Bab 14
Arsen kembali ke ruang VIP dengan penuh emosi. Sesampainya di sana, ia diberondong dengan pertanyaan oleh teman-temannya."Sen, lu kenal ama tu cewek?""Kok nggak pernah cerita ma kita orang sih?""Tau nih, ga seru deh, lu!''Pertanyaan demi pertanyaan yang dilontarkan teman-temannya membuat Arsen merasa kebingungan. Ia yang tengah diliputi emosi semakin tersulut mendengar pertanyaan dari teman-temannya."Apaan sih lu pada! Gosah pada muna deh!" gerutu Arsen kesal, pasalnya, ia sangat meyakini bahwa Aina adalah wanita yang sengaja dibayar oleh teman-temannya untuk menjebaknya.Kelima teman Arsen saling pandang bingung,"maksud lo apa sih, Bro?! Nggak paham deh gue," celetuk teman Arsen yang bernama Lion, dia lah yang punya ide untuk menjebak Arsen bersama Abella malam itu.Arsen hanya mendengus kesal, ia benar-benar malas ribut dengan teman-temannya."Dah, ah! Diem ajalah kalian, males gue debat mBab 15"Astaghfirullah, Aina!" Shoimah terbangun dari tidurnya seraya memekik, berucap istighfar kemudian menyebut nama anaknya.Ustadz Sofyan, yang semula juga tengah beristirahat di sisinya turut terbangun, ia terbatuk-batuk, kemudian dengan suara seraknya ia bertanya akan kondisi istrinya."Ummi kenapa? Kok teriak malam-malam begini? Ono opo?" tanya ustadz Sofyan gelagapan.Bukannya menjawab, istrinya itu justru menangis."Lho, kok malah nangis toh, Mi, ono opo?" tanya ustadz Sofyan khawatir. Ia mengusap bahu istrinya perlahan, berusaha menenangkannya.Saat tangannya menyentuh bahu itu, ia baru sadar, bahwa tubuh istrinya semakin hari semakin terkikis habis. Bahkan, ketika ia menyentuh bahu itu hanya terasa seperti bongkahan tulang tanpa daging, entah ke mana tubuh istrinya yang berisi beberapa bulan lalu. Sakit yang terus menerus dialaminya membuat tubuh tuanya semakin ringkih.Kondisi kesehatannya sendiri pun m
Bab 16 JDYTAina berjalan tak tentu arah, sesekali sambil menangis atau tertawa sendiri. Pikirannya kosong, raganya tidak lagi sinkron dengan pikirannya, ia terus bergerak, namun tanpa menyadarinya.Beberapa kali Aina hampir terjatuh dan menabrak sesuatu di hadapannya tanpa tersadar, bahkan baru saja ia menyebrangi jalan tanpa memperdulikan kendaraan yang berlalu-lalang.Kendaraan-kendaraan itu berhenti mendadak, Suara klakson yang bersahutan juga kampas rem yang berdecit bersamaan sempat mengejutkannya, namun ia tak menganggap itu sebagai peringatan, ia justru tertawa tak berdosa, kemudian melanjutkan penyebrangan dengan santainya.Aina mengabaikan beberapa orang yang meneriakinya, bahkan beberapa dari mereka mengum_pat kasar dan marah, namun Aina seolah tak mendengar apapun yang mereka katakan. Hatinya yang rapuh, kini perlahan mulai mati rasa.Setelah cukup jauh berjalan, Aina mulai merasakan lelah. Ia duduk di pinggiran trotoar, namun
Bab 17 JDYTAina mengerjap saat bunyi lantunan ayat suci Al Qur'an dari speaker masjid memasuki indra pendengarannya. Sejenak ia mengamati sekitar, merasa asing dengan tempat yang tengah dipijakinya.Di hadapannya ada sebuah masjid, dengan plang bertuliskan "Pondok Pesantren Darul Falah", dan tulisan alamat kota Banyuwangi, membuat Aina berpikir, bagaimana mungkin ia bisa sampai ke tempat ini?Matanya berpindah ke kanan dan ke kiri, merasa was-was dan ketakutan. Ingatannya kembali memutar kejadian yang baru saja dialaminya. Membuatnya seolah kembali merasakan kejadian yang membuatnya merasa ketakutan dan trauma.Aina kembali terduduk, kemudian beringsut ke belakang, namun saat ia menggerakkan tubuhnya, tiba-tiba ia merasakan kesakitan dari perutnya. Seketika Aina reflek mengerang."Aaarrrrrggghhh ...."Aina semakin panik saat melihat darah mengalir di kakinya, ia langsung teringat janin yang sudah hampir empat bulan tumbuh di dalam rahimnya. Aina menyentuh perutnya, kemudian meremasn
Bab 18 JDYTDi minggu pagi yang cerah, ustadz Sofyan dan istrinya tengah duduk bersantai di kursi yang terletak di teras rumah mereka. Ustadz Sofyan dengan telaten menemani istrinya berjemur di bawah sinar matahari pagi untuk menambah stamina tubuhnya yang belakangan sering sakit-sakitan.Sembari memijat kedua bahu istrinya, ustadz Sofyan memberikan nasihat, "wis ya, Mi, mulai sekarang, tolong kamu jaga pikiranmu, jaga kondisi tubuhmu! Kita ini sudah tua, beban kita juga sudah banyak, jangan kamu tambah dengan beban pikiranmu. Aku ndak pengen lihat kamu seperti ini. Aku ingin kamu kembali sehat seperti dahulu, kita habiskan masa tua kita bersama-sama, ya?""Sampeyan itu gimana toh, Ba ...? Minta sesuatu itu mbok ya yang masuk akal, masa iya seorang ibu diminta untuk tidak memikirkan kondisi putrinya yang sekarang entah berada di mana? Itu tidak mungkin, Bah ..."Ibu kucing saja selalu memikirkan bagaimana nasib anaknya, bahkan tiap kali hendak berpindah tempat, dia akan menggotong ana
Bab 19 JDYT"Saya ...." Arsen menjeda ucapannya."Ya Tuhan ... sulit rasanya mengakui kesalahan yang telah kuperbuat terhadap Aina, tapi mereka harus tahu, dan aku harus meluruskan niatku untuk memperbaiki semuanya."Sebenarnya saya ... saya adalah ayah dari janin yang dikandung Aina," cicit Arsen di hadapan kedua orang tua Aina. Ia menundukkan wajah, merasa malu atas perbuatannya.Arsen menghela nafas dan melanjutkan ucapannya, "Kedatangan saya kemari untuk—,"Belum selesai Arsen mengucapkan kalimatnya, ustadz Sofyan tiba-tiba menarik kerah baju Arsen, lalu mendaratkan sebuah bogeman di pipi Arsen."Astaghfirullahal 'adziim, Abah!" Shoimah tersentak, lalu mencoba menghentikan suaminya, namun ustadz Sofyan tak menghiraukannya."Diam, Mi! Orang seperti dia pantas mendapatkan ini. Bahkan pukulan tanganku ini tak sebanding dengan apa yang dirasakan oleh Aina!" ucap ustadz Soyan berapi-api. Entah mengapa, mendengar
Bab 20 JDYTUstadz Sofyan terus terbatuk-batuk sembari menyuapi istrinya makan. Kondisi kesehatannya kian lama kian menurun, begitu juga dengan istrinya.Shoimah, istri ustafz Sofyan itu justru hanya bisa berbaring sejak 3 bulan belakangan. Akibat terjatuh di kamar mandi saat kondisi tubuhnya tidak prima membuatnya terserang stroke dan kini hanya bisa berbaring di atas ranjang.Selama tiga bulan itu pula, ustadz Sofyan merawat sendiri istrinya. Putrinya sulungnya, Alina, hanya bisa sedikit membantu secara finansial, karena secara tenaga, ia pun tengah disibukkan dengan merawat bayi yang baru beberapa bulan lalu dilahirkannya, juga mengurus suami dan rumahnya."Nak Arsen ndak ada ngabarin soal Aina, Bah?" Srtiap hari, hanya hal itu yang selalu ditanyakan oleh istrinya."Ndak ada, Mi ... belum ada kabar apapun dari Arsen." Ustadz Sofyan menjawab di sela-sela batuknya.Shoimah menghela nafas panjang, saat lagi-lagi jawaban itu yang
Bab 21 JDYTAina berjalan gontai menyusuri jalanan pasar Banyuwangi, setiap hari, itulah yang dilakukannya. Berjalan di area pasar, sekedar untuk mencari sesuatu yang bisa dimakannya.Tak jarang ia bertemu tetangga pesantren yang sedang berbelanja di pasar, yang kemudian membelikannya makanan. Sehingga orang-orang pasar tak asing lagi dengan Aina. Banyak dari mereka yang perduli dan empati pada Aina, terlebih pada janin yang dikandungnya, sehingga mereka bersikap baik terhadap Aina, dengan sekedar memberinya makanan atau tempat untuk beristirahat.Jika Aina tengah berada dalam kondisi kejiwaan yang tidak normal, dia akan menerimanya dengan senang hati dan tawa riang. Akan tetapi, jika mereka memberikan bantuan saat Aina mendapatkan kesadarannya, ia justru menangis, sebab Ia merasa lemah dan merepotkan orang lain.Siang ini, wanita dengan gangguan jiwa yang tengah hamil sembilan bulan itu terlihat letih. Saat berjalan, ia sering memegangi punggungnya yang mungkin terasa nyeri akibat s
Bab 22 JDYTArsen membuka pintu belakang mobil, kemudian meminta seseorang yang tengah memegangi Aina untuk keluar."Bapak pindah saja, ya, biar saya yang mendampinginya," pinta Arsen."Tapi, Mas ... dia akan histeris saat berdekatan dengan Masnya, saya khawatir kejadian tadi akan terulang," sahut seseorang tersebut sembari memandangi Aina yang semakin tak berdaya akibat merasakan sakitnya kontraksi yang begitu kuat."Tidak apa-apa, saya mengenal Aina, dan saya berhak mendampinginya, silakan Bapak segera pindah, supaya mobil segera dijalankan!" titah Arsen.Orang yang semula mendampingi Aina segera keluar dan berpindah dari tempatnya ke depan, sementara Arsen segera masuk menggantikannya mendampingi Aina. Mobil pun dijalankan menuju rumah sakit terdekat sesuai perintah Arsen.Awalnya Aina kembali bereaksi saat melihat Arsen mendekatinya, ia marah dan kembali mengata-ngatai Arsen, tangannya terus diarahkan untuk melukai lelaki yang telah menghancurkan hidupnya.Akan tetapi Arsen yang k
Awan meredup tatkala tanah mulai menimbun raga Aina yang tak lagi bernyawa, seolah bumi tak rela ditinggalkan salah satu penghuni terbaiknya.Mendung yang sama juga menebal dan menggelap di mata suami Aina. Kelopak mata indah itu sejak tadi bekerja keras untuk membendung air yang berdesak-desakan ingin ditumpahkan dari sana. Berkali-kali Arsen menengadahkan wajahnya ke langit, menahan agar air matanya tak sampai jatuh membasahi tanah kubur sang istri."Ikhlaskan, Arsen ... ikhlaskan!" gumamnya menguatkan diri sendiri, kemudian lanjut mengayun cangkul untuk mengubur jasad Aina. Ia sengaja ingin ikut serta di dalam step by step prosesi pemakaman Aina. Mulai dari memandikan, mengkafani, mengantar jenazah, hingga menguburkan, dia selalu turut serta, dibantu orang-orang yang bertugas.Di sisi kiri liang lahat, ustadz Sofyan tergugu di atas kursi rodanya. Kabar tentang kematian putrinya benar-benar mengguncang jiwanya. Belum kering rasanya air mata kesedihan ata
"Kalau sekarang Mas Arsen bertanya apakah Aina bahagia? maka Aina akan menjawab, iya, Aina sangat bahagia. Bahkan saat ini Aina berada di atas puncak kebahagiaan Aina.Bagaimana mungkin Aina tidak berbahagia, sementara Aina memiliki keluarga yang utuh, dan sangat-sangat menyayangi Aina, menerima Aina dengan segala kekurangan yang Aina miliki.Bagaimana Aina tidak bahagia, Mas? sedangkan Allah memberikan anugerah terindah di dalam hidup Aina, anugerah itu berupa Shena dan juga kamu Mas Arsen, kalian berdua adalah warna di dalam kelamnya kehidupan yang pernah Aina lalui.Dan yang terpenting, bagaimana mungkin Aina tidak bahagia, sedangkan Allah telah memberikan Aina kesempatan untuk kembali mendekati-Nya, setelah Aina mengambil jalan untuk menjauhkan diri dari-Nya?Ini adalah sebuah anugerah. Hidayah adalah anugerah terindah bagi setiap mukmin dan mukminah, dan hal itu tak pernah luput untuk Aina syukuri, Mas." Aina menjawab panjang kali lebar.
Bab 31 JDYT"Sayang, kok belum istirahat?" tanya Arsen saat memasuki kamarnya dan mendapati istrinya masih asyik bermain bersama Shena, putrinya. Aina memang terlihat sangat bersemangat saat bersama Shena, itu sebabnya dokter memberikan izin untuk Aina pulang jika memang alasannya adalah Shena. Karena energi positif yang Aina dapatkan saat bersama Shena diharapkan menjadi pengobatan terbaik untuk penyakitnya.Aina tersenyum, "belum, Mas ... masih asyik main ini Shenanya," jawab Aina."Ya sudah, sini Shena biar sama aku, kamu istirahat, geh! Inget kata dokter, kamu butuh banyak istirahat, Sayang ...," ucap Arsen seraya bersiap mengambil Shena."Mas mau bawa Shena ke mana?" tanya Aina sembari menangkis tangan Arsen yang hendak mengambil Shena."Ke kamarnya, Sayang ... biar ditidurkan sama Suster," jawab Arsen apa adanya."Malam ini, Shena biar di sini saja ya, Mas? Tidur sama kita," pinta Aina."Kamu yakin? Tidur kamu bisa terganggu saat Shena menangis dan butuh susu. Sementara kamu but
Bab 30 JDYT"Bagaimana kondisi istri saya, Dok?" tanya Arsen pada dokter yang hampir dua tahun ini mendampingi pengobatan Aina."Proses kemotheraphy-nya sudah selesai, Pak, namun sepertinya Ibu masih harus rawat inap untuk beberapa hari, karena kondisinya kurang baik, sehingga membutuhkan perawatan dan pengawasan secara intensif." Dokter menjelaskan kondisi Aina.Arsen menghembuskan nafas kasar. Dua tahun sudah ia mendampingi Aina menjalankan pengobatan, namun seperti tidak ada hasilnya. Kondisi Aina semakin hari semakin menurun."Apa ada kemungkinan sembuh untuk anak saya, Dok?" kali ini ustadz Sofyan yang bertanya. Sudah sejak lama ia memaksa untuk ikut serta mengantar Aina kemo, dan bertemu langsung dengan dokter yang menangani Aina, namun Aina selalu melarangnya.Aina tak ingin membuat Abahnya menjadi terbebani saat mendengar penjelasan dokter tentang kondisinya, namun kali ini Aina tidak bisa lagi menolak. Abahnya itu terus memaksa, dan Aina tidak memiliki pilihan lain selain men
Bab 29 JDYT"Alhamdulillah ... terima kasih ya, Sayang ... kamu sangat nikmat," ungkap Arsen sesaat setelah menyelesaikan aktiftas suami istri. Ia mencium kening Aina penuh cinta. Sementara Aina hanya tersenyum sebagai balasan.Malam ini harusnya menjadi malam paling bahagia bagi sepasang suami istri baru, namun Aina merasakan hal yang berbeda.Melakukan hubungan badan selalu mengingatkannya pada kondisi-kondisi buruk sebelumnya yang sempat ia alami, sehingga menimbulkan trauma dan rasa tidak nyaman tersendiri. Namun ia berusaha menyembunyikan perasaan itu di hadapan suaminya, sebab tak ingin membuatnya kecewa.Arsen membaringkan tubuhnya di sisi Aina, kemudian membersihkan sisa-sisa pergulatannya dengan Aina menggunakan tissue. Namun betapa terkejutnya Arsen saat mendapati bercak darah di tissue yang ia gunakan untuk membersihkan senjatanya, hal yang sama juga dirasakan oleh Aina."Sayang, kok kamu berdarah?" tanya Arsen bingung, begitu juga dengan Aina. Pasalnya mereka berdua paham,
Bab 28 JDYT"Saya terima nikah dan kawinnya, Sukainah binti Sofyan, dengan mas kawin tersebut dibayar tunai." Dengan menjabat tangan ustadz Sofyan, Arsen mengucap kalimat sakralnya dengan mantap dan dalam sekali tarikan nafas."Bagaimana saksi, sah?" "Sah!""Alhamdulillahirabbil 'aalamiin. Baarokallahu laka wa baaroka alaika wajama'a bainakuma fii khair." Kyai Musthofa langsung menyambung dengan doa saat semua saksi menyatakan sah. Diaminkan seluruh santri pondok pesantren Darul Falah beserta beberapa keluarga dari pihak Arsen.Acara pernikahan Aina dan Arsen berjalan dengan lancar. Walaupun sederhana, namun terasa khidmat. Setelah khutbah nikah dibacakan dan doa-doa dipanjatkan, acara pagi hari itu ditutup dengan proses pertemuan kedua mempelai. Dengan diiringi lantunan sholawat nabi dan Albanjari, Arsen yang diapit oleh Kyai Musthofa dan ustadz Sofyan berjalan dari tempat lelaki ke tempat tamu perempuan yang hanya terpisah oleh tirai masjid.Di sana, Aina didampingi oleh bu Nyai K
Bab 27"Aina ...?" ustadz Sofyan mengulangi ucapannya sekal lagi, sembari berjalan mendekat ke arah Aina. Sementara Aina hanya memasang ekspresi datar, namun walau begitu, air wajahnya tidak dapat menyembunyikan beragam rasa yang tengah melandanya.Kini keduanya saling berhadapan, pandangan mereka saling bersirobok, menyampaikan rasa yang bergejolak di dada.Di hadapan Aina, ustadz Sofyan bersimpuh, memohon maaf atas kesalahan-kesalahannya. Ia tak lagi memandang Aina sebagai putri yang harus menghormatinya, melainkan memandangnya sebagai manusia yang telah ia hancurkan hidupnya. "Maafkan Abah, Aina ... maafkan Abah ...," ucap ustadz Sofyan di sela tangis penyesalannya. Melihat itu, air mata Aina menetes begitu saja, kemudian dengan cepat ia menepisnya.Aina berjongkok, mensejajarkan dirinya dengan posisi sang abah, kemudian meraih kedua bahu abahnya, dan mengajaknya untuk berdiri."Abah tidak perlu seperti ini," ucapnya terdengar datar.Ustadz Sofyan berdiri perlahan, mengikuti gerak
Bab 26Setelah sholat shubuh dan membaca serangkaian doa yang selalu istiqomah dilakukan oleh ustadz Sofyan, lelaki yang kini berstatus duda itu melanjutkan aktivitas memberi makan ayam-ayam yang diternaknya sejak beberapa bulan lalu. Tepatnya setelah kepergian mendiang istrinya.Ustadz Sofyan dengan segala keterbatasannya memutuskan untuk berternak ayam sebagai hiburan sekaligus jalan rizki kecil-kecilan. Ia menyebutnya hiburan sebab dengan beraktivitas bersama ayam-ayam itu setidaknya membuat ia melupakan kesedihan dan kesendiriannya.Putrinya, Alina, sempat mengajaknya untuk tinggal di rumah suaminya, namun ia menolak sebab merasa tak enak hati dengan besan. Rumah Alina memang bersebelahan dengan rumah mertuanya, bahkan bisa dikatakan sambung, karena hanya ada satu dapur untuk dua rumah, sesuai permintaan mertuanya. Selain itu, ia merasa berat jika harus meninggalkan rumah dengan penuh kenangan bersama keluarganya.Ustadz Sofyan memilih hidup sendiri, sebatang kara di rumahnya. Mel
Bab 25 JDYT"Pagi, Shena cantik ... hari ini hari minggu, seperti biasa, Ayah akan ajak kamu berkunjung ke tempat bunda. Lets go, kita siap-siap." Arsen mengambil Shena–putrinya yang baru terbangun dari box bayi.Seperti biasa, tepatnya sejak dua bulan lalu, Arsen mulai terbiasa merawat bayi Shena, putri dari hasil hubungannya dengan Aina. Di hari-hari kerja, Arsen akan membawa Shena ke kantornya ditemani seorang baby sitter, sedang di hari minggu, ia meminta baby sitter untuk berlibur, dan menjadikannya waktu untuk quality time bersama Shena.Shena, nama bayi cantik itu diambil dari gabungan nama ayah dan bundanya, Arsen dan Aina. Ia sengaja memilih nama itu, sebagai bukti pada Aina, bahwa ia serius ingin mempertanggung jawabkan perbuatannya.Dua bulan ini, Arsen menggunakan waktu untuk mulai mendekati Aina, perlahan mengembalikan kepercayaan Aina terhadapnya. Awalnya Aina menunjukkan penolakan, namun kearena kehigihan usahanya, perlahan Aina mulai bisa menerima kehadiran Arsen.Aina