Bab 27B"Hubungan Andra dengan Cindy sudah serius kayaknya Nay. Mereka berdua bertemu orang tua Cindy beberapa hari yang lalu."Jantung Nay berdetak kembali, setelah beberapa saat yang lalu debarannya mulai normal. Ia tak menyangka laki-laki di sampingnya akan mengungkit nama seseorang yang sudah memporak-porandakan hatinya. Entah sebab apa, hatinya berdenyut nyeri kembali jika teringat tentang Andra. Namun sebisa mungkin Nay membuang-buang jauh rasa sakit itu. Ia ingat tujuan ke Yogya untuk refreshing dari masalah yang sedang menimpanya."Hmm, kenapa Pak Aryo ngomongin itu. Mau membuat saya sedih lagi?" Aryo merasa bersalah tiba-tiba melihat Nay berubah ketus. Kenyataannya Nay sudah memanggilnya lagi dengan Pak seperti memberikan jarak kembali."Maaf, Nay. Saya hanya ingin memastikan perasaanmu saja." Aryo mulai hati-hati melontarkan kata, supaya tidak menyakiti hati Nayla. Nayla hanya bisa menarik napas panjang dan menghembuskan pelan sambil menatap luar jendela kembali. Aryo jelas
Bab 28A"Nay, Nay bangun, sudah sampai ini.""Mas Aryo bangunin pakai air nih, nggak asyik, muka saya basah tau." Nay sudah menggerutu."Iya iya maaf. Yuk turun!""Astaga Nay! Ngapain lama-lama di mobil. Hai, belum halal tau."Nay seperti tak asing dengan suara orang itu. Ternyata Riyan sudah ada di rumah Mika."Ngapain kamu di sini, Yan?" tanya Nay penuh selidik."Emang nggak boleh, ya?" sahut Riyan sambil menyengir kuda. Seringain muncul di wajah Riyan yang ingin menggoda Nay karena jalan berdua dengan dosennya."Takut ketahuan ya, beduaan sama...." Riyan memajukan dagunya mengarah pada Aryo yang menyunggingkan senyuman."Penasaran aja ke sini nggak bilang-bilang.""Emang situ juga bilang-bilang ya, dicari-cari tahu sama Pak Dosen. Kayak orang bingung nyari-nyari. Eh, tahunya disini jalan berdua, hufh." Riyan berpura-pura kesal.Nay lantas menoleh ke samping seraya mengernyitkan dahi. Namun yang ditoleh justru tak acuh melepas sabuk pengaman lalu keluar dari mobil."Yang benar saja,
Bab 28B"Pak Aryo terlihat dewasa, pasti tidak main-main dengan ucapannya. Beliau benar-benar mengajakku menikah. Semoga aku siap mengimbangi pemikirannya," batin Nayla."Bulan depan insyaalloh melamar ke rumah Nay, ya," jawab Aryo mantab." Cie, buru-buru amat nih. Takut direbut orang ya?" Fatih mulai melancarkan godaannya lagi."Iyalah, ngapain juga lama-lama ya Nay?" Nayla mencoba mengurangi rasa canggung dihadapan mereka."Pak Aryo yang buru-buru, saya sih enggak. Maunya kuliah lulus dulu trus cari kerja," ungkap Nay mengelak."Nay, sepihak dong dengan saya," seru Aryo tak terima. Gelak tawa pun mewarnai obrolan mereka kembali. Sampai akhirnya Bu Tina dan Pak Hasto menghentikannya untuk makan sore. Nayla ingin berpamitan pulang ke Solo sebelum balik ke Bandung. Alhasil Bu Rina menyuruhnya makan terlebih dahulu sebelum diantar Fatih ke stasiun. Aryo sempag menolak, karena setelah ini mereka mampir ke resepsi Alfian dan Sarah dulu. Namun Fatih tetap memaksa keduanya makan dulu, bisa
Bab 28C"Saya Aryo. Rumah Bapak di mana? Biar nanti saya antar pulang.""Tidak perlu, Nak. Saya hanya butuh istirahat sebentar saja. Saya masih kuat," tolaknya. Aryo hanya mengedikkan bahu mencari cara membujuknya."Bapak.""Panggil saja Pak Rusdi.""Oh ya Pak Rusdi kerja di sini?""Iya.""Maaf, kalau boleh tahu kerja apa?" Aryo sebenarnya hanya berbasa-basi tanya. Kalau dilihat dari pakaian yang dikenakan Pak Rusdi pastinya bukan staf kantor KAI."Serabutan, Nak. Kadang bersih-bersih, juga bantu angkat-angkat barang penumpang.""Porter?" sahut Aryo penuh empati. Seusia Pak Rusdi masih giat bekerja penuh tenaga fisik adalah hal luar biasa baginya. Apalagi beliau kerja kasar, beda jauh dengan papanya yang duduk-duduk di kantor memutar otak."Ya, begitulah.""Punya putra?""Anak saya kuliah. Istri saya seorang penjahit baju borongan."Entah kenapa hati Aryo mengembang mengetahui seorang Bapak bekerja keras seperti itu bisa menguliahkan anaknya."Kuliah di mana, Pak?""Di Bandung.""Oya?
Bab 29A"Nayla, ini benar-benar kamu Nay?" Pak Rusdi tercengang melihat penampilan Nay yang memakai hijab. Ia segera memeluk putrinya dan mengucap syukur tak henti-hentinya."Bapak nih, lupa sama anak sendiri," gerutu Nay dengan nada candanya. Pak Rusdi hanya menggelengkan kepala. Sedetik kemudian pandangannya beralih pada laki-laki yang berdiri di belakang putrinya ternyata laki-laki yang sama dengan penolongnya tadi."Nak Aryo?!" seru Pak Rusdi dengan raut heran."Ya, Pak.""Ini Pak Aryo teman Nay, Pak.""Pak Aryo?" Kening Pak Rusdi berkerut semakin dalam. Aryo yang tanggap langsung memberi kode pada Nayla."Maksud Nay, Mas Aryo, Pak. Teman Nay di kampus." Nayla menggaruk kepalanya yang tertutup pasmina. Ia segera mengajak bapaknya pulang supaya tidak bertanya lebih jauh.Lima belas menit akhirnya Nay sampai di rumahnya karena Aryo memesankan taksi untuk mereka bertiga pulang ke rumah. Nay memaksa bapaknya ikut pulang supaya menemani Aryo ngobrol."Silakan diminum Nak Aryo! Saya Ran
Bab 29B"Jadi Nak Aryo teman kamu dan Mika di kampus?" lanjut Pak Rusdi."Bukan teman, malahan Mas Aryo dosen Nay di kampus.""Apa?!""Maaf ya, Nak Aryo harus menunggu lama." Pak Rusdi dan bu Ranti sudah berhenti mengobrol di belakang setelah Nay memberi kode terlalu lama meninggalkan Aryo sendirian."Tidak apa-apa, Pak, Bu.""Nak Aryo bukan teman Nayla di kampus?" Aryo tersentak dengan pertanyaan tak terduga Pak Rusdi, terlebih wajah serius tercetak di sana. Niat hati tidak ingin menunjukkan identitas di depan keluarga Nayla sebelum waktunya. Namun justru Pak Rusdi sedang menanyainya saat ini."Maaf, Pak," ucap Aryo Lirih. Ada kekhawatiran jika Pak Rusdi marah mengetahui dirinya menutupi identitas."Benar, saya dosen Nayla di kampus, Pak, Bu." Melihat ekspresi tak terbaca di wajah orang tua Nayla, Aryo menelan salivanya. Ia menarik napas panjang untuk memberikan penjelasan."Saya minta maaf sebelumnya, Pak, Bu. Saya serius ingin menjadikan Nayla sebagai pendamping hidup saya." Nayla
Bab 30"Siapa, ya?" " Cuci muka dulu, ada mbeleknya?""Siapa tamunya?""Hmm, itu lihat aja sendiri. Laki-laki seumuran kita kayaknya."Nayla merasa tidak punya janji. Ia penasaran lalu masuk ke kamar mengambil pasmina dan memakainya dengan cepat."Assalamu'alaikum." Terdengar salam yang membuat Nay merasa gugup, lalu ia menjawab dengan sedikit terbata. Ternyata ada Andra yang datang ke kosnya tanpa memberitahu terlebih dahulu. Sontak Nay segera mengusap wajah yang masih tecetak bekas bantal. Sedikit penyesalan dirasa, Nay tidak sempat membasuh mukanya."Nay ke mana aja? Aku khawatir sampai mencarimu kemana-mana. HP mu kenapa tidak bisa dihubungi, pesanku juga nggak dibalas. Kamu sehat-sehat aja, kan?" Begitu banyak rentetan pertanyaan yang diutarakan Andra ke Nayla menunjukkan kekawatiran. Nay mendaratkan badannya di kursi karena lelahnya perjalanan belum sepenuhnya hilang. Entah kenapa teman sebelah kamar datang membawakan minuman hangat dan cemilan. Meskipun Cici sedang pulang kam
Bab 30BTak lama kemudian Andra muncul menenteng bungkusan berisi bubur ayam. Menunggu beberapa menit, akhirnya Nay sudah berubah penampilan membuat Andra terkesima. Mereka makan bersama di ruang tamu. Andra tak sesekali melirik ke arah Nayla."Sejak kapan berhijab?" Andra bertanya dengan menyunggingkan senyum."Belum ada sebulan," jawab Nay dengan nada biasa, walau dalam hati terasa jumpalitan. Benaknya masih terusik dengan layar ponsel My Love berganti Cindy."Cantik." Ucapan singkat yang membuat hati Nay mengembang sekaligus berkecamuk."Makasih.""Jilbabnya yang cantik.""Ckk, sudah kuduga." Nay sudah mendengkus kesal."Jangan marah. Teruskan niat baikmu, Nay. Aku mendukungmu, cantik luar dalam." Sudut bibir Andra terangkat ke kanan dan kiri membuat jantung Nay berdebar kencang. Menghela napas dalam, Nay tidak ingin terlihat gugup di depan Andra."Gimana kabar Mbak Cindy, Mas? Nayla memberanikan diri me
Bab 63C "Terima kasih, Sayang. Sudah bersedia mendampingiku, menjadi ibu dari anak-anakku." Aryo mengecup puncak kepala Nay yang tertutup pasmina hingga membuat hati Nayla mengembang. "Terima kasih juga, Mas." Lima bulan kemudian. Nay mengenakan baju toga untuk menghadiri wisuda sarajananya. Perutnya sudah terlihat membuncit karena HPL tinggal beberapa haru lagi. Suami dan keluarganya mendampingi acara wisudanya. Pun teman-temannya bersiap dengan buket bunga ditangan mereka. "Selamat dan sukses atas wisudanya, Nay," ucap ketiga sahabatnya. Menyusul juga ucapan selamat dari orang tua dan keluarga Aryo. "Selamat ya, Sayang. Maafkan mama! Kamu memang pantas menjadi pendamping Aryo. Jaga putraku ya, Sayang. Sebagai orang tuanya, mama memang kurang memberinya kasih sayang." "Tidak, Ma. Mama selalu menyayangi Mas Aryo meski jauh di negeri orang. Nay dan Mas Aryo selalu merindukan mama dan papa." Nay mencium pipi mertuanya lalu teringat ibunya. Wanita yang sudah mengandung dan melah
Bab 63B"Mereka kan mau menghadiri acara ini, Mas.""Apa?! Sebenarnya ini acara apa sih, Nay?" Aryo bergantian menatap Nay juga keluarganya yang tak ada angin tak ada hujan muncul di rumah istrinya."Hai, Aryo! Oma mau nengok calon buyut tahu, nggak? Kamu tuh malah bengong."Aryo kembali terkesiap. Merasa di prank, Aryo mendekati keluarganya. "Mama, papa, kapan pulangnya? Tante juga katanya nganter oma ke luar kota.""Kamu tuh, Yo. Sama istri mbok ya dijagain yang baik. Untung calon bayinya nggak kenapa-napa. Bisa-bisa kamu tak jewer sini.""Ampun, Oma." "Iya, ini tante sama orang tuamu nganter oma ke luar kota buat mengisi tausiyah, Yo," pungkas tante Maya. Aryo masih terbengong.Semua yang hadir melihat tingkah keluarga Aryo akhirnya tertawa, ada juga yang menahan senyum, seperti Nayla yang saling pandang dengan Andra. Semua itu skenario Andra untuk mengerjai Aryo. Andra tidak mau Nay disakiti oleh suaminya. Saat di Daejeon, dokter mengatakan Nay hampir keguguran karena tindakan
Bab 63A"Nay, ini tanda kasihku untukmu." Nay tertegun melihat apa yang dibawa suaminya.Aryo membuka kotak kecil berlapis beludru. Ia mengeluarkan benda yang terpasang cantik di tempatnya. Sebuah kalung pertanda kasih sayangnya untuk sang istri tercinta. Ada liontin bunga matahari di kalung itu. Aryo berharap mentari akan selalu bersinar menerangi langkah mereka mengarungi biduk rumah tangga.Bukan tidak mungkin akan datang kerikil yang menghadang. Sebisa mungkin mereka saling menggenggam tangan untuk melalui jalan yang harus ditempuh. Apa yang menjadi tujuannya menggapai keluarga yang samawa (sakinah, mawaddah, warahmah).Aryo memakaikan kalung dengan liontin matahari ke leher Nayla. Pasmina Nay angkat hingga kalung itu terpasang sempurna di lehernya. Aryo mengecup kepala Nay dari belakang. Rasa yang membuncah mengisi rongga dada keduanya. Senyum manis pun terukir di wajah masing-masing, hingga sepasang lengan kekar Aryo melingkar di perut Nayla. Tatapan hangat di wajah Aryo terli
Bab 62B"Sudah saya bilang Pak Aryo jangan menyakitinya. Dua kali Bapak sakiti Nay, maka...""No, big No, Ndra. Saya harus bicara sama Nayla. Pokoknya kamu nggak boleh melamar sebelum hubungan kami jelas, oke!" Andra hanya mengedikkan bahu, dalam hati tertawa penuh kemenangan.Aryo meninggalkan Andra membereskan tempat yang akan dipakai untuk acara. Entah acara apa sebenarnya Aryo tidaklah tahu. Ia mendekati Pak Rusdi, meminta maaf atas kesalahannya karena membuat Nay sakit hati.Aryo juga bercerita tentang kesalah pahamannya dengan Nay yang melihat dirinya bersama Tika. Waktu itu Tika ingin berpamitan yang terakhir karena mau tinggal di luar negeri. Pak Rusdi yang sudah tahu duduk perkaranya langsung menyilakan Aryo masuk dan duduk di ruang tamu. Bu Ranti terkejut melihat kedatangan tiba-tiba menantunya. Gegas wanita paruh baya itu membuatkan minuman dan menyuguhkan cemilan."Nay baru selesai mandi, Nak. Tunggulah sebentar. Tolong sabar ya Nak Aryo, menghadapi Nay yang anak tunggal
Bab 62AAryo berjalan tergopoh menuju rumah Nay. Mendengar obrolan tetangga Nay tentang acara syukuran membuat hatinya berkecamuk. Menyesakkan."Apa maunya Nayla? Apa dia benar-benar menginginkan perpisahan?" Aryo mendengkus kesal seraya kakinya menendang kerikil di jalan.Sementara itu,di kamar, Nayla merapikan penampilannya di depan cermin. Ingatannya terlempar saat tidur siang di kos Cika. Bisa-bisanya ia mimpi buruk."Nay, maaf. Aku tidak tega membuat Tika sedih," ungkap Aryo membuat Nay mencelos."Lalu?" Tatapan nyalang Nay tujukan pada suaminya. Napasnya memburu menanti perkataan selanjutnya dari sang suami."Ada yang ingin aku katakan padamu. Mama memintaku menikahinya. Tika bersedia menjadi istri kedua.""Untung hanya mimpi. Kalau beneran, aku nggak yakin bisa menerima kabar itu."Nay menghela napas panjang, seulas senyum tersungging di bibir bergincu pinknya. Kedua tangan mengusap perutnya lembut. Sebuah ketukan pintu megusik kegiatan asyiknya di depan cermin."Masuk!" Nay me
BAB 61B"Astaghfirullah. Aryo kenapa?""Aryo bersalah, Oma. Aryo sudah menyakiti hati Nayla. Dia pergi karena Aryo yang nggak sabaran. Saat di Daejeon Aryo menyakitinya fisik juga batin. Lagi-lagi pulangnya pun Aryo menambah lukanya kembali menganga."Oma dan Tante Maya tertegun melihat pengakuan Aryo. Keduanya menasehati Aryo supaya lebih sabar menghadapi masalah. Yang telah berlalu biarlah berlalu, jangan terulang lagi kesalahan yang sama. Manusia tidak ada yang sempurna. Memilih pasangan bukan untuk mencari yang sempurna tetapi yang bisa saling melengkapi hingga mendekati sempurna, karena kesempurnaan hanya milik Rabbnya."Makasih, Oma, tante. Aryo mau bernagkat dulu ke Solo.""Apapun yang terjadi jadikan ini belajaran berharga untukmu dan Nayla, Yo. Oma tidak berharap kalian berpisah. Tetapi kalau mengharuskan kalian berpisah, kamu harus mengikhlaskannya.""Oma, Aryo tidak akan membiarkan Nay pergi. Oma dan tante doakan hubungan kami membaik!" pinta Aryo dengan penuh permohonan."
Bab 61ASehari tinggal di kos Cika, Nay akhirnya pulang ke Solo. Ia bertemu bapak ibunya, melepas rindu yang bersemayam di dada. Tangis haru nan bahagia mengiringi pertemuan keluarga sederhana itu."Kamu kurusan, Nay. Makan yang banyak, Nak!" Nay meraup wajahnya kasar. Sejatinya bukan hanya rindu yang ingin tersampaikan. Lebih tepatnya, Nay ingin mendapatkan pelukan. Support yang menguatkan hatinya karena masalah rumah tangga sedang menghampiri."Yang penting sehat kan, bu. Nanti Nay makan yang banyak soalnya kangen masakan ibu. Di sana makannya aneh-aneh," terang Nay dengan kelakarnya membuat orang tuanya tergelak.Pak Rusdi dan Bu Ranti tidak menyadari putrinya sedang dilanda masalah. Nay memang pandai menyembunyikan kesedihannya. Ia sibuk membantu ibunya membereskan jahitan seperti biasa."Pak, Bu. Ini ada sedikit rejeki, Nay ingin mengadakan syukuran kecil-kecilan karena sudah diberi kesehatan saat belajar di negeri orang. Juga Nay selamat sampai pulang ke rumah.""Tapi suamimu a
Bab 60B"Sebenarna ada apa sih, Nay? Pasti kamu dan suamimu lagi berantem, ya?"Nay tidak menjawab justru tergugu seraya memeluk guling di atas kasur Cika. Sahabatnya segera mengambilkan segelas air untuk diminum supaya Nay lebih tenang.Setelah Nay terlihat tenang, Cika mulai menanyakan dengan hati-hati. Ia tidak mau Nay menangis lagi."Kalau sudah bisa cerita, aku siap ndengerin, Nay," ujar Cika."Aku tadi sudah sampai rumah. Tapi..." Nay menjeda kalimatnya seolah ada duri yang menancap di tenggorokan. Ia susah payah mengatakannya. Menarik napas panjang, Nay merasakan tepukan halus di punggungnya"Ada Mbak Tika di sana." "Hah, Bu Tika? Dosen fakultas yang baru?" Cika memasang raut keheranan kenaoa Tika bisa pagi-pagi di rumah Aryo."Kamu ingat, kan? Mbak Tika itu wanita yang dijodohkan sama Pak Aryo."Cika mendengarkan dengan sabar cerita Nayla."Tapi kamu jangan berpikiran buruk dulu, Nay. Tenanglah, kamu harus berpikir dengan kepala dingin biar nggak runyam masalahnya."Nay menga
Bab 60A EgoisNayla masih tergugu di dalam taksi yang membawanya memutari kota Bandung. Sedari tadi sopir menanyakan kemana tujuan, tetapi Nayla tidak menjawab. Sekutar satu jam, Nay baru sadar saat perutnya berdendang. Ia teringat telah melewatkan sarapan."Astagfirullah, sampai mana ini, Pak?!" pekiknya seraya menoleh ke kanan dan ke kiri. Sopir segera menepi dan menghentikan laju taksinya."Kita sudah memutari kota Bandung. Mbak mau ke mana lagi?" jawabnya seakan ingin protes tapi penumpang adalah raja. Sopir hanya memberikan pelayanan terbaiknya."Maaf, Pak. Tunggu sebentar, saya telpon teman dulu," pinta Nay. Ia mencari nomer kontak Cika."Halo, Ci. Kamu di kos atau kampus? Aku udah di Bandung.""Nay, kapan pulang?!" Nay menjauhkan ponselnya karena suara teriakan Cika dari seberang mengusi telinganya."Aku di kampus. Bentar lagi balik kos. Hanya ada kuliah pagi saja. Mika sama Ryan baru ke ruang dosen, nih. Kita ketemuan di kosku aja ya!""Ya, Ci. Tapi tolong kalau ketemu Pak Ary