Boris menatap Sandra dengan wajah tanpa ekspresi. “Kompetisinya belum di mulai, kan? Kamu sangat peduli padanya?”Sandra mengerutkan kening. “Boris, aku perempuan, nggak suka sama perempuan.”Boris hanya mendengus sinis, seolah sedang berkata pada Sandra kalau di matanya pria atau perempuan sama saja.Sandra benar-benar tak berdaya. Tiba-tiba dia merasa tidak ingin mengatakan apa pun lagi. Sepertinya Boris sudah terlalu terobsesi.Untung saja, Boris juga tidak mengatakan apa-apa lagi. keduanya hanya mengobrol tentang peraturan babak kedua. Kali ini banyak peraturan baru yang ditambahkan, salah satunya sangat mengejutkan Sandra.Siapa pun yang diduga melakukan plagiarisme, konsekuensinya bukan hanya harus mengundurkan diri dari kompetisi, tapi juga harus memberikan kompensasi kepada penyelenggara serta desainer yang karyanya diplagiat, bahkan harus keluar dari dunia desain.Itu sama saja dengan memberitahu semua desainer yang ikut kompetisi. Jika mereka ingin melakukan plagiarisme, lebi
Bansan Mansion.Mansion ini adalah bangunan terindah di Kota Binru. Di kamar tidur utama, seorang pria turun dari tempat tidur dan berjalan ke kamar mandi dengan wajah tanpa ekspresi. Sedetik yang lalu, pria itu masih memadu kasih dengannya. Pada detik berikutnya, raut wajah pria itu sudah berubah total. Namun, Zola sudah lama terbiasa dengan hal itu.Zola berdiri dan memakai kembali pakaiannya. Wajah di balik rambut panjangnya masih memerah. Dia memiliki wajah yang cantik, tubuh yang seksi dan menggoda. Terlebih lagi di saat seperti ini.Selesai mandi, pria itu keluar dari kamar mandi. Dia menatap Zola dengan raut wajah datar, lalu berkata dengan dingin, “Tanda tangani ini.”Usai berkata, pria itu mengeluarkan lembaran kertas dokumen dari dalam laci meja nakas, lalu melemparkannya ke tempat tidur.Zola menunduk dan melihat kertas itu. Di bagian paling atas kertas, tercetak jelas kata-kata “Surat Cerai” yang menusuk mata. Zola spontan menatap pria itu dan bertanya dengan tidak percaya,
Sorot mata Boris kian tajam dan gelap. Keduanya saling menatap dalam diam. Sesaat kemudian, dia baru berkata dengan suara berat, “Aku nggak suka candaan seperti ini.” Baginya, jatuh cinta pada Zola hanya akan menjadi sebuah candaan.“Maaf,” ucap Zola dengan raut wajah membeku.Pria itu menatap perempuan yang selalu penurut, lembut, bijaksana dan perhatian. Entah mengapa, tiba-tiba ada perasaan aneh di dalam hatinya. Tepat saat ini, ponsel Zola tiba-tiba berdering.Zola segera mengambil ponselnya. Namun, kepanikan muncul di matanya ketika melihat nama di layar ponselnya. Meski rasa panik itu menghilang dengan cepat, Boris tetap bisa menangkapnya.Melihat Zola yang tampak ragu-ragu, Boris pun bertanya, “Nggak angkat?”Zola mengangguk, lalu mengangkat telepon, “Halo.”“Zola, hasil tesnya sudah keluar. Kamu baik-baik saja.” Orang di ujung telepon lainnya terdiam sejenak, lalu berkata, “Tapi kamu hamil, sudah lebih dari dua bulan. Perkembangan janinnya sangat bagus. Kamu ... mau pertahankan
“Mahendra, kalau kamu benar-benar pahami aku, jangan bahas tentang masa lalu lagi, oke?”Setahun yang lalu, Zola meninggalkan masa kejayaan dan ketenarannya lalu kembali ke Kota Binru untuk menikah dengan Boris. Namun, yang Zola dapatkan hanyalah selembar surat cerai dari Boris. Mahendra merasa itu sangat tidak sepadan bagi Zola.Raut wajah Mahendra semakin suram, kebencian pun terpancar dari kedua matanya. Zola menyadari perubahan yang terjadi pada Mahendra.“Mahendra, nggak ada yang bisa menjamin pernikahan akan selalu berakhir dengan sempurna. Aku sudah puas bisa jadi istrinya selama setahun. Jadi jangan merasa semua itu nggak sepadan untukku. Bagaimanapun juga, yang namanya perasaan nggak bisa dipaksakan,” ujar Zola dengan suara pelan.“Kamu benar, bagus juga kalian cerai. Setelah kalian cerai, aku nggak perlu merasa serba salah. Aku juga nggak perlu khawatir kamu akan sedih dan jadi ragu-ragu.”Mahendra menanggapi ucapan Zola, tapi suaranya lama kelamaan menjadi semakin pelan, hin
Jawaban Zola membuat Boris seketika bungkam. Namun, mata pria yang dalam dan diselimuti rasa tidak senang itu terus menatapnya. Zola tidak ingin menghadapi Boris lagi. Oleh karena itu, dia melangkahkan kakinya naik ke lantai atas. Akan tetapi, saat dia melewati Boris, tangan Zola dicekal dengan erat.“Zola, kamu lagi atur-atur aku?” tanya pria itu dengan suara serak.“Aku hanya berharap kamu bisa bersikap adil.”“Demi dia, kamu jadi berlidah tajam begini? Biasanya kamu selalu bersikap lembut, penurut dan pengertian terhadap aku. Jadi semua itu hanya dibuat-buat?”Zola mengerahkan tenaga untuk menarik tangannya. Namun, Boris begitu kuat, Zola sama sekali tidak berdaya untuk melawannya.Melihat Zola yang terus meronta, Boris pun langsung menarik perempuan itu dengan kuat ke dalam pelukannya. Napas pria yang menyejukkan menerpa wajah Zola, membuat Zola spontan tidak berani bergerak lagi.“Zola, jawab pertanyaanku, oke? Demi dia?” tanya Boris lagi.Zola mengerutkan bibirnya. Mereka terlalu
“Aku ke sana sekarang juga. Kamu minta perawat temani kamu dulu, oke?” Rahang Boris menegang, tapi suaranya tetap terdengar lembut. Hanya saja, setelah mendengar kata-kata Tyara, sorot matanya menjadi kian dalam seperti lubang tak berdasar.Jawabannya membuat Tyara sangat senang. Perempuan itu langsung berkata, “Oke, aku tunggu kamu.”Setelah panggilan berakhir, Boris kembali melihat ke arah tangga. Setelah menyuruh pelayan untuk mengingatkan Zola untuk makan malam, dia pun berjalan dengan cepat keluar meninggalkan rumah.Sesaat kemudian, terdengar suara mesin mobil. Zola berdiri di depan jendela kamar tidur utama sambil melihat mobil hitam itu pergi. Wajah cantiknya dipenuhi dengan sikap acuh yang dingin. Bibirnya melengkung tipis menertawakan dirinya sendiri. Pikirannya hanya dipenuhi sosok Boris yang pergi dengan cepat karena mengkhawatirkan Tyara. Boris benar-benar mencintai Tyara. Jadi apa yang masih dia harapkan dari pria itu?***Malam itu, Boris tidak kembali ke Bansan Mansion
“Bagaimana mungkin jadi jelek? Sekarang kamu masih dalam masa pemulihan, jangan berkecil hati, oke?” hibur Boris dengan suara lembut.“Benaran? Kamu nggak akan risih denganku?” Suara perempuan yang lembut itu penuh dengan harapan.“Tentu saja nggak akan. Setelah kamu sembuh, kita akan menikah,” kata pria itu tanpa ragu-ragu.“Benaran? Kamu nggak bohong, kan?”“Nggak bohong. Sudah, makan dulu, ya.”“Aku mencintaimu, Boris.” Suara lembut perempuan itu seperti suara alunan piano yang memabukkan.Zola yang berada di balik pintu juga mendengar setiap kata dalam percakapan mereka dengan jelas. Dia spontan melengkungkan bibirnya, menertawakan dirinya sendiri. Ada kesedihan yang tak ada habisnya di matanya. Zola tidak ingin menguping pembicaraan orang lain. Namun, dibandingkan dengan mengetuk pintu sekarang dan membuat orang merasa kesal, lebih baik dia menunggu dengan tenang. Setelah memastikan percakapan kedua orang itu telah berakhir, dia baru mengetuk pintu. Suara pria yang acuh tak acuh
Zola mengerutkan bibirnya dan tersenyum tipis, “Memangnya ekspresiku sangat penting? Kalau Tyara merasa nggak enak hati, kenapa dia telepon di jam segitu? Tapi karena dia sudah telepon, nggak perlu merasa bersalah. Apalagi kita sudah tandatangan surat cerai. Boleh dibilang kita sudah bercerai.”Nada bicara Zola begitu tenang, sama sekali tidak ada penyesalan. Namun, sikap Zola yang seperti itu membuat wajah Boris menjadi muram. Padahal ini jelas-jelas hasil yang dia inginkan. Namun entah mengapa, ada perasaan yang tidak bisa dijelaskan di dalam hatinya. Meskipun hanya sedikit, tetap saja dia tidak bisa mengabaikan perasaan itu.Boris menyipitkan mata dan berkata dengan nada tidak senang, “Zola, kalau kamu nggak senang karena aku suruh kamu antar baju ke sini, kamu marah saja padaku. Tapi Tyara belum sembuh, dia nggak boleh merasa sedih.”Boris begitu menyayangi Tyara, tidak ingin Tyara menderita sedikit pun. Oleh karena, dia boleh membuat Zola sedih.Mendapati suasana semakin mencekam,
Boris menatap Sandra dengan wajah tanpa ekspresi. “Kompetisinya belum di mulai, kan? Kamu sangat peduli padanya?”Sandra mengerutkan kening. “Boris, aku perempuan, nggak suka sama perempuan.”Boris hanya mendengus sinis, seolah sedang berkata pada Sandra kalau di matanya pria atau perempuan sama saja.Sandra benar-benar tak berdaya. Tiba-tiba dia merasa tidak ingin mengatakan apa pun lagi. Sepertinya Boris sudah terlalu terobsesi.Untung saja, Boris juga tidak mengatakan apa-apa lagi. keduanya hanya mengobrol tentang peraturan babak kedua. Kali ini banyak peraturan baru yang ditambahkan, salah satunya sangat mengejutkan Sandra.Siapa pun yang diduga melakukan plagiarisme, konsekuensinya bukan hanya harus mengundurkan diri dari kompetisi, tapi juga harus memberikan kompensasi kepada penyelenggara serta desainer yang karyanya diplagiat, bahkan harus keluar dari dunia desain.Itu sama saja dengan memberitahu semua desainer yang ikut kompetisi. Jika mereka ingin melakukan plagiarisme, lebi
Boris memasang raut wajah dingin, sekali lagi mempertegas pendiriannya. Zola hanya tertawa tak berdaya.“Kenapa nggak bisa dibandingkan? Bukannya ini hal yang sama? Atau ada sesuatu di antara kamu dan Tyara yang bisa kamu beritahukan padaku?”“Zola!” Boris berkata dengan tegas, “Semakin kamu bersikap seperti ini, artinya kamu memang masih mencintai mantan pacarmu itu, kan?”“Bagaimana denganmu? Apakah kamu juga masih mencintai Tyara?”Zola meniru nada bicara dan sikap Boris, lalu terus mendesak pria itu. Boris tertawa sinis. “Aku sudah beritahu kamu. Aku nggak punya perasaan seperti itu pada Tyara.”“Kalau nggak ada, kenapa kalian bermalam bareng di hotel?” tanya Zola dengan suara pelan.Sejauh ini, Zola hanya tahu kalau “Tyara” keluar dari hotel bersama Boris. Dia tidak tahu kalau perempuan itu bukanlah Tyara. Dia juga tidak tahu kalau Tyara sudah mengklarifikasi dia tidak bermalam dengan Boris di hotel. Oleh karena itu, dia hanya tahu Tyara dan Boris menghabiskan satu malam bersama d
Zola mengerutkan kening dan menatap pria di depannya. Boris jelas begitu dekat, tapi Zola merasa pria itu sangat jauh darinya. Zola memasang wajah tenang, karena dia tidak tahu apa yang terjadi di luar.Oleh karena itu, dia sedikit meragukan kata-kata Boris. Akan tetapi, sikap dan ekspresi yang Boris tunjukkan seolah sedang memberitahu Zola, kalau masalah benar-benar seperti itu.Sikap diam Zola membuat Boris tertawa pelan. “Kamu khawatir sesuatu akan terjadi padanya?”Zola tidak bicara. Boris berkata dengan nada mengejek, “Orang seperti Mahendra nggak akan mati begitu saja. Bagaimanapun juga, dia orang yang bisa lakukan apa saja untuk melarikan diri. Dia pasti berusaha keras untuk memastikan keselamatannya sendiri.”Bibir tipis Boris mengatup rapat. Sorot matanya menjadi begitu dalam, bagai sebuah lubang tak berdasar. Senyum mengejek merekah di bibirnya. Tidak ada kehangatan di ekspresi wajahnya.Wajah Zola penuh dengan kebingungan. Karena sikap ketus Boris membuatnya tidak bisa menah
Zola menatapnya dengan bingung. “Kenapa diam saja? Ayo ngomong. Kalau kamu memang ingin bersama Tyara, ngomong langsung saja sama aku. Aku nggak akan paksa orang lain, juga nggak akan menyulitkan siapa pun. Jadi bisa nggak kamu nggak usah perlakukan aku dengan cara seperti ini?”Boris tetap diam saja. Ini membuat Zola sangat gusar. Dia mengerutkan bibirnya dan menundukkan kepala. Kemudian, dia bertanya, “Apakah kamu marah karena aku sembunyikan soal Mahendra?”Lagi-lagi Boris tetap bungkam. Kali ini, Zola menganggapnya sebagai jawaban positif dari pertanyaannya barusan. Zola menghela napas dalam hati dan berusaha menenangkan diri.“Kalau memang karena itu, aku bisa jelaskan. Aku akui, aku memang tahu lebih dulu. Aku juga akui aku pernah ragu, aku pernah bimbang. Tapi hati nurani buat aku sadar kalau ini bukan perkara sepele. Bukan hanya dengan sebuah kebohongan bisa membuat segalanya seolah-olah nggak pernah terjadi.”“Jadi aku nggak pernah berpikir untuk nggak beritahu kamu. Aku juga
Boris membuka matanya dan memandang ke luar jendela. Di luar sudah gelap gulita. Dia menyipitkan mata, lalu berkata, “Bukan aku yang tentukan dia bisa hidup atau nggak, tapi apa yang dia rencanakan.”Jesse memacu mobil menuju tempat kejadian. Tim penyelamat sudah berkumpul dan melakukan pencarian.Begitu melihat Boris datang, Jodi segera menghampirinya dan menjelaskan situasi secara singkat.“Sekarang sudah malam, jadi pencarian agak sulit untuk dilakukan. Tapi bagaimanapun juga, ini sudah menyangkut nyawa orang. Pencarian tetap harus dilakukan. Kalau soal masih hidup atau nggak, masih belum tahu,” jelas Jodi.Boris menatap Jodi dengan wajah tanpa ekspresi. Kemudian, dia tertawa pelan. “Seharusnya kamu bilang belum tahu apakah orangnya bisa ditemukan atau nggak.”Jodi tidak mengerti maksud perkataan Boris. Namun, Boris sudah berbalik dan masuk ke dalam mobilnya tanpa memberi Jodi kesempatan untuk bertanya. Setelah duduk di dalam mobil, Boris menyuruh Jesse untuk menjalankan mobil. Urus
Kata-kata Boris membuat emosi Mahendra seketika meledak. Meskipun dia sedang terbaring di tanah, dia tetap berteriak keras, “Boris, kamu dan seluruh keluarga Morrison akan dapat ganjarannya. Kamu kira kamu sudah menang? Persetan, kamu belum menang, Boris. Ini baru permulaan. Kalian pasti akan bayar harga mahal!”Kutukan Mahendra membuat Boris tiba-tiba mengerutkan alis. Samar-samar dia merasakan sedikit perasaan gelisah ketika mendengar kata-kata itu. Boris sendiri tidak tahu dari mana datangnya rasa gelisah itu.Ekspresi di wajah Boris semakin dingin. Dia menyipitkan matanya dan bertanya, “Apa maksudmu?”Mahendra tidak bicara, hanya tertawa. Suara tawanya membuat emosi Boris perlahan-lahan berubah. Namun, Boris segera kembali tenang. Mungkin saja Mahendra mengatakannya hanya untuk membuatnya bingung.Boris menatap Mahendra dengan wajah tanpa ekspresi. Sesaat kemudian, polisi datang. Begitu melihat mobil polisi datang, Jesse langsung berjalan mendekat ke Boris dan berkata, “Pak Boris,
Senyum licik merekah di wajah Mahendra. “Boris, kamu tahu kenapa dia nggak langsung beritahu kamu saat Zola tahu dia hamil? Kamu nggak pernah pikirkan kenapa dia nggak beritahu kamu? Kamu sangat yakin anak di perutnya adalah anakmu, bukan anak orang lain? Kami selalu habiskan waktu bersama setiap hari. Lama-kelamaan akan tumbuh perasaan juga. Kamu nggak mungkin nggak mengerti, kan?”“Lagi pula, kenapa dia nggak lakukan apa pun setelah tahu aku yang jebak kamu dan Morrison Group? Dia juga nggak pernah berpikir mau beritahu kamu. Kamu nggak pernah pikirkan apa alasannya? Kalau dia benar-benar nggak peduli padaku sama sekali, dia bisa saja langsung ceritakan semuanya padamu begitu dia tahu. Jadi kenapa harus tunggu sampai kamu tahu?”Boris tidak bergerak juga tidak memberikan reaksi apa pun. Wajahnya sangat muram. Sorot matanya gelap, seolah-olah tertutup lapisan tinta hitam yang tebal. Ekspresi itu membuat Mahendra sangat puas. Dia mengucapkan kata-kata yang semakin keterlaluan, semakin
Permusuhan di antara keduanya benar-benar telah pecah. Tentu saja, Mahendra tidak akan membiarkan Boris pergi begitu saja.Mahendra tertawa sinis dan berkata dengan nada mengejek, “Memangnya kenapa kalau aku andalkan perempuan? Mereka juga melakukannya dengan sukarela. Dibandingkan denganmu, kamu lebih kasihan, Boris. Bagaimanapun juga, Zola nggak mencintai kamu. Di hatinya hanya ada mantan pacarnya. Dia nggak ada perasaan sama sekali padamu. Kalau bukan karena kamu yang terus bersikeras nggak mau cerai, kamu kira kalian berdua masih bisa jadi pasangan suami istri sekarang?”Kata-kata Mahendra membuat wajah Boris menjadi dingin. Amarah yang terpancar di matanya terlihat sangat jelas. Meskipun dia tahu Mahendra sengaja membuatnya kesal, Boris tetap saja tidak bisa menahan diri untuk tidak berpikir ke arah situ. Apakah Zola sendiri yang memberitahu Mahendra?Karena Boris tahu Zola punya mantan pacar. Zola menikah dengannya karena Zola ingin menjauhkan diri sepenuhnya dari mantan pacarnya
Tyara mengedipkan matanya pelan, agak linglung dan bingung. Namun, dia tidak tahan karena dimarahi oleh Mahendra seperti itu.Tyara mendengus sinis dan berkata, “Kamu nggak berhak marah aku. Siapa suruh kamu jebak aku? Seharusnya kamu beritahu aku lebih awal apa yang ingin kamu lakukan. Bukan dengan lakukan hal-hal yang merugikan aku tanpa sepengetahuan aku seperti sekarang.”Mahendra tidak ingin bicara omong kosong dengan Tyara. Dia tiba-tiba teringat sesuatu. “Dari semalam kamu sudah di rumah sakit?” tanya Mahendra.“Iya, dia sudah tahu.”Wajah Mahendra menjadi muram. Jadi apa maksud Boris dengan sengaja membuat keributan seperti itu? Tiba-tiba, Mahendra mengerti sepenuhnya. Boris sedang memaksanya untuk muncul.Ekspresi wajah Mahendra semakin tidak bersahabat. Dia pun menunjuk Tyara dan berkata, “Kamu akan bayar harga atas keputusanmu hari ini. Kamu kira kalau Boris tangkap aku, dia akan lepaskan kamu? Kamu salah, Tyara. Karena dia tahu kamu ingin jebak dia pakai obat, dia pasti sud