Zola memang tidak menyukai Tyara, tapi itu hanya reaksi setelah Tyara memprovokasinya lebih dulu. Namun sebelum Zola menikah dengan Boris, dia sama sekali tidak memiliki dendam dengan Tyara. Lantas, untuk apa Zola melakukan hal itu pada Tyara?Namun, apa yang Boris lakukan membuat Zola merasa sangat marah. Boris boleh saja pilih kasih, lebih sayang pada Tyara. Boris juga boleh saja salah paham padanya. Namun, Boris tidak boleh salah paham pada nenek Zola karena Tyara.Boris memasang wajah muram dan berkata, “Masalah nggak seperti yang kamu bayangkan. Ada beberapa hal yang nggak bisa aku jelaskan padamu sekarang. Menurut hasil penyelidikanku, orang yang menyebabkan kecelakan setahun yang lalu memang suami bibi yang merawat Nenek. Namanya Gilang.”“Gimana kamu bisa yakin kalau Gilang pelakunya?”“Tyara yang bilang. Dia korbannya, jadi aku harus selidiki sampai jelas.”Zola tertawa sinis. “Jadi kamu percaya padanya, mengira semua yang dia katakan benar. Saat kamu tahu kalau istri Gilang a
Boris tidak ragu-ragu lagi. Dia menyuruh Jesse mengemudikan mobil. Kemudian, dia membawa Zola pergi ke lokasi konstruksi.Lokasi konstruksi telah dikerumuni orang. Banyak orang berkumpul di depan pintu gerbang. Karena ada media yang melakukan siaran langsung di lokasi kejadian, jadi Boris dan Zola memasuki lokasi melalui pintu belakang garasi.Setelah terjadi hal seperti ini, para pekerja sangat ketakutan. Polisi sudah mencari dan menyelamatkan orang-orang yang terluka. Jumlah orang yang terluka masih belum dapat dipastikan. Suasana sangat menegangkan. Zola melihat ke tempat yang penuh reruntuhan dan bergumam, “Kenapa bisa terjadi bangunan runtuh?”Jesse memanggil Wanto, Zola pun bertanya padanya, “Kenapa tiba-tiba terjadi bangunan runtuh? Akhir-akhir ini nggak turun hujan. Semua fasilitas dalam kondisi normal. Nggak mungkin terjadi bangunan runtuh.”“Aku juga berpikir seperti itu. Tapi barusan aku periksa batang baja di lantai yang runtuh dan menemukan kalau batang baja yang dipakai b
Boris berbicara sebentar dengan polisi. Saat muncul kejadian seperti ini, polisi menyarankan Boris mengajukan kasus untuk diselidiki. Hanya dengan cara itu pula, Morrison Group baru bisa terhindar dari masalah.Itu juga yang dipikirkan Boris. Dia berjalan menjauh dari polisi dan menelepon Tedy. “Yandi sekarang lagi di mana? Suruh dia kembali ke Kota Binru hari ini juga untuk bantu aku tangani kejadian bangunan runtuh di perusahaanku,” kata Boris ketika Tedy mengangkat telepon.Insiden bangunan runtuh telah menimbulkan kegemparan besar di dunia maya. Tedy juga mengetahui hal itu. “Ada keributan besar di internet. Kalian nggak ada rencana mau atasi itu?”“Sekarang semua orang sudah tahu. Sekalipun semua artikel bisa dihapus, memangnya bisa hapus ingatan semua orang? Cara itu nggak hanya nggak akan berhasil, justru akan buat orang lain merasa kami bersalah dan ketakutan.”Karena berita sudah tersebar luas, maka semuanya harus ditangani secara terbuka. Tedy pun tidak banyak tanya lagi. Dia
Wajah Boris menjadi sangat muram setelah mendengar pertanyaan Zola. “Jadi kamu yakin setiap batch sudah diperiksa dengan teliti?” tanya Boris.“Aku yakin.” Zola menatap Boris dengan tegas. “Supplier juga harus selidiki secepat mungkin. Masalah ini sudah menjadi masalah yang sangat besar. Jika Morrison Group dituding telah menggunakan batang baja di bawah standar, maka semua properti dan bangunan Morrison Group akan dipertanyakan. Ini bukan hanya masalah yang akan berdampak pada Morrison Group. Masalah ini benar-benar bisa mendorong Morrison Group ke dalam kehancuran.”Tentu saja Boris juga memahami hal tersebut. Justru karena dia tahu, makanya dia tetap tenang dan berusaha mencegah masalah menjadi kian besar. Dia akan berkomunikasi dengan pihak korban dan menyelidiki apakah kejadian ini merupakan kecelakaan atau perbuatan yang disengaja.Boris berjalan ke arah Zola dan menatapnya dengan serius. “Apakah kejadian ini akan mendatangkan masalah bagi Morrison Group?” tanya Zola.“Kita lihat
Namun, begitu beritanya keluar, berita tersebut langsung menimbulkan kegemparan besar. Baik mereka yang telah membeli properti Morrison Group atau hanya tukang komentar di dunia maya, mereka semua menuntut Morrison Group untuk memberikan ganti rugi. Bahkan ada beberapa yang sengaja membuat kepanikan dan asumsi lain.“Aku pemilik properti yang dibeli dari Morrison Group. Ada retakan di balkonku. Jangan-jangan juga karena penggunaan batang baja yang nggak memenuhi syarat?”“Morrison Group harus beri penjelasan!”“Morrison Group sama saja dengan melakukan penipuan. Ini terlalu nggak adil bagi kami semua. Semoga departemen terkait bisa bantu tegakkan keadilan untuk kami.”“.…”“Selidiki Morrison Group!”Berbagai komentar muncul di kolom komentar. Langit di luar sudah gelap. Namun, Boris masih duduk di kantornya sambil menghisap rokok. Wajah tampannya sedingin es.Sejak kembali ke perusahaan pada sore hari, Boris belum meninggalkan kantornya. Dia tetap diam. Jesse membawakan makan malam unt
Boris melengkungkan bibirnya dan tersenyum, matanya juga seakan ikut tersenyum. “Kamu mengkhawatirkan aku?” tanyanya dengan suara pelan.Zola mengerutkan kening dan menatap Boris dengan serius. Namun, Boris malah memeluk pinggang Zola. Meskipun pria itu mengerutkan alisnya sedikit, bibirnya tetap melengkung, membentuk seulas senyum di sana.“Aku nggak yakin. Aku nggak bisa kendalikan opini publik. Terutama di saat seperti ini Morrison Group memang dalam kondisi pasif. Hanya dengan mengeluarkan bukti nyata kalau itu nggak ada hubungannya dengan Morrison Group baru bisa menutup mulut mereka.”Wajah Zola tampak muram. “Kamu nggak sembunyikan apa pun dariku, kan?”“Menurutmu apa yang bisa aku sembunyikan darimu?”“Aku nggak tahu. Kalau aku tahu, aku nggak akan tanya sama kamu,” tukas Zola.Raut wajah Zola datar. Kedua matanya terus menatap Boris tanpa berkedip. Boris membalas tatapannya sambil tersenyum tipis, “Aku benar-benar nggak sembunyikan apa pun dari kamu. Kejadian ini terlalu menda
Jika ada masalah, maka ini akan menjadi kerugian besar bagi Morrison Group. Zola memasang raut wajah dingin. Semakin dia memikirkan hal ini, wajahnya terlihat semakin serius.Saat ini, Mahendra mengetuk pintu kantor Zola, lalu bertanya, “La, lagi sempat, nggak?”Zola spontan melihat ke arah Jeni. Jeni hanya memutar bola matanya dan berkata tanpa suara, “Permen karet datang. Aku keluar dulu.”Zola tersenyum tak berdaya, lalu dia baru menjawab Mahendra, “Sempat.”Mahendra membuka pintu dan masuk. Jeni langsung keluar dan melewati pria itu begitu saja seolah-olah Jeni tidak melihatnya.Jeni dan Mahendra sudah lama saling kenal, tapi Jeni tidak pernah bersikap baik pada pria itu. Jeni bahkan pernah langsung berkata kepada Zola dengan terus terang, “Kalau kamu jadian dengannya, kelak kalian mau kencan atau makan bersama nggak perlu ajak aku. Aku nggak mau bertemu dengannya.”Waktu itu Zola tertawa dan bercanda, “Kalau kami menikah, kamu juga nggak mau hadir?”“Kalau kamu ingin aku hadir di
Apakah sungguh karena Zola hamil sehingga Mahendra takut dia terluka? Jika benar seperti itu, Zola justru semakin tidak bisa menyetujuinya. Bagaimanapun juga, Zola tidak mungkin akan bersama Mahendra. Zola tidak akan memanfaatkan kebaikan Mahendra agar dirinya terlepas dari masalah. Itu sangat melanggar prinsip Zola. Zola tidak akan mau. Namun, Zola mana tahu kalau sebenarnya Mahendra mungkin saja punya tujuan lain.Mahendra tidak berhasil membujuk Zola. Ada sedikit kekecewaan di mata Mahendra, tapi dia memasang raut wajah khawatir dan tak berdaya. Setelah meninggalkan kantor Zola, wajah Mahendra sedingin es. Sorot matanya juga menjadi tajam.Mahendra memandang Jeni yang sedang mendiskusikan desain dengan Caca dan yang lainnya. Kemudian, dia berjalan mendekat dan mengetuk pintu kaca ruang rapat.“Maaf ganggu sebentar. Jeni, aku ingin bicara denganmu sebentar,” kata Mahendra.Jeni bersikap acuh tak acuh. “Apa yang perlu kita bicarakan?”“Ada hubungannya dengan Zola. Gimana kalau kita b