"Kok rasanya semalam ada yang membelai rambutku ya tapi siapa? Gak mungkin Boy melakukan itu, ah apa ini cuma mimpi saja?" gumam Maya setelah bangun tidur. "Mana Boy? Apa dia sudah bangun? Jam berapa sih ini?" gumam Maya lalu melirik jam dan alangkah terkejutnya melihat jam sudah menunjukkan pukul 8 pagi. Maya bergegas mandi dan turun supaya tidak kena amukan mertuanya yang super bawel itu. Di meja makan Margareth menanyakan dimana Maya, karena sampai sekarang belum juga turun. Melihat jawaban anaknya yang mengatakan bahwa istrinya masih tidur membuat Margareth langsung emosi. Kebetulan sekali orang yang dibicarakan datang, langsung saja Margareth menyindir Maya yang sedang duduk. "Enak sekali tuan putri jam segini bangun tidur, memang ya kalau tujuannya menikah demi harta ya gini, lama-lama bakalan terlihat tabiatnya," sindir Margareth menatap Maya tajam. "Maaf mah, mas, Maya kesiangan," ucap Maya lirih. "Halah alesan, emang dasarnya aja pemalas," protes Margareth. "Mah sudahl
Setelah beberapa hari dipaksa melakukan aktivitas yang sangat berat dan tanpa henti membuat tubuh Maya semakin melemah, bahkan tak jarang pula mertuanya tidak mengizinkan ia untuk makan sebelum semua pekerjaannya benar-benar selesai. Seperti pagi ini, Maya terbangun kesiangan karena badannya sangat lemas, ingin sekali Maya kembali tidur namun dia takut jika nantinya mendapat siksaan dari mertuanya. Dengan terpaksa ia melangkah menuju meja makan usai mandi dan berganti pakaian. Seperti biasa, ekspresi yang ditunjukkan mertuanya sangat tidak bersahabat, Maya sudah paham jika setelah keberangkatan suaminya pasti mamah mertuanya akan marah besar. "Eh tuan putri barusan bangun, nyenyak sekali tidurnya," sindir Margareth. "Maaf mah, mas, hari ini rasanya kurang enak badan," ucap Maya lirih. "Aku udah tau makanya membiarkanmu istirahat dan sengaja tidak membangunkanmu," jawab Boy membuat Maya kaget. "Su..sudah tau? Sejak kapan?" tanya Maya gugup. "Kita kan satu kamar jadi taulah, wakt
Flashback ##Setelah puas berbelanja kini Margareth memilih langsung pulang dan tidak sabar untuk mencoba beberapa belanjaannya yang bernilai fantastis ini. "Ah pulang aja deh, gak sabar mau coba dirumah, bisa buat stok besok ke arisan nih," gumam Margareth sambil menenteng tas belanjaan lalu ke dalam mobil. "Langsung pulang ke mansion Boy," perintah Margareth pada supirnya. Ketika sudah dirumah dan meletakkan barang belanjaannya di kamar, Margareth ingin memastikan dulu pekerjaan Maya sudah sampai dimana, jangan sampai ada celah bagi wanita kampung itu untuk bersnatai dirumah ini. "Loh mana Maya?? Apa dia ada di kamar? Dasar.. Enak aja dia santai-santai," gumam Margareth geram dan menggedor pintu kamar Maya cukup keras. "Nyonya.. Maaf tapi non Maya tidak ada dikamar," ucap pembantu yang kebetulan berada di lantai atas untuk mengambil pakaian yang kotor. "Lalu dimana dia?" tanya Margareth kesal. "Non Maya dibawa tuan Boy ke rumah sakit, tadi kayanya non Maya pingsan ketika ada d
Sudah sepekan Maya dirawat di rumah sakit dan pihak rumah sakit pun belum mengizinkan untuk pulang lantaran kondisi Maya yang belum sepenuhnya pulih. Maya mengalami dehidrasi berat dan juga gejala typus yang dideritanya membuat tubuh Maya sangat lemas dan berat badannya pun turun drastis, 10kg. Bisa dibayangkan betapa kurusnya tubuh Maya saat ini, Beep.. Suara ponsel jadul Maya berbunyi. "Halo May, apa kabar?" sapa Adit via telepon. "Halo juga, Dit, alhamdulillah kabar baik, gimana denganmu?" tanya balik Maya. "Syukurlah aku senang mendengarnya, kabarku juga baik kok, May," jawab Adit. "Alhamdulillah.." jawab Maya. "Oh iya, kok kamu cepat banget angkat telepon ku? Apa pekerjaanmu sudah selesai, May?" tanya Adit memastikan. Ketika Maya hendak menjawab, datanglah suster untuk memberikan obat pada Maya. "Selamat siang bu Maya, jadwalnya minum obat ya bu," sapa perawat dengan ramah. "Oh iya Sus nanti saya minum," jawab Maya yang tanpa sadar didengar oleh Adit. "Baik.. Saya permi
"Sus.. Suster, sini.." teriak Boy. "Iya, ada apa pak?" tanya suster setelah menghampiri Boy. "Tau gak dimana pasien yang ada dikamar ini, namanya Maya," ucap Boy panik. "Kalau hanya nama, maaf Pak saya tidak ingat nama-nama pasien," ucap suster lalu Boy menunjukkan foto Maya. "Ini fotonya sus," ucap Boy memperlihatkan foto Maya. "Oh pasien ini, kebetulan tadi saya melihatnya sedang berada di taman, pak," ucap suster membuat Boy kaget. "Ke taman Sus? Sendirian?" tanya Boy kaget. "Tidak pak, sepertinya dengan seorang laki-laki," ucap suster membuat Boy panas. "Ok Sus makasih infonya," ucap Boy lalu segera menghampiri Maya yang berada di taman. Boy ingin memastikan dengan siapa Maya disana, siapa laki-laki yang sedang bersamanya?? Pikiran aneh pun terlintas di kepalanya. Tiba di taman, Boy dibuat mati kutu dengan kehadiran Adit, teman kecil Maya. "Dia lagi? Darimana dia tau kalau Maya dirumah sakit?" batin Boy kesal dan segera menghampiri keduanya. "Maya…" teriak Boy membuat Ma
Kini Maya sudah berada di kamar inapnya dan akan berbaring di ranjang. Adit sigap menuntun Maya berdiri dan membantunya tidur, ketika Boy masuk, ia melihat pemandangan yang merusak mata indahnya. "HEI APA YANG KAMU LAKUKAN PADA MAYA? DIA SEDANG SAKIT!! JANGAN MESUM!!!" pekik Boy membuat Adit juga Maya kaget. "Astaga pak.. Kenapa harus teriak sih? Kami kan kaget," tanya Maya menahan kesal. "Kamu ini, masih untung saya selamatkan malah balasannya begitu, apa kamu gak sadar kalau dia mau berbuat MESUM," ucap Boy penuh penekanan. "Haha pikiran seorang majikan sangat dangkal sekali ya? Mana mungkin saya berbuat hal seperti itu pada Maya, otak saya masih waras pak," sindir Adit. "Halah alesan aja, kalau gak ada saya yang kebetulan masuk, bisa saja kamu mengambil kesempatan dalam kesempitan," protes Boy marah. "Boleh saja mengambil kesempatan dalam kesempitan, tapi tidak disini lah pak, terlalu mainstream dan gak intim," ucap Adit setengah berbisik namun Maya masih bisa mendengar. "Ku
Dua minggu sudah, akhirnya Maya sudah diperbolehkan pulang oleh dokter, sebuah berita yang membahagiakan bagi Maya karena mulai hari ini sudah tidak ada lagi tangannya yang pegal karena terpasang infus dan juga pemandangan setiap hari yang isinya obat-obatan, jarum suntik, serta makanan yang menurutnya kurang bumbu. Boy yang mendapat kabar baik itu langsung bergegas menjemput ke rumah sakit. Hatinya turut senang dan bahagia karena tak perlu lagi bolak balik antara kantor, rumah dan rumah sakit. Dua minggu yang melelahkan baginya apalagi beberapa hari lalu semakin membuatnya lelah juga kesal karena kemunculan teman kecil Maya yang tiba-tiba. "Sudah boleh pulang beneran?" tanya Boy. "Iya Pak, kayanya semua stabil," jawab Maya bahagia. "Baguslah kalau begitu, kamu sudah berkemas?" tanya Boy memastikan. "Tinggal memasukkan beberapa barang saja pak," jawab Maya sambil berkemas. "Biar saya bantu, kamu istirahat saja," ucap Boy yang langsung mengambil alih pekerjaan Maya. Maya memilih
"Boy.. Gimana kalau mamah temani istrimu saja? Kasihan dia masih belum sembuh total, nanti kalau butuh bantuan gimana?" usul Margareth yang langsung membuat hati Maya gelisah. "Please boy jangan kabulin.. Mamahmu ada niat terselubung," batin Maya gelisah. "Besok rencananya aku masih cuti kok mah, mungkin berangkat hari senin," ucap Boy membuat Maya merasa lega namun disatu sisi, Margareth kesal. "Ya gak papa, mamah disini sampai istrimu beneran sembuh," kekeh Margareth. "Ya terserah mamah aja, gimana pah? Boleh?" tanya Boy pada papahnya. "Mamah serius mau tinggal disini? Nanti yang ada malah ngrepotin," tanya Yudhistira heran. "Papah ini, mana pernah mamah nyusahin mereka, lagian disini ada pembantu juga kan, udah deh pah ini urusan perempuan jadi yang bisa menyelesaikan ya perempuan ke perempuan," bantah Margareth. "Yaudah terserah kamu saja mah, asal mereka tidak terganggu oleh kehadiranmu," sindir Yudhistira halus. "Gak bakal, ya kan Boy dan Maya?" tanya Margareth dan terpa
Perihal urusan dengan keluarga Adit kini telah selesai sudah ya meskipun ke depannya mereka tidak akan akrab seperti sebelumnya, begitu juga dengan orang tua Adit, setiap bertemu dengan orang tua Maya terpampang jelas raut kecewa juga benci, namun apa boleh dibuat? Tak ada manusia yang bisa melawan takdir. Rencana pernikahan yang sudah disepakati kini tiba pada hari H nya. Kedua mempelai terlihat sangat serasi bahkan suasana pernikahan kali ini jauh lebih hidup dibandingkan pernikahan sebelumnya, mereka sepakat hanya mengundang kerabat terdekat saja agar nuansa intim acara berasa. Toh Maya sudah pernah merasakan pernikahan yang megah dan mewah meskipun waktu itu hanya diatas kertas alias kontrak. Ijab qabul pun akan segera dimulai, Boy sudah lebih dulu berada dimeja bersama penghulu, saksi dan juga wali nikah. Kenapa Maya tak juga ikut duduk di samping?? Tidak.. Maya akan keluar ketika kata sah sudah terucap dan pernikahan diangap sah. Itu sudah menjadi tradisi keluarga dari Maya, ke
Ayahnya pulang dengan wajah kusut bahkan tak ada kata-kata apapun yang terucap setelah kepulangannya dari rumah Maya. Hal buruk pasti sudah terjadi dan kini Adit bisa merasakannya. "Pak.. Apa yang sudah terjadi?" tanya Adit. "Maafkan bapak yang nantinya membuatmu kecewa bahkan patah hati, Maya, wanita yang kamu dambakan menjadi istri kini hanya tinggal angan-angan saja, Maya menolak lamaran kita dan kini Maya memilih majikannya untuk dijadikan suami, maafkan bapak," jawab Eko sangat sedih. "Apa?? Jadi benar dugaan Adit jika antara Maya dengan majikannya ada hubungan khusus, kenapa waktu itu ketika Adit tanya keduanya membantahnya?" jawab Adit kaget. "Kamu sudah tau semua ini?" tanya Eko. "Kalau tau mereka saling memliki rasa ya baru ini pak, bapak sendiri yang mengatakannya, selama ini Adit hanya menduga saja jika keduanya bukan hanya sekedar majikan dengan bawahan," ucap Adit terlihat sedih. "Bapak juga baru tau ini,
Tiba-tiba saja suasana yang tadi mencekam bahkan tegang kini menjadi canggung, Yudhistira juga Puspa memilih diam setelah semua keluh kesah ia ungkapkan, bukannya menjawab semua pertanyaan yang di lontarkan, Boy lebih banyak diam, hal itu semakin membuat mereka kesal bukan main. "Berhubung semuanya sudah kondusif lagi, maka saya akan menjelaskan semuanya dari awal, saya mohon jangan ada yang menyela atau menghardik di tengah penjelasan," pinta Boy namun tak menjawab sahutan dari siapapun. "Oma.. Apa yang oma tanyakan tadi itu semua benar, saya juga Maya melakukan pernikahan kontrak selama satu tahun karena sebuah keuntungan masing-masing, Boy mendapat warisan yang sudah dijanjikan begitu juga dengan Maya yang bisa membuat keluarganya hidup lebih baik dari sebelumnya bahkan melunasi semua hutang keluarganya, apakah kedua orang tua Maya tau ini? Tentu tidak, Maya beralasan jika ia bisa menebus hutang pada lintah darat karena nantinya gaji setiap bulan di
Merasa semuanya tak bisa dibicarakan sebelah pihak saja membuat Tejo meminta agar Boy mendatangkan keluarganya dan membicarakan semua ini. Awalnya Boy menolak namun karena kegigihan Tejo akhirnya Boy setuju, segera Boy menghubungi papahnya juga oma agar besok datang kesini. Awalnya Yudhistira penasaran kenapa harus sampai datang ke rumah anaknya? Masalah apa yang sedang menimpa? Namun karena anaknya tau menjelaskan dan memilih memberitahukannya nanti ketika bertemu, akhirnya Yudhistira setuju. Baginya mungkin anaknya lebih nyaman jika bertatap muka, berbeda respon dengan omanya, Puspa. Awalnya Puspa kesal karena harus pulang besok pagi padahal voucher yang diberikan cucunya itu untuk 2 hari 3 malam, otomatis Puspa mengomel panjang lebar namun ia tetap akan pulang besok. Masalah keluarganya untuk datang pun sudah beres, kini tinggal mempersiapkan diri jika nanti papah dan omanya memaki Boy habis-habisan. Menunggu adalah hal yang membosankan, begitu juga
"Ada apa Boy? Ini tengah malam," tanya Maya setelah masuk ke kamar suaminya. "Ini tentang kita.. Aku gak bisa menahan lagi semuanya, lebih baik kita jujur dengan kedua orang tuamu," jawab Boy. "Gak.. Aku gak setuju! Aku gak mau bapak kecewa," tolak tegas Maya. "Tidak akan.. Niatku kan baik, lagian selama ini aku tak pernah melanggar perjanjian kita," bantah Boy. "Apapun itu aku gak mau kedua orang tuaku tau, biarkan semua selesai sesuai waktunya setelah itu kita memulai dari awal," pinta Maya. "Semua sudah selesai ketika kita berdua di Bali waktu itu, apa kamu lupa? Kan aku sudah menjelaskan semuanya, lagian selama ini aku bertanggung jawab," ucap Boy yang membuat pikiran Tejo negatif, tanggung jawab? Apa maksud perkataan itu?? Jangan-jangan… ah tak mau berprasangka buruk, lebih baik Tejo tanyakan langsung. Brak.. Suara pintu dibuka dengan keras membuat penghuninya kaget. "Apa maksud perbincang
*Sebelum Boy pulang, terlebih dahulu Boy menelpon oma nya agar tidak pulang ke rumah*"Halo, Boy? Ada apa? Oma lagi sibuk nih," tanya Puspa. "Oma lagi dimana sih?" tanya Boy penasaran. "Oma lagi hangout sama bestie oma dong, kenapa emangnya?" tanya Puspa. "Kebetulan sekali, tadi Boy ditawari voucher menginap di salah satu hotel di Bandung untuk 4 orang dan itu untuk hari ini, otomatis Boy gak bisa dong oma kan pekerjaan dikantor lagi selangit, kok tiba-tiba Boy ingin menelpon Oma eh taunya oma lagi hangout sama temen-temen oma, coba tanyain ke temannya mau apa enggak?" ucap Boy yang dijawab antusias para bestie yang telah lanjut usia. "Mereka mau dong.. Kapan berangkatnya?" tanya Puspa memastikan. "Penerbangan jam 1 siang ini oma, kalau mau akan Boy konfirmasi ke teman Boy dulu ya," ucap Boy. "Oma nanti pulang dulu bawa beberapa baju dan pendukung lainnya," ucap oma. "Eits.. Ini udah jam 11
Persoalan yang sedang keluarga Maya hadapi bukanlah perkara yang mudah, ada pihak keluarga Adit juga keluarga majikan Maya yang mereka pikirkan. Mengingat omongan majikan Maya jika anaknya juga memiliki rasa yang sama, membuat kedua orang tua Maya nekat datang ke kota dengan berbekal alamat yang pernah diberikan Maya waktu itu. Setelah cukup lama perjalanan menuju kota juga mencari alamat majikannya Maya, kini orang tua Maya akhirnya tiba di sebuah rumah mewah dan juga megah, bagi kedua orang tua Maya ini bukanlah sekedar rumah melainkan ini istana. "Bu.. Ini benar bukan alamat yang diberikan Maya?" tanya Tejo memastikan. "Menurut alamat yang diberikan Maya sih benar ini pak, tuh lihat disamping gerbang ada nomor rumahnya kan," tunjuk Tinah. "Iya bu, tapi ini bukan rumah bu melainkan istana, besar sekali.. Rumah para juragan dikampung kita saja tak ada apa-apanya dengan rumah ini," ucap Tejo kagum. "Iya Pak.. Mungkin pekerjaan majikan Maya tak hanya berbisnis tapi juga artis, bap
Tekadnya sudah bulat untuk segera mempersunting Maya, Boy diam-diam pergi ke kampung halaman Maya tanpa sepengetahuan orangnya. Boy takut jika nanti mengajak Maya maka nantinya Maya akan terlalu banyak pikiran dan tidak fokus kuliahnya, belum lagi jika ada penolakan dari orang tuanya Maya, Boy takut jika nanti Maya sedih. Ia ingin memberitahu Maya ketika semuanya sesuai harapannya. Perjalanan menuju kampung halaman Maya memanglah jauh, namun Boy sudah bertekad untuk datang seorang diri demi terwujud keinginannya mempersunting sang istri kontraknya agar menjadi istri dah, ya.. Boy memang mengendarai mobil seorang diri tanpa ada supir yang menemani, bahkan oma nya pun tidak diberitahu perihal ini. Nanti, ketika semua sudah beres barulah Boy akan jujur terhadap keluarganya. Tiba dirumah Maya, jantung Boy sangat berdegup kencang dan juga gugup menyertai, entah kenapa kedatangannya kali ini tak seperti biasanya, ia merasa kedatangannya ini sangat l
Sudah dua minggu keduanya berlibur ke Bali, kini saatnya bagi mereka untuk pulang. Sebenarnya berat bagi Maya untuk meninggalkan tempat ini, namun mau bagaimana lagi? Mereka masih ada urusan yang panjang ketika pulang nanti, setelah semuanya nanti selesai, barulah Boy berjanji akan mengajak Maya kesini lagi bahkan untuk tinggal disini. Barang sudah ia kemasi dengan baik dan rapi, oleh-oleh juga sudah Maya bawa, kini waktunya bagi mereka untuk pulang. Kebetulan penerbangan yang mereka pesan ada jam pagi, jadi siang nanti keduanya mungkin sudah tiba di kota dan bisa istirahat dulu. ***Tiba di kota. Kedatangan Maya juga Boy disambut baik dan juga antusias oleh oma nya, Puspa. Ia sudah rindu dengan cucunya apalagi mereka pergi ketika Puspa sedang tak ada dirumah. "Akhirnya cucu oma pulang juga," ucap Oma Puspa bahagia. "Iya oma.. Gimana kabarnya?" tanya Boy penuh perhatian. "Kabar oma san