Anna meneliti wanita, ahh—tepatnya, Pelacur suaminya yang saat ini sedang duduk manis di depannya.. Dari ujung rambut sampai ujung kaki, penampilan wanita itu, memang menunjukkan siapa dirinya, dan apa statusnya. Jadi tidak mungkin, jika Luke hanya berniat membohonginya. Wanita bernama Selena itu, benar-benar pelacur yang Luke sewa untuk menggantikan tugas yang seharusnya dilakukan olehnya sebagai seorang istri.
Anna menarik nafasnya pelan. Boleh saja Luke menganggapnya sebagai pembantu, budak atau apa. Luke membencinya, juga tidak masalah. Tapi, membawa seorang wanita bayaran ke dalam rumah, saat dirinya masih sah sebagai istri dan nyonya penguasa rumah, tentu sangat tidak sopan dan tidak adil untuknya.
“Sebaiknya kamu pergi. Tuan rumah yang ingin kamu kunjungi, sedang tidak ada di rumah,” ucap Anna dengan ramah, meskipun saat ini, dia sangat ingin mencakar wajah wanita yang sok cantik di depannya kini. Bagaimana tidak? Sejak datang beberapa menit yang lalu, wanita itu tiada hentinya menengok kaca untuk sekedar merapikan rambut atau mengecek ketebalan make up nya yang sudah setebal jalan aspal baru. Menyebalkan!
Wanita itu menoleh kilas dan tersenyum sinis sambil berkata, “Aku tau Nyonya.”
Mendengar jawaban wanita itu yang tak bersahabat, Anna merasa harus mengeluarkan taringnya agar wanita itu tau diri. Sedang berada di mana dan apa derajatnya di rumahnya ini. “Lalu, kenapa kamu masih di sini? Pergi! Atau aku akan mengusirmu secara kasar!” tegas Anna dengan kesal.
Wanita itu berdecih sambil berkaca pinggang. “Pantas saja Tuan Luxander, tidak berminat padamu. Kamu kumal, kotor, kusam, non modis dan pemarah. Hey Nyonya! Hari gini, jika penampilanmu macam gelandangan dan mulutmu setajam bubuk cabai begitu, jangan heran jika suamimu lari ke pelukan wanita sepertiku.”
“Jaga mulutmu! Kamu hanya wanita murahan! Ingat itu!” Anna mulai tak bisa mengendalikan emosi.
Wanita itu tertawa lebar. “Aku mengakuinya. Lagi pula, wanita murahan sepertiku yang mendapatkan pelukan suamimu. Bagaimana? Keren bukan?”
“Sialan!” Anna mengumpat kasar. Dia dikalahkan telak oleh Pelacur seperti Selena.
Anna memilih pergi. Kekesalannya mencapai ubun-ubun. Sebenarnya, dia masih banyak stok kesabaran juga kata-kata tajam untuk menghujat wanita pelacur yang gayanya selangit itu. Tapi, Anna merasa—itu tidak penting. Lagi pula, hanya membuang-buang tenaga. Biasanya, wanita rendahan seperti Selena, tak punya urat malu dan entah masih punya harga diri atau tidak?
Anna keluar dari rumah. Dia melanggar aturan suaminya. Biarlah apa konsekuensi dari tindakannya kali ini akan dia pikirkan nanti. Anna butuh udara segar dan merindukan seseorang. Dan dia, akan menemui orang itu sekarang.
***
Anna menatap langit-langit kamarnya yang bergelantungan foto-foto kebersamaannya dan Jasmine sejak bangku SMA. Kamar yang dulunya menjadi tempat favoritnya dan Jasmine untuk saling berbagi cerita, suka dan duka. Kamar yang beberapa tahun yang silam ia tinggalkan karena rasa benci yang sampai membutakan mata hatinya.
“Hiks!” tangisan Anna pun pecah. Begitu banyak kenangan yang sudah dirinya dan Jasmine buat bersama. Dan kenangan itu tidak akan mungkin hilang begitu saja walaupun sudah berbeda tahun dan usia. Semuanya masih tetap sama seperti biasanya. Nyatanya, persahabatan yang Jasmine jalin bersamanya, adalah persahabatan yang tulus tanpa alasan materi ataupun ketenaran.
Tapi, apa yang sudah dia lakukan pada Jasmine? Apa balasannya untuk ketulusan hati Jasmine? Tidak ada. Anna sudah melakukan perbuatan yang tak akan ter maafkan begitu saja. Akibat dari keegoisannya, Jasmine kehilangan penglihatan juga ingatannya.
Lantas, apa yang Anna dapatkan dari semua kejahatan yang dirinya lakukan selama beberapa tahun silam? Juga tidak ada. Malah karena kejahatannya, ayah nya meninggal dengan cara yang tragis dan ibunya meninggal dengan cara yang tragis pula. Dan sekarang, hidupnya terjebak dengan seorang pria gila yang ber status sebagai suaminya.
Kejahatan nya di kalahkan telak oleh kesabaran Jasmine dan dia tak mendapatkan apa-apa.
Lalu dirinya? Tentu saja, saat ini dirinya hanya tinggal sebatang kara. Tidak ada ayah, tidak ada ibu, kerabat ataupun teman. Semuanya meninggalkan nya--sendirian. Bahkan, pria yang menikahinya memperlakukannya layaknya pembantu rumah tangga. Atau lebih tepat di perlakukan layaknya seorang budak.
Untuk harta peninggalan ayahnya, Anna tidak peduli. Sebagian harta milik ayahnya, sudah dia donasikan. Apalah artinya bergelimang harta, jika dirinya kesepian dan tidak memiliki seorang pun untuk berbicara ataupun berkeluh kesah.
Anna bangkit dari tempat tidurnya. Kakinya melangkah keluar dengan perlahan. Setiap harinya, Anna selalu terngiang-ngiang suara ibu atau ayahnya. Bahkan, kilasan masa-masa Indah keluarga hangat mereka, melintas di pelupuk matanya. Anna tidak tahan. Lantas dia pun segera menutup mata dan menutup telinganya kemudian segera keluar dari rumahnya.
Karena kesedihan nya yang mendalam, Anna memilih tinggal di neraka buatan Luxander, suaminya. Setidaknya, dia bisa bernafas sedikit lega. Menganggap kesabarannya saat di tindas oleh Luke adalah sebuah penebusan dosa. Tidak apa-apa asalkan dia jauh dari semua kenangan-kenangan itu.
Anna memasuki mobilnya. Hari ini, dia akan menemui Jasmine dan kembali memohon ampunan. Kebetulan, Luke sedang tidak ada di rumah. Entah pergi ke mana suami brengseknya itu sejak kemarin. Jadi, dia punya kesempatan untuk membebaskan diri sejenak.
Sedetik pun, dia tidak akan pernah menyerah untuk berusaha mendapat maaf dan bisa bersahabat dengan Jasmine kembali walaupun status mereka sudah lebih dari itu. Mereka adalah saudara ipar. Kesalahannya pada Queen juga tak akan bisa di lupakan dengan mudah.
Dan di sini lah Anna berada. Berdiri sendirian dengan nyali dan kepercayaan diri yang tinggi. Berharap Jasmine dan keluarganya mau membuka tangan untuk merangkulnya kembali.
“Anna?”
Suara Queen yang bergetar saat memanggil Anna, membuat Anna sadar diri, jika Queen masih belum sepenuhnya menerima perbuatan jahat Anna yang sudah menindas Queen sampai Queen gila.
Anna mendekat. Kepanikan yang bisa dia lihat dari raut wajah wanita-wanita di depannya, adalah bukti jika mereka menyetempelnya sebagai seorang penjahat.
“Anna, kapan kau datang?” tanya Rose berbasa-basi. Rasa sakit hatinya masih belum sepenuhnya hilang. Tapi mau tidak mau, Anna adalah menantunya. Istri Luke, putra tertuanya.
“Beberapa menit yang lalu.” Anna tersenyum kikuk. Masih tetap di posisinya tadi, tanpa berani mendekat sebelum diminta ataupun diperintah.
Rose jadi serba salah. Di tempatnya saat ini, ada Kathe juga Queen yang menatap Anna dengan tatapan sinis dan ke tidak sukaan mereka. Dia pun mengerti, mereka belum bisa memaafkan kesalahan Anna. Tapi, Anna di sana hanya sendiri dan sebatang kara. Tidak mungkin dirinya tak mengulurkan tangan untuk merangkul Anna yang kesepian. Apalagi Anna adalah Putri Axel. Tidak mungkin juga, Rose akan melupakan semua kebaikan dan perjuangan Axel untuknya. Ya, walaupun kesalahan Anna pada keluarganya sangatlah kejam dan tak bisa dimaafkan begitu saja.
Anna menundukkan kepalanya. Jika saja, Jasmine tidak buta dan kehilangan ingatannya, pasti Jasmine akan menjadi orang pertama yang memeluknya dan memberikannya perlindungan juga rasa aman.
“Aku minta maaf pada kalian semua. Aku sudah menyadari semua kesalahanku. Memang aku tidak pantas mendapatkan maaf dari kalian, tapi aku mohon. Beri sedikit tempat untuk ku di keluarga ini, juga sedikit waktu untuk menebus semua kesalahanku pada Jasmine dan Queen.”
“ANNA!”
Suara tinggi bernada kejam yang selama beberapa hari sudah berhasil membuatnya hidup seperti di neraka membuat Anna bergidik. Kenapa suami brengseknya itu berada di sini? Anna kira, Luke sedang bersenang-senang dengan jalang-jalang nya yang bergonta ganti setiap harinya.
“Lu—ke?” Anna kikuk, begitu Luke mendekat dan memeluk pinggangnya.
“Siapa yang mengizinkan kamu keluar huh?!” bisik Luke sambil meremas kuat kulit pinggang Anna yang memakai celana jeans.
“Sa—kit Luke!” rintih Anna pelan. Dia tidak bisa melawan ataupun menyuarakan perlawanan nya. Bisa saja, Luke melempar dirinya ke penjara dan membuat nama baik almarhum ayahnya tercemar. Tidak. Dia tidak mau semua itu terjadi. Sudah cukup dirinya mengetahui jika ayahnya meninggal karna di bunuh oleh ibunya sendiri.
“Kamu berani melawanku lagi?” bisik Luke dengan ancamannya sehingga membuat Anna menggeleng cepat. “mau merasakan bagaimana cambuk hitam milikku lagi?” lanjut Luke membuat Anna kembali menggeleng. “jika seperti itu, jangan pernah menginjakkan kakimu di sini lagi. Kamu tau, di mata keluargaku kamu hanyalah sampah. Sampai kamu mati pun, tidak akan ada yang sudi untuk sekedar melihatmu apalagi memungutmu!”
Mata Anna buram oleh air mata. Bukan hanya perkataan Luke yang seperti menyayat hatinya dengan belati tajam. Tapi cengkeraman tangan Luke di kulit pinggangnya, rasa-rasanya sudah terasa perih. Mungkin luka baru sudah dia dapatkan di sana.
“Kami pergi. Sudah terlalu lama, kami meninggalkan rumah.” Perkataan Luke membuat Rose angkat suara.
“Eh, kenapa buru-buru? Anna belum duduk dan ma-- Luke!” teriak Rose karena Luke sudah menyeret Anna keluar dari sana.
Anna berjalan tertatih mengikuti langkah Luke yang besar. Luka karena pecahan beling di kakinya masih belum sembuh, entah luka baru apa lagi yang akan dia dapatkan setelah sampai di rumahnya nanti.
“Paman!”
Langkah Luke berhenti begitu berpapasan dengan Davio. Cengkeraman Luke di pergelangan tangan Anna terlepas dan beralih mengusap lembut Puncak kepala Davio.
“Paman pulang dulu. Lusa, kita main lagi oke?”
Davio mencebikkan bibirnya. Anna yang melihatnya pun menarik sebuah senyuman tipis. Davio yang merajuk sama persis dengan Jasmine. Anak kecil hasil buah Cinta Peter dan Jasmine itu sangat tampan dan manis. Inikah wujud janin yang berusaha dia lenyapkan dengan kejam 6 tahun silam? Mata Anna kembali berkaca-kaca. Kepada Davio pun dia sudah berdosa.
“Aku ikut ke rumah Paman ya?” tanya Davio polos.
Luke menggeleng pelan. Sambil melihat Anna dengan ekor matanya, dia berkata, “Jangan Dave. Di rumah Paman masih ada moster jahat. Nanti kalau mosternya sudah mati, Dave boleh menginap di rumah Paman. Oke?”
Anna menundukkan kepalanya. Dia tau siapa moster jahat yang di maksud oleh Luke. Moster itu adalah dirinya. Karena selama ini, memang dirinyalah yang merusak semua kebahagiaan yang harusnya menjadi milik Davio sejak kecil.
Davio mengangguk. “Baiklah. Hati-hati di jalan Paman.”
Luke bangkit dan kembali mencengkeram tangan Anna dengan kuat. “Pasti otak busukmu sudah merencanakan sesuatu yang jahat lagi kepada keponakanku ‘kan?”
“Tidak Luke!” sanggah Anna. “aku ingin menebus dosaku pada Davio.”
“Jangan menyebut namanya dengan mulut berbisamu! Jangan lupa. Kamu pernah berniat untuk melenyapkannya!” Anna bungkam. Tidak ada gunanya dia melawan Luke. Laksana batu melawan batu, pasti perdebatan mereka tidak akan ada akhirnya.
Sepanjang perjalanan, Anna membuang muka sambil melihat kendaraan yang berlalu-lalang memadati kota. Di sampingnya, Luke sedang fokus menyetir dengan tampang sangarnya. Jangan tanya, bagaimana takutnya Anna sekarang. Gerak-gerik Luke, menandakan jika sebentar lagi dia akan mendapatkan hukuman.Sungguh Anna tak menyangka, Luke akan berada di mansion utama. Dia kira, Luke sedang di kantor atau di club bersenang-senang dengan makhluk jadi-jadian seperti Selena.Anna melirik Luke kilas. Sepanjang perjalanan, tidak ada yang bersuara dari kubunya maupun dari pihak si menakutkan. Sehingga, suasana di dalam mobil semakin terasa mencekam.Menyadari, jika Anna menatapnya, secara mendadak, Luke menginjak rem dan .... dug! Anna yang tidak siap, harus terantuk ke dashboard mobil.“Aduh! Kamu sudah gila ya?” sungut Anna sambil mengusap keningnya yang merah.Luke menoleh dengan matanya yang tajam. Seringaian t
Luke sudah sampai di rumah. Dalam hatinya, sama sekali tak terbesit keinginan untuk menunggu atau memutar arah untuk menjemput Anna. Biarlah wanita itu mendapatkan hukuman atas kelancangannya. Anna sudah melewati batas, hanya gara-gara perhatiannya tadi pagi. Anna kira, dia akan luluh begitu saja? Cuih! Mimpi!Luke membuka pintu. Dan pemandangan di depannya, membuat bibirnya sedikit tertarik membuat senyuman tipis. Rasa kesal dan kepenatannya menghilang seketika. Selena, pelacur sexi yang dia booking untuk memuaskan sekaligus tinggal di rumahnya, sudah menunggunya dengan pose sexi. Wajah Selena yang cantik dengan gaun tidur merahnya yang berpotongan dada rendah dengan panjang sampai paha, membuat Luke bangga pada dirinya sendiri. Dia tidak salah memilih jalang, untuk membalas penolakan Anna. Selena tak kalah cantik dari Anna, walaupun sisi memesona Anna—sangat alamiah.Luke menutup pintu dan Selena sudah memeluknya dari belakang. Tubuhnya
Beberapa jam sebelumnya ...Alex yang tadi sempat melihat kedatangan Anna, bergegas untuk masuk ke dalam mansion. Entah bagaimana reaksi Queen atau Katherine melihat Anna berada di sana. Yang pastinya, istrinya Rose lah yang akan menjadi penengah di antara mereka.“Sweety, di mana Anna? Tadi, aku melihatnya datang?” tanya Alex begitu mendapati ruang tamu mansion nya, sudah sepi. Hanya ada Rose yang sedang merapikan mainan Davio yang tercecer di sofa.Rose duduk di sofa, lalu menepuk-nepuk sofa di sampingnya. Mengisyaratkan agar Alex duduk bersamanya.Alex tersenyum geli, kemudian mengikuti perintah wanita yang sudah menjadi ibu dari anaknya itu. “Kau semakin manis, Sweety,” Cup! ucap Alex sambil mengecup pipi kiri Rose.Rose sedikit tersentak, lalu memukul dada Alex dan celingak-celinguk tak jelas. “Alex! Ingat umur. Jangan bertingkah sep
“Anna bagaimana keadaanmu?” tanya Alex yang saat ini duduk di kursi di sebelah ranjang yang di tiduri Anna. Benar. Orang yang sudah menolong Anna dari kejahatan preman jalanan itu, adalah ayah mertuanya sendiri. Entah bagaimana ayah mertuanya itu, bisa berada di sana dan menolongnya? Sedangkan Luke? Bahkan sampai saat ini, Luke belum juga menjemputnya. Dasar suami brengsek! Anna yakin. Luke pasti sedang bersenang-senang dengan wanita jalang bernama Selena itu di rumahnya, tanpa peduli tragedi apa yang menimpanya karena Luke tinggalkan di jalanan. Sialan!Anna meringis pelan. Wajahnya juga terasa ngilu. Bahkan sudut bibirnya terasa nyeri. Preman-preman jalanan itu, benar-benar berniat menghancurkan dirinya. “Aku baik Paman. Terima kasih banyak sudah menyelamatkan hidupku.”Alex tersenyum tipis. “Sama-sama Nak. Oiya, kakimu belum boleh di gerakkan. Tulangnya sedikit retak
Luke yang penasaran, turun dari mobil dan menghampiri polisi yang sedang mengevakuasi korban. “Ada apa Pak?” tanya Luke yang melihat tiga orang korban tertembak. Tampaknya para preman jalanan. Kondisi mereka sangat mengenaskan dengan luka tembak di kepala.“Kasus pembunuhan Tuan,” jawab polisi itu.“Siapa korbannya?”“Seorang wanita muda!”Jawaban polisi itu, mendadak membuat jantung Luke berdebar kencang. Pembunuhan wanita Muda? Apakah Anna? Pikirnya berkecamuk.“Siapa mereka?” tanya Luke lagi. Dia harus memastikan, untuk membuang jauh rasa khawatirnya. Khawatir? Tentu saja. Jika terjadi sesuatu pada Anna, ayahnya—Alex . Pasti akan mencekiknya.“Mereka para preman jalanan yang meresahkan masyarakat. Mereka sudah lama kami incar tapi selalu lolos dari pengejaran. Mereka ini, suka mencopet, memuku
Peter dan Alex sedang menertawakan kebodohan Luke lewat CCTV yang Peter kirim lewat seorang opsir polisi. Saat ini, mereka sedang berada di balkon kamar yang di tempati Anna dan menikmati tontonan gratis itu.“Dad, aku pergi dulu. Sebentar lagi, Luke akan datang. Aku tidak mau Luke berpikiran yang tidak-tidak jika melihatku berada di sini,” ucap Peter.Alex mengangguk dan menepuk pundak Peter pelan. “Baiklah. Terima kasih sudah mau menyadarkan Luke, Nak.”Peter tersenyum kilas. “Aku tidak mau, jika suatu hari nanti Luke menyesal Dad. Aku yakin. Suatu hari nanti Anna akan bisa meluluhkan kerasnya hati Luke dan rumah tangga mereka akan bahagia. ”“Ya, semoga saja.”Peter keluar dari kamar itu. Sebelumnya, dia masih sempat melihat ke arah Anna yang melihatnya dengan sorot mata yang masih menyimpan—kekaguman terhadapnya.“Terima kasih sudah mau menolongku. Meskipun sel
Anna menutup wajahnya yang sembab dengan Make Up tipis. Semalaman, dia tidak bisa tidur karena ter bayangi oleh perkataan Selena yang mengatakan jika saat dirinya bertaruh nyawa, justru Luke sedang berada dalam pelukan wanita jadi-jadian itu.Marah, kesal, kecewa. Entahlah, Anna tak bisa menentukan perasaannya. Hanya saja, dia tidak bisa menghentikan aliran air mata yang dia sesali tak mau berhenti.Jika saja Anna bisa, dengan senang hati Anna akan melempar Selena keluar dari rumahnya dan menutup pintu gerbang rapat-rapat agar wanita tak tahu malu itu tak akan pernah bisa kembali lagi. Tapi, setelahnya, Luke pasti akan melakukan hal yang sama pada dirinya, melihat betapa berharganya Selena di mata suaminya. Lalu, apa yang bisa di lakukannya sekarang? Apa dia bisa melakukan sesuatu? Jawabannya adalah tidak ada. Anna hanya bisa diam dan berpura-pura tuli dengan sekelilingnya. Toh, untuk komen pun hanya akan membuang tenaga, waktu dan kesabarannya mengingat po
Anna tak habis pikir dengan apa yang dilakukan Luke seharian ini. Tadi pagi, Luke menyuapinya. Lalu mengantarnya pergi ke dokter untuk memeriksakan kondisi kakinya. Dan sebelum pulang, Luke masih mengajaknya jalan-jalan.Anna ingat, perdebatan kecil mereka di rumah sakit tadi, hanya gara-gara dia tidak mau Luke gendong. Saat itu, mereka baru sampai di rumah sakit dan Luke melarangnya untuk berjalan sendiri.“Aku akan menggendongmu,” ucap Luke saat Anna akan melangkah turun dari mobil.Anna tersenyum tipis sambil menggeleng pelan. “Tidak usah Luke. Aku bisa kok jalan sendiri.“ tolak Anna halus. Dia tidak mau merusak suasana baru yang tercipta di antara hubungannya dan Luke.“Cerewet banget ya kamu? Bisa tidak, enggak usah sok kuat terus. Kamu itu lemah dan kamu butuh aku!”Anna menundukkan kepala. Lihat ‘kan betapa judesnya suaminya yang bertampang sangar itu. Jika saja Luke menjadi w
Beberapa hari kemudian.“Aku akan membawa Angel pergi.”Suara Davio yang tiba-tiba terdengar, membuat semua keluarga tentu saja shock. Tiada angin, tiada hujan, kenapa Davio bersikap aneh seperti ini?Peter bangkit. Dia tidak akan menerima keinginan secara sepihak dan tak masuk akal itu. “Pergi ke mana? Angel tidak akan pergi ke mana pun. Dia akan melanjutkan pendidikannya di sini saja.” Tolak Peter membuat Davio harus memutar akal. Dia harus bisa membuat Angel jauh dari keluarganya, agar adiknya itu tak semakin tertekan kala rahasianya terbongkar.“Aku berjanji akan menjaganya. Lagi pula, universitas London lebih bagus dari pada di sini. Angel juga mengatakan, jika dia ingin belajar mandiri. Jadi, kenapa kita tidak membiarkan dia mencobanya dulu?” jelas Dave. Semoga saja, alasannya kali ini disetujui oleh ayahnya.Rose, Katherine dan Jasmine bungkam. Semua keputusan ada ditangan para lelaki penguasa itu. Yang terpenting bagi mereka adalah, Angel baik-baik sa
“Bagaimana kabarmu?”Luke menyapa wanita yang kini duduk di depannya dengan rambut digulung tinggi. Satu-satunya wanita yang berhasil membolak-balikkan dunianya, dan wanita yang selalu dia rindukan sampai-sampai membuatnya hampir mati.“Kamu lihat, bagaimana kelakuan putramu di pesta ulang tahunnya kemarin ‘kan?” lanjut Luke sambil mengusap wajahnya kasar, “bocah itu ... selalu membuatku naik darah!”“Hahaha ...” wanita itu terbahak. Tapi segera, dia menutup mulutnya menggunakan telapak tangan.“Jangan tertawa, Anna. Bocah itu, semakin menyebalkan!”Anna membuat gerakan seperti mengunci mulutnya. Perutnya seperti digelitiki, sungguh dia masih ingin tertawa keras melihat bagaimana frustasi nya Luke saat ini.Luke selalu mengunjunginya setiap akhir pekan. Padahal setiap hari, mereka sudah bertemu lewat video call. Pria itu bahkan tiada bosannya mengiriminya pesan yang kadang tak masuk akal.”Sepertinya, tantanganku di mulai dari sekarang.”
8 Tahun kemudian..“Ayo, Nak. Nanti kita bisa terlambat!” ajak Luke pada putranya yang saat itu hanya diam saja sambil memainkan ponselnya.Jim Luxander Thomas. Putra Luke dan mendiang Anastasia yang saat ini sudah berusia 18 tahun. Ralat. Putera Luke dan Annastasia yang masih setia bersembunyi dari dunia demi sebuah tantangan. Yakni, tantangan akan kembali ke dalam pelukan Luke, asalkan Luke berhasil membuat Jim tidak mengikuti jejak ke berengsekan nya.Jim. Laki-laki yang berambut hitam legam itu, sangat akrab dengan Davio meskipun usia mereka berselisih sekitar 7 tahun. Namun, pembawaan diri Jim yang sedikit cuek malah akan seperti kucing dan Anjing begitu bertemu dengan adik Davio, Angelina Queen D’orion.Angel yang manja dan selalu mengikuti Jim, membuat Jim sering di buat kesal dan berakhir Jim mengajaknya bertengkar agar bisa menghindar.“Daddy, aku malas bertemu si manja itu.”Jawaban Jim, membuat Luke menoleh kilas. Jim memang ti
Anna merapikan peralatan masaknya. Baru saja dia, Jasmine dan ke tiga pria yang turut serta meramaikan dunianya selesai sarapan pagi. Dan beberapa saat lagi, dia harus rela melepas Jasmine untuk kembali ke Perancis—meninggalkannya sendirian lagi.Semua teka-teki dan kisah kelam hidupnya sudah berakhir di detik ini. Tak ada yang membebani hidupnya lagi. Semuanya, seperti semula. Dari nilai nol sebagaimana memulai kehidupan barunya saat membuka mata. Bahkan monster bernama Luke tak lagi menakutkan baginya. Apa pun yang berkaitan dengan pria itu, sepenuhnya takluk di bawah kendalinya. Ya, bahkan hanya dengan sekali ucapan saja, Luke akan melakukan apa pun yang dia minta. Tak bisa mengelak dari kenyataan, jika Luke yang juga mencintainya, membuat perasaannya berbunga.Silakan katakan dirinya lemah, dan apa pun semau kalian. Tapi, siapa pun tak akan bisa berkutik jika cinta sudah berbicara dan mengambil peran. Kau mungkin bisa mengendalikan dunia. Tapi hatimu? Maaf, bah
“Silakan, buka mata, Anda.”Anna masih tak memercayainya. Tapi, begitu dia membuka mata. Sosok tinggi menjulang yang bisa dia lihat dan berdiri di depannya dengan wajah penuh bahagia, membuat tangisnya tumpah seketika itu juga.“Peter, hiks ... hiks ....”Peter tak bisa menahan air matanya juga. Dia segera melangkah, dan membawa wanita rapuh itu dalam pelukan besarnya. Mengusap punggungnya yang lemah dengan usapan penyemangat, dan menciumi rambutnya sebagai bentuk kasih sayang seorang kakak kepada adiknya.“Selamat datang Anna. Terima kasih tetap mau bertahan sampai di titik ini,” ucap Peter penuh haru. Dia bahagia. Sangat bahagia karena berhasil menyelamatkan ibu keponakannya, dan wanita yang sudah memberikan Jasmine nya dunia terang benderang seperti sekarang.Anna terisak. Dia belum mampu bersuara. Kenyataan ini, masih belum bisa dia terima dengan akal sehat. Semuanya sangat mustahil, tapi kenapa bisa terjadi?Para dokter itu memilih keluar dari ruangan. Mer
Peter sampai di ruangan putih yang di dalamnya terdapat seorang wanita yang terbaring lemah dengan mata yang masih tertutup rapat oleh kapas. Wanita itu memang sudah siuman. Tapi, untuk penglihatannya, baru hari ini dokter akan membukanya dan melihat bagaimana hasil kinerja mereka.Peter melangkah mendekat. Anna tak se kurus yang dia lihat terakhir kali. Wanita itu lebih berisi dengan wajah tak menampakkan kesedihan lagi. Apa mungkin, karena wanita itu sedang tidur hingga kesedihannya tak nampak lagi?3 dokter yang dibawa Peter khusus dari Perancis, datang dengan pakaian kerja mereka yang baru. Ke 3 dokter itu memberinya senyuman lebar dengan sedikit anggukan kepala.“Selamat pagi, Tuan.”Peter mengangkat sebelah tangannya. Bukannya dia tidak mau membuka suara untuk menyapa mereka. Hanya saja, dia tidak mau Anna mendengar suaranya, sebelum Anna melihatnya secara langsung. Dia ingin tau bagaimana reaksi wanita itu saat melihatnya untuk yang pertama kali.Tak lama, Anna
Peter mengusap wajahnya kasar. Kenapa harus se menyakitkan ini rasanya. Di depan matanya, dia harus menyaksikan 3 orang yang paling dia kasihi, harus bertaruh nyawa. Meski salah satu di antaranya sudah benar-benar menyerah untuk berjuang.“Tuan, jantungnya kembali berdetak!”Celetukan seorang dokter yang sedang menangani Anna, membuat Peter tentu saja tersentak dan lekas mendekat.“Apa?! Jangan main-main, atau aku akan membunuhmu saat ini juga!” ancam Peter dengan mata yang memerah. Anna sudah menyerah, dan 2 bagian tubuhnya sudah di ambil karena permintaan Anna sendiri. Lantas, permainan takdir macam apa lagi ini?“Lihat monitornya, Tuan. Jantungnya kembali berdetak, bahkan pernapasannya mendekati batas normal. Ini sebuah keajaiban.”Peter terdiam. Dia tau dokter itu berkata benar. Dia tidak bodoh hanya untuk mengetahui kehidupan seseorang lewat monitor itu. Anna masih hidup. Tuhan memberinya sebuah keajaiban besar.“Maukah kau membantuku?” tanya Peter
Ck!“Kenapa melihatku seperti itu?! Duduk! Aku akan mengobatimu!”Luke tersadar dari lamunannya. Lamunan manis tentangnya yang bisa memeluk Anna, dan Anna yang mau menerimanya kembali. Tapi kenyataannya?Luke harus belajar dari kenyataan. Jika Anna di depannya kini bukanlah Anna yang akan dengan mudah dia taklukkan. Dia masih harus berjuang keras, untuk mendapatkan maaf wanita itu. Baru setelahnya, dia bisa berpikir bagaimana caranya membuat wanita itu kembali ke dalam pelukannya.“Aku bisa melakukannya sendiri, Anna. Jangan merepotkan dirimu,” ucap Luke dan mendapat dengusan sebal dari wanita itu.“Songongnya masih nggak berubah ya, meski sudah tua?” cibir Anna sambil mengambil kapas yang sudah dia bubuhi dengan obat, dan menempelkan kapas tersebut di sudut bibir Luke yang berdarah, “aku juga nggak mau kerepotan ngobatin kamu, jika saja saudaraku nggak mukulin kamu, sampai tangan kamu patah!” Lanjut Anna membuat alis Luke menukik sebelah.Patah? Tangan
Mobil yang mereka tumpangi memasuki gerbang yang tak begitu besar. Sekilas, mirip hunian orang biasa. Rumah yang di tempati Anna terlihat damai dengan sebuah pondok kecil yang letaknya tak begitu jauh dari rumah. Dan taman kecil yang menjadi penghubung antara rumah dan pondok itu, sangat asri dilihat. Membuat siapa pun yang melihatnya akan merasakan ketenangan. Nyatanya, Anna masih tak berubah. Wanita itu masih sangat menyukai bunga dengan segala definisinya.Luke turun dari mobil. Dia terpaksa satu mobil dengan Jasmine dan Peter karena kondisinya yang tak mungkin menyetir mobil sendirian. Di mobil tadi pun, harus Jasmine yang menyetir karena kondisi Peter sama mengenaskannya seperti dirinya. Sedangkan Davio? Pria kejam itu mungkin sudah sampai beberapa menit yang lalu melihat mobilnya sudah terparkir di garasi.Mereka ber tiga turun. Luke sempat ragu untuk mengikuti Jasmine dan Peter yang hendak memasuki pintu. Dirinya merasa tidak pantas untuk bertemu denga