"Ada apa, Nis?" tanya Mas Andre, sambil datang tergopoh-gopoh menghampiriku. Mungkin Mas Andre kaget, saat mendengar teriakanku.
"Mas ... ini lho, kok di leher aku ada tanda merahnya! Ini kenapa ya, Mas? Perasaan tadi pagi nggak ada tanda merah seperti ini lho, Mas! Apa mungkin, saat aku terjebur ke dalam kolam tadi, terus ada serangga yang menggigitku?" tanyaku. Aku sangat panik, saat melihat leherku ada tanda merahnya."Mana, Nis, coba sini aku lihat?" Mas Andre meneliti leherku. "Ini lho, Mas, kenapa ya kok bisa begini?" Aku bertanya sambil memiringkan kepala, supaya Mas Andre bisa melihatnya. Mas Andre pun menghampiriku, kemudian ia melihat leherku."Oh i-ini mu-mungkin alergi, Nis. Karena kamu salah makan kali, Nis." Mas Andre berkata dengan terbata, ia juga gugup saat bicara.Membuat aku menjadi curiga padanya. Mas Andre juga bilang, kalau aku ini terkena alergi m
Mas Andre memberikan solusi, tentang penyakit yang aku alami saat ini. Namun, aku merasa aneh, dengan sarannya ini. Aku merasa, kalau Mas Andre saat ini sedang menyembunyikan sesuatu. Kenapa bisa, ia malah menyuruhku minum susu, daripada membawaku bertobat ke dokter. 'Apakah Ada sesuatu, yang Mas Andre sembunyikan dariku?' Aku bertanya dalam hati*****Keesokan harinya, kami berniat untuk mengunjungi kediaman orang tuanya Mas Andre. Menurut dari ceritanya, kedua orang tua beserta kakak Mas Andre telah meninggal dunia. Sedangkan rumah peninggalan orang tuanya, kini di tempati oleh Kakak iparnya, yang bernama Maya dan juga anaknya Gio. Aku dan Mas Andre sengaja datang, buat memberitahu kakak iparnya itu, bahwa kami sekarang telah resmi, menjadi pasangan suami istri. Walaupun acara pernikahan ksmi berjalan secara mendad
Mas Andre tidak langsung menjawabnya, tetapi ia malah melangkahkan kaki, masuk ke dalam rumah sambil nenuntunku. Aku dan Mas Andre pun duduk di sofa, yang berada diruang tamu. Setelah berada di dalam, Mas Andre pun mengutarakan maksud dan tujuannya datang ke rumah ini."Mbak Maya, maafkan Andre. Andre datang kesini, cuma mau memberitahu, Mbak. Kalau sebenarnya Andre telah menikah, acara pernikahannya dua hari yang lalu. Nah ini, Mbak, istrinya Andre namanya Anisa." Mas Andre memberitahu Mbak Maya, maksud dan tujuan kami berdua datang ke rumah ini. Ia juga memperkenalkan aku sebagai istrinya."Apa kamu bilang, Andre? Kamu sudah menikah? Beneran kamu, Ndre, kalau kamu itu telah menikah? Kok tega banget sih kamu, Andre sama, Mbak. Sampai-sampai mau nikah pun nggak ngasih tahu, Mbak. Apa karena Mbak cuma Kakak iparmu, sehingga kamu tidak mau memberi kabar kepada, Mbak?" Mbak Maya memprotes tindakan Mas Andre, serta menyalahkannya."Maaf ya, M
"Kamu tau nggak, Ndre, kalau Sindi itu sangat cantik, bodynya juga sangat bagus dan yang paling penting dia itu baik. Dia itu seorang model lho, Ndre. Kamu tahu nggak, Andre, kalau Sindi itu sudah menjadi model, yang sudah go internasional lho. Kalau kamu dekat dengan dia, apalagi kalau sampai kalian menikah, sudah pasti Sindi bakal menunjang karir kamu dan juga perusahaan kamu, Andre. Makanya Mbak mau mendekatkan kamu Dengan dia," ungkap Mbak Maya panjang lebar, ia bercerita tentang keinginannya untuk memperkenalkan Mas Andre dengan Maya.Ternyata, Mbak Maya berniat untuk menjodohkan Mas Andre, dengan perempuan yang bernama Sindi. Menurut Mbak Maya, Sindi itu seorang super model, yang bakal menunjang kesuksesan perusahaan Mas Andre."Sudahlah, Mbak. Mbak nggak usah lagi mendekatkan Andre kepada siapapun lagi, sebab Andre sekarang sudah mempunyai seorang istri. Andre berterima kasih kepada, Mbak, atas perhatian Mbak selama ini." Mas
Ternyata, Mas Andre tidak berminat untuk berpoligami. Aku merasa lega, saat mendengar ucapan Mas Andre tersebut, bahwa ia tidak akan berpoligami. Namun, saat Mas Andre berkata seperti tadi, seolah menganggap aku ini adalah beban baginya."Ya sudahlah, Ndre, terserah kamu aja. Lebih baik sekarang, Mbak mau nyiapin makan buat kamu. Kita nanti makan bareng ya, Ndre!" Mbak Maya mengakhiri obrolannya, dia bilang ingin menyiapkan makanan, dia juga mengajak Mas Andre untuk makan bareng."Lho, Mbak, kenapa kamu yang siapin makan. Emangnya Bi Asih kemana, Mbak?" Mas Andre bertanya kepada Mbak Maya, tentang keberadaan asistennya Mbak Maya, yang bernama Bi Asih."Bi Asih lagi pulang kampung, Ndre, katanya anaknya lagi sakit di kampung. Makanya, ia minta izin kepada Mbak untuk pulang dulu, ia ingin merawat anaknya yang sakit sampai sembuh dulu. Asal kamu tau, Ndre, semenjak Bi Asih pulang, Mbak nggak ada yang rewang lh
Tetapi dari nada bicaranya, sepertinya ia tidak menyukaiku. Atau mungkin juga memang sifatnya yang seperti itu yang selalu jutek. Aku pun akhirnya mengikuti ajakannya Mbak Maya."Iya, Mbak," sahutku."Ndre, boleh 'kan, kalau istrimu Mbak ajak kedapur? Mbak akan mengajak dia, supaya belajar memasak dan nantinya bisa masakin juga buat kamu." Mbak Maya meminta izin, kepada Mas Andre."Silahkan, Mbak, ajarin Anisanya sampai pinter! Jangan sampai ia nggak bisa masak apa-apa, nanti yang ada masak air saja bisa gosong." Mas Andre berkata, sambil terkekeh seolah menyepelekan aku.Mungkin dia pikir karena aku berasal dari keluarga berada, aku tidak bisa ngapa-ngapain, walau memang sebenarnya aku juga belum pandai, tetapi kalau hanya untuk memasak air dan mie instan saja aku juga jago."Oh iya, Mbak, ini ada sedikit oleh-oleh buat Mbak Maya dan juga Gio." Aku memberikan bingkisan, yang tadi aku bawa untuk buah tangan kepad
Aku memang sengaja menyindir cara berpakaian Mbak Maya, yang menurutku begitu terbuka. Siapa tau dengan cara aku menyindir dia, kemudian dia akan merasa dan akan introspeksi diri."Ya, cara berpakaian kamu itu lho, Anisa, yang salah. Penampilan kamu itu sudah seperti ibu-ibu pengajian saja," ujar Mbak Maya. Ia memberitahuku, maksud dari ucapannya tersebut.Mungkin menurutnya, kalau perempuan yang memakai gamis, serta kerudung yang lebar. Hanya dikhususkan untuk ibu-ibu pengajian saja, padahal kenyataannya tidaklah seperti itu. Di zaman sekarang, banyak juga perempuan muda, yang telah menutup auratnya. Bukan hanya orang tua, tetapi yang muda pun sudah terbiasa. Aku memang sangat suka, jika memakai pakaian sar'i. Karena menurutku, dengan cara berpakaian seperti ini, dapat menjauhkan diri dari pandangan syahwat para laki-laki. Walaupun cara berpakaianku menurut Mbak Maya seperti ibu-ibu pengajian, tetapi cara berpenampilanku ini masih tetep kelihatan mod
"Nih, begini cara mengirisnya, Anisa! Kamu lihat baik-baik, bagaimana caranya kalau mengiris bawang." Mbak Maya memberi contoh, dengan cara mempraktekannya."Sini, Mbak, biar aku coba," ujarku.Aku meminta kembali, bawang yang sedang diiris Mbak Maya tersebut, supaya aku bisa mempraktekkannya. Disaat aku sedang mengiris bawang, Mbak Maya terus saja bertanya, tentang semua hal. Namun, aku hanya menjawab alakadarnya saja. Bahkan, Mbak Maya pun bertanya, tentang masalah pribadi, antara aku dan Mas Andre."Anisa, apakah kalian berdua, sudah pernah melakukan malam pertama?" Mbak Maya, bertanya hal yang sangat intim dan juga sensitif menurutku."Kenapa, Mbak, kok nanyanya pribadi sekali?" Aku balik bertanya kepada Mbak Maya, aku ingin tahu apa maksudna dari pertanyaan tadi."Nggak, apa-apa sih, Mbak, hanya kepingin tahu aja! Soalnya 'kan, kalian menikah itu bukan atas dasar suka sama suka, tetapi karena ter
"Tapi semua ini juga ada aku 'kan, Mbak." Aku berkata tidak mau kalah."Iya memamg kamu membantuku, tetapi aku yang memasak, jadi aku yang lebih banyak kerja. Sedangkan kamu apa? Disuruh ngiris bawang saja, kamu nggak becus," ujar Mbak Maya."Ya sudah, terserah Mbak saja," ucapku, sambil berlalu membawa masakan, yang telah jadi untuk dihidangkan di meja makan.Walaupun memasak sambil mendengarkan ucapan Mbak Maya yang tidak mengenakan hati. Tetapi masakan kami pun pada akhirnya selesai juga, walau dengan telingaku yang harus pengang, serta hati yang bergemuruh menahan emosi. Selesai memasak, aku dan Mbak Maya menata masakan, serta menyiapkan piring dan perlengkapan untuk makan lainnya. Setelah semuanya tersedia di atas meja, aku memanggil Mas Andre untuk mengajaknya makan. Kemudian, kami bertiga pun segera makan bersama-sama. Mungkin, sudah menjadi kebiasaan bagi Mbak Maya, walaupun sedang makan, ia terus saja mengoceh. Mbak
"Iya, Nis, aku belum kebeli kasur bayinya. Soalnya, kamu tau sendiri keadaan ekonomiku sekarang ini. Mas Bagas saja bekerjanya baru sebulan, itupun karena dibantu oleh suamimu. Makanya, aku belum ada uang buat membeli perlengkapan anakku. Pakaiannya saja, kebanyakan dari kado teman-teman, serta saudaraku." Ratna panjang lebar menceritakan, tentang keadaannya."Ya sudah, insya Allah nanti aku belikan, buat anakmu ya! Kalau saja aku tau kamu belum punya kasur bayi, tadi pasti aku belikan sekalian." Aku berjanji akan membelikan kasur bayi, buat anaknya Ratna."Terima kasih, ya Nis, kamu memang terbaik. Menyesal, aku telah menyia-nyiakanmu, bahkan telah mengkhianatimu." Ratna menyesali, tentang apa yang telah dia lakukan dulu kepadaku."Iya sama sama, Ratna. Ya sudah, Ratna, maaf ya aku nggak bisa lama-lama, soalnya ini sudah malam. Ini aku bawain kado buat anakmu, semoga kamu suka. Aku permisi ya, assalamualaikum," ucapku pamit.Kami pun pamit, kepada Bu Ani dan juga Ratna. Setelah itu
"Baik, Non. Terima kasih," ucap Bi Ijah."Baiklah, kami pergi cari kado dulu ya. Kalian tunggu di sini, kalau memang tidak mau ikut," pamitku.Aku pamit, serta meminta mereka untuk menungguku. Setelah itu, aku dan Mas Andre pun pergi dari hadapan asisten serta keponakanku. Kami pergi dari resto, yang ada di swalayan ini. Aku dan Mas Bagas, pergi menuju tempat perlengkapan bayi. Aku pun memilih salah satu yang sekiranya cocok untuk aku jadikan kado untuk anaknya Ratna dan Mas Bagas. Setelah menemukan apa yang sesuai, aku segera membayarnya. Aku juga meminta untuk sekalian dibungkusnya dengan kertas kado. Setelah kado untuk anak Ratna selesai di bungkus, kami berdua pun kembali ke tempat Gio dan juga para asistenku berada. Ternyata mereka telah selesai makan dan sedang menunggu kedatangan kami."Tante, Om, kalian sudah sekesai mencari kadonya?" tanya Gio."Sudah, Gio. Bagaimana? Apa kalian juga sudah selesai makannya," tanyaku."Sudah, Tan. Gio, sudah kekenyangan ini," sahut Gio.Gio
"Waw, ini kamarnya lebih bagus, dari kamar Gio yang kemarin, Om. Terima kasih, ya Om Andre, Tante Anisa, kalian berdua memang is the best." Gio begitu senang, saat melihat kamar baru untuknya."Syukurlah, kalau Gio menyukai kamarnya," ucapku."Iya, Tante, Gio seneng banget," sahutnya.Setelah itu, aku membantu Gio membereskan pakaiannya. Aku memasukan baju Gio ke lemari pakaian, yang ada di kamar itu. Sedangkan, Mas Andre membantu membereskan perabotan dari rumah lamanya, yang akan disimpan di rumah ini. Sedangkan, sebagian perabotannya akan disimpan di apartemen. Seusai membereskan pakaian Gio, aku mengajak Gio makan, kebetulan aku telah memesan makanan. Karena aku kasihan, jika harus menyuruh Bi Ijah dan Bi Asih, buat memasak. Sepertinya mereka juga kecapean, setelah membantu pindahan tadi. Jadi biar kali ini aku memesan masakan dari rumah makan padang untuk makan kami semua."Gio, ayo kita makan dulu," ajakku."Iya, Tan," sahut Gio."Mas, ayo kita makan dulu," ajakku, saat melewa
"Iya, Den," sahut Bi Asih serta Bi Ijah serempak."Bibi, sini," ajakku.Mereka berdua pun menghampiriku, sedangkan Bi Asih datang menghimpiriku, sambil menarik kopernya."Non, banyak betul orang yang mengangkut barangnya ya." Bi Ijah berkomentar, tentang pengangkut barang."Iya, Bi, Mas Andre bilang, supaya barangnya cepet selesai diangkutnya. Kalau barangnya sudah selesai diangkut, rumahnya mau sekalian dibersihkan, serta dirapikan sama mereka. Soalnya lusa Mas Wira dan keluarganya akan datang untuk menempatinya." Aku menjelaskan kepada Bi Ijah, alasan Mas Andre sampai meminta banyak orang untuk mengangkut barangnya tersebut."Oh, jadi begitu, ya Non," sahut Bi Ijah.Ia baru mengerti, dengan apa yang aku sampaikan."Iya, Bi, seperti itu," sahutku."Pasti rumah ini di kontraknya mahal ya, Non? Soalnya rumahnya saja semewah dan sebesar ini," tanya Bi Asih.Ia menanyakan soal harga sewa rumah orang tua Mas Andre tersebut."Lumayanlah, Bi, buat tabungannya Gio. Mas Wira, mengontak rumah
"Iya, Om, Gio ikut sama Om Andre saja. Biarkan rumah ini, di tempatin sama Om Wira," sahut Gio, ia menyetujui ajakan Mas Andre.Rumah peninggalan orang tua Mas Andre ini, sudah ada yang mengontrak. Rumah ini di kontrak oleh Mas Wira, ia merupakan rekan kerja Mas Andre. Sedangkan Gio akan di bawa oleh kami, ke Rumah tempat tinggal kami. Karena selain Gio sebatangkara, Gio juga sekarang merupakan anak angkatku."Den, kalau rumah ini, sudah ada yang mengontrak, terus Den Gio dibawa Den Andre, berarti Bibi sekarang sudah tidak dibutuhkan lagi, ya Den. Berarti Bibi harus pulang kampung," ucap Bi Asih."Bi Asih, Bibi tidak perlu khawatir. Biarpun rumah ini sudah ada yang ngontrak, serta Gio dibawa ke rumahku. Bibi tetap boleh bekerja denganku kok, Bibi Asih nanti bisa membantu pekerjaan Bi Ijah di rumahku. Apalagi nanti Anisa mau lahiran, pasti Bi Ijah kerepotan, kalau bekerja sendiri. Jadi Bi Asih bisa bekerja di rumahku bersama dengan Bi ijah, Bibi mau kan bekerja denganku? Biar nanti k
"Gio sayang, kamu yang sabar ya. Kamu harus ikhlas, dengan apapun yang terjadi. Gio jangan sedih, masih ada Om dan Tante, yang akan merawat serta menyayangi Gio." Mas Andre menenangkan Gio, serta memeluknya erat."Ya sudah, lebih baik sekarang kita pergi ke tempat kejadian, atau langsung ke rumah sakit." Papa memberi saran, supaya kami segera melihat keadaan Mbak Maya."Kita langsung ke rumah sakit saja, Pah. Tadi, polisinya bilang, mereka sudah langsung di bawa ke rumah sakit umum empat lima." Mas Andre memberitahu, rumah sakit tempat Mbak Maya berada. Kami semua pergi, menuju rumah sakit umum empat lima untuk mengurus jenazahnya Mbak Maya. Sepanjang perjalanan, Gio terus menangis. Aku pun sudah mencoba menbujuknya, tetapi tetap saja ya menangis. Sesampainya ke rumah sakit, kami menuju tempat resepsionis rumah sakit. Kami, menanyakan keberadaan Mbak Maya, yang korban kecelakaan tadi. Setelah, mendapatkan informasi, kami segera menuju ruangan, yang di tunjuk oleh resepsionis tadi.
"Baik, Anisa, kami menyetujuinya," ucap mereka bertiga serempak."Bagus ... kalau begitu, silakan kalian tandatangani surat perjanjian, yang dibawa oleh Pak Danu!" Mas Andre memerintahkan mereka bertiga untuk menandatangani surat perjanjian.Setelah mendengar perintah dari Mas Andre, mereka bertiga pun menandatangani surat, yang disodorkan oleh Pak Danu. Bahkan mereka tandatangan tanpa membacanya terlebih dulu."Oke, kalian bertiga sekarang telah menandatangani surat perjanjian ini. Jadi jika kalian melanggar, maka kalian harus menerima akibatnya," ujar Papa.Ia menegaskan kepada mereka bertiga, tentang konsekuensinya jika melanggar surat perjanjian tersebut."Iya, Mas, kami sudah paham kok." Mbak Maya berkata, mewakili kedua temannya."Kalau begitu, kalian bertiga segera tinggalkan rumah Papaku! Tetapi biarkan Gio bersama kami," perintahku."Iya, Anisa, kami akan pergi. Tetapi maafkanlah semua kesalahan kami. Aku takut, jika umurku tidak akan lama lagi. Aku titipkan Gio kepada kalian
"Ya, jelaslah aku tau, Mbak. Karena, aku sendiri yang merekam Vidio ini." Aku oun berterus terang kepada Mbak Maya, sebab ku tidak takut dengan ancamannya."Oh ... jadi kamu yang telah merekamnya, Anisa? Kok kamu tega banget sih, padahal niatku baik ingin merawat Papamu dan menjadi ibu sambung buat kamu." Mbak Maya berkelit, ia tetap tidak mau mengakui kesalahannya.Mbak Maya, tetap tidak merasa bersalah, walaupun sudah ada bukti yang jelas nyata. "Sudahlah, Mbak, nggak perlu mengelak lagi! Sebab emua bukti juga sudah jelas dan itu murni, bukan rekayasa ataupun editan, seperti yang Mbak Maya bilang tadi." "Kalau memang benar, kami yang melakukannya, terus kamu mau apa Anisa? Kamu mau memenjarakan kami, silakan, kalau itu maumu, kami tidak takut. Kami akan meminta bantuan pengacara kami, buat mengurus kasus ini." Sindi berkata dengan sangat jumawa."Ok, kalau begitu. Ayo, Pah, kita bawa saja mereka ke kantor polisi. Toh kita sudah mengantongi bukti yang kongkrit. Ayo kita bawa mereka
"Oh, jadi kamu mau menikah sama aku, hanya karena ingin menguasai hartaku, ya Maya? Setelah semuanya kamu miliki, aku akan ditendang dari kehidupanmu. Enak sekali mimpimu itu, kamu nggak perlu cape kerja, tapi ingin hidup enak. Mimpi kamu Maya," ujar Papa dengan dada emosiPadahal dari awal Papa sudah tahu, tentang niat Mbak Maya tersebut. Namun, ternyata Papa tetap saja terpancing emosinya, apalagi orang yang berniat jahat tersebut bernada^^ di depan mata."Itu nggak bener, Mas. Semua ini hanya fitnah, dari orang yang ingin merusak rencana pernikahan kita. Aku beneran sayang sama kamu dan juga anakmu Nisa, Mas. Aku ingin menjadi istri dan ibu sambung yang baik untuk kalian. Kamu jangan terpengaruh, oleh vidio editan serta murahan model begini, dong Mas! Aku sungguh sayang sama kamu dan juga Nisa," ucap Mbak Maya sambil tergugu. Sungguh pandai Mbak Maya ini, akting yang ia perankan juga luar biasa memukau."Sudahlah, Maya, kamu nggak usah mengelak lagi! Sudah jelas-jelas terbukti, k