“Jasmine, apa Peter benar-benar pergi ke Washington?”
“Tentu saja. Peter tidak mungkin berbohong. Dan kau malah menghubungiku pagi-pagi begini demi bertanya hal yang tidak penting ini?” desah Jasmine di seberang sana, “astaga, kau keterlaluan. Kenapa kau tidak tanyakan langsung pada Peter tanpa harus menggangguku?” sambungnya.Luke mengusap wajahnya kasar. Dia tidak mungkin memberitahu Jasmine jika dirinya melihat Peter berada di London, bersama seorang wanita pula. Jasmine pasti akan sedih karena merasa Peter membohonginya, walaupun semua itu benar.“Emm ... baiklah. Aku tutup teleponnya. Aku akan tanyakan langsung pada Peter. Oiya, apa Angel dan Jim masih tidur?”“Tentu saja. Tolong periksa jam mu. Cocokkan jika sekarang masih jam 3 pagi. Pikir-pikir dulu jika mau menghubungiku!”“Maaf Jas—“Klik!Sambungan telepon itu mati secara sepihak. Jasmine tentu saja merasa kesal, karena dia hubungi se pagi ini. Tapi rasa penasaran akan kemunculan Peter di LondonLuke membuka matanya perlahan. Ruangan serba putih yang pertama kali terlihat olehnya, membuat dia tau jika dirinya saat ini sedang berada di rumah sakit. Rupanya, Anna masih mau bersimpati saat dirinya tengah kesakitan. Semakin ke sini, dia semakin yakin jika Clara memang benar-benar Anna nya yang ternyata masih hidup.Luke bangkit dari tidurnya. Kondisinya tidak begitu parah. Hanya saja dia merasa perutnya sedikit nyeri, dan rasa pusing membuat pandangannya sedikit tidak fokus. Tapi, semua ini tak akan menghentikan niatnya untuk kembali menemui Clara, dan membuat wanita itu mengakui jika dirinya adalah Anna.Kepalanya menoleh ke samping, dan menemukan sebuah kertas yang tergeletak di atas nakas. Luke mengambi kertas itu, dan sebuah pesan yang tertulis di sana sukses membuat wajah Luke berbinar senang. Akhirnya, Clara alias Anna mau bertemu dengannya.Luke turun dari brankar meski tubuhnya masih terasa sakit. Dia harus segera menuju tempat yang tertulis di kertas itu
Luke memandangi punggung Anna yang mulai menjauh. Firasatnya ternyata benar. Bukanlah sebuah kebetulan, saat wanita bernama Clara itu memiliki wajah yang mirip dengan Anna. Karena kenyataannya, Wanita itu ternyata memang benar-benar Anna. Istrinya yang dikatakan sudah meninggal 10 tahun silam.“Anna ....”Tubuh Luke jatuh merosot ke lantai. Pandangannya tak lepas dari punggung Anna, dan seorang anak laki-laki yang menggandeng Anna dengan tatapan yang bisa dia lihat ... sangat menyayangi wanitanya itu.Tapi, haruskah dia mendapati kenyataan ini, bahkan saat pertemuan pertamanya dengan Anna setelah bertahun-tahun lamanya? Haruskah kesetiaannya, Anna khianati dengan memiliki pengganti dirinya sekaligus seorang putra? Haruskah, dia mendapatkan balasan yang se sakit ini?Luke menekan dadanya kuat-kuat. Rasa sakit yang menghantam dadanya, membuat napasnya sesak. Kenapa harus sejahat ini Anna memperlakukannya? Kenapa se tega ini, takdir memperm
Luke berlari mengejar Anna. Tapi, Anna sudah terlalu jauh meninggalkannya. Akhirnya, dia hanya bisa terduduk pasrah di parkiran kantor Anna dan beberapa kali menjadi pusat perhatian beberapa pasang mata di sana.Tiba-tiba, ponselnya bergetar. Rupanya, sebuah panggilan telepon dari Jasmine. Dia pun segera mengangkatnya. Jasmine harus tau jika Anna masih hidup sampai sekarang.“Iya Jasmine?” Luke berbasa-basi. Setidaknya dia mau tau dulu apa alasan Jasmine meneleponnya.“Sepertinya aku ingin ke London, untuk liburan. Aku jenuh terus-terusan berada di sini. Aku juga rindu Mansion ayahku. Peter juga belum kembali.”Perkataan Jasmine, membuat jantung Luke terpompa cepat. Belum selesai masalahnya dengan Anna, kini malah Jasmine yang memantik permasalahan lagi. Jika Jasmine ke London? Bagaimana jika Jasmine tak sengaja bertemu Peter? Bukankah, sampai saat ini Peter belum kembali seperti perkataan Jasmine tadi?“Emm ... Bagaimana kalau menunggu masalahku di sini selesai dulu,
“Peter ... berjanjilah, kamu akan selalu melindungiku,” mohon si wanita dengan mata yang mulai berkaca-kaca. Meski tanpa keraguan sedikit pun. Dia akan sangat yakin, jika The King Of The World di depannya saat ini, pasti akan terus memeluknya menghadapi badai hingga berlalu.Pria yang memang Peter itu, akhirnya membawa wanita misterius itu ke dalam pelukan besarnya. Sebuah pelukan hangat yang selama beberapa tahun terakhir dia bagi dari kesetiaan Jasmine. Katakan dia bajingan! Tapi, jalan takdir lah yang membuatnya memilih jalan seperti ini.“Mari tunjukkan pada dunia siapa dirimu.”“Tapi, aku belum siap! Kita batalkan saja yah rencana ini!”Peter memutar bola matanya malas. Dia pun beranjak lagi demi mengambil sebuah map yang sudah dia persiapkan untuk permainan mereka selanjutnya.“Aku sudah melatih dialog itu, puluhan kali loh, Anna. Jasmine sudah memberitahuku, jika Luke mungkin saja sudah sampai di London. Dan Jasmine akan segera menyusul ke sini. Jika
“Bersiaplah, hari ini Luke akan menemuimu di kantor.”Perkataan Peter saat mereka ber empat sedang sarapan, membuat Anna menghentikan suapannya. Tatapan matanya melirik ke arah Jasmine dan Davio yang juga menatapinya. Ya Tuhan ... haruskah dia berjuang sendirian?“Kenapa menatapku seperti itu?” tanya Anna dengan suara tercekat.“Karena kau takut,” jawab Jasmine seadanya.“Dan Bibi ingin berhenti sampai di sini,” imbuh Dave yang saat itu sedang meminum coklat panasnya.Anna menghela napasnya lelah. Ibu dan anak itu selalu kompak menjadi tim sorak sekaligus yang membuat mentalnya anjlok. Yah, meskipun perkataan mereka ber dua benar. Saat ini, hal yang paling dia takuti adalah bertemu dengan Luke, dan luluh oleh pria itu.“Kenapa tidak kalian suruh saja pria itu pergi?” Anna melirih. Dia di buat putus asa oleh kegigihan Luke demi menemuinya, “aku menyerah. Aku ingin berhenti. Aku tidak mau bertemu pria itu lagi.” Lanjutnya dengan mata yang mulai berkaca-kaca. Su
Mobil yang mereka tumpangi memasuki gerbang yang tak begitu besar. Sekilas, mirip hunian orang biasa. Rumah yang di tempati Anna terlihat damai dengan sebuah pondok kecil yang letaknya tak begitu jauh dari rumah. Dan taman kecil yang menjadi penghubung antara rumah dan pondok itu, sangat asri dilihat. Membuat siapa pun yang melihatnya akan merasakan ketenangan. Nyatanya, Anna masih tak berubah. Wanita itu masih sangat menyukai bunga dengan segala definisinya.Luke turun dari mobil. Dia terpaksa satu mobil dengan Jasmine dan Peter karena kondisinya yang tak mungkin menyetir mobil sendirian. Di mobil tadi pun, harus Jasmine yang menyetir karena kondisi Peter sama mengenaskannya seperti dirinya. Sedangkan Davio? Pria kejam itu mungkin sudah sampai beberapa menit yang lalu melihat mobilnya sudah terparkir di garasi.Mereka ber tiga turun. Luke sempat ragu untuk mengikuti Jasmine dan Peter yang hendak memasuki pintu. Dirinya merasa tidak pantas untuk bertemu denga
Ck!“Kenapa melihatku seperti itu?! Duduk! Aku akan mengobatimu!”Luke tersadar dari lamunannya. Lamunan manis tentangnya yang bisa memeluk Anna, dan Anna yang mau menerimanya kembali. Tapi kenyataannya?Luke harus belajar dari kenyataan. Jika Anna di depannya kini bukanlah Anna yang akan dengan mudah dia taklukkan. Dia masih harus berjuang keras, untuk mendapatkan maaf wanita itu. Baru setelahnya, dia bisa berpikir bagaimana caranya membuat wanita itu kembali ke dalam pelukannya.“Aku bisa melakukannya sendiri, Anna. Jangan merepotkan dirimu,” ucap Luke dan mendapat dengusan sebal dari wanita itu.“Songongnya masih nggak berubah ya, meski sudah tua?” cibir Anna sambil mengambil kapas yang sudah dia bubuhi dengan obat, dan menempelkan kapas tersebut di sudut bibir Luke yang berdarah, “aku juga nggak mau kerepotan ngobatin kamu, jika saja saudaraku nggak mukulin kamu, sampai tangan kamu patah!” Lanjut Anna membuat alis Luke menukik sebelah.Patah? Tangan
Peter mengusap wajahnya kasar. Kenapa harus se menyakitkan ini rasanya. Di depan matanya, dia harus menyaksikan 3 orang yang paling dia kasihi, harus bertaruh nyawa. Meski salah satu di antaranya sudah benar-benar menyerah untuk berjuang.“Tuan, jantungnya kembali berdetak!”Celetukan seorang dokter yang sedang menangani Anna, membuat Peter tentu saja tersentak dan lekas mendekat.“Apa?! Jangan main-main, atau aku akan membunuhmu saat ini juga!” ancam Peter dengan mata yang memerah. Anna sudah menyerah, dan 2 bagian tubuhnya sudah di ambil karena permintaan Anna sendiri. Lantas, permainan takdir macam apa lagi ini?“Lihat monitornya, Tuan. Jantungnya kembali berdetak, bahkan pernapasannya mendekati batas normal. Ini sebuah keajaiban.”Peter terdiam. Dia tau dokter itu berkata benar. Dia tidak bodoh hanya untuk mengetahui kehidupan seseorang lewat monitor itu. Anna masih hidup. Tuhan memberinya sebuah keajaiban besar.“Maukah kau membantuku?” tanya Peter