Andi mengantarkan Dinda pulang. Sesampainya di rumah ia justru malah dicemooh oleh Ibu mertuanya.
"Wanita macam apa, pergi sendiri pulang-pulang ko diantar pria lain," celetuk Mamah Tari yang membukakan pintu untuk Dinda dan Andi."Tante Tari jangan menuduh yang tidak-tidak. Dinda tadi pingsan sepulang dari rumah Fasha, aku bawa dia ke rumah sakit," jelas Andi.Mendengar suara ribut-ribut, Pak Danu dan Bu Harti segera menuju ke halaman depan."Nakkk.... siapa laki-laki itu??" tanya Bu Harti."SELINGKUHAN DINDA," celetuk lagi Rangga dari belakang."RANGGA, JAGA UCAPANMU!!!" tampik Andi yang tidak menerima tuduhan dari Rangga.Papah Harto pun datang bergabung dengan mereka."Apa yang kamu katakan Rangga??" tanya Papah Harto."Andi ini sahabat kamu, atas dasar apa kamu menuduhnya seperti itu??" tambah Papah Harto."Atas banyak hal Pah!!" ucap Rangga sambil melemparkan beberapa foto yang menunjukan interaksi yang cukup intens antara Andi dan DindaPapah Harto mencoba mencegah, namun Pak Danu sudah sangat kecewa. Apa lagi melihat Rangga yang diam saja tidak mempedulikan Dinda yang akan di bawa pergi oleh Pak Danu."Anakmu saja sudah tidak peduli lagi sama Dinda. Lihat ia bahkan hanya berdiam diri melihat istrinya akan aku bawa!!!" jelas Pak Danu."Maafkan Rangga Yah, tapi Rangga selama ini tidak pernah mengkhianati Dinda, justru Dinda lah yang memulai semua kebohongan ini!!" bela Rangga pada dirinya sendiri."Yapp anakku yang bersalah. Jadi biarkan aku membawanya pergi kembali pulang," ucap Pak Danu yang langsung membawa Dinda dan istrinya pergi."Saya pamit!!" Dinda pun ikut bersama orangtuanya tanpa sedikitpun melakukan perlawanan karena Rangga sediri sudah tidak mengharapkan Dinda.Papah Harto pun tidak dapat berbuat apapun karena putranya sendiri tidak menceggah sedikitpun kepergian istrinya."Keterlaluan lu Ngga!!" ucap Andi.Ia lalu pergi mengejar Dinda dan keluarganya."Pak Danu tung
Pak Danu terdiam, sesakit apa sebenarnya Dinda hingga dokter mengatakan jika putrinya mengalami gangguan mental yang hebat. Ia menarik nafas panjang mencoba menenangkan dirinya sendiri."Dinda itu kuliah jurusa psikolog, dia bahakan menjadi seorang guru BP untuk menangani anak-anak yang butuh rangkulan dia, tapi saat ini Dinda sendirilah yang membutuhkan seorang psikiater," keluh Pak Danu pada dirinya sendiri."Pak.... saya punya teman pasikiater yang sudah biasa mengurus pasien seprtian Dinda, jika Bapak mau nanti saya atur jadwalnya agar kalian bisa saling bicara dengan santai," ucap Anndi.Awalnya Pak Danu ragu, namun setelah dipikir kembali akhirnya ia menyetujui tawaran dari Andi."Baiklah, tapi aku mau mengajak putriku pulang dulu ke Cianjur," ucap Pak Danu.Andi mengangguk. "Bapak bisa tinggal di rumah ini kelak saat Dinda menjalani pengobatan!!" kata Andi.Pak Danu tidak menyangka jika Andi ternyata baik, bahkan ia mencarikan Dinda tempat pengobatan agar Dinda lekas sembuh.*
Keesokan harinya Pak Danu sekeluarga pamit pada Andi."Nak Andi terima kasih atas semua bantuannya selama ini, kalau tidak ada Nak Andi tentu saya bingung harus gimana," ucap Pak Danu."Ya ampun Pak, kaya sama siapa saja, Dinda ini sahabat saya jadi sudah saya anggap sebagai adik saya sendiri," senyum Andi merekah saat itu juga."Din kamu baik-baik yah di sana!! Sampai ketemu lagi!!" pesan Andi pada Dinda.Dinda hanya tersenyum.Akhirnya Pak Danu sekeluarga pergi. Andi hanya bisa melihat minibus berlalu dihadapannya yang mengantarkan kepulangan Dinda sekeluarga."Sepi lagi ruma gue!!" keluh Andi.Selama ini Andi memang hidup sendiri orangtua angkatnya memang kaya raya tapi mereka menetap di luar negeri. Andi yang merupakan putra tunggal mengurus semua bisnis keluarganya yang ada di Indonesia. ****Pikirannya sekarang terus berputar tentang Dinda. Ia sendiri bingung kenapa belakangan ini lebih sering memikirkan Dinda."Mana mungkin gue suka sama Dinda??" sangkal Andi pada dirinya."Tap
Rangga masih belum tau jika istrinya ternyata sudah pulang ke Cianjur. Hari ini sepulang dari kantor Rangga berencana menjemput Dinda di rumah Andi."Mana istri gue Ndi?" tanya Rangga tiba-tiba saat sampai di rumah Andi."Masih peduli lu sama Dinda??" sindir Andi balik bertanya."Lu gak usah pura-pura lagi deh. Gue udah tau semuanya tentang hubungan lu dan Dinda jadi kalau lu mau Dinda ambil saja!!" ucap Rangga."Gue ke sini mau talak Dinda," tambah Rangga.Andi kaget mendengar ucapan dari Rangga."Gila lu yahh, lu mau ceraiin Dinda dalam keadaan Dinda kaya gini??" ucap Andi yang tidak percaya dengan keputusan dari sahabtnya ini."Ngga lu tau gak sih, mental Dinda tuh down dan itu semua gara-gara lu dan sekarang tiba-tiba lu mau talak dia dengan alasan yang belum jelas!!" lanjut Andi yang kesal mendengar keputusan dari Rangga."Alasan gak jelas gimana?? lu sama Dinda udah selingkuh alasan apa lagi buat gue mertahanin Dinda. Dia sendiri yang buat semua keadaan menjadi seperti ini. Bua
"Pak ini Dinda kenapa??" tanya Ibu Harti saat mereka selesai makan. "Sabar Bu, nanti Bapak telepon Nak Andi tanya sama dia tentang kondisi putri kita," jawab Pak Danu mencoba menenangkan istrinya. "Bu Dinda sudah selesai beres-beres, Dinda mau telepon dulu Mas Rangga yah!!" seru Dinda dari arah dapur. Ibu Harti lalu menghampiri Dinda. "Din, tadi suamimu telepon tapi Ibu yang angkat katanya dia lagi sibuk dan gak bisa diganggu, Ibu diminta buat sampaikan pesan ini sama kamu," ucap Ibu Harti yang berbohong karena takut putrinya menghubungi Rangga. Dinda pun melihat jam tangannya. "Kayanya Mas Rangga sedang ketemu client." Dinda terlihat menekuk mukaknya karena sedih. "Ya udah kalau gitu, Dinda mau tidur aja Bu!!" lanjut Dinda, ia lantas langsung pergi ke kamarnya. **** "Pa cepat telepon Nak Andi!!" suruh Ibu Harti pada suaminya. "Sabar Bu!!" perintah Pak Danu. Ia lalu mendial nomor Andi. Andi pun mengangkat teleponnya. "Assalamualaikum Nak Andi," salam Pak Danu. "Waalaikums
"Pak Andi ini berkas kerja sama yang Pak Andi minta," ucap Fany sekertaris pribadi Andi. Ia menyodorkan berkas kerja sama yang harus ditanda tangani oleh Andi. Andi lalu membuka berkas tersebut. Ternyata itu adalah perusahaanya Rangga, mereka mengajukan kerja sama dengan perusahaan Andi untuk pembangunan vila di puncak. "Kenapa Rangga gak ngobrol langsung sama gue yah?" batin Andi. Ia lalu membaca isi kontrak tersebut. Betapa kagetnya Andi saat melihat surat kuasa yang menyatakan bahwa lima puluh persen saham perusahaan sudah menjadi atas nama Fasha. "Rangga dah gila kali yah," kaget Andi saat membaca nama-nama pemegang sahan di perusahaan Rangga. Jika lima puluh persen saham ada di tangan Fasha suatu saat nanti Fasha bisa mengakusisi perusahaan Rangga. Hal itu yang justru Andi khawatirkan. Ia lalu menghubungi sahabatnya. "Hallo Ngga," sapa Andi. "Iyah...." balas Rangga. "Ngapain lo telepon gue?? Mau ngajak berantem lagi urusan Dinda?" sewot Rangga. "Apaan sih lu Ngga?? Gue h
"Thanks yah Dit lu udah mau gue ajak share, entar kalau dah nemu waktu yang tepat gue ajak Dinda ketemu sama lu deh" ucap Andi."Iyah sama-sama, mudah-mudahan temen lu bisa cepet pulih yah, karena sebenarnya obat paling manjur buat mereka yang kena sakit mental adala suport sistem dari keluarga dan orang-orang terdekat," jelas Dita yang meminta Andi untuk terus memberi dukungan pada temannya."Okeh deh!!""Lu mau gue anter gak??" tanya Andi menawarkan tumpangan pada Dita karena seblumnya Dita bilang ia tidak membawa mobil."Gak usah. Gue dijemput ko," jawab Dita."Sama Tama?" tanya Andi.Dita hanya mengangguk mengiyakan, ia lalu pamit pergi meninggalkan Andi."Gue duluan yah!!" Dita pamit pergi dulua karena Tama sudah datang menjemputnya.Tama hanya melambaikan tangan dari dalam mobil dan Andi membalasnya.Fasha melihat pertemuan Dita dan Andi. Ia lalu berjalan menghampiri Andi."Abis apa lu ketemu Dita??" tanya Fasha.Andi menoleh."B
Andi tidak memberi kabar pada Dinda jika ia akan datang mengunjunginya. Ia ingin memberikan kejutan pada Dinda. "Permisi Pak, rumahnya Pak Danu sebelah mana yah??" tanya Andi pada sala satu warga."Tinggal lurus saja Nak nanti mentok di ujung jala belok kanan nah itu rumahnya Pak Danu, yang cat warna hijau," jawab Bapak tersebut."Oh baik Pak, terima kasih yah!!" Andi melanjutka perjalannya."Berarti di sini tinggal belok kanan." Andi pun akhirnya sampai di rumah Pak Danu."Assalamualikum..." teriak Andi."Waalaikumslaam," jawab seseorang dari dalam sepertinya suara Ibu Harti."Nak Andi," ucap Ibu Harti saat membuka pintu rumahnya."Ayo masuk Nak!!" ajak Ibu Harti."Siapa Bu???" tanya Dinda yan keluar dari kamarnya."Andi...." panggil Dinda.Andi pun tersenyum."Apa kabar Din??" tanya Andi sambil melambaikan tangannya."Alhamdulillah aku baik ko, kamu ada urusan apa datang ke sini??" tanya Dinda bingung.Andi pun sama bingungnya mau menjawab apa."Ohhh... kamu pasti di suruh Rangga b
Andi yang sedang membuka handphonenya begitu kaget saat melihat headline berita di media sosial."Apa???? Fasha bukan putri sah Om Evan dan Tante Maya," Andi tercengang saat membaca judul beritanya."Gila berita apaan ini?? mana paling atas pula," ucap Andi yang masih menganggap berita itu hanya omong kosong."Media emang kurang kerjaan, Om Evan dan Tante Maya kan baru saja dapat cucu masa mereka naikin berita gak bermutu kaya gini!!" Andi terus saja menskrol handphonenya, tapi alangkah kagetnya dia karena hampir semua pemberitaan di media mengangkat topik tentang keluarga Om Evan.Ia lalu menghubungi Dinda."Halo Din..." sapa Andi dengan nada yang penuh rasa penasaran."Tentang berita di media?" ucap Dinda yang langsung pada topiknya seolah ia sudah tau dan paham ke arah mana Andi akan bertanya."Sebenarnya ada apa Din, kenapa media memberitakan hal itu?" tanya Andi penasaran."Yah aku gak tau lah, kamu tanya aja medianya!!!" suruh Dinda."Kamu tuh ada-ada aja deh," kesal Andi menden
Semua orang mematung saat Dinda melenggang pergi dari ruang transfusi. Ia terlihat puas dengan keterpurukan yang sedang dihadapi dua keluarga ini. Seolah sedikit demi sedikit rasa sakitnya mulai terbayarkan. "Dasar wanita jalang," kesal Pak Evan dalam hatinya saal melihat Dinda yang tersenyum puas di hadapan Pak Evan. Rangga pun mengejar Dinda dan berterima kasih padanya karena dia masih punya hati untuk membantu istri dan anaknya. "Din tungga!!" Rangga meraih tangan Dinda. "Kamu mau apa lagi??" tanya Dinda sinis. "Aku cuma mau bilang terima kasih, karena kamu mau mendoorkan darahmu untuk Fasha," jawab Rangga agak kikuk. Dia terlihat malu karena perlakuannya selama ini, tapi di sisi lain Rangga pun sangat bersyukur. "Rawatlah mereka, jangan sampai kamu bernasib sama seperti mertuamu," Dinda lalu meninggalkan Rangga yang mematung usai mendengar ucapannya. "Apa maksud Dinda barusan??" Rangga bertanya-tanya dalam hatinya, namun ia mencoba untuk mengabaikannya lalu kembali pada kela
Rangga pun baru tahu tentang hubungan Ibu Maya di keluarga Fasha."Pah.... maksud Papah apa??" tanya Rangga bingung."Mamah kadung Fasha sudah meninggal saat Fasha masih bayi," ucap Pak Evan."Meninggal??? Jadi Mamah Maya tidak ada hubungan darah dengan Fasha??" Rangga yang masih belum percaya dengan apa yang ia dengar.Suster kembali keluar."Bagaimana Pak Rangga sudah ada yang bisa mendonor??" tanya suster."Tunggu sebentar Sus!!!" jawab Rangga. Ia pun langsung menghubungi teman-temannya, termasuk Dinda karena golongan darah Dinda sama dengan Fasha."Hallo Din.... maaf aku ganggu kamu, tapi aku benar-benar membutuhkanmu saat ini," ucap Rangga terburu-buru."Maksudnya apa sih???" tanya Dinda bingung."Fasha baru saja melahirkan, namun ia mengalami pendarahan hebat dan butuh transfusi darah sedangkan pasokan darah di rumah sakit untuk golongan AB tidak ada. Aku mohon bantu aku. Selamatkan Fasha!! pinta Rangga yang sudah tidak memikirkan rasa malu lagi.Mendengar hal itu Dinda terkeju
Kehadiran seorang bayi di tengah keluarga Rangga dan Fasha memberi kebahagiaan tersendiri terutama untuk Mamah Tari yang sejak dulu begitu menantikan kehadiran seorang cucu.Selesai persalinan Rangga pun dipersilahkan kembali untuk menunggu di luar dan bayinya akan dipindahkan ke ruang perawatan."Pak Rangga silahkan kembali tunggu di luar kembali!!" suruh seorang perawat.Rangga lalu berdiri."Aku keluar dulu yahh!!" pamit Rangga sebelum pergi, ia pun mengusap air mata di wajahnya karena terharu saat melihat dan mendengar suara bayi kecil itu untuk pertama kalinya."Rangga... gimana?? bayinya sudah lahir??" tanya Mamah Tari."Keadaan Fasha gimana??" Pak Evan yang ikut menyerobot bertanya."Bayinya sudah lahir, jenis kelaminnya laki-laki dan keadaan Fasha untuk saat ini cukup baik, namun dia masih belum sadar sepenuhnya karena pengaruh obat bius," jawab Rangga."Alhamdulillah...." ucap syukur Mamah Tari dan Ibu Maya."Bayinya akan dipindahakan ke ruang perawatan bayi, nanti kalian bis
Andi yang merasa bersalah terhadap Rara, apa lagi sebelumnya dia membuat Rara menangis, lalu menghubungi Rara, namun lagi-lagi Rara tidak mengangkat teleponya."Tumben banget deh Rara... biasnya dia langsung jawab," keluh Andi, tapi Andi gak ambil pusing ia menyangka mungkin saja Rara sedang sibuk."Ndi, orang lokasi udah telepon terus nih." Rangga yang memberi tahu jika mereka harus segera ke lokasi proyek."Iyah bentar!!" Andi pun menyimpan semua barangnya, lalu ke luar dari kamar."Ayo!!" ajak Andi sambil melempar kunci mobil pada Rangga."Kamu yang nyetir!!" suruh Andi.Di perjalanan menuju lokasi cukup hening tanpa ada pembicaraan di antara keduanya, sampai akhirnya Rangga membuka topik pembicaraan."Ndi... aku gak mau kita berselisih paham terus kaya gini cuma gara-gara masalah cewek!!" ucap Rangga mengawali pembicaraan di antara keduanya."Bukannya semua ini kamu yang mulai??" Andi yang melempar kesalahan pada Rangga karena memang selama ini Rangga yang mengawali pertengkaran d
"Mana mungkin Rara bertemu dengan Pak Diki, meskipun bergerak di dunia pendidikan namun dia bukan orang baru juga dalam dunia bisnis, Rara juga punya saham dibanyak perusahaan. Kamu mungkin salah lihat Din. Rara tuh tau Pak Diki orang seperti apa, aku yakin itu," jelas Andi saat berbicara dengan Dinda di balik telepon.Dinda pun terdiam. Ia berpikir ada benarnya Andi, gak mungkin Rara bertemu dengan Pak Diki. "Aku emang cuma lihat dia dari belakang, kaya mirip aja sama Rara," tutur Dinda pada Andi.Andi pun menghela nafasnya seolah merasa tenang karena memang tidak mungkin jika Rara berhubungan dengan orang-orang seperti Pak Diki."Kamu kangen aja kali yah sama aku, pake alesan bahas Rara segala," goda Andi."Ihh apaan, ngapain juga kangen sama kamu. Nggak lahhh!!!" elak Dinda, padahal sebenarnya sedari tadi ia tidak bisa tenang karena Andi belum juga menghubunginya."Aku tuh cuma kepikiran Rara aja soalnya belakangan ini sikap dia agak berubah," tutur Dinda yang merasa jika sikap Ra
Andi dan keluarga pun seger berangkat ke bandara, di sana sudah ada Rangga yang menunggu. Rangga pun menyalami Pak Fero dan Ibu Sarah saat mereka tiba di bandara. "Baik-baik kalian di sana!! Jangan berantem mulu!!!" pesan Pak Fero pada keduanya. "Iyahhh..." jawab Andi dengan malas. "Baik Pak!!" Rangga justru kebalikanya ia menjawabnya dengan mantap. Andi merasa aneh dengan sikap Rangga yang tiba-tiba menjadi kalem, karena biasanya tiap mereka bertemu pasti Rangga selalu mengajaknya adu statment. "Papah sudah urus semua keperluan kalian di sana, jadi kalian akan tinggal bersama di rumah perusahaan," ujar Pak Fero. "Apa?? aku sama dia tinggal bareng??" tanya Andi yang sepertinya menolak untuk tinggal bersama dengan Rangga. "Pahhh.... ayolahh masa aku sama dia," rengengek Andi pada Papahnya. "Kamu gak usah banyak merengek Andi, ini sudah jadi keputusan Papah, lagi pula ini tentang kerja sama tim, jadi Papah minta kamu abaikan dulu egomu itu!!" perintah Pak Fero pada Andi untuk bi
"ANDI!!" tegas Ibu Sarah memanggil putranya.Andi yang kaget langsung menoleh."Apa sih Mahh, manggilnya serem gitu," komentar Andi."Kamu apakan Rara sampai dia menangis barusan??" selidik Ibu Sarah pada Andi."Dia nangis?" Andi malah balik bertanya."Ko malah tanya Mamah sih, kamu apain dia??" tanya kembali Ibu Sarah."Gak di apa-apain Mah, kita habis ngobrol biasa," jawab Andi yang tidak merasa bersalah."Kalau gak di apa-apain mana mungkin nangis kaya tadi." Ibu Sarah yang tidak percaya pada Andi."Pokonya kamu harus kejar dia dan minta maaf!!" suruh Ibu Sarah.Andi pun tak bisa menolak, ia terpaksa keluar mencari Rara, namun sepertinya Rara sudah pergi."Raranya juga gak ada Mah, udah pulang kali dia," ucap Andi saat masuk kembali ke dalam rumah."Yahh kamu telepon dia dong!!!" paksa Ibu Sarah."Ya ampun mah, ini Andi udah mau berangkat masa masih harus ngurusin Rara sih," kesal Andi karena waktunya malah terbuang, apa lagi dia ada janji untuk bertemu dengan Dinda sebelum berang
Setibanya Rara di rumah Andi, mereka menyambutnya dengan baik."Hallo.... gimana kabar kamu sayang??" sambut Ibu Sarah saat melihat Rara tiba.'Baik Mah, mamah sendiri apa kabar?" tanya Rara."Mamah juga baik, sangat baik sekali," jawab Ibu Sarah.Rara pun menyalami Pak Fero. Semua terlihat senang melihat kedatangan Rara, namun Andi terlihat biasa saja dan malah membuang muka saat Rara menghampirinya. Sikap Andi membuat Rara merasa aneh, karena tidak biasanya ia seperti itu.Rara mencoba mendekatkan diri, membantu Andi mengemas barangnya."Gak usah!! Kamu temani Mamah saja sana!!' Andi mengambil barang yang dipegang oleh Rara."Aku bantu Ndi!" ucap Rara agak memaksa."Gak usah!!" larang Andi kembali, namun Rara tetap memaksa membantu Andi karena kesal melihat Rara yang keras kepala Andi pun merebut dengan paksa juga. Sikap Andi tersebut membuat Rara bingung."Kamu kenapa sih??" tanya Rara penasaran dengan perlakuan Andi padanya."Gak papa, biasa aja ko," jawab Andi singkat."Kamu