Setelah Rosita selesai bicara, tanpa menunggu Zola memberikan penjelasan, suara Hartono terdengar di telepon. “Zola, kamu tunggu di depan rumah sakit. Aku sudah suruh sopir untuk jemput kamu. Pulang ke sini dan temani aku ngobrol, oke?”Zola tercengang sejenak, tapi dia tetap mengiyakan permintaan sang kakek. Zola tidak menyangka kabar dia ke rumah sakit akan tersebar ke rumah keluarga Morrison, bahkan sampai kakek dan orang tua Boris tahu.Setibanya Zola di rumah itu, dia masuk ke dalam rumah. Rosita yang melihatnya masuk segera menghampirinya. “Ada yang terluka, nggak? Kamu ini benar-benar, ya. Kenapa nggak beritahu orang rumah kalau kamu tabrakan?”Kata-kata Rosita penuh kekhawatiran dan perhatian. Zola hanya tersenyum tipis dan berkata untuk menenangkan ibu mertuanya. “Aku nggak apa-apa, hanya tabrakan ringan.”Hartono terus menatap Zola dengan lekat. “Zola, temani aku jalan-jalan di halaman luar sebentar, ya?”“Oke.” Zola langsung meletakkan tasnya dan segera pergi membantu Harton
“Nggak apa-apa kamu bicarakan rencanamu itu di depanku. Jangan pernah kamu ungkit di depan Zola. Kalau nggak, Zola mungkin bahkan nggak akan mau ke sini lagi.”Rosita spontan membelalakkan matanya karena terkejut. Dimas pun menimpali, “Biarkan mereka urus masalah mereka sendiri. Sebagai orang tua, kita nggak bisa atur-atur mereka selamanya.”Hartono mengerutkan keningnya sedikit. Sorot matanya yang keruh menjadi serius. Setelah diam cukup lama, dia baru berkata, “Seandainya mereka benar-benar bercerai, bocah tengik itu nggak boleh injakkan kaki di rumah ini lagi.”Kata-kata Hartono membuat Dimas dan Rosita sangat terkejut. Karena mereka tahu jelas betapa Hartono menyayangi Boris. Hartono pasti memiliki alasannya sendiri sehingga bisa membuat keputusan seperti itu.Setelah kembali ke kamar, Rosita masih merasa gelisah. Dia terus berpikir, hingga akhirnya dia memutuskan untuk menelepon Boris yang sedang dalam perjalanan bisnis di Kota Tambau.Di sisi lain, Boris baru saja kembali ke hote
Zola diam seribu bahasa. Seketika dia jadi tidak tahu harus menjawab apa. Dua atau tiga detik kemudian, dia mendengar pertanyaan Boris yang akhirnya memecahkan keheningan yang terasa mencekam ini.“Apakah kamu yang diam-diam bilang ke Kakek, Papa dan Mama kalau kamu ingin cerai denganku juga bukan masalah besar?” tanya Boris.Zola mengerutkan kening tanda tak mengerti. “Aku nggak mengerti maksud kamu.”“Kamu nggak mengerti atau memang nggak mau mengerti?” Bibir tipis Boris sedikit melengkung, membentuk seulas senyum sinis. Matanya yang dingin menyipit. “Zola, kamu benar-benar sudah nggak sabar mau cerai?”Zola tidak menjawab. Dia hanya mengerutkan bibir dan memilih tetap diam. Boris pun bertanya lagi, “Jawab aku, Zola. Apakah kamu sudah nggak sabar mau cerai denganku?”Zola tidak tahu mengapa Boris tiba-tiba menelepon dan menanyakan pertanyaan seperti itu padanya. Apakah karena kakek atau orang tuanya telah mengatakan sesuatu padanya?Zola berpikir sebentar. Pada akhirnya, dia merasa k
“Pak Boris minta saya antarkan surat pernyataan cerai ke Bu Zola untuk ditandatangani.” Jesse tidak ragu-ragu lagi. Dia pun langsung menjelaskan kepada Zola.Zola sedikit tercengang. Bulu matanya bergetar. Kemudian, dia bertanya, “Dia sudah tandatangan?”“Masih belum. Tadi malam Pak Boris baru suruh saya siapkan. Jadi ....”“Ya sudha, kamu bawa ke sini saja. Aku lagi di perusahaan.” Zola langsung memotong perkataan Jesse.Zola mengira surat pernyataan cerai itu adalah salinan yang dia kirim ke Morrison Group sebelumnya. Kalau itu salinannya, Zola sudah tandatangan. Jadi hanya perlu ditandatangani oleh Boris. Akan tetapi, karena Boris sudah buat yang baru, Zola tinggal menandatanganinya lagi.Selesai bicara dengan Jesse di telepon, Zola duduk diam di kursinya. Tanpa sadar dia meletakkan tangannya di perutnya, lalu berkata dengan suara pelan, “Sayang, Mama dan Papa benar-benar akan berpisah. Mulai sekarang, Mama hanya punya kamu.”Setelah mendapat balasan Zola, Jesse segera menghubungi B
Namun, Zola tidak langsung menanggapi perkataan Jesse. Dia hanya berkata, “Pak Jesse, mulai sekarang nggak perlu bersikap padaku seperti ini lagi. Toh, aku sudah tandatangani surat pernyataan cerai. Aku bukan istri atasanmu lagi.”Jawaban Zola secara tidak langsung telah menjawab pertanyaan Jesse sebelumnya. Jesse menganggukkan kepala. Setelah itu, dia baru mengambil surat pernyataan cerai yang sudah ditandatangani oleh Zola dan meninggalkan ruangan itu.Agar dirinya tidak berpikiran macam-macam, Zola mengambil kertas sketsa dan mulai menggambar. Dulu, tidak peduli ada masalah apa, satu-satunya hal yang bisa menenangkannya adalah menggambar. Namun sekarang, menggambar pun tidak ada gunanya lagi. Tidak ada cara untuk menenangkan pikirannya.Zola mengerutkan bibirnya, sulit untuk mengendalikan perasaannya saat ini. Namun, suasana hati Zola tidak bertahan lama. Karena Boris tidak memberinya kesempatan untuk bersantai.Kurang dari setengah jam setelah Zola menandatangani surat pernyataan c
Begitu naik pitam, napas Hartono terengah-engah. Dia bahkan terbatuk-batuk hingga wajahnya memerah.Begitu Zola melihatnya, Zola segera mendekat dan menepuk punggung Hartono dengan lembut sambil memenangkannya. “Kakek, jangan marah. Kesehatan Kakek lebih penting.”Hartono meraih tangan Zola dan menepuknya dengan lembut. “Zola, Kakek minta maaf padamu, sudah buat kamu menderita.”“Kenapa Kakek yang minta maaf? Ini nggak ada hubungannya sama Kakek ....”Bagaimanapun juga, Zola yang mau cerai. Meskipun awalnya Boris yang mengusulkannya lebih dulu, pada akhirnya Zola yang bersikeras untuk cerai. Oleh karena itu, baik dia maupun Boris tidak bisa disalahkan atas kejadian ini. Hanya saja, Zola tidak menyangka Boris akan sekejam ini.Zola melihat Hartono yang marah sampai masuk rumah sakit. Makanya dia tidak ingin bicara soal itu lagi dengan Hartono. Kalau tidak, Hartono akan semakin marah.Namun, Hartono justru berjanji, “Zola, jangan khawatir. Aku pasti akan berikan penjelasan pada keluargam
Boris menatap Zola dengan dingin. Suaranya juga tidak memiliki kehangatan sama sekali. “Kamu merasa aku sedang bertindak kejam?”“Memangnya bukan begitu?”“Zola, kamu merasa aku rela bayar harga begitu mahal hanya demi kamu?” tukas Boris sambil terkekeh dengan suara rendah yang justru terdengar sangat menyindir.Zola menatap Boris dalam diam. Boris juga membalas tatapan Zola. Kemudian, Boris berkata dengan nada yang lebih dingin, “Aku hanya merasa kalau kita benar-benar cerai, maka harus putuskan semua hubungan. Bagaimanapun juga, setelah cerai, aku nggak ingin lihat kamu atau apa pun yang berhubungan dengan kamu. Apa yang aku lakukan sekarang hanyalah untuk singkirkan segala sesuatu yang berhubungan denganmu. Jadi aku bertindak kejam?”Boris masih menatap Zola dengan tatapan dingin. Samar-samar ada sarkasme di sorot matanya. Tatapan itu seperti sedang memberitahu Zola kalau Zola tidak penting baginya sampai bisa membuat Boris bisa melakukan apa pun.Zola mengatupkan bibirnya erat-erat
Dimas hanya berkata, “Aku dikecam, jadi nggak bisa bantu kamu.”Boris hanya tersenyum tak berdaya. Pada akhirnya, dia tidak berkata apa-apa lagi. Dia hanya mendengar dengan tenang ibunya memarahinya. Namun, setiap ucapan ibunya tidak pernah lepas dari nama Zola. Sosok Zola juga otomatis muncul di hadapannya. Sebenarnya apa pesona yang dimiliki perempuan itu? Bisa-bisanya dia mengambil hati semua orang, membuat mereka memihak padanya?Zola menyipitkan matanya yang memancarkan aura dingin. Namun, ada sesuatu yang lain di matanya yang tidak bisa hilang.***Zola langsung ke perusahaan setelah meninggalkan rumah sakit. Boris tidak mau melepaskannya, juga telah menyatakan dengan jelas kalau dia akan melibatkan semua orang yang ada hubungannya dengan Zola.Meskipun hubungan Zola dan keluarga Leonarto kurang baik, bagaimanapun juga Zola tidak ingin urusannya melibatkan orang yang tidak bersalah. Namun, saat ini dia juga tidak berdaya. Dia tidak tahu harus bagaimana lagi.Setibanya di perusaha
Namun, karya desain bagus saja tidak cukup. Harus memiliki nuansa desain dan gaya yang unik juga agar dapat meninggalkan kesan yang mendalam sekali dilihat orang. Zola membantu revisi dan memberi mereka arah inspirasi baru. Draf desain saat ini sepenuhnya dipoles berulang kali, buat lagi, dipoles lagi.Zola sibuk sampai jam pulang kerja. Dia memeriksa ponselnya, berencana makan di luar bersama Jeni sebelum pulang. Sejak pindah kembali ke apartemen, si bibi belum pernah datang untuk menyiapkan makanan. Zola tidak ingin bertanya dulu. Sedangkan dia sendiri malas mau masak. Jadi dia memilih makan di luar.Namun, baru saja Zola dan Jeni masuk ke mobil dan hendak berangkat ke restoran, ponsel Zola tiba-tiba berdering. Telepon dari Boris.Zola memegang erat ponselnya dan tertegun sejenak, tidak langsung mengangkat telepon, lalu Jeni berkata, “Angkat saja.”Jeni langsung menepikan mobilnya dan menunggu Zola mengangkat telepon. Zola menekan tombol jawab, lalu suara Boris datang dari ujung tele
“Memang medan perang, kan? Bahkan medan perang di dalam sana jauh lebih sulit untuk dihadapi daripada yang di luar,” goda Jeni.Zola tersenyum, lalu dia keluar dari mobil dan berjalan masuk ke dalam rumah. Akhir-akhir ini Jerico sedang memulihkan diri di rumah. Setelah mengetuk pintu, Zola membuka pintu dan masuk. Begitu melihat Zola, Jerico langsung bertanya, “Kenapa kamu datang ke sini?”Sikap dingin Jerico membuat Zola diam sejenak, tapi dia sudah terbiasa. Jadi, Zola merasa tidak apa-apa. Dia menatap ayahnya dan berkata, “Ada yang ingin aku tanyakan pada Papa.”Jerico melihatnya sekilas. “Mau tanya apa?”Zola mengerutkan bibirnya. Pada akhirnya, dia segera bertanya, “Aku ingin tanya soal Budi. Budi sudah jadi sekretaris Papa bertahun-tahun. Kenapa dia tiba-tiba berkhianat? Selama ini Papa selalu baik padanya. Apakah dia ada kesulitan atau rahasia yang nggak bisa dikatakan?”Begitu Zola selesai bicara, raut wajah Jerico langsung berubah. Dia memelototi Zola dengan tidak senang.“Zol
Usai berkata, Boris berjalan keluar sambil berkata, “Aku panggil dokter dulu untuk periksa kamu. Nanti sudah boleh keluar dari rumah sakit.”Mata Zola mengikuti sosok Boris. Kata-kata Boris terulang-ulang terus di dalam otaknya. Dibandingkan Sandra yang cerdas, Zola lebih cocok menjadi istri Boris? Maksud Boris, Zola kurang cerdas?Zola yang sedang hamil sama sekali tidak menyadari kalau dirinya sedang melalui proses otak tidak bisa berpikir dengan cepat selama kehamilan. Setelah berpikir lama, dia masih tidak mengerti maksud Boris. Apakah Boris sedang memujinya? Namun, sepertinya itu tidak sepenuhnya memuji.Setelah melalui pemeriksaan, dokter memastikan Zola tidak apa-apa. Semuanya stabil. Dia pun dipulangkan. Boris yang mengantarnya kembali ke apartemen. Sepanjang perjalanan pulang, Zola dan Boris tidak bicara. Karena Boris menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mengangkat telepon.Boris tampak sangat sibuk, tapi Boris tetap menemani Zola. Zola memperhatikan wajah Boris dari sam
Zola juga tercengang. Sandra ingin memberi Boris saham? Dia semakin fokus memperhatikan Boris, tidak ingin melewatkan ekspresi apa pun di wajah pria itu. Apakah Boris akan terharu?“Kamu jangan salah paham. Aku nggak ingin lakukan apa pun. Ini bentuk ketulusanku. Kamu tahu, kelak aku akan ambil alih Gordi Group. Tapi aku tahu seberapa besar persaingan dalam dunia bisnis. Aku butuh penopang. Aku tahu kamu nggak ada perasaan apa pun padaku, juga nggak mungkin menikah denganku. Tapi aku butuh kerja sama jangka panjang dengan Morrison Group.”“Ini bukan masalah kecil. Aku belum bisa kasih jawaban.”“Kalau begitu, kamu pertimbangkan dulu.”Boris menutup telepon. Wajahnya tampak dingin. Zola tidak mendengar semua percakapan antara Boris dan Sandra, tapi Zola mendengar jelas setiap kata yang Boris ucapkan. Setelah panggilan telepon berakhir, Boris meletakkan ponselnya. Dia spontan melihat ke arah Zola. Tidak disangka, Zola sedang memperhatikannya. Saat mata keduanya bertemu, Zola sama sekali
Zola menyadari kalau dirinya semakin tidak memahami Mahendra, bahkan boleh dibilang dia merasa seperti tidak pernah memahami pria itu sebelumnya. Apa tujuan Mahendra melakukan hal ini?Zola tidak bisa menemukan jawaban yang masuk akal. Jadi dia tidak menanggapi pertanyaan Boris. Suasana pun menjadi sunyi senyap. Sesaat kemudian, ponsel Boris berdering. Sandra yang meneleponnya.“Kamu nggak di kantor?”“Ada urusan?”“Iya, ada sedikit urusan. Soal proyek kerja sama. Aku baru saja dapat kabar, ada perusahaan real estate asing yang berencana datang ke Kota Binru untuk berinvestasi. Kalau kita bisa dapatkan kerja sama ini, itu akan sangat membantu untuk go public nanti. Jadi kamu mau pertimbangkan, nggak?”Meskipun Morrison Group merupakan sebuah perusahaan besar, sampai saat ini Morrison Group belum mendaftarkan diri ke bursa efek. Baik Boris maupun keluarganya tidak peduli dengan hal itu. Jika Morrison Group mau go public, pasti sudah go public sejak kepemimpinan Hartono. Namun nyatanya t
Setiap kali memikirkan hal itu, Boris pasti berpikir kalau Zola ingin berpisah dengannya demi Mahendra. Akan tetapi, pesan Guntur terngiang kembali di benaknya. Sekarang Zola tidak boleh emosi, harus tetap dalam suasana hati yang baik. Sehingga kata-kata yang sudah sampai di ujung bibirnya akhirnya ditelan kembali.Zola menatap Boris, mengira pria itu ingin mengatakan sesuatu lagi. Jadi dia menatap Boris dalam diam. Kata-kata Boris barusan membuat Zola merasa hatinya seperti dicengkeram dengan erat hingga membuatnya sulit bernapas.Namun, beberapa saat berlalu. Boris tak kunjung bicara. Zola menatapnya dengan bingung dan berkata, “Mau ngomong apa ngomong saja.”Sikap Boris melembut, tidak sekeras tadi. Dia menatap Zola sambil berpikir keras. Kemudian, dia menanyakan keraguan yang selalu Boris sembunyikan di dalam hatinya.“Aku hanya mau tanya satu hal. Katakan padaku, apakah kamu pernah pacaran dengan Mahendra?”Zola mengerutkan kening, tampak semakin bingung. “Boris, sebenarnya apa ya
“Oke, aku mengerti.” Boris menjawab dengan serius, seperti seorang murid yang penurut.Guntur jarang melihat reaksi seperti itu dari Boris. Dia spontan tertawa dan berkata, “Baguslah kalau kamu bisa bekerja sama seperti ini. Kakek dan orang tuamu belum tahu. Perlu beritahu mereka?”Boris menatap Guntur dan bertanya balik, “Menurutmu?”Guntur terus tertawa. “Oke, oke, aku mengerti. Kalau begitu aku kerja dulu. Kamu temani Zola. Kalau dia bangun, dia boleh sarapan.”Boris menganggukkan kepala. Guntur pun pergi. Beberapa menit kemudian, Zola membuka matanya dan mendapati dirinya sedang berada di rumah sakit. Dia spontan mengangkat tangannya dan memegang perutnya. Setelah merasakan perutnya yang buncit, dia baru merasa lega.Zola ingat Jeni mengantarnya ke rumah sakit dan dia diperiksa oleh dokter. Namun saat itu, dia benar-benar sudah terlalu lelah. Dokter juga memberinya obat yang boleh diminum ibu hamil. Jadi dia tidur sampai sekarang baru bangun.Zola bangun dan duduk. Begitu duduk, di
Boris punya kebiasaan marah ketika dibangunkan dari tidurnya, apalagi kalau dibangunkan secara tiba-tiba. Akan tetapi, sebelum dia bisa melampiaskan kekesalannya, suara yang masuk telinganya langsung membuat matanya terbelalak lebar.“Zola lagi di UGD rumah sakit?” tanya Boris dengan suara serak.“Kamu nggak tahu?”“Kenapa dia ke rumah sakit jam segini?”Boris mengangkat selimutnya dan turun dari tempat tidur. Sambil mengganti pakaian, dia bertanya kepada Guntur dengan wajah serius. Guntur bilang kalau muridnya yang melihat Zola. Zola baring di ranjang pemeriksaan, sepertinya baru selesai diperiksa. Dia masih belum tahu bagaimana situasi jelasnya.Boris tidak banyak bicara. Setelah menjawab singkat, dia langsung menutup telepon. Wajah tampannya tampak tegang. Rahangnya mengeras sampai seolah-olah bisa hancur kapan saja. Dia bahkan tidak sempat memakai sepatu lagi. Dia langsung mengambil kunci dan keluar.Boris mengebut sepanjang jalan. Dia mencoba menghubungi ponsel Zola, tapi Zola tid
Manusia sangat mudah membiasakan diri. Begitu sudah terbiasa, manusia bisa saja melupakan semua hal negatif yang pernah dialaminya sebelumnya.“Apakah aku sudah kehilangan diriku sendiri?” tanya Zola kepada Jeni.Jeni memikirkannya dengan serius. “Sayang, kalau kamu sudah mempertanyakan apakah kamu sudah kehilangan dirimu sendiri, menurutku kamu benar-benar perlu merenungkan diri dulu.”Karena kata-kata Jeni barusan, Zola pun jadi berpikir keras. Benar, dia bahkan sudah mempertanyakan dirinya sendiri. Apa yang akan dipikirkan orang lain?Zola bangun dan duduk di sofa, lalu berkata dengan yakin, “Aku percaya aku masih diriku yang dulu. Aku nggak akan kehilangan diri sendiri demi siapa pun.”“Ini baru betul.”Keduanya saling menatap dan tersenyum. Di malam hari, Zola rela mengeluarkan uang mentraktir Jeni makan mie, sebagai penghargaan kepada Jeni karena telah memberinya pencerahan dan semangat. Saat itu, Jeni merasa sangat kesal. Ingin rasanya memarahi Zola.Zola justru berkata, “Maklum