Tanti sibuk dengan ponselnya di bangku belakang sedangkan Dirga beserta dengan Dirandra duduk di depan. Dengan Dirga yang mengemudikan mobil, Dirga tampak tertekan karena sedari tadi Dirandra menyuruhnya untuk mengebut dan selalu mengumpat jika mendapati kendaraan lain menyalip mobil mereka.
TantiE:Ipar syanti
Sementara Dirandra dengan menggendong bayi tersebut, ia masuk dengan terburu-dudu duluan ke rumah dengan meninggalkan mereka berdua.Mereka tidak menyadari jika ada satu mobil yang sedari tadi terparkir tak jauh dari kediaman keluarga Ekadanta. Pengemudinya mengintai aktifitas penghuni rumah.
“Pokoknya kamu nggak bisa tinggalin aku! Hanya Yolanda yang boleh mencampakkan laki-laki bukan sebaliknya. Kau dengar Nino! Brengsek kamu, laki-laki tidak tahu diri!” seru Yolanda sembari memukuli dada Nino membabi buta. Raut wajah Yolanda sudah memerah, marah. Yolanda jelas tidak akan membiarkan Nino mencampakkannya. Ia sudah memastikan bahwa anaknya dirawat oleh Dirandra. Jadi ia akan segera menggugat cerai Dirandra dan hidup bersama Nino itu rencananya. Biar saja Dirandra merasakan mengurusi anak cacat darinya itu akibatnya dulu Dirandra lebih memilih mengurusi wanita lain dan bukan dirinya.
Beberapa orang petugas kepolisian mendatangi kediaman keluarga Ekadanta untuk mengabarkan bahwa Yolanda telah meninggal dalam kecelakaan. Dirandra beserta petugas polisi segera menuju Rumah Sakit dan mengurus mayat Yolanda. Sebelumnya ia telah menghubungi orang tua Yolanda. Mereka meminta agar Yolanda dikebumikan di samping pusara adiknya Dimas. Orangtua Yolanda tampak sangat terpukul. Pasalnya dua dari keenam anaknya meninggal dalam kecelakaan, sedangkan untuk bayi yang telah dilahirkan oleh Yolanda mereka menyerahkan kepada Dirandra.
“Astaga. Jika mereka tahu apa yang Diran lakukan pada Kamini, gimana ya Yah?” tanya Dirandra. Tampak kekhawatiran menghiasi nada suaranya. Ia tahu betul siapa keluarga Berto itu, Terutama seorang Edgar Berto karena Edgar dahulu adalah kakak tingkatnya di kampus itu. Pantas saja Alex Wijaya tidak mau berterus terang padanya waktu bertemu tempo dulu, keluarga mantan istrinya bukan sembarang orang rupanya dan jika sampai ini dirinya masih utuh itu juga pasti ada andil dari istrinya. Tidak mungkin Edgar membiarkan anggota keluarganya tersakiti dan dirinya diam tanpa bereaksi.
Terdengar isak tangis dari ujung lain telepon. “Mas kenapa bisa begitu Tan?”“Aku nggak tahu Teh. Aku takut, Mas udah beda banget. Nggak mau kerja, nggak mau tengok anak dan cuma ngurung diri di kamar terus.”“Apa mungkin dia depresi?”
Mbak Titin asisten rumah tangga Kamini dengan berlari kecil menjumpai Janu.“Sini cium Mbak Titin dulu baru cus.” Mbak Titin meraih kedua sisi wajah Janu dan menciuminya gemas. Kamini dan Janu terkekeh.“Udah, nanti gantengnya Janu habis,” protes Janu. Seraya menjauhkan ke
Tanti seketika melotot dan tersedak.“Uhuk, uhuk. Aduh Bunda bikin kaget!” seru Tanti.Tania kaget dan menepuk-nepuk punggung anaknya dan mengulurkan gelas es teh kepada Tanti. Tanti menerima gelas es tersebut dan menegaknya banyak-banyak. Tanti beranjak dari duduknya kemudian menatap
Tahun ajaran baru di mulai. Dengan kepindahan Dirandra ke Bandung tidak serta merta membuat orang tua dan adiknya tinggal di Garut, semua mengikutinya. Dirandra meminta Tanti untuk mulai magang di kantor cabangnya yang baru. Dirandra beralasan Tanti harus belajar sebelum benar-benar terjun memulai usahanya sendiri, sedangkan kedua orangtuanya tentu saja tidak bisa berjauhan dengan anak-anaknya.Kenzo dan Asoka tampak sudah rapi dan siap memulai kegiatan belajar mengajar. Mereka sudah menunggu sang ayah dengan duduk di teras depan
Asoka merogoh kantong celananya dan memeriksa pesan dari Kenzo. Abang Kenzo: “Dek, Abang nggak bisa jemput karena ban motor pecah nih. Untung ketahuan tadi pas Abang beli nasi padang. Kamu dijemput Janu saja ya?”Asoka: “Nggak usah Bang, Asoka naik ojek saja. Abang Janu masih ada pertandingan basket katanya.”
Dua minggu berselang, Kenzo yang sudah semakin membaik kembali ke rumah. Kamini bersama dengan Janu juga sudah kembali ke sana. Kedua anak itu tampak sangat bersemangat, Kenzo di tepi kolam renang dengan gembira memainkan legonya seraya melihat Janu saudaranya sedang bermain air bersama dengan kedua sepupunya yang lain di dalam kolam renang.Kamini menyaksikan keasikan ketiga putranya dari pintu kaca penghubung dapur bersih dan halaman samping terse
Kamini menghela nafasnya. “Semoga setelah melihat ini, Abang bisa berubah pikiran dan merestui Ami. Ami sayang kalian berdua, jadi tolong jangan suruh Ami memilih,” ujar Kamini lagi dengan tatapan memohon kepada Edgar.Kamini menyimpan laptop persis di depan Edgar ia memilih salah satu file dan kemudian membukanya di hadapan Edgar.
“Akhirnya kamu menikah Nak,” ucap Delphina begitu berada di sebelah Kamini seraya menangkup wajah putrinya.Begitu banyak wejangan yang diberikan oleh sanak saudara yang hadir. Minus kehadiran Edgar, Kamini sedih karena saudara sulungnya tidak hadir tetapi dilain pihak jika abangnya itu ada disini ia tidak akan menikah dengan Dirandra. Ia takut membayangkan apa yang akan terjadi jika nanti abangnya itu tahu.
“Maksud kedatangan saya kemari untuk meminta restu melamar Kamini kembali. Saya cinta Kamini Pak, Bu,” ujar Dirandra.“Setelah lima tahun, kamu baru sekarang menginjakkan kaki di sini? Emang berapa jauh sih dari Garut ke Bandung?”
“Kok, mukanya sama kayak Abang, yah? Beda sama Asoka?” tanya Kenzo seraya meneliti wajah Janu.
Dirandra keluar dari kamar mandi bersamaan dengan perawat yang sudah kembali ke depan. Dirandra mengamati Kamini yang sudah duduk menyandar di kepala ranjang.
Dirandra merapatkan dekapannya tangannya sudah berpindah menahan tengkuk Kamini dan menekan tulang punggung Kamini menguncinya rapat menempel padanya. Dirandra menundukkan wajahnya dan tanpa bis ditahan lagi keduanya saling melekatkan bibir dan melumat, bertukar saliva yang hambar tapi terasa manis untuk keduanya. Lidah dirandra menyerbu masuk ke dalam rongga mulut Kamini, mengabsen setiap gigi geligi.
Kamini bernafas lega saat Dirandra mengangguk. Janu juga sudah mulai rewel minta tidur. Kamini menyuruhnya untuk membersihkan diri. Untuk anak berusia lima tahun ia sudah cukup mandiri. Asmah datang membawakan baju ganti untuk mereka semua. Tadi, sebelum ke Rumah Sakit. Asmah juga sudah mampir ke rumah Dirandra untuk membawakan baju ganti untuk Burhan, Dirandra dan juga Tanti.