KAU REBUT SUAMIKU, KUPACARI AYAHMUAku sangat yakin itu, baiklah aku akan bersabar menunggu saat itu tiba hingga pada akhirnya kamu dan aku kembali bersatu menjadi sepasang suami istri yang saling mencintai. Ah, sempurnanya hidupku jika memiliki dua istri yang sangat berguna bagi kehidupanku. Aku akan menjadi seorang raja yang sesungguhnya. Hahahahah!" gumam Fahri dengan senyum yang mengembang sempurna di kedua sudut bibirnya. Drrtt ….Drtttt ….Ponsel milik Fahri bergetar, ia pun sedikit terkejut dan mengambil ponsel yang ia letakkan di dalam laci dashboard mobil yang ditumpanginya Sejak berada di rumah Ayra tadi, Fahri memang belum mengecek ponselnya sama sekali. Ia mengerutkan dahinya dan ternyata Fiona ada menghubunginya hunga 50x panggilan dan itu sukses membuat Fahri terbelalak. "Astaga si monster kutub telepon bisa mampus aku kalau dia tahu sku di sini. Duh kenapa bisa lupa matikan hape sih kan tadi kalau kumatikan bisa alasan habis baterai. Ck!" Fahri mendesah. Ia frustasi
KAU REBUT SUAMIKU, KUPACARI AYAHMU I love you Ayyara Kartika." ***Pletak …. "Aww kamu apa-apaan sih Sayang. Kok kepala aku dipukul sih?!" protes Fahri saat ia baru saja masuk ke dalam kamar tapi justru Fiona menyambutnya dengan melempar satu buah botoo kosong bekas skincare miliknya. "Itu masih belum seberapa sama sakitnya hatiku karena kamu sudah tega membohongiku!" pekik Fiona dengan mata melotot tentu saja Fahri mendadak bingung mendengar ucapan Fiona yang menuduhnya telah berbohong itu. "Maksud kamu apa sih, Dek? Siapa yang membohongimu? Aku sedikit pun atau sekalipun gak pernah membohongimu," sanggah Fahri pada Fiona dengan tatapan yang masih bingung. Fiona mencebik dan ia kembali melemparkan botol kosong skincare lainnya ke arah Fahri tapi kali ini Fahri bisa menghindarinya. "Kamu kenapa sih? Aku pulang-pulang kok diomelin gak jelas begini?" tanya Fahri lagi. "Ngaku kamu abis ngapain di runah janda gatel itu?!" "Aku? Kan tadi udah kujelasin kalau ke rumah Ayra buat meng
Ia benar-benar takut kalau Fiona sampai mendepaknya saat itu juga sebab Fahri belum mendapatkan apa pun dari Fiona dan juga Ibra. "Sayang tolong jangan dengarkan rekaman itu. Itu semua fitnah itu pasti editan. Siapa? Siapa yang ngirim ke kamu?""Si janda gatel itu yang ngirim rekamannya ke aku. Kamu tahu, Mas? Dia mengejekku mengatakan kalau kamu masih mengharapkan kehadirannya di hidupmu bahkan kamu berniat untuk menjadikan dia wanita kedua setelah aku. Tega kamu Mas! Aku sudah mengorbankan semuanya untuk kamu. Bahkan, aku sampai menentang Papi dan memikirkan gimana caranya agar Papi tidak jadi menikah dengan Ayra. Tapi apa?! Kamu malah mengajaknya untuk kembali rujuk denganmu dan kamu malah mau menafkahinya menggunakan uangku. Jangan mimpi kami, Mas! Bahkan, serupiah pun aku tak sudi dan tak rela uangku dinikmati oleh jantel itu.""Sayang please jangan berpikiran macam-macam denganku. Bukankah aku sudah mengatakan kalau itu semua hanya trikku untuk meminta dia pergi dari kehidupan
KAU REBUT SUAMIKU, KUPACARI AYAHMUBAB 22*Flashback sedikit saat Mayang dan Fiona belum ke rumah Ayra*Mayang sangat kesal karena usahanya untuk menghina Ayra berbuntut kemarahan dari sang kakak.Awalnya dia ingin agar kakak laki-lakinya itu terbuka matanya dan akhirnya membatalkan pernikahannya dengan Ayra, tidak disangka justru sang kakak mengancam akan membatalkan pesanan baju pengantin di butiknya.Meskipun dia sudah tahu kalau kakaknya tidak akan membatalkan pernikahan tersebut, tetapi Mayang bertekad untuk menyiksa Ayra jika pernikahan itu betul-betul berlangsung.Dengan perasaan kesal dan marah luar biasa Mayang menelpon Fiona untuk diajak membuat rencana agar mereka dapat menyingkirkan Ayra."Kamu bisa ke sini kan Fi?" tanya Mayang."Tentu saja, aku jemput Tante sekarang," ucap Fiona dengan penuh semangat.Gadis itu sudah tidak sabar untuk bertemu dengan Mayang, dia ingin mengadukan tentang Ayra. Fiona sangat takut jika Ibra akhirnya kembali dengan mantan istrinya tersebut.Ke
KAU REBUT SUAMIKU, KUPACARI AYAHMUBAB 23"Ha ha ha kamu terlalu naif, Aku tidak menyangka seorang Fiona ternyata tidak cerdas." Ayra tertawa melihat reaksi Fiona yang ternyata benar-benar tertipu oleh akal bulus Fahri."Kenapa kamu tertawa, memangnya ada yang lucu?" Fiona bertanya dengan wajah kesal."Jelas aku tertawa, ternyata kamu sangat lucu, seharusnya kalau kamu itu ada masalah maka yang pertama kamu datangi adalah suamimu, untuk apa kamu datang ke sini, jelas-jelas aku akan menikah dengan papimu," jawab Ayra kembali tertawa."Jangan hiraukan dia Fiona, dia hanya berusaha menggoyahkan hatimu, agar kamu tidak mempercayai suamimu, setelah itu dia bisa bebas merebut Fahri darimu," sahut Mayang mencoba untuk mengadu domba antara Fiona dan Ayra."Aku juga merasa seperti itu Tante, wanita ini terlalu pintar mencari alasan, pantas saja Fahri mengeluh tentang dirinya," ucap Fiona seolah-olah menceritakan bahwa Ayra adalah wanita yang penuh dengan kekurangan."Syukurlah kamu menyadari
KAU REBUT SUAMIKU, KUPACARI AYAHMUDia tidak boleh kehilangan muka lagi, biar saja dia dilaporkan ke polisi. Akan tetapi, dia harus memberikan pelajaran kepada wanita yang hendak merebut suaminya.Tepat, ketika tangannya hampir mendarat di pipinya Ayra, terdengar suara berteriak," Hentikan!Semua yang ada di sana menoleh ke arah suara. Fiona mendadak menurunkan tangannya yang sudah terangkat ke atas sedangkan Mayang berpura-pura kembali dalam bentuk wajah selugu dan selucu seekor kelinci. Betul-betul sangat berbakat dalam akting. "Apa yang kalian lakukan di sini?!" desis Ibra menatap Fiona dan Mayng satu persatu secara bergantian. Sedangkan Mayang dan Fiona menunduk mendapati Ibra yang terlihat sangat marah itu. "P-Papi. Papi ngapain di sini?" tanya Fiona dengan gugupnya membuat Ibra menatap tajam wajah anak angkatnya yang masih memiliki hubungan kekerabatan dengannya itu. "Jangan balik bertanya! Jawab saja apa yang kamu dan Tantemu lakukan di sini ha!" sentak Ibra dengan suara kua
"Minum dulu, Mas. Tenanglah, jangan sampai terjadi hal-hal yang tidak diinginkan."Ibra meminum segelas air dingin yang disodorkan Ayra. Perlahan degup jantung yang tak beraturan karena kekesalan bisa dinetralisirkan. Apalagi saat melihat wajah cantik pujaan hatinya. "Terima kasih, Sayang. Kamu selalu bisa jadi rem amarahku," puji Ibra menatap bola mata kecoklatan milik Ayra. Mereka saling pandang. Ayra menampakkan senyum termanis. Cinta yang tersalurkan melalui tatapan mata. Membuat dua insan meredakan sejenak kekesalan yang dirasa. Sementara itu, dia perempuan di hadapan mereka memandang sinis. Sangat muak dengan drama menjijikan dari dua insan yang sedang dilanda kebucinan. Prok ... prok ...."Luar biasa. Begini ternyata cara perempuan murahan menggoda kakakku," umpatan halus dari bibir Mayang terlontar lagi. Dia bertepuk tangan sambil menampakkan senyum sinis. Benar-benar jijik dengan sikap kakaknya. "Mayang, jangan memulai pertengkaran lagi. Lebih baik, kamu bawa Fiona perg
"Tidak, Sayang. Tenanglah. Jangan berpikir negatif. Nanti kamu tambah tua.""Enak saja, aku bakal selalu lebih muda dari kamu, Mas. Jadi, gak bakal ada celah untuk kamu selingkuh. Soalnya aku masih cantik dan seksi.""Oh, secara tidak langsung kamu bilang aku tua?" tanya Ibra dengan nada pura-pura marah. "Hahaha, emang kamu udah tua, Mas. Tapi, itu yang bikin aku makin sayang. Sama yang tua lebih enak kayanya.""Dasar nakal," kekeh Ibra mencubit hidung Ayra."Kamu pikir aku makanan. Sampai dibilang enak? dasar bidadariku. Selalu lucu dan bikin aku selalu merasa jatuh cinta tiap menitnya.""Iya, dong. Ayra gitu."Ibra merangkul Ayra penuh rasa cinta. Kekesalan dan amarah di hatinya karena tingkah Fiona dan Mayang, mendadak hilang. Hanya ada rasa berbunga-bunga penuh cinta. "Sayang, persiapan pernikahan kita hampir berjalan sempurna. Nanti kita pergi bersama ke WO. Aku ingin membuat pesta semeriah mungkin.""Apa kamu gak malu, Mas? ini 'kan bukan pernikahan yang pertama buat kita.""K
Ayra beranjak dari tempat duduknya, menghampiri wanita itu, lalu memeluknya. Ia berusaha penuh untuk membuat Fiona nyaman saat berada di keluarga ini. Ibra yang melihat pemandangan itu pun ikut bahagia. Ia senang karena Fiona sudah menyadari kekeliruannya dan berjanji untuk memperbaiki diri. “Fiona.” Panggil Ibra. “Iya?” “Kamu boleh tinggal di sini lagi jika berkenan,” tukas Ibra tulus. “Benarkah?” Fiona menatap tak percaya. Ini seperti sebuah kemustahilan. “Tentu saja. Karena kamu masih anak angkatku,” sahut Ibra seraya menganggukkan kepala. “Terima kasih, Papi.” Keesokan paginya, mereka semua bersiap-siap untuk pergi ke Rumah Sakit jiwa di mana bapak kandung Fiona berada. Sesampainya di sana, Fiona terlihat sedih melihat kondisi bapaknya yang masih dalam proses penyembuhan. Ibra menepuk pundak Fiona. “Sudah, jangan menangis lagi. Doakan yang terbaik untuk bapakmu.” “Iya, Papi. Aku hanya ingin bapakku sembuh. Itu saja.” Fiona menghapus air matanya. Di lain sisi, saat Fiona
Kini Fiona berada di depan rumah Ayra dan Ibra. Wanita itu terlihat sangat gugup dan juga malu. Cemas jika permintaan maafnya tidak diterima. Ya, memang kesalahannya begitu besar. Jadi, wajar saja bila nantinya Ayra dan Ibra tidak memberikan pintu maaf tersebut kepada dirinya. Fiona juga hanya bisa pasrah jika hal demikian sampai terjadi. Dia tak akan marah apalagi sakit hati untuk respons yang akan diterima. Fiona mencoba menghilangkan rasa gugup dan cemasnya sebelum mengetuk pintu rumah Ayra dan Ibra. Ia menarik napas panjang, lalu mengembuskannya perlahan. Fiona lakukan berulang kali sampai sudah merasa jauh lebih baik dari sebelumnya. Walaupun permintaan maafnya diterima relatif kecil, ia tetap berusaha. Lagi pula, tidak ada salahnya bila Fiona mencoba. Karena bila tidak berusaha, dia tak akan tahu hasilnya.Fiona mengetuk pintu itu dengan dua ketukan. Selang beberapa menit, pintu segera terbuka. Pandangan pertama yang ia lihat adalah wajah cantik Ayra. Secara bersamaan, pasang
"Ah! Tolong katakan itu di kantor, sekarang mari ikut kami untuk memenuhi prosedur," jelas polisi tersebut dengan lantas menarik tangan Fahri dan mulai memborgolnya.Fahri tentu meronta, ia berusaha menjelaskan semuanya namun kedua polisi itu tak mendengar dan seakan-akan menutup kedua telinganya.Sementara itu, Hilwa mulai meraung-raung memohon untuk tidak membawa anaknya ke kantor polisi."Tolong lepaskan anak saya! Kalian tidak pantas membawanya atas tuduhan tidak dilakukannya!" titah Hilwa dengan berteriak tak karuan, bahkan wanita itu sampai tak segan-segan untuk mencaci petugas polisi tersebut.Keributan itu jelas terdengar sampai ke dalam kamar pribadi milik Nazwa. Gadis yang tengah asyik memainkan gadgetnya merasa terganggu dengan kebisingan yang terjadi di rumahnya.Nazwa pun bangkit dari tempat tidurnya dan berdecih, "Ada apa sih!? Kenapa ribut sekali!?"Tanpa berpikir panjang Nazwa pun lekas beranjak dan keluar dari kamar untuk memastikan apa yang sebenarnya terjadi.Hingga
"Apa-apaan ini!?" pekik Fahri saat ia mengetahui bahwa dirinya telah mendapat surat pemecatan dari HRD.Ya! Ketika Fahri tengah sibuk di ruang kerjanya ia tiba-tiba dikejutkan oleh sosok sekretaris yang mendatangi ruangannya dan menyerahkan secarik kertas yang berisikan sebuah surat pemecatan.Hal itu lantas membuat Fahri naik pitam, ia sama sekali tak terima diperlakukan seperti itu oleh Ibra, yang merupakan ayah mertuanya sendiri."M-maaf, Pak. Saya hanya menyampaikannya saja, selebihnya saya tidak tahu pasti," ucap sekretaris itu dengan menundukkan kepalanya. Wanita itu terlihat takut dengan temperamen atasannya yang tiba-tiba naik.Fahri pun berdecih kesal, lalu kembali membaca isi surat tersebut. Hingga ia kembali terkejut saat membaca pernyataan yang menyatakan bahwa Ibra tidak hanya akan memecatnya, namun lelaki itu juga akan melaporkan Fahri kepada pihak berwajib atas tindakan penggelapan dana yang ia lakukan pada perusahaan.Mengetahui hal itu, Fahri semakin geram, amarahnya
“Fahri pulang! Dia akhirnya pulang setelah berhari-hari,” sorak Fiona yang merasa memiliki secercah harapan dengan kepulangan pria itu.Beberapa hari belakangan, Fiona sama sekali tidak bersemangat untuk melakukan aktivitas. Hari-harinya dipenuhi oleh fisik lesu dan perasaan lelah dan tekanan batin.Namun, begitu mendapati bahwa Fahri akhirnya kembali pulang membuat Fiona merasa bersemangat dan berharap-harap cemas. Akankah lelaki itu pulang karena sadar dan ingin meminta maaf, ataukah jangan-jangan ingin melakukan hal lain yang membuat Fiona semakin terpuruk? Itu lah pertanyaan yang memenuhi benak Fiona sekarang ini.Wanita itu langsung bangkit dari sofa dan berjalan beberapa langkah untuk membukakan pintu. Sebelum muncul di ambang pintu, Fiona sedikit merapikan rambut dan kondisi pakaiannya agar terlihat lebih layak untuk menyambut kepulangan suaminya.Fahri pun turun dari mobilnya begitu mesin mobil sudah dia matikan. Wajah pria itu tampak datar dan bahkan tanpa ekspresi. Dari sudu
Fiona masih tak kuasa menahan dadanya yang justru semakin sesak. Dia terus memukul-mukulnya dengan kepalan tangan saking sakit dan perih hatinya saat ini.“Fahri, kamu benar-benar kejam!” isaknya yang sejak ditinggal Fahri tadi sudah menangis dengan lelehan air mata berurai di kedua pipinya yang bening. Fiona bahkan tidak peduli bila saat ini dirinya hanya terduduk di lantai saking gontai dan lemas kedua lututnya mendengar untaian kalimat demi kalimat yang dilontarkan Fahri.Lantai keramik di ruang tengah yang dingin itu menjadi saksi pertengkaran keduanya beberapa saat yang lalu serta menjadi saksi pula betapa hancurnya perasaan Fiona saat ini.“Bisa-bisanya kamu bilang bahwa selama ini kamu hanya memanfaatkanku saja, Fahri!” Fiona masih tidak menyangka. “Padahal, waktu itu wajah kamu begitu tulus saat menyatakan perasaanmu. Kita bahkan harus menghadapi berbagai lika-liku sampai-sampai kau bercerai dengan Ayra.”“Perjuangan kita begitu panjang dan berat. Tapi kenapa … kamu malah ber
Fahri masih diam saja. Dia asik memilih pakaian apa yang akan dirinya kemas. Fahri terdiam karena dia malas meladeni Fiona. Sampai pada akhirnya telinganya muak mendengar pekikan Fiona.Brak!Saat itu juga Fahri menggebrak meja."Brisik! Kamu gak lihat aku lagi ngapain?!" bentak Fahri yang kini sudah menatap Fiona tajam."Ya makanya kalau ada orang tanya itu dijawab!" balas Fiona tak mau kalah."Kalau aku diam saja itu tandanya aku tidak mau menjawab pertanyaan kamu. Sadar diri dong dari tadi, berisik tau gak!" marah Fahri yang kini sudah mengepalkan kedua tangannya.Ditatap seperti itu sukses membuat Fiona sedih. Fiona hampir saja meneteskan air matanya, tetapi dia cegah dengan mendongak cepat-cepat.Sedangkan Fahri sudah mengalihkan pandangannya ke lain arah. Setelah itu Fahri kembali membereskan pakaian yang sejak tadi menjadi tujuan utamanya datang ke rumah ini."Jahat kamu Mas. Berani-beraninya kamu bentak aku seperti itu," lirih Fiona merasa sedih.Tidak ingin ambil pusing, Fahr
Saat ini Fahri dan Alina meminta waktu berduaan. Mereka memilih untuk tidak diam rumah. Mereka berjalan-jalan sejenak mencari angin. Hubungan yang baru pertama kali terjalin itu benar-benar sangat menyenangkan bagi Alina. Begitupun dengan Fahri yang tidak bisa tidak tersenyum ketika menatap wanita di sebelahnya itu.Orangtua Fahri sangat menyukai Alina juga. Jadi, sudah tidak ada batasan bagi keduanya untuk tidak dekat. Fahri benar-benar merasa bahagia. Bahkan untuk menjalin hubungan ini mereka tidak perlu pikir panjang lagi."Aku benar-benar bahagia bisa mengenalmu, aku bahkan ingin mengenalmu lebih dalam lagi. Seiring berjalannya waktu aku pasti tau semua tentangmu," celetuk Fahri begitu serius.Alina yang malu-malu hanya bisa tersenyum manis. Entah mengapa hatinya juga terasa hangat bisa berduaan dengan Fahri."Jangan ditahan kalau mau senyum atau ketawa," ujar Fahri ketika melihat Alina yang entah mengapa menahan semua itu."Kapan kita jalan?" "Ini kan sekarang lagi jalan," ledek
"Benar-benar menyebalkan. Sepertinya aku tak bisa kalau harus terus-menerus bertahan dengannya. Bukannya jadi kaya, yang ada lama-lama aku malah jadi Jatuh Miskin karena Fiona sendiri sekarang selalu minta uang denganku gara-gara tua bangka itu sudah tak ingin memberikan banyak uang untuknya. Masa Fiona hanya dijatah satu bulan tiga juta saja. Dapat apa uang segitu? Untuk keperluan sehari-hari saja pasti tidak akan cukup!" Fahri kian merasa kesal kita kembali mengingat perdebatannya dengan Ibra beberapa hari lalu.Sejenak terdengar ibu Fahri berdecak. "Sudahlah, tidak perlu dipikirkan lagi. Kalau memang sudah tidak berguna ya sudah, buang saja. Dan kita bisa langsung segera mencari yang baru, yang jauh lebih menguntungkan dibandingkan dengan wanita itu," papar ibu Fahri dengan santainya."Iya, Bu. Aku tahu. Tetapi memangnya siapa yang harus aku kejar? Kemarin-kemarin aku terlalu fokus dan menikmati waktuku dengan Fiona sampai-sampai aku lupa untuk mencari target yang baru saat Fiona s