Share

41

Penulis: Anik Safitri
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-28 16:56:15

Malam itu, meski ketegangan sedikit mereda, Robertio dan Hasna masih merasakan beratnya beban di pundak mereka. Ardan sudah ditangkap, tetapi permintaan orang tuanya untuk membebaskannya menambah tekanan yang baru. Sementara itu, di tempat lain, Zaki dan ibunya berusaha memulai hidup baru setelah berbagai cobaan yang mereka lalui.

Pagi itu, Zaki dan ibunya, Bu Ratih, datang ke rumah Hasna dan Robertio. Dengan wajah yang penuh rasa syukur, mereka disambut oleh Hasna yang masih terkejut melihat mereka.

"Bu Ratih, Zaki, ada apa kalian ke sini pagi-pagi?" tanya Hasna dengan ramah.

Bu Ratih menatap Hasna dengan mata berkaca-kaca. "Hasna, kami datang untuk mengucapkan terima kasih. Kami tidak tahu bagaimana harus membalas semua kebaikanmu dan Robertio. Tanpa bantuan kalian, aku tidak tahu apa yang akan terjadi pada Zaki."

Hasna tersenyum lembut. "Kami hanya melakukan apa yang kami bisa, Bu Ratih. Yang penting sekarang kalian aman."

Zaki maju, menatap Hasna dengan penuh hormat. "Hasna,
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • KARMA SANG MANTAN ISTRI    42

    "Tidak. Itu tidak akan terjadi. Hubunganku dengan Zaki hanya sebatas Rania. Tidak lebih. Dan aku harap kamu percaya hal itu, mas," ujar Hasna Robertio tersenyum. "Siapa pula yang tidak percaya dengan wanita sebaik kamu. Mungkin aku juga harus berterimakasih kepada Zaki," ujar Robertio Hasna menyipitkan mata. "Berterima kasih? Untuk apa?" "Untuk sifatnya. Karena kalau tidak dia bersikap seperti itu, kamu tidak akan menjadi milikku. Terkadang orang yang tulus itu didapat dari seseorang yang tidak menghargai pasangannya. Bukan begitu?" goda Robertio. Hasna hanya tersenyum dan mencubit pelan pinggang suaminya. Malam itu, bintang-bintang tampak lebih terang dari biasanya, seolah mengawasi langkah-langkah kecil Zaki yang penuh beban. Setelah kejadian yang mengguncang, Zaki merasakan kedamaian yang aneh, tetapi di balik kedamaian itu, ada ketegangan yang tidak bisa diabaikan. Perasaan Fatihah yang terluka menjadi bayangan yang terus mengganggunya. Di rumah, Fatihah duduk termenung, me

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-28
  • KARMA SANG MANTAN ISTRI    43

    Pagi yang cerah itu, Fatihah duduk termenung di teras rumahnya. Burung-burung berkicau riang di kejauhan, namun hatinya tidak bisa merasakan kebahagiaan yang sama. Pikirannya terhuyung-huyung antara kegelisahan dan keputusasaan. Dalam hatinya, ia selalu merasa bersalah karena belum bisa memberikan keturunan untuk Zaki. Setiap hari ia merasakan beban itu semakin berat, terutama saat ia melihat Zaki yang berusaha menyembunyikan kekecewaannya. Di dalam rumah, Bu Ratih sedang berbincang dengan Zaki. Suaranya terdengar lembut, namun nadanya menunjukkan keprihatinan yang mendalam. "Zaki, kamu tahu, aku selalu mendukungmu. Tapi tidak bisakah kau melihat bahwa Fatihah belum bisa memberikanmu keturunan? Padahal kita sudah sangat menantikannya." Zaki terdiam sejenak, mencoba menenangkan ibunya. "Bu, Fatihah sudah berusaha. Mungkin belum saatnya kita diberi keturunan. Kita harus bersabar." Namun Bu Ratih tidak puas dengan jawaban itu. "Sabar, sabar. Sampai kapan, Zaki? Lihatlah Hasna, dia s

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-30
  • KARMA SANG MANTAN ISTRI    44

    Pada keesokan harinya, Fatihah tidak bisa tidur nyenyak. Pikiran tentang program bayi tabung terus menghantui benaknya. Ia tahu biaya yang dibutuhkan sangat besar, dan semakin ia berpikir, semakin besar rasa cemas itu tumbuh. Namun, dalam hatinya, ia merasa ini adalah satu-satunya jalan untuk mewujudkan impian mereka.Setelah sarapan, Fatihah duduk dengan Zaki di ruang tamu, terlihat lebih serius daripada biasanya. Zaki yang sedang menatap televisi menoleh, merasakan perubahan di wajah Fatihah. "Ada apa, Fatihah?" tanya Zaki, dengan nada penuh perhatian.Fatihah menghela napas panjang. "Zaki, aku ingin kita serius memikirkan program bayi tabung itu. Aku tahu biayanya tidak sedikit, tapi aku siap berusaha. Aku tahu kita tidak kaya, tapi aku ingin memberikan yang terbaik untuk kita."Zaki mengerutkan kening, perasaan berat melingkupi hatinya. "Fatihah, aku tidak ingin kamu merasa terbebani. Biaya itu... tidak mudah untuk kita. Kita sudah berusaha, tapi apakah itu benar-benar jalan yang

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-04
  • KARMA SANG MANTAN ISTRI    45

    Pagi berikutnya, Fatihah memutuskan untuk mengunjungi orang tuanya. Ia merasa perlu berbicara dengan mereka tentang perasaannya dan mendapatkan dukungan dari mereka. Ketika ia tiba di rumah orang tuanya, ia disambut dengan senyum hangat dari ayah dan ibunya. Namun, setelah berbicara sebentar, air mata Fatihah mulai mengalir saat ia menceritakan semua yang sedang terjadi."Kami sudah mencoba berbagai cara, Bu. Tapi sepertinya selalu gagal. Program bayi tabung ini adalah harapan terakhir kami," ucap Fatihah dengan suara terisak.Ibu Fatihah, Bu Aisyah, merangkulnya dengan lembut. "Nak, kami mengerti perasaanmu. Kami juga ingin melihatmu bahagia dengan keluarga yang lengkap. Tapi menggadaikan rumah untuk program itu... apakah tidak ada cara lain?"Fatihah menggeleng pelan. "Aku tidak tahu lagi, Bu. Aku hanya merasa gagal sebagai seorang istri. Aku tidak bisa memberikan Zaki seorang anak."Ayah Fatihah, Pak Rahmat, yang sedari tadi diam, akhirnya angkat bicara. "Fatihah, kita harus berpik

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-05
  • KARMA SANG MANTAN ISTRI    46

    Zaki hanya terdiam mendengarkan permintaan sang istri. Ia tidak bisa memberikan keputusan secara langsung. Hatinya seolah tengah ada di persimpangan dilemma. Sementara Fatihah, meskipun hari sudah larut malam, matanya masih saja terjaga hingga dini hari. Semua masalah seolah olah tengah berputar putar dalam otaknya. Ia terbangun pagi itu dengan perasaan yang bercampur aduk. Hari-hari yang dihabiskannya bersama Bu Ratih di rumah terasa semakin berat. Ia menghargai kebaikan Bu Ratih, tetapi kata-kata yang sering keluar dari mulut ibu mertuanya itu kadang sangat menyakitkan. Setelah mandi dan bersiap, Fatihah turun ke dapur dengan tekad yang sudah bulat di hatinya.“Pagi, Bu,” sapa Fatihah dengan suara ceria yang dipaksakan.“Pagi, Fatihah,” jawab Bu Ratih sambil menyeruput teh hangatnya. Ada keheningan sejenak sebelum Bu Ratih akhirnya membuka percakapan yang membuat suasana menjadi tegang. “Ibu tadi bertemu Hasna. Auranya benar benar keluar terpancar. Apalagi saat hamil ini.”Fatihah m

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-08
  • KARMA SANG MANTAN ISTRI    47

    Fatihah berjalan pulang dari pasar dengan langkah berat, pikirannya dipenuhi oleh pertemuan tak terduga dengan Hasna. Ia merasa perasaannya campur aduk, antara marah, cemburu, dan kesal. Selalu saja Hasna muncul di saat-saat yang tidak tepat, seolah-olah mengingatkan Fatihah tentang semua kekurangannya. Meskipun Hasna terlihat tulus dan ramah, Fatihah tidak bisa menahan perasaan sinis yang membuncah di dalam hatinya.Di sisi lain, Hasna merasa bingung dengan sikap dingin dan sinis Fatihah. Sebelum ini, hubungan mereka baik-baik saja, bahkan sempat akrab walau Fatihah tau bahwa HAsna adalah mantan istri Zaki. Hasna merenung sambil duduk di kursi favoritnya di rumah. Ia mencoba mengingat apakah ada sesuatu yang pernah ia lakukan hingga membuat Fatihah berubah seperti itu. Hasna merasa ada yang tidak beres, dan ia berniat untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi.Setelah beberapa hari berlalu, Hasna memutuskan untuk mengunjungi rumah Fatihah. Ia berharap kunjungannya bisa membantu

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-13
  • KARMA SANG MANTAN ISTRI    48

    Fatihah melangkah dengan cepat, meninggalkan rumah dengan perasaan campur aduk. Langkahnya membawa dia ke rumah orang tuanya yang tidak terlalu jauh dari sana. Setibanya di rumah, Fatihah langsung disambut oleh ibunya, Bu Siti, yang terkejut melihat putrinya datang dengan wajah yang penuh air mata.“Fatihah, ada apa ini? Kenapa kamu menangis?” tanya sang ibu dengan cemas, memeluk putrinya erat-erat.Fatihah hanya bisa menangis tanpa bisa menjelaskan apa yang terjadi. Ia merasa kelelahan secara emosional setelah pertengkaran hebat dengan Bu Ratih. Ibunya mengelus punggungnya dengan lembut, mencoba menenangkan.“Sudah, nak, ceritakan pada Ibu apa yang terjadi. Kenapa kamu tiba-tiba datang seperti ini?” tanya ibu Fatihah dengan lembut.Fatihah menghela napas panjang, mencoba mengumpulkan kata-kata.Ibu, aku tidak kuat lagi tinggal di rumah Bu Ratih. Aku selalu dibandingkan dengan Hasna, dan itu membuatku merasa tidak berharga. Aku merasa tidak dihargai sebagai istri Zaki.”Bu Siti menger

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-13
  • KARMA SANG MANTAN ISTRI    49

    Fatihah berdiri di depan pintu rumah dengan semangat yang menggebu-gebu. Setelah beberapa hari perencanaan dan persiapan, hari ini adalah hari yang ia tunggu-tunggu. Ia akan pindah ke rumah kontrakan yang baru, jauh dari tekanan dan masalah yang selama ini mengganggu hidupnya bersama Bu Ratih. Dengan langkah mantap, ia memasuki rumah dan mencari Bu Ratih untuk berpamitan.Di dalam rumah, Bu Ratih sedang duduk di ruang tamu, membaca koran pagi. Ketika melihat Fatihah masuk dengan wajah ceria, ia mengangkat alisnya dan tersenyum tipis.“Fatihah, ada apa? Kamu tampak sangat bersemangat hari ini?” tanya Bu Ratih yang seolah melupakan perdebatannya dengan Fatihah tempo hari.Fatihah mendekati Bu Ratih dengan penuh keyakinan. “Bu, aku ingin memberitahukan bahwa Zaki dan aku memutuskan untuk mengontrak rumah sendiri. Kami sudah menemukan tempat yang cocok dan akan segera pindah.”Bu Ratih terkejut mendengar berita itu. “Mengontrak rumah? Ibu minta maaf jika kamu tidak nyaman disini.”Fatihah

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-13

Bab terbaru

  • KARMA SANG MANTAN ISTRI    49

    Fatihah berdiri di depan pintu rumah dengan semangat yang menggebu-gebu. Setelah beberapa hari perencanaan dan persiapan, hari ini adalah hari yang ia tunggu-tunggu. Ia akan pindah ke rumah kontrakan yang baru, jauh dari tekanan dan masalah yang selama ini mengganggu hidupnya bersama Bu Ratih. Dengan langkah mantap, ia memasuki rumah dan mencari Bu Ratih untuk berpamitan.Di dalam rumah, Bu Ratih sedang duduk di ruang tamu, membaca koran pagi. Ketika melihat Fatihah masuk dengan wajah ceria, ia mengangkat alisnya dan tersenyum tipis.“Fatihah, ada apa? Kamu tampak sangat bersemangat hari ini?” tanya Bu Ratih yang seolah melupakan perdebatannya dengan Fatihah tempo hari.Fatihah mendekati Bu Ratih dengan penuh keyakinan. “Bu, aku ingin memberitahukan bahwa Zaki dan aku memutuskan untuk mengontrak rumah sendiri. Kami sudah menemukan tempat yang cocok dan akan segera pindah.”Bu Ratih terkejut mendengar berita itu. “Mengontrak rumah? Ibu minta maaf jika kamu tidak nyaman disini.”Fatihah

  • KARMA SANG MANTAN ISTRI    48

    Fatihah melangkah dengan cepat, meninggalkan rumah dengan perasaan campur aduk. Langkahnya membawa dia ke rumah orang tuanya yang tidak terlalu jauh dari sana. Setibanya di rumah, Fatihah langsung disambut oleh ibunya, Bu Siti, yang terkejut melihat putrinya datang dengan wajah yang penuh air mata.“Fatihah, ada apa ini? Kenapa kamu menangis?” tanya sang ibu dengan cemas, memeluk putrinya erat-erat.Fatihah hanya bisa menangis tanpa bisa menjelaskan apa yang terjadi. Ia merasa kelelahan secara emosional setelah pertengkaran hebat dengan Bu Ratih. Ibunya mengelus punggungnya dengan lembut, mencoba menenangkan.“Sudah, nak, ceritakan pada Ibu apa yang terjadi. Kenapa kamu tiba-tiba datang seperti ini?” tanya ibu Fatihah dengan lembut.Fatihah menghela napas panjang, mencoba mengumpulkan kata-kata.Ibu, aku tidak kuat lagi tinggal di rumah Bu Ratih. Aku selalu dibandingkan dengan Hasna, dan itu membuatku merasa tidak berharga. Aku merasa tidak dihargai sebagai istri Zaki.”Bu Siti menger

  • KARMA SANG MANTAN ISTRI    47

    Fatihah berjalan pulang dari pasar dengan langkah berat, pikirannya dipenuhi oleh pertemuan tak terduga dengan Hasna. Ia merasa perasaannya campur aduk, antara marah, cemburu, dan kesal. Selalu saja Hasna muncul di saat-saat yang tidak tepat, seolah-olah mengingatkan Fatihah tentang semua kekurangannya. Meskipun Hasna terlihat tulus dan ramah, Fatihah tidak bisa menahan perasaan sinis yang membuncah di dalam hatinya.Di sisi lain, Hasna merasa bingung dengan sikap dingin dan sinis Fatihah. Sebelum ini, hubungan mereka baik-baik saja, bahkan sempat akrab walau Fatihah tau bahwa HAsna adalah mantan istri Zaki. Hasna merenung sambil duduk di kursi favoritnya di rumah. Ia mencoba mengingat apakah ada sesuatu yang pernah ia lakukan hingga membuat Fatihah berubah seperti itu. Hasna merasa ada yang tidak beres, dan ia berniat untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi.Setelah beberapa hari berlalu, Hasna memutuskan untuk mengunjungi rumah Fatihah. Ia berharap kunjungannya bisa membantu

  • KARMA SANG MANTAN ISTRI    46

    Zaki hanya terdiam mendengarkan permintaan sang istri. Ia tidak bisa memberikan keputusan secara langsung. Hatinya seolah tengah ada di persimpangan dilemma. Sementara Fatihah, meskipun hari sudah larut malam, matanya masih saja terjaga hingga dini hari. Semua masalah seolah olah tengah berputar putar dalam otaknya. Ia terbangun pagi itu dengan perasaan yang bercampur aduk. Hari-hari yang dihabiskannya bersama Bu Ratih di rumah terasa semakin berat. Ia menghargai kebaikan Bu Ratih, tetapi kata-kata yang sering keluar dari mulut ibu mertuanya itu kadang sangat menyakitkan. Setelah mandi dan bersiap, Fatihah turun ke dapur dengan tekad yang sudah bulat di hatinya.“Pagi, Bu,” sapa Fatihah dengan suara ceria yang dipaksakan.“Pagi, Fatihah,” jawab Bu Ratih sambil menyeruput teh hangatnya. Ada keheningan sejenak sebelum Bu Ratih akhirnya membuka percakapan yang membuat suasana menjadi tegang. “Ibu tadi bertemu Hasna. Auranya benar benar keluar terpancar. Apalagi saat hamil ini.”Fatihah m

  • KARMA SANG MANTAN ISTRI    45

    Pagi berikutnya, Fatihah memutuskan untuk mengunjungi orang tuanya. Ia merasa perlu berbicara dengan mereka tentang perasaannya dan mendapatkan dukungan dari mereka. Ketika ia tiba di rumah orang tuanya, ia disambut dengan senyum hangat dari ayah dan ibunya. Namun, setelah berbicara sebentar, air mata Fatihah mulai mengalir saat ia menceritakan semua yang sedang terjadi."Kami sudah mencoba berbagai cara, Bu. Tapi sepertinya selalu gagal. Program bayi tabung ini adalah harapan terakhir kami," ucap Fatihah dengan suara terisak.Ibu Fatihah, Bu Aisyah, merangkulnya dengan lembut. "Nak, kami mengerti perasaanmu. Kami juga ingin melihatmu bahagia dengan keluarga yang lengkap. Tapi menggadaikan rumah untuk program itu... apakah tidak ada cara lain?"Fatihah menggeleng pelan. "Aku tidak tahu lagi, Bu. Aku hanya merasa gagal sebagai seorang istri. Aku tidak bisa memberikan Zaki seorang anak."Ayah Fatihah, Pak Rahmat, yang sedari tadi diam, akhirnya angkat bicara. "Fatihah, kita harus berpik

  • KARMA SANG MANTAN ISTRI    44

    Pada keesokan harinya, Fatihah tidak bisa tidur nyenyak. Pikiran tentang program bayi tabung terus menghantui benaknya. Ia tahu biaya yang dibutuhkan sangat besar, dan semakin ia berpikir, semakin besar rasa cemas itu tumbuh. Namun, dalam hatinya, ia merasa ini adalah satu-satunya jalan untuk mewujudkan impian mereka.Setelah sarapan, Fatihah duduk dengan Zaki di ruang tamu, terlihat lebih serius daripada biasanya. Zaki yang sedang menatap televisi menoleh, merasakan perubahan di wajah Fatihah. "Ada apa, Fatihah?" tanya Zaki, dengan nada penuh perhatian.Fatihah menghela napas panjang. "Zaki, aku ingin kita serius memikirkan program bayi tabung itu. Aku tahu biayanya tidak sedikit, tapi aku siap berusaha. Aku tahu kita tidak kaya, tapi aku ingin memberikan yang terbaik untuk kita."Zaki mengerutkan kening, perasaan berat melingkupi hatinya. "Fatihah, aku tidak ingin kamu merasa terbebani. Biaya itu... tidak mudah untuk kita. Kita sudah berusaha, tapi apakah itu benar-benar jalan yang

  • KARMA SANG MANTAN ISTRI    43

    Pagi yang cerah itu, Fatihah duduk termenung di teras rumahnya. Burung-burung berkicau riang di kejauhan, namun hatinya tidak bisa merasakan kebahagiaan yang sama. Pikirannya terhuyung-huyung antara kegelisahan dan keputusasaan. Dalam hatinya, ia selalu merasa bersalah karena belum bisa memberikan keturunan untuk Zaki. Setiap hari ia merasakan beban itu semakin berat, terutama saat ia melihat Zaki yang berusaha menyembunyikan kekecewaannya. Di dalam rumah, Bu Ratih sedang berbincang dengan Zaki. Suaranya terdengar lembut, namun nadanya menunjukkan keprihatinan yang mendalam. "Zaki, kamu tahu, aku selalu mendukungmu. Tapi tidak bisakah kau melihat bahwa Fatihah belum bisa memberikanmu keturunan? Padahal kita sudah sangat menantikannya." Zaki terdiam sejenak, mencoba menenangkan ibunya. "Bu, Fatihah sudah berusaha. Mungkin belum saatnya kita diberi keturunan. Kita harus bersabar." Namun Bu Ratih tidak puas dengan jawaban itu. "Sabar, sabar. Sampai kapan, Zaki? Lihatlah Hasna, dia s

  • KARMA SANG MANTAN ISTRI    42

    "Tidak. Itu tidak akan terjadi. Hubunganku dengan Zaki hanya sebatas Rania. Tidak lebih. Dan aku harap kamu percaya hal itu, mas," ujar Hasna Robertio tersenyum. "Siapa pula yang tidak percaya dengan wanita sebaik kamu. Mungkin aku juga harus berterimakasih kepada Zaki," ujar Robertio Hasna menyipitkan mata. "Berterima kasih? Untuk apa?" "Untuk sifatnya. Karena kalau tidak dia bersikap seperti itu, kamu tidak akan menjadi milikku. Terkadang orang yang tulus itu didapat dari seseorang yang tidak menghargai pasangannya. Bukan begitu?" goda Robertio. Hasna hanya tersenyum dan mencubit pelan pinggang suaminya. Malam itu, bintang-bintang tampak lebih terang dari biasanya, seolah mengawasi langkah-langkah kecil Zaki yang penuh beban. Setelah kejadian yang mengguncang, Zaki merasakan kedamaian yang aneh, tetapi di balik kedamaian itu, ada ketegangan yang tidak bisa diabaikan. Perasaan Fatihah yang terluka menjadi bayangan yang terus mengganggunya. Di rumah, Fatihah duduk termenung, me

  • KARMA SANG MANTAN ISTRI    41

    Malam itu, meski ketegangan sedikit mereda, Robertio dan Hasna masih merasakan beratnya beban di pundak mereka. Ardan sudah ditangkap, tetapi permintaan orang tuanya untuk membebaskannya menambah tekanan yang baru. Sementara itu, di tempat lain, Zaki dan ibunya berusaha memulai hidup baru setelah berbagai cobaan yang mereka lalui. Pagi itu, Zaki dan ibunya, Bu Ratih, datang ke rumah Hasna dan Robertio. Dengan wajah yang penuh rasa syukur, mereka disambut oleh Hasna yang masih terkejut melihat mereka. "Bu Ratih, Zaki, ada apa kalian ke sini pagi-pagi?" tanya Hasna dengan ramah. Bu Ratih menatap Hasna dengan mata berkaca-kaca. "Hasna, kami datang untuk mengucapkan terima kasih. Kami tidak tahu bagaimana harus membalas semua kebaikanmu dan Robertio. Tanpa bantuan kalian, aku tidak tahu apa yang akan terjadi pada Zaki." Hasna tersenyum lembut. "Kami hanya melakukan apa yang kami bisa, Bu Ratih. Yang penting sekarang kalian aman." Zaki maju, menatap Hasna dengan penuh hormat. "Hasna,

DMCA.com Protection Status