Romeo bangun tidur, ia mendengar suara dari arah dapur. Segera ia beranjak lalu berjalan keluar kamar. Serena sedang menyiapkan sarapan, tapi tidak untuknya, hanya untuk Serena sendiri.Memilih kembali masuk ke dalam kamar, Romeo merebahkan diri di atas ranjang. Ia menunggu Serena pergi bekerja lebih dulu. Toh, Romeo juga tidak ada kegiatan apapun. Kuliah berantakan, bekerja juga berhenti.Serena sudah siap berangkat, ia segera menyambar kunci mobil tak lupa tumbler berisi kopi miliknya.Mendengar suara pintu kembali terkunci otomatis, Romeo keluar kamar. Meja makan juga dapur sudah rapi dan bersih. Gilirannya membuat sarapan sendiri. Di kulkas hanya ada sereal dan susu, bahan makanan lain tidak ada.Mau tak mau Romeo makan. Ia tidak diberikan uang saku dari papanya yang juga mengancam jika minta uang ke mama Lita akan tau akibatnya.Di kantor, Serena bicara empat mata dengan bosnya. CEO wanita itu terkejut dengan kejujuran Serena. Ia juga marah tapi bingung mau memberikan peringatan
"AAAA!!!” teriak Serena dengan napas terengah. Ia duduk di atas ranjang, lalu memeriksa tubuhnya. Pakaian masih lengkap, juga tak ada Romeo di kamar itu. Ketukan pintu membuat Serena kaget, ia berjalan cepat lantas membuka pintu.Romeo berdiri dengan wajah heran. “Kenapa lo!” tegurnya tengil. “Teriak kenceng banget kayak abis diperkosa!” lanjutnya. Serena mendorong mundur Romeo.“Mimpi buruk. Burukkkk banget!” Ia meraih gelas dari rak lalu menuangkan air putih dari dispenser. Ia tenggak air hingga tanda di gelas kemudian meletakkan di bak cuci lalu kembali berjalan ke arah kamar.“Mimpi buruk? Mimpi basah kali, lo! Keringetan gitu. AC kamar emang mati? Perasaan enggak!” ketus Romeo lagi.Serena berdecak kesal, ia berhenti berjalan saat melihat Romeo berpakaian rapi. Dengan melirik sinis, gantian Serena bersedekap saat bicara dengan Romeo. “Mau kemana, lo!” Serena melirik jam dinding juga, masih jam enam pagi.“Kerja. Emang lo doang yang udah dapet kerjaan baru. Gue juga, lah!” Romeo m
“Akhirnya pulang juga,” tukas Serena seraya menghempaskan tubuh di sofa ruang TV. Ia bersandar santai.Romeo hanya tersenyum tipis, ia merapikan buah-buahan ke dalam kulkas. Serena memejamkan mata, ia terkejut saat Romeo ikut duduk disampingnya.“Mau apa, lo?!” Serena menggeser tubuhnya menjauh dari Romeo.“Mau elo,” bisik Romeo mencondongkan tubuhnya ke arah Serena yang mendorong wajah Romeo dengan telapak tangan.“Ngarep!” Serena semakin menjauh posisi duduknya. Romeo hanya tertawa puas melihat Serena panik saat ia dekati.Keduanya kembali terdiam, menatap layar TV. Akan tetapi hal itu tidak lama karena Serena kembali tampak uring-uringan.“Meo,” panggilnya pelan.“Apa?” Romeo duduk memangku bantal sofa.“Permintaan nyokap gue gimana itu? Lo udah pikirin solusinya? Kita nggak mungkin buat … buat ….”“Gue tau, kok. Kita masih terus sandiwara. Yaudah lah, Ser, tinggal kasih alasan terus aja. Apa susahnya. Bilang aja emang belum di kasih atau belum rejeki. Selesai.” Romeo sesantai itu,
Jodoh satu RT by Rianievy_______________"A good time with a good team!" sorak Moza saat ia meresmikan tim keseluruhan yang akan membantu melaksanakan jalannya acara pagelaran busa dua pekan mendatang.Pesta perayaan kecil-kecilan diadakan di kantornya. Serena sudah menyiapkan makanan juga minuman dari jasa catering ternama.Namun, Serena merasa lemas. Sejak pagi ia belum mendapatkan asupan kafein. Jam tangan yang melingkar dipergelangannya menunjukkan angka delapan malam. Seharian sibuk membuatnya lupa minum kopi."Moza, aku ke minimarket depan ya, aku butuh kopi panas," bisik Serena. Moza mengangguk, ia tersenyum lantas mengajak suaminya yang juga hadir di sana menikmati acara.Serena memijat leher belakangnya, ia lelah. Berjalan pelan menyeberang menuju minimarket, seketika membuatnya mengalihkan pandangan sejenak guna memindai sekitar.Jumat malam, Jakarta, seperti hadiah kecil bagi para pekerja untuk menyambut akhir pekan.Hampir semua kafe, bistro, restoran, dipenuhi karyawan
Jodoh satu RT by Rianievy___________Serena melihat tangan Romeo memeluk pinggangnya. Perlahan Serena menyingkirkan karena ia mau ke kamar mandi. Sabtu pagi ia berencana fokus melanjutkan pekerjaannya dari rumah terkait acara pagelaran busana beberapa waktu lagi.Romeo kembali menarik pinggang Serena, menyembunyikan wajah dipunggung istrinya juga."Meo! Gue mau ke kamar mandi. Lagian ngapain pake peluk-peluk, sih!" pukul Serena kesal ke lengan suaminya.Hanya gumaman yang keluar dari suara Romeo. Serena tetap memaksa. "Jangan cari kesempatan, ya! Lepas!" Serena menyingkirkan tangan Romeo lagi."Serena, Romeo ...!" Suara mama Lita terdengar memanggil. Serena melompat dari ranjang, sedangkan Romeo terpaksa membuka matanya cepat."Meo, bangun, buruan. Itu Mama manggil," cicit Serena langsung menuju ke meja rias tapi mendadak bingung. Ia mau mama Lita tak curiga jika anak mantunya tidak bermesraan malam-malam.Dengan kesal ia ke kamar mandi. Setelah seleai buang air kecil dan sikat gigi
Hai, selamat membaca ya!Romeo malu sendiri setelah ketahuan jika ia punya kotak rahasia yang akhirnya Serena tau. Bukan Romeo kalau tidak bisa menyembunyikan rasa malunya dengan tingkah jail yang bikin Serena masih suka kesal juga emosi sampai marah-marah. "Meo bangun! Lo kerja jam berapa!" teriak Serena saat jam enam pagi Romeo masih bergelung selimut. Sudah lima hari mereka tidur satu kamar, tidak kebablasan padahal Romeo ingin sekali menerkam istrinya tapi ia hempaskan pikiran itu. "Hmmm!" jawab Romeo dengan malas. "HP lo bunyi tuh, Veronica telepon!" teriak Serena lagi yang sedang mencatok rambut panjangnya sambil duduk di depan meja rias. Dengan cepat Romeo menyibak selimut, lalu lompat menyambar ponsel di atas meja rias Serena. "Giliran Veronica lo langsung bangun! Masih kebayang-bayang toh, gimana rasanya di--""Gue takut dia hamil. Puas lo, Tan!" Lagi-lagi Romeo jika isengnya kumat memanggil Serena, Tante. "Emang bakal hamil? Yakin tuh, kalau pun hamil itu anak lo? Hati-
Pagi-pagi sekali Serena terkejut saat melihat kulkas kosong, ia mengusap keningnya. Masih dengan penampilan bangun tisur—rambut tergulung asal—iya bingung hendak sarapan apa.Lemari penyimpanan bahan makanan instan juga tak ada makanan yang bisa dimasak. Ia lantas berjalan kembali ke dalam kamar. Romeo masih tidur. Dengan perlahan ia mendekati Romeo.“Meo, bangun,” panggil Serena. Romeo masih terpejam. “Meo, bangun. Gue laper, makanan habis,” sambungnya lagi.Jam masih diangka lima pagi. Serena tak yakin di lantas dasar apartemen, yang biasa banyak menjajaki penjual makanan sudah buka.“Meo, bangun, ya ampun. Gue laper,” cicitnya lagi. Romeo bergeliat, ia duduk perlahan. Kedua matanya masih tampak berat untuk terbuka.“Laperrr,” keluh Serena yang tubuhnya terasa lemas pagi itu.“Hh? Kenapa?” serak Romeo.“Gue laper, nggak ada bahan makanan. Kulkas kosong, mie instan juga nggak ada. Kosong!” tegasnya. Romeo tak banyak cakap, ia segera turun dari ranjang menuju kamar mandi. Serena duduk
Selesai merapikan belanjaan, Serena masuk ke dalam kamar. Ia mau membahas dengan Romeo. Terlihat Romeo baru selesai mandi, dengan santai ia telanjang di depan Serena yang segera memalingkan wajah.“Gue nggak bermaksud—“ Belum Serena selesai bicara, Romeo sudah menyela.“Gue coba jadi suami yang tanggung jawab walau gaji gue sangat jauh dari pada lo.”“Gue tau.” Serena menoleh, Romeo masih bertelanjang dada namun sudah memakai celana pendek. “Pake baju dulu bisa, kan!” tegas Serena.“Nggak.” Romeo justru berkacak pinggang. “Apa salahnya lo terima nafkah dari gue!”“Gue bukannya nggak mau terima! Tapi lo aja butuh!” Serena tak mau kalah. Keduanya saling menatap dengan kesal hati.“Gue nggak nyangka lo bisa sesombong itu, Ser,” lirih Romeo lantas meraih kaos dari dalam lemari. Ia berjalan keluar kamar dengan cepat