Share

Bab 26 : Perhatian Hero

Author: Vanilla_Nilla
last update Last Updated: 2024-11-18 13:45:41

Veline menatap lekat lelaki yang ada di hadapannya, matanya tak berkedip sedikitpun saat manik Hero terus saja menatapnya dengan tajam. Tanpa aba-aba, Hero tiba-tiba menyentuh pergelangan tangan Veline dan menarik gadis itu pergi bersamanya, sampai membuat Veline terkejut.

Bukan hanya Veline yang kaget, beberapa pasang mata di lapangan juga terbelalak melihat perlakuan Hero yang tak biasa.

Veline sempat menoleh ke arah Arnold dan Yudha, sebelum pergi dari lapangan, sepertinya kedua lelaki itu juga tampak bingung saat Hero tiba-tiba membawa Veline pergi.

"Wuah, gue nggak salah lihat, kan? Itu Hero ...."

"Bukannya mereka sering berantem, ya? Kok Hero jadi sweet gitu sih sama Veline?"

"Tapi kalau dilihat-lihat, mereka cocok juga." Bisik-bisik para siswi sudah terdengar.

Para siswa yang memperhatikan Veline dan Hero merasa heran. Selama ini, Hero dikenal sebagai sosok dingin yang jarang sekali menunjukkan perhatian, apalagi kepada seorang wanita. Namun kini, ia terlihat
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Ayu Widia Susanti
are you crazy Hero! lose kira hamil GK sakit juga ketika melahirkan.. yang waras aja deh Hero .. haha
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 27 : Jarang Nongkrong

    Kening Veline berkerut saat mendengar perkataan Hero barusan. Apakah lelaki itu serius atau hanya bercanda? Sikapnya yang belakangan ini begitu perhatian benar-benar membuat Veline bingung. Biasanya, Hero selalu bersikap dingin dan ketus, tapi sekarang ... dia terlihat berbeda. Veline sendiri tak mengerti mengapa tiba-tiba Hero berubah seperti ini. Perhatian yang ia berikan terasa aneh. Namun di sisi lain, ada sesuatu yang membuatnya nyaman. "Kenapa lo diem?" Veline tergugah dari lamunannya. Lelaki itu menatapnya dengan serius, seolah tahu ada banyak hal yang berkecamuk di kepala Veline. Tangan Hero terulur, merapikan helaian rambut Veline yang jatuh menutupi wajahnya. "Gue serius. Dengan begitu, lo nggak perlu ngalamin ini lagi, kan?" Veline tersentak dari pikirannya. Dengan kesal, ia memukul lengan Hero. "Elo kesambet apaan, sih?" Hero tertawa kecil, melihat wajah Veline yang merona karena malu. Tatapan jahil di matanya semakin membuat Veline gemas. "Santai aja, gue c

    Last Updated : 2024-11-19
  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 28 : Belajar Masak

    Pagi ini udara terasa dingin, kabut tipis masih menyelimuti taman di luar. Dengan mata yang masih terkantuk, Veline menuruni anak tangga menuju dapur. Langkahnya pelan, sesekali ia menguap sambil menggosok matanya. Sepanjang perjalanan, ia mengedarkan pandangannya ke seluruh sudut rumah, tapi tak menemukan siapapun di sana. Namun, setelah berada di dapur, ia melihat Bi Ranti yang tengah sibuk mencuci piring. "Pagi, Bi," sapanya. "Oh, pagi, Non! Udah bangun?" jawab Bi Ranti sambil tersenyum hangat menoleh ke arah gadis itu. "Iya, Bi. Yang lain pada ke mana? Kok rumah sepi banget." "Oh, Pak Dimas lagi pergi main golf sama teman-temannya, kalau Bu Amanda sedang pergi arisan," jelas Bi Ranti sambil terus menggosok panci yang kotor di wastafel. Veline manggut-manggut. "Oh … Bibi udah masak?" "Udah, Non. Tadi bibi masak nasi goreng, tapi kayaknya udah habis. Mau bibi masakin lagi?" Veline menggeleng sambil tersenyum kecil. "Nggak usah, Bi. Biar Veline aja yang masak sendiri."

    Last Updated : 2024-11-19
  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 29 : Jalan Bareng

    Hero meraih ponsel yang tergeletak di atas meja, lalu menekan tombol hijau. "Halo, Le. Ada apa?" "Ro, lo ada di mana?" "Gue di rumah," jawab Hero sambil menyandarkan tubuhnya ke meja. "Lo hari ini ada acara nggak?" "Mm ... gue udah janji kumpul sama anak-anak. Kenapa?" Leona terdiam sejenak sebelum akhirnya berkata, "Oh, gitu ya. Nggak apa-apa, kok. Tadinya gue kira lo kosong. Gue mau ngajak lo ke toko buku, soalnya udah lama banget nggak jalan bareng." "Wah, maaf ya, Le. Gue udah janji sama anak-anak dari kemarin. Kalau nggak, pasti gue temenin lo." "Iya, nggak apa-apa, Ro. Santai aja. Nanti gue ajak Veline aja, biar dia nemenin gue ke toko buku." "Oh, ya udah." Leona tersenyum meski Hero tidak bisa melihatnya. "Ya udah, Ro, gue nggak ganggu lo lagi. Have fun, ya." "Oke, Le." Setelah panggilan berakhir, Hero meletakkan ponselnya kembali di meja, kemudian, ia langsung duduk di kursi untuk segera sarapan, sementara Veline sedari tadi masih sibuk di dapur. ***

    Last Updated : 2024-11-19
  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 30 : Cafe

    "Emang lo sama dia mau ketemuan di mana?" tanya Hero saat melihat Veline yang cemberut "Di halte." "Rumah dia kan jauh dari halte. Kita pasti nyampe duluan. Gue cuma nganter sampe halte, kok." Veline menghela napas panjang, ia akhirnya mengangguk. "Ya udah deh." Akhirnya, dengan sedikit enggan, Veline menerima tawaran Hero. Ia mengambil helm dari motor lelaki itu, lalu mengenakannya. Hero sudah lebih dulu naik ke motor, menyalakan mesin, lalu menoleh ke Veline. "Yuk, naik." Veline menaiki motor dengan hati-hati, duduk agak jauh dari Hero. Tapi begitu motor mulai melaju, ia terpaksa memegang pinggiran jaket Hero agar tidak kehilangan keseimbangan. Sepanjang jalan, Veline menggerutu dalam hati, merasa ini situasi paling canggung yang pernah ia alami. Namun, di sisi lain, ia juga tak bisa memungkiri bahwa ada sedikit rasa aman ketika berada di dekat Hero, meskipun ia takkan pernah mengakuinya. Beberapa saat kemudian, mereka tiba di halte. Veline segera turun dari motor Hero

    Last Updated : 2024-11-20
  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 31 : Kekonyolan Theo

    Veline terkejut saat Leona tiba-tiba menepuk tangannya ketika mereka baru saja keluar dari cafe. "Ada apa sih, Le?" tanya Veline yang terlihat bingung. "Vel, lihat ke sana!" jawab Leona sambil menunjuk ke arah salah satu sudut area cafe. Veline mengikuti arah yang ditunjuk Leona, ia seketika menghela napas panjang. Matanya menangkap sosok adik sepupunya, Theo, yang sedang duduk santai bersama teman-temannya. Yang membuat suasana semakin menyebalkan, Theo mulai berdiri dan berjalan menghampiri mereka. "Eh, ada kakak-kakakku yang cantik," sapa Theo sambil tersenyum lebar. Leona membalas dengan senyum ramah, sementara Veline memutar matanya jengah. Bertemu Theo di saat seperti ini? Veline sudah siap-siap untuk naik darah. "Lo ngapain di sini, bocil?" tanya Veline ketus. Theo langsung cemberut. "Jangan panggil gue bocil dong, Kak. Gue udah SMA." "Yaelah, baru juga SMA kelas satu. Tetep aja masih bocil," balas Veline sambil melipat tangan di dada. Theo menyeringai licik.

    Last Updated : 2024-11-20
  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 32 : Teman Luck Nut Asli

    Kamar Hero tampak redup, hanya diterangi oleh cahaya biru dari lampu LED di sudut ruangan. Di atas meja, sebuah monitor menyala terang, memancarkan kilatan cahaya dari permainan yang sedang berlangsung. Malam ini, Hero mengenakan hoodie putih yang terlihat kontras dengan suasana kamar yang gelap. Di kepalanya terpasang headphone berwarna putih yang menutupi telinganya dengan sempurna. Tangannya begitu cekatan menggerakkan mouse dan menekan keyboard, sementara matanya fokus menatap layar monitor. Sesekali, bibirnya bergerak, mungkin memberikan perintah kepada rekan timnya melalui mikrofon. Di tengah intensitas permainan, Hero meraih cangkir putih di sampingnya. Ia menyesap isinya perlahan, membiarkan cairan hangat itu melewati tenggorokannya sebelum meletakkan cangkir itu kembali di meja. Wajahnya tetap fokus, meskipun matanya sedikit menyipit. Di belakangnya, beberapa poster tergantung di dinding. Sebuah rak kecil di pojok kamar menampung koleksi figure dan game favoritnya. Mes

    Last Updated : 2024-11-20
  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 33 : Ada Yang Aneh

    "Daripada bagi link, mending kita praktek aja," ujar Hero santai, sambil menyandarkan tubuhnya di kursi. Mulut Veline langsung menganga lebar mendengar kalimat itu. Tubuhnya menegang seketika, bulu kuduknya berdiri seperti kena sengatan listrik. "Praktek?" Hero mengangkat alis, memandang Veline bingung. "Kenapa? Kok lo gugup gitu?" tanya Hero sambil memiringkan kepala. "Kita kan udah nikah. Emang gak boleh praktek?" "Hah?!" Veline semakin terkejut. Pikirannya langsung melayang entah ke mana. "Ih, tapi ... gue belum siap." Hero melipat tangan di dada. "Siap apaan?" "Itu ... praktek." Wajah Veline sudah mulai merah. Hero menyipitkan mata. "Besok kan kita praktek." "Apa? Besok?! Tapi gue masih datang bulan!" Hero mengerutkan kening. "Emang kenapa kalau datang bulan?" "Ya nggak boleh lah, Hero! Kalau datang bulan tuh gak boleh praktek!" Hero hanya menggelengkan kepala pelan, lalu bangkit dari tempat duduknya. Dengan langkah santai, ia berjalan mendekati Veline. Sesam

    Last Updated : 2024-11-21
  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 34 : Bersandar

    Di lantai tiga, seorang pemuda berdiri di depan kelas, pandangannya mengarah ke area parkiran. Sepasang matanya sedari tadi tak pernah lepas dari Veline dan Yudha yang masih berada di sana. Arnold begitu kesal saat melihat Yudha dan Veline terlihat begitu akrab. Terlebih, ia semakin kesal saat kalah tanding basket dengan Yudha, otomatis, ia harus menjauhi Veline, dan membiarkan Yudha mendekatinya. Namun, sungguh, Arnold masih belum rela bila mantannya itu dekat dengan lelaki lain. Namun, tiba-tiba, sebuah tangan menepuk bahunya dari belakang, sampai membuat Arnold tersentak dari lamunannya. "Kenapa lo lihatin mereka terus?" Seorang gadis menyandarkan tubuhnya di dinding, sambil menatap Arnold dengan lekat. Arnold mengalihkan pandangannya sebentar, lalu kembali menatap ke bawah. Diamnya seolah mengungkapkan lebih banyak daripada kata-kata. "Lo cemburu?" Lagi, Freya bertanya saat lelaki itu hanya terdiam. Arnold tetap bungkam, tapi tangannya semakin mengepal erat. Sementara Fre

    Last Updated : 2024-11-22

Latest chapter

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 131 : Nama Baby

    Di ruang keluarga yang hangat, Veline dan Hero duduk berdua di sofa, menikmati waktu bersama. Suara televisi yang menayangkan kartun mengisi keheningan, sesekali terdengar suara tawa dari karakter animasi di layar. Namun, perhatian Hero sepenuhnya tertuju pada Veline yang bersandar di bahunya, tangannya perlahan membelai lembut perut Veline yang masih datar. Veline tersenyum kecil, meski matanya tetap menatap layar. Sentuhan Hero di perutnya terasa menenangkan, seolah memberikan kehangatan yang tidak bisa ia jelaskan. "Sayang," ujar Veline pelan. "Hm?" Hero menjawab dengan gumaman, tanpa mengalihkan pandangannya dari perut Veline. Jari-jarinya masih bergerak perlahan, seperti sedang berkomunikasi dengan makhluk kecil yang mungkin ada di sana. "Kira-kira, kalau nanti anak kita lahir, namanya siapa ya?" tanya Veline sambil tersenyum, ada sedikit rona di pipinya. "Hmm, nama, ya? Kalau laki-laki, bagaimana kalau ... Vero?" usul Hero, matanya bersinar sedikit bangga. "Vero?"

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 130 : Keputusan Hero

    Hero tiba di rumah sembari mambawa surat beasiswa yang ia terima dari Pak Agus. Ketika sampai di depan pintu kamar, ia mengetuk pintu dengan pelan. Lalu, dengan hati-hati ia membuka pintu, dan menyembunyikan surat tersebut di belakang tubuhnya. Veline yang sedang duduk di ranjang, ia melamun sambil menatap test pack yang baru saja ia pakai, terkejut mendengar pintu terbuka. Refleks, ia segera menyembunyikan test pack itu di belakang tubuhnya begitu melihat Hero masuk ke dalam kamar. "Sayang, aku ingin bicara," ujar Hero, suaranya terdengar sedikit ragu. "Aku juga ingin bicara," jawab Veline. "Ya sudah, kamu duluan saja," kata Hero sambil mendekatkan diri ke meja. "Tidak, kamu dulu saja." Hero menghela napas panjang, merasa sedikit cemas. Ia akhirnya mengeluarkan surat beasiswa yang ia sembunyikan dan menaruhnya di meja depan Veline. "Ini surat penerimaan beasiswa ke luar negeri," ucapnya pelan. Veline membeku seketika mendengar kalimat itu, dan pandangannya beralih d

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 129 : Beasiswa

    Hero mengetuk pintu ruangan Pak Agus dengan ragu. Suara berat pria paruh baya itu terdengar dari dalam. "Masuk." Hero membuka pintu dan melangkah masuk. Di meja, Pak Agus sedang sibuk dengan berkas-berkas, tetapi ia langsung menatap Hero dan tersenyum lebar. "Hero, akhirnya kamu datang," ujar Pak Agus sembari menyodorkan tangan untuk berjabat. "Maaf, Pak, tadi saya sedikit terlambat," jawab Hero sambil mengambil kursi di depan meja. Pak Agus menggeleng. "Nggak masalah. Bapak sengaja memanggil kamu ke sini karena ada kabar penting." Ia mengambil sebuah amplop dari meja dan menyodorkannya kepada Hero. "Ini, baca baik-baik." Hero mengambil amplop itu dengan sedikit bingung. "Apa ini, Pak?" tanyanya sambil membuka amplop tersebut. Matanya membesar saat membaca isi suratnya. "Beasiswa ke luar negeri?" gumam Hero. Pak Agus mengangguk dengan bangga. "Kamu diterima untuk program beasiswa di salah satu universitas terbaik di Inggris. Ini kesempatan besar, Hero. Jarang-jar

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 128 : Kejahilan Hero

    Veline berlari memasuki kamar mandi, sembari melepas bathrobe putih yang membungkus tubuhnya. Aroma manis bunga sakura dari bath bomb yang telah ia memasukkan sebelumnya sudah memenuhi ruangan yang sedikit berkabut karena uap air panas. Tubuhnya yang jenjang dan mulus tampak berkilauan di bawah cahaya lampu yang temaram. Dengan perlahan, ia masuk ke dalam bathtub, membiarkan air hangat yang berbusa menyelimuti kulitnya. Sesaat kemudian, ia menyandarkan kepala ke pinggiran bathtub, menutup mata sejenak sambil menikmati suasana yang menenangkan. Ujung jari-jarinya yang lentik, dengan kuku bercat merah tua, menyentuh kulit kakinya yang terendam. Busa putih yang mengapung di atas air menutupi sebagian tubuhnya. Ia menggerakkan tangannya perlahan, menikmati sensasi air hangat yang membelai kulitnya. Namun, ketenangan itu tak berlangsung lama. Pintu kamar mandi perlahan terbuka, memperlihatkan sosok Hero yang mengenakan bathrobe putih serupa dengan miliknya. Lelaki itu

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 127 : Begitu Rendah

    "Leona!" Veline berteriak lantang begitu melihat pemandangan yang membuat darahnya mendidih. Tepat di atas ranjang, ia melihat Leona tengah memeluk Hero. Gaun Leona sedikit terbuka, sampai memperlihatkan bahu mulusnya, dan rambutnya yang sedikit acak-acakan. Sementara Hero terlihat lemah, beberapa kancing kemejanya juga telah terbuka. Pemandangan itu seperti petir yang menyambar hati Veline. Dadanya terasa sesak, matanya memanas, tapi bukan air mata yang keluar, melainkan api kemarahan yang berkobar. Bukan hanya Veline yang terkejut. Orang-orang yang sedari tadi mengikuti Veline pun tercengang. Mereka berdiri di ambang pintu, memandang tak percaya pada apa yang tengah terjadi di depan mata mereka. Tanpa banyak bicara, Veline melangkah masuk ke kamar. Kemarahannya terlihat jelas dari setiap sudut wajahnya. Dengan cepat, ia meraih tangan Leona dan menyeretnya turun dari ranjang. "Dasar jalang?!" teriak Veline. Tangannya melayang di udara, dan mendarat di pipi mulus Leona.

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 126 : Keberadaan Hero

    Kepala Hero terasa berat. Keringat mengucur di dahinya, tubuhnya seperti terbakar. Ia mencoba memfokuskan pandangannya pada wanita di hadapannya, tetapi semuanya terasa buram. "Sayang ... kamu mau bawa aku ke mana?" tanyanya dengan suara lemah. Leona tersenyum tipis, menahan dirinya untuk tidak memperlihatkan rasa puas yang begitu besar. Ia menopang tubuh Hero yang sempoyongan. "Kamu harus istirahat. Aku akan membawamu ke suatu tempat supaya kamu bisa merasa lebih baik." Langkah mereka berhenti di depan sebuah ruangan hotel. Leona mengeluarkan kunci dan membukanya dengan cepat. Saat pintu terbuka, ia memapah tubuh Hero ke dalam. Dengan susah payah, menuntun pria itu ke ranjang besar yang ada di tengah ruangan, lalu membaringkannya perlahan. Hero mengerang pelan, tubuhnya terasa seperti terbakar. "Kenapa di sini panas sekali …?" gumamnya sambil mengibaskan tangannya yang lemah, mencoba mengusir hawa panas yang seakan mencekik napasnya. Tubuh lelaki itu semakin tak berdaya,

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 125 : Kepergian Hero

    Hero tengah duduk bersandar di kursi, satu lengan terlipat di sandaran, sementara tangan lainnya menggenggam gelas air mineral di atas meja. Sementara kedua sahabatnya, Raka dan Noval tengah membahas soal rencana masa depan mereka selepas kelulusan. Saat itu juga, pandangan Raka teralihkan, ia melihat Hero yang tampak terdiam. "Ro, lo kok diem aja? Lagi ngelamunin siapa, tuh?" godanya. "Jangan-jangan ... dia lagi mikirin Veline yang habis berdansa sama Arnold," sela Noval, ia tertawa sambil menunjuk ke arah Veline yang terlihat sibuk berbincang dengan teman-temannya. "Lo berdua ini rese banget." Hero mengangkat gelasnya dari meja. "Udah, toast aja." Raka dan Noval mengangkat gelas juga, dan mereka pun bersulang. "Untuk kelulusan kita," seru Noval. Bunyi dentingan gelas terdengar, diiringi tawa mereka. Hero menyesap air yang ada di gelas hingga tandas. Namun, begitu cairan itu masuk ke dalam tenggorokannya, ia merasakan sesuatu yang aneh. Rasanya tidak seperti air. Ada

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 124 : Makanan Terlezat

    Veline menghela napas panjang, mencoba menenangkan gejolak emosi yang hampir meledak di dalam dirinya. Wajah Arnold yang ada tepat di depannya sudah cukup memicu kemarahannya saat ini. Namun, pemandangan Leona dan Hero yang berdansa di bawah sana seperti menambahkan bahan bakar ke api yang sedang berkobar di dadanya. Ia menunduk sejenak, menggigit bibir bawahnya untuk menahan diri agar tidak melakukan sesuatu yang akan mempermalukan dirinya di depan umum. "Kita turun aja yuk," ujar Veline, suaranya terdengar lebih tenang dari biasanya. "Dansa bareng sama yang lain." Merasa heran dengan sikap Veline yang tiba-tiba manis, Arnold hanya mengangkat sebelah alisnya. "Boleh juga." Tanpa banyak bicara, Veline mulai melangkah turun dari panggung, diikuti oleh Arnold yang setia di belakangnya. Veline memasuki kerumunan, matanya tanpa sadar kembali tertuju pada Hero dan Leona yang berdansa tak jauh dari tempatnya berdiri. Leona tampak begitu santai, tangannya melingkar di leher Hero,

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 123 : Lantai Dansa

    Tepat ketika Veline melangkahkan kaki ke atas panggung, langkahnya tiba-tiba terhenti. Matanya membelalak saat melihat seseorang yang berjalan dari sisi lain panggung. Sosok itu tampak begitu percaya diri, mengenakan pakaian rapi yang membuatnya sulit untuk tidak diperhatikan. Veline tanpa sadar memperhatikan lelaki itu dari ujung sepatu pantofelnya yang hitam mengkilap. Celana panjang kain hitam yang dikenakan tampak disetrika dengan sempurna. Pandangannya naik ke atas, melihat kemeja putih berlengan panjang yang terpasang rapi. Rambut hitam lelaki itu sedikit berantakan, tetapi justru menambah kesan kasual yang memikat. Dan di sanalah Arnold—mantan kekasihnya, berdiri dengan senyuman yang membuat darah Veline mendidih. 'Kenapa harus dia, sih?' gerutu Veline dalam hati. Ia menahan napas, mencoba menenangkan diri, tetapi rasa kesal sudah menyeruak. Bagaimana mungkin undian ini mempertemukannya dengan seseorang yang paling ingin ia hindari? Arnold menatapnya dengan santai. Se

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status