti Anisa mau lahiran, pasti Bi Ijah kerepotan, kalau bekerja sendiri. Jadi Bi Asih bisa bekerja di rumahku bersama dengan Bi ijah, Bibi mau kan bekerja denganku? Biar nanti k
"Gio sayang, kamu yang sabar ya. Kamu harus ikhlas, dengan apapun yang terjadi. Gio jangan sedih, masih ada Om dan Tante, yang akan merawat serta menyayangi Gio." Mas Andre menenangkan Gio, serta memeluknya erat."Ya sudah, lebih baik sekarang kita pergi ke tempat kejadian, atau langsung ke rumah sakit." Papa memberi saran, supaya kami segera melihat keadaan Mbak Maya."Kita langsung ke rumah sakit saja, Pah. Tadi, polisinya bilang, mereka sudah langsung di bawa ke rumah sakit umum empat lima." Mas Andre memberitahu, rumah sakit tempat Mbak Maya berada. Kami semua pergi, menuju rumah sakit umum empat lima untuk mengurus jenazahnya Mbak Maya. Sepanjang perjalanan, Gio terus menangis. Aku pun sudah mencoba menbujuknya, tetapi tetap saja ya menangis. Sesampainya ke rumah sakit, kami menuju tempat resepsionis rumah sakit. Kami, menanyakan keberadaan Mbak Maya, yang korban kecelakaan tadi. Setelah, mendapatkan informasi, kami segera menuju ruangan, yang di tunjuk oleh resepsionis tadi.
"Baik, Anisa, kami menyetujuinya," ucap mereka bertiga serempak."Bagus ... kalau begitu, silakan kalian tandatangani surat perjanjian, yang dibawa oleh Pak Danu!" Mas Andre memerintahkan mereka bertiga untuk menandatangani surat perjanjian.Setelah mendengar perintah dari Mas Andre, mereka bertiga pun menandatangani surat, yang disodorkan oleh Pak Danu. Bahkan mereka tandatangan tanpa membacanya terlebih dulu."Oke, kalian bertiga sekarang telah menandatangani surat perjanjian ini. Jadi jika kalian melanggar, maka kalian harus menerima akibatnya," ujar Papa.Ia menegaskan kepada mereka bertiga, tentang konsekuensinya jika melanggar surat perjanjian tersebut."Iya, Mas, kami sudah paham kok." Mbak Maya berkata, mewakili kedua temannya."Kalau begitu, kalian bertiga segera tinggalkan rumah Papaku! Tetapi biarkan Gio bersama kami," perintahku."Iya, Anisa, kami akan pergi. Tetapi maafkanlah semua kesalahan kami. Aku takut, jika umurku tidak akan lama lagi. Aku titipkan Gio kepada kalian
"Ya, jelaslah aku tau, Mbak. Karena, aku sendiri yang merekam Vidio ini." Aku oun berterus terang kepada Mbak Maya, sebab ku tidak takut dengan ancamannya."Oh ... jadi kamu yang telah merekamnya, Anisa? Kok kamu tega banget sih, padahal niatku baik ingin merawat Papamu dan menjadi ibu sambung buat kamu." Mbak Maya berkelit, ia tetap tidak mau mengakui kesalahannya.Mbak Maya, tetap tidak merasa bersalah, walaupun sudah ada bukti yang jelas nyata. "Sudahlah, Mbak, nggak perlu mengelak lagi! Sebab emua bukti juga sudah jelas dan itu murni, bukan rekayasa ataupun editan, seperti yang Mbak Maya bilang tadi." "Kalau memang benar, kami yang melakukannya, terus kamu mau apa Anisa? Kamu mau memenjarakan kami, silakan, kalau itu maumu, kami tidak takut. Kami akan meminta bantuan pengacara kami, buat mengurus kasus ini." Sindi berkata dengan sangat jumawa."Ok, kalau begitu. Ayo, Pah, kita bawa saja mereka ke kantor polisi. Toh kita sudah mengantongi bukti yang kongkrit. Ayo kita bawa mereka
"Oh, jadi kamu mau menikah sama aku, hanya karena ingin menguasai hartaku, ya Maya? Setelah semuanya kamu miliki, aku akan ditendang dari kehidupanmu. Enak sekali mimpimu itu, kamu nggak perlu cape kerja, tapi ingin hidup enak. Mimpi kamu Maya," ujar Papa dengan dada emosiPadahal dari awal Papa sudah tahu, tentang niat Mbak Maya tersebut. Namun, ternyata Papa tetap saja terpancing emosinya, apalagi orang yang berniat jahat tersebut bernada^^ di depan mata."Itu nggak bener, Mas. Semua ini hanya fitnah, dari orang yang ingin merusak rencana pernikahan kita. Aku beneran sayang sama kamu dan juga anakmu Nisa, Mas. Aku ingin menjadi istri dan ibu sambung yang baik untuk kalian. Kamu jangan terpengaruh, oleh vidio editan serta murahan model begini, dong Mas! Aku sungguh sayang sama kamu dan juga Nisa," ucap Mbak Maya sambil tergugu. Sungguh pandai Mbak Maya ini, akting yang ia perankan juga luar biasa memukau."Sudahlah, Maya, kamu nggak usah mengelak lagi! Sudah jelas-jelas terbukti, k