“Lebih baik pindah saja dari sini, saya khawatir komplotannya datang lagi,” pinta polisi itu.
Mas Bimo mengangguk. Para wartawan yang dilengkapi dengan kameranya mendatangi kami. Mereka mewawancari aku dan Mas Bimo. Aku pun menceritakan apa adanya dan akan menyerahkan pada pihak kepolisian untuk mengurusnya. Setelah wartawan itu selesai mewawancarai kami. Mobil polisi itu akhirnya membawa Rangga dan komplotannya pergi.
Aku dan Mas Bimo duduk berdua di ruang tamu dengan terdiam. Kami sama-sama menghadapi hal yang menakutkan. Bagaimana pun nyawa kami hampir saja dipertaruhkan. Mas Bimo memandangiku.
“Kita pindah ke apartemen aja,” pinta Mas Bimo.
“Apartemen kan mahal, Mas,” ucapku ragu.
“Mas masih punya simpenan uang, kita bisa menyewa dulu di sana sambil menjual rumah ini,” pinta Mas Bimo.
Aku tak punya pilihan l
Beberapa hari kemudian. Kami pindah ke sebuah apartemen. Mas Bimo mendapatkan apartemen dua kamar untuk kami. Aku memandangi pemandangan kota Jakarta dari balik kaca. Mas Bimo memelukku erat dari belakang. Sekarang Rangga dan Nayara sudah ditangkap polisi. Aku terkejut ternyata Nayara selama ini terbilat juga atas pembunuhan Isabel. Sekarang polisi sedang memburu Ilyas, sementara aku masih menunggu penerawanganku kepada Ilyas. Aku harus mendapatkan dia di saat dia bersetubuh dengan Lastri.Tiba-tiba dalam bayangku terlihat ke sebuah kamar. Sekilas aku lihat Ilyas sedang mencium Lastri. Aku langsung memandangi wajah Mas Bimo.“Sekarang sudah waktunya, Mas,” ucapku.Mas Bimo heran.“Waktunya buat apa?” tanya Mas Bimo.“Buat mengambil batu biang itu dari Ilyas,” jawabku.“Apakah ada bisikan dari kakek?” tanya Mas B
Aku bingung Mas Bimo ada di mana. Aku sudah mencarinya di semua ruangan di aparemenku, tapi aku tidak menemukannya. Sesaat kemudian aku ambil handphoneku di kamar. Setelah menemukan handphoneku di sana aku langsung menghubungi nomor Mas Bimo. Rupanya nomor Mas Bimo tidak aktif. Aku duduk di tepi kasur dengan bingung.Sesaat kemudian, aku memejamkan mata, aku ingin tahu Mas Bimo sekarang ada di mana. Namun saat aku hendak memulai meraga sukma, handphoneku berbunyi. Nomor asing yang nomornya belum aku simpan sama sekali. Aku urung melakukan meraga sukma dan langsung mengangkat teleponku.“Halo,” jawabku.“Halo, Indah. Kamu pasti kebingungan kemana suamimu, kan?” ucap seseorang di seberang sana. Dari suaranya aku tahu itu suara Ilyas. Aku terkejut. Apakah Ilyas sudah menculik Mas Bimo?“Di mana, Mas Bimo?” tanyaku.Ilyas tertawa di telepon.
Polisi akhirnya berhasil membawaku ke apartemen. Aku duduk sambil menangis di atas kasur. Sekarang aku tak tahu lagi harus bagaimana. Akhirnya aku teringat kakek. Mungkin cara satu-satunya adalah menemui kakek dan meminta solusi darinya. Aku pun kembali meraga sukma menemui kakek.Aku tiba di pinggir sungai. Seperti biasa, aku duduk di atas batu. Tak lama kemudian kakek itu muncul lalu duduk di hadapanku.“Ada apa memanggilku?” tanya kakek heran.“Ilyas membawa Mas Bimo, Kek. Aku nggak bisa meraga sukma ke Ilyas, tiap kali aku ke sana selalu terpental, tapi saat aku mencoba meraga sukma ke tempat lainnya, aku bisa. Apa yang harus aku lakukan sekarang, kek? Ilyas memintaku mengembalikan batu biangnya itu. Apa aku boleh meminjam batu biang itu sebentar buat mengelabui Ilyas, lalu setelah Mas Bimo berhasil aku selamatkan, aku janji akan mengembalikan lagi batu biang itu pada kakek!” pintaku.&
“Tolong cari tempat untuk mengikat tubuhku, aku akan keluar dari tubuhku dan memasuki tubuh Lastri. Ketika aku sudah berada di tubuh Lastri, maka di tubuhku ini akan ada jiwa Lastri,” ucapku.“Berarti yang diceritakan si Bimo itu benar kalau kamu bisa bertukar jiwa?” tanya polisi itu memastikan.Aku mengangguk. Polisi itu akhirnya berpikir. Dia akhirnya membawaku ke apartemen. Di sana dia dan dua orang polisi bawahannya mengikuti permintaanku. Aku tak tahu mereka benar-benar percaya atau hanya ingin membuktikannya saja. Entahlah, yang penting mereka mau mengikutiku itu sudah membuatku lega. Akhirnya aku diikat di dalam kamar. Tanganku di borgol dan dua polisi itu menjagaku. Aku pun memejamkan mata. Tak lama kemudian kubayangkan wajah Lastri. Dan benar saja kini aku sudah berada di dalam sebuah rumah dan sudah merasuki tubuh Lastri. Aku tak tahu itu di mana. Aku sedang memegang secangkir teh yang akan kubawa ke sebuah
Ilyas malah tertawa.“Kamu pikir kamu siapa sekarang?! Kamu pikir kakek itu malaikat?! Dia iblis yang menjelma seorang kakek! Dan kakek itu memiliki Tuan. Tuannya adalah orang yang sama sepertiku! Yang mau kekayaan! Dia sengaja memanfaatkanmu untuk merebut batu-batu sumber ilmu meraga sukma itu untuk tujuan mereka!” ucap Ilyas dengan kesal padaku.Aku tak percaya mendengarnya.“Kalau kau tau kakek itu ada yang menyuruh! Kenapa tidak langsung kau hadapi saja orang itu!” ucapku padanya.“Aku malas untuk bertarung! Makanya aku memanfaatkanmu dengan menyandera si Bimo! Tapi sekarang karena semuanya sudah terlanjur kacau. Aku terpaksa harus menggunakan semua ilmuku untuk merebut kembali batu-batu itu!” ucap Ilyas.Tak lama kemudian, Ilyas mengerakkan tangannya. Lalu tiba-tiba datang makhluk-makhluk seram berbaris di belakangnya. Jumlahnya ratusan. T
“Kamu harus berhenti menggunakan ilmu itu, Indah,” pinta Mas Bimo.Aku mengangguk.“Iya, Mas,” ucapku.“Kita harus hidup normal sekarang. Aku nggak mau jiwamu tertukar lagi,” ucap Mas Bimo.Aku kembali mengangguk.“Iya, nanti kalo Mas sudah sembuh, aku akan menemui kakek dan memintanya untuk mengeluarkan ilmu yang diberikannya padaku,” ucapku pada Mas Bimo.Tak berapa lama kemudian kedua orang tua Mas Bimo datang membawa makanan dan buah-buahan. Mereka tampak senang melihat Mas Bimo sudah sadar.“Kamu sudah baikkan sekarang?” tanya ibu Mas Bimo.Mas Bimo mengangguk padanya.“Jangan dulu banyak bergerak, tunggu sampai bekas operasinya sembuh total,” pinta ayah Mas Bimo.Mas Bimo pun kembali mengangguk. Tak
“Kenapa?” tanyanya.Tiba-tiba kudengar suara arwah pengantin perempuan itu.“Jangan khawatir! Aku tak akan melihat kalian bermesraan. Itu malah akan membuatku sial jika melihatnya,” ucap arwah pengantin perempuan itu. Entah sekarang dia berada di mana. Aku lega mendengarnya. Akhirnya kutarik tangan Mas Bimo ke dalam kamar.Sesampainya kami di dalam kamar. Mas Bimo hendak menciumku. Aku menghindar.“Nanti aja, Mas,” ucapku.Mas Bimo heran, “Kenapa?”“Aku harus menemui kakek lagi. Aku harus mengakhiri semua ini,” ucapku.“Yaudah,” ucap Mas Bimo sedikit kecewa.Akhirnya aku duduk di atas kasur. Seperti biasa aku meminta Mas Bimo menjagaku. Akupun memejamkan mata. Akhirnya aku kembali berada di pinggir sungai itu. Sekarang aku lega sudah melihat kakek
“Nggak apa-apa, biar aku aja,” ucapku lalu berjalan ke arah dapur. Bibi Sarinah mengikutiku.Saat aku sudah memasukkan makanan itu ke dalam kulkas, aku menoleh pada bibi Sarinah yang berdiri di dekatku.“Bi,” panggilku.Bibi Sarinah menatapku dengan heran.“Kenapa?” tanyanya.“Aku minta maaf,” ucapku.Bibi Sarinah semakin heran.“Minta maaf kenapa?”“Ternyata ucapan bibi bener,”“Ucapan yang mana?”Aku menangis. Bibi Sarinah semakin penasaran padaku.“Ada apa, Non. Cerita ke bibi,” pintanya.“Kakek yang aku temuin itu ternyata iblis,” ucapku.Bibi Sarinah tercengang mendengarnya.“A