Usai makan malam, Zain pergi ke kamarnya. Tak lupa wanita paruh baya itu juga mengikuti langkahnya. Zain mengambil beberapa hasil ulangan dari tasnya. Kemudian ia menunjukkan itu pada Resti satu per satu.
"ni ulangan matematika," kata Zain sembari memperlihatkan nilainya pada beliau.
Melihat angka yang sangat tinggi itu, membuat Resti tercengang. Dan mungkin ini kalo pertama Resti melihat nilai mata pelajaran matematika sang anak begitu baik.
"Ini bahasa Inggris." Zain kembali memperlihatkan nilai berikutnya.
"Dan terakhir, biologi," ucap Zain semakin membuat mata Resti membulat.
"Wah, ini nilai, anak gua?" Tatap Resti tak percaya. Sungguh sempurna nilai yang di dapat sang anak.
"Nilaimu ini, Pri?" tanya Resti masih tidak bisa menelan salivanya sendiri. Ia masih belum percaya dengan apa yang dilihatnya.
"Iya." Zain mengangguk mantap.
"Pinter kali anak emak!" Heboh Resti seraya mengusap kepala Zain penuh cinta.
"Bia
Setibanya di rumah sakit, Zain langsung diberi penanganan oleh dokter. Sementara keluarganya menunggu di luar. Delon mondar-mandir tak karuan. Ia sangatlah cemas dengan kondisi sang anak yang masih ada di dalam sana. Dan dokter pun belum keluar, sehingga ia tidak bisa mengetahui bagaimana kondisi sang anak sekarang. Untunglah. Tak berapa lama, pria dengan jas dan teleskop di dadanya keluar dari ruangan Zain. "Anak saya kenapa, Dok?" Delon langsung bertanya. "Anak bapak keracunan," jawab sang dokter membuat semua orang terkejut di sana. Kecuali Liana. Sebab wanita berparas bak nenek sihir itu adalah pelakunya. "Apa?" Kaget Liana. Tentu saja ia hanya pura-pura agar terlihat seperti ibu yang sedang mengkhawatirkan anaknya. Padahal pada nyatanya di dalam hati terdalamnya, Liana sangat bahagia. Dan ia juga mengharapkan Zain segera mati, agar rencana untuk menguasai harta Delon tidak ada penghalangnya lagi. "Kurang ajar. Siapa yang berani me
Kala Joan dan Joy membantu melepaskan Prita dari tali yang mengikatnya. Pink dan kedua temannya mengambil kesempatan dan segera berlari dari sana."Hei, kalian mau ke mana?" sentak Joan yang langsung ditahan oleh Joy."Jo, mending lo anterin Prita pulang. Kasian dia. Dia kelihatannya syok," alibi Joy. Sehingga Joan beralih lagi pada dirinya dan Zain."Lo giamna Joy? Lo ngga apa-apa kan?" Joa menelisik tubuh Joy khawatir.Joy tersenyum lalu bergeleng. "Gue gak apa-apa, Jo.""Prita kamu gak apa-apa?"Zain bergeleng. "Berkat lo dan dan cewek lo, gue gak apa-apa." Zain tersenyum santai. Dan senyuman itu membuat Joy kesal bukan main."Thanks, ya, Joy. Udah nyelametin gue," kata Zain seraya menepuk pundaknya.Joy menatap tajam. Menyembunyikan amarnya diam-diam.***Joan berakhir mengantarkan
Yudi memang sulit dibangunkan. Jika bukan suara ibunya yang terus-menerus masuk ke gendang telinganya, cowok itu tidak akan pernah bangun sampai magrib pun."Bangun atuh, a, di luar banyak temen kamu," seru sang ibu sekali lagi."A Yudi, bangun!" gertak sang ibu lagi. Kali ini lebih kencang mengarah ke salah satu telinga Yudi.Anak itu mulai menggeliat."Di luar ada temen kamu, tuh!" ucap sang ibu pada sang putri yang kini mulai membuka matanya secara perlahan."Siapa, Bu?" tanya Yudi."Kite, Yud. Molor Mulu lo," sambar Jali dan yang lainnya. Mereka sedang berdiri di ambang pintu dan berjalan masuk."Tuh, mereka masuk ke kamar kamu. Udah bangun dan cepet mandi. Ibu mau buka warung dulu yah. Kalo mau makan makan aja, sekalian ajak teman-teman kamu. Ibu pergi dulu." Pamit sang ibu."Makasih, Bu." Deo berucap."Ibu permisi dulu, ya. Kalian kalo mau apa-apa ambil aja." Dengan senang hati ibunya Yudi mempersilakan merek
"Aduh, ke mana juga ini si Pri? Udah dari tadi di tungguin belum balik-balik juga," gerutu wanita paruh baya yang sedang memimdahkan pakaian ke bagian pengering mesin cuci."Susul aja deh."Resti menutup pintu rumah. Dan segera melenggang untuk mencari sang anak yang entah ke mana. Padahal Resti hanya menyuruh putrinya untuk membeli sayuran di pasar. Akan tetapi, sampai saat ini anak itu belum pulang juga."Mau ke mana Bu Resti?" tanya Anum sang tetangga. Anum melihat Resti seperti terburu-buru."Mau nyusul si Pri belum balik dari pasar," sahut Resti bak ibu-ibu rempong."Ooh." Anum hanya ber oh ria, setelah itu melanjutkan aktivitasnya lagi; menyapu halaman rumahnya yang dipenuhi dedaunan.Resti tampak melihat seseorang yang percis seperti Prita. Untuk memastikan, Resti segera mempercepat jalannya."Wah, anak gue tuh!" Tunjuk Resti pada seorang gadis yang tengah bertengkar dengan seorang pria yang tampak asing."Wa
Udah beres jemur pakaiannya?" Resti sedikit menoleh. Namun, tangannya masih gesit melakukan ini itu pada bahan dapur.Zain menggaruk kepalanya."Udah." Nadanya terdengar datar."Sekarang lipat pakaian yang sudah ibu taruh di sofa! Kalo udah beres balik lagi ke sini bantuin ibu." Perintah wanita itu dan sekali lagi membuat napas lolos dari Zain."Lipat baju maksudnya?" tanya Zain untuk memastikan. Ingin sekali rasanya ia menolak dan pergi saja dari sini. Namun, apalah daya, ia tidak bisa melakukan apa pun untuk saat ini."Iyalah. Masa lipat tempe," jawab Resti ketus. Nadanya terdengar menyindir anak itu."Cepet!" sentak Resti yang masih melihat sang anak yang hanya berdiri bengong."Iya-iya!" Zain melenggang pergi dari sana.Dan ternyata benar saja, banyak pekerjaan yang harus Zain lakukan. Ia mulai duduk di sebelah sofa itu. Zain belum melakukannya, karena ia bingung harus mulai bagaimana dan seperti apa."
Bi Yem khawatir melihat majikannya tertidur dengan napas tersengal-sengal.Segeralah wanita itu menyipratkan air pada wajah pria yang masih memejamkan matanya. Namun, tubuhnya seperti kelelahan.Kprrt!"Tuan, bangun!" kata Bi Yem seraya menepuk wajah Prita."Wakkkkk!" Prita berteriak bak dikerjar setan. Kemudian matanya mendelik ke samping, melihat keberadaan Bi Yem. Dirinya dibuat kaget kembali lalu berteriak lagi."Ini Bi Yem, Tuan." Bi Yem bersuara. Ia bingung dengan tuannya yang terus berteriak-teriak.Napas Prita masih ngos-ngosan, lalu Bi Yem memberi ia segelas air. Prita lekas meminum itu hingga habis tak tersisa."Tuan kenapa?""Saya mimpi buruk, Bi," sahut Prita. Awalnya ia masih tak percaya dengan mimpi-mimpi itu. Nyaris terasa nyata. Akan tetapi, untunglah hanya sebuah mimpi. Prita tidak mau mimpi itu menjadi kenyataan."Baiklah, Tuan. Bi Yem kembali ke bawah lagi. Tuan Muda, jangan lupa sarapan ya
Mendengar kehebohan dan keributan, anak Parpati ikut mendatangi kelas Prita.Prita kaget melihat keadaan Zain. Bukan hanya Prita, Joan juga kaget.Tak berapa lama selang kedatangan anak-anak Parpati.Di sana Joy pun ikut datang dan pura-pura kaget, padahal dalangnya adalah dirinya sendiri.Joy merasa puas melihat keadaan tubuh Prita alias Zain yang dipenuhi tepung.Joy terlihat tersenyum kepada Pinka. Rencana mereka berhasil.Saat itu Joy dan Prita menarik tubuh Zain."Biar gue aja yang bersihin itu dari tubuh,Prita," kata Joy.Prita melepaskan tangan Zain. Entah kenapa Zain merasa lemah saat dirundung begini.Joan menarik lengan Zain. Namun tanpa di duga-duga Prita langsung mendahului Joan dan Joy. Ia membawa Zain ke UKS.Prita mendapatkan kode agar Zain membawa dirinya."Lo diapain?" tanya Prita saat sudah sampai di sana. Prita memberishkan wajah Zain dengan handuk kecil yang sudah terse
Dari sejak tadi Zain terus menggerutu prihal perintah yang diberikan oleh Resti. Zain disuruh untuk menagih uang kue pada seorang pria bernama Jarwo. Zain tidak tahu jelas apa alasan sang ibu menyuruhnya, padahal wanita itu sedang bersantai di rumah."Aduh, di mana lagi rumah pak Jarwo." Zain menendang kerikir kecil ke jalanan. Ia menengok ke kanan ke kiri mencari alamat rumah Jarwo."Nah, dari ciri-cirinya sih itu." Mata Zain tertuju pada rumah nomor sembilan sesuai dengan isi dari alamat yang ia genggam.Zain masuk ke halaman rumah yang lumayan cukup besar."Eh neng Prita. Mau nagih duit ya?" tanya Jarwo."Iya, Bang. Pak Jarwonya ada?"Jarwo tertawa mendengar guyonan Prita. Gadis itu terlihat menggemaskan."Suka bercanda si neng nih! Masa lupa sama Bang Jarwo. Ini Bang Jarwo lho neng. Hahaha."Zain menggaruk belakang kepalanya."Ya, mana gue tahu. Gue kan baru pertama kali lihat lo!" ucap
Joan melangkah masuk ke bandara. Setalah kejadian pertunangan Zain dan Joy yang gagal, Joan memilih meninggalkan Indonesia bersama kakeknya. Tepatnya Joan akan kuliah di luar negeri. Ia membawa kakeknya sekalian untuk dititipkan di rumah tantenya yang ada di Belanda selama Joan sibuk kuliah.Varos juga akan mendapat perawatan yang lebih baik di sana. Joan sudah menyiapkan semuanya.Joan memilih akan menjalani hidup baru. Keputusannya sudah bulat dan akan dijalankannya."Ayo, Kek," ucap Joan lalu membawa Varos masuk ke dalam pesawat.***Malam ini adalah malam yang berpengaruh bagi nyawa Prita. Sebab saat ini mereka bertiga sudah memegang pistol untuk melenyapkan Prita begitu saja jika Prita tidak menuruti apa yang mereka perintahkan.Seperti yang dikatakan Cici bahwa malam ini bertepatan dengan malam gerhana bulan Merah, malam yang langka bagi Prita dan Zain, namun agaknya akan terlewatkan sia-sia sebab Prita akan segara dileny
Zain menghela napas berat seolah mengeluarkan beban.Merasa gagal, karena belum juga menemukan Prita–ia menangis, menitipkan air matanya di rumah pohon."Seharusnya gue yang diculik! Bukan lo, Pri," kata Zain sembari memandang ke arah rumah tua yang dulu Prita lihat."Kenapa lo yang ngalamin ini?" Zain kembali menunduk dengan air mata yang mulai bercucuran.Tiba-tiba Zain teringat apa yang dulu Prita katakan mengenai Zeno yang akan membunuhnya. Zain teringat dengan kedatangan Misha. Zain mulai mengerti kemana Prita pergi. Mereka telah mengukir Prita."Zeno berniat membunuh lo!" kata Prita waktu itu.Zain bangkit untuk segera mencari keberadaan Zeno di rumahnya. Ia harap Zeno masih ada di sana. Zain akan meminta Zeno memberitahu padanya di mana keberadaan Prita. Zain tidak akan membiarkan Zeno menyakiti Prita.Zain lekas naik ke motornya–motor mewahnya yang ia ambil di pinggir jalan. Motonya yang ditinggalkan Prita begi
Kepergian Danu sudah seminggu lebih, tetapi Liana masih banyak melamun. Liana teringat Danu yang suka mengeluh karena selama ini ia belum mendapatkan apa yang ia mau. Anak itu ingin menjadi pewarisnya Delon, tetapi Delon sama sekali tidak mau membuat Danu menjadi senang. Yang Delon pikirkan hanyalah Zain. Zain si anak haram itu. "Bi, tolong buatkan saya kopi!" seru Delon para pekerja di rumahnya. Mendengar suara Delon, Liana jadi tertegun. Dulu ia pernah berusaha meracuni Delon. Akan tetapi, berhasil digagalkan oleh Zain. Dan sekarang adat kesempatan emas bagi Liana untuk meracuni Delon. Karena tidak ada harapan lagi, Danu sudah tiada, Liana hanya tinggal mengakhiri kisahnya dengan membunuh Delon dan Liana akan berusaha melenyapkan Zain juga dan dengan begitu semua harta dan kekuasaan Delon akan jatuh ke tangan Liana. Liana segera beranjak dari kursi dan secepat kilat menuju dapur. "Biar saya aja, Bi!" cegah Liana pada Bi Ina. "Baik, N
Semua anak-anak Parpati sedang berada di depan ruangan Deo. Mereka dikabari oleh Yudi, sebab ketika Yudi mengunjungi kediaman Deo, pembantuan memberi tahu bahwa Deo masuk ke rumah sakit usai tertusuk pisau."Kita berdoa aja semoga Deo selamat," imbuh Zain."Iya, Zai, lebih baik kita banyak-banyak ini doa supaya Deo segera siuman," tambah Jali yang terlihat paling khawatir.Di sudut kursi, Mela masih mengiringi keadaan Deo dengan tangisannya. Sementara Rino menundukkan kepalanya menunggu dokter keluar.Yudi beranjak menghampiri mereka berdua."Tante, Om," panggil Yudi sehingga mereka mendongak ke arahnya."Saya Yudi, temannya Deo," sapa Yudi memperkenalkan diri.Mela menghapus air matanya dan menerima tangan Yudi dan ingin bersalaman dengannya."Deo, sering ke rumah Yudi. Dia sering curhat masalah kalian," gumam Yudi membuat Rino dan Mela saling memandang satu sama lain."Dia curhat mengenai kami?" tanya Mela.
Cici sedang asik menonton acara. Namun tiba-tiba sang ayah malah memindahkan channel-nya dengan seenaknya. Glen memindahkan channel-nya ke siaran berita. "Ih, ayah! Ganggu aja si!" protes Cici melirik ke sang ayah di sampingnya yang baru duduk. Glen tak menggubris Cici dan tetap melihat ke arah televisi. Pada saat Cici melihat siaran berita itu, Cici kaget saat membaca tulisan di layar tivi mengenai gerhana bulan merah. Glen merasa tidak tertarik dengan beritanya, lalu ia memindahkan nya lagi. Akan tetapi segera Cici cegah. "Eh, tunggu!" tahan Cici. "Hah, nanti akan ada gerhana bulan?" gumam gadis itu di dalam hati. "Gue harus cepet-cepet kasih tahu Prita," ucap Cici. Dan segera bangkit dari duduknya lalu melenggang ke luar memakai sepatu nya. "Eh, kamu mau kemana malam-malam begini?" teriak Glen melihat sang anak dengan tiba-tiba terbirit ke luar. "Mau ke rumah Prita, Yah. Ayah silakan saja tonton beritanya!" s
Joy keluar dengan gaun mewah dan indah. Gadis itu terlihat sangat cantik memakai gaun putih itu.Para tamu terhipnotis dengan aura kecantikan Joy. Mereka bertepuk tangan saat Joy memasuki mimbar dan berdiri di sebelah anaknya Delon.Acara tiup lilin sebentar lagi dan Zain belum juga datang. Prita dibuat cemas, kemana sebetulnya Zain?MC sudah mengatakan agar Prita meniup lilin. Para tamu masih bernyanyi untuknya. Namun Prita tak kunjung meniupnya, ia ingin melihat Zain lebih dulu."Silakan Tuan Muda, tiup lilinnya," ulang MC berseru.Prita hanya bisa menghela napas dan meniup lilin itu. Gemuruh tepuk tangan menghadiahi telinga Prita.Selanjutnya acara potong kue. MC kembali meminta Prita agar memotong kuenya. Tetapi Prita tidak melakukannya, ia meminta Delon agar menunggu seseorang sebenar saja."Pah, kita tunggu teman aku satu lagi yah," ucap Prita berbisik pada telinga Delon."Lho siapa? Memangnya ada teman kamu yang belum sa
Ternyata Zeno membawa Prita ke kediaman Delon. Pria itu sudah menipunya.Prita memerhatikan jalan, ia sudah. Bapak betul jalan ke arah ini ini."Ini kan jalan kerumah bokap?" terka Prita membuat Zeno tersenyum miring.Zeno berpikir sepupunya itu memang benar-benar tidak ingat hari ulang tahunnya. Sesekali Zeno mendelik sepintas, melihat wajah sepupunya yang kecut."Kak, lo bohongin gue yah?" gumam Prita. Namun tak mendapat respon dari Zeno."Kak!" panggil Prita mengguncang sedikit tangan Zeno dari samping. Tidak mungkin juga Zeno berniat jahat saat ini, sebab pakaian Zeno sangatlah rapi."Gue gak bohongin lo! Ini emang hari ulang tahun anaknya Tuan Delon, yaitu lo!" Akhirnya Zeno memberitahu Prita. Sayang sekali padahal jika tidak diberi tahu maka ini akan menjadi suprise bagi Prita."Hah, gue?" Prita menunjuk dirinya sendiri dengan ekspresi wajah terkejut."G–gue ulang tahun?" tanya Prita sekali lagi. Hanya untuk sek
Prita dan Zain sedang duduk-duduk menikmati angin sore, tepatnya di taman yang tak jauh dari bascamp.Prita melirik ke arah Zain yang sedang memandang langit. Ia berkata,"Sorry, ya, gue cuma bisa jadi peringkat ketiga. Apalagi ini pelulusan lo." Prota membuat Zain menurunkan pandangannya dan menoleh padanya."Ya mau gimana lagi," lirih Zain. Sebenarnya ia tak ambil pusing, toh rangking bukan sebuah patokan baginya. Justru skill yang bisa membuktikan bagaimana nanti Zain kedepannya."Oh iya, lo sama gue belum lanjutin yang kemarin," ucap Zain membuka topik baru. Jujur saja Zain ketagihan dengan hal yang terjadi pada waktu itu."Yang kemarin?" Kening Prita berkerut."Yang di rumah pohon itu!" tukas Zain mencoba mengingatkan Prita."Astaga, lo mesum!" sentak Prita segera menjauh dari Zain. Namun Zain sepertinya tidak mau berada jauh dari Prita. Cowok itu menarik Prita hingga posisi mereka benar-benar intim."Lo kan ud
"Kalian pikir gua takut, hah!" Resti memasang badan melarang orang-orang itu masuk ke dalam rumahnya. Resti tidak akan membiarkan mereka merusak rumahnya lagi. Orang-orang yang ada di depannya ini adalah orang-orang yang sama yang merusak rumahnya pada waktu ini. Bedanya jumlah mereka saat ini lebih banyak."Udahlah kita masuk aja, lagian cuma perempuan satu ini masa takut," oceh orang itu.Buk!Resti melayangkan sapu tepat di wajahnya."Mau ngapain kalian ke rumah gue!" sentak Zain tiba-tiba. Ia datang bersama Prita. Prita sudah memberi tahu Zain bahwa mereka adalah orang-orang suruhan Liana."Mereka-mereka ini sebenarnya adalah orang-orang suruhan Liana!" imbuh Prita tajam."Jangan so tau kamu bocah ingusan!" bantah si kepala pelontos. Kulitnya hitam seperti orang Afrika."Gue gak so tau, mending kalian ngaku aja deh!" sergah Prita."Kami ini suruhannya Tuan Delon!" ungkap laki-laki bertubuh besar, pria itu memiliki leh