Boris langsung tersadar, keningnya berkerut dan dengan suara nada tidak menerima penolakan, dia berkata, “Zola, kamu nggak seharusnya memukul orang. Minta maaf sama Tyara!” Permintaan itu membuat Zola menyemburkan tawanya. “Kenapa aku harus minta maaf sama dia? Memukul dia karena dia terlalu banyak ikut campur, jadi aku nggak melakukan kesalahan.” “Zola, minta maaf!” “Nggak.” “Zola!” sentak Boris sambil menatapnya lekat. “Kalau aku minta maaf, kamu mau cerai?”Boris diam dna hanya menatap perempuan itu dengan dingin dan dalam. Dengan dingin, lelaki itu bertanya, “Zola, apakah bahkan di hari seperti ini, kamu nggak bisa melupakan kata itu?” Zola tertegun ketika teringat bahwa hari ini adalah hari ulang tahunnya. Orang yang ada di dalam rumah segera keluar ketika mendengar keributan. Mereka mencoba memisahkan mereka, tetapi lelaki itu tidak bergerak dan terus menatapnya. Sesaat kemudian, dia berkata, “Zola, kamu benar-benar kejam.” Boris dibawa oleh Tedy dan yang lainnya ke ruma
Caca mengatakan yang sebenarnya. Pihak Stonerise ingin terus mencari masalah. Mereka bahkan sampai menelepon bos mereka, Juan, dan menyampaikan perkataan Zola kepada Juan. Juan tidak memberikan komentar apa pun setelah mendengar itu. Dia hanya menyuruh mereka kembali ke perusahaan dulu.Untuk saat ini, Juan tidak berani terlalu menyudutkan Zola. Karena Zola adalah istri Boris. Sampai sekarang Juan masih belum begitu mengerti apa yang dilakukan pasangan suami istri itu. Sebelum memahami semuanya dengan jelas, Juan tidak berani bertindak gegabah. Kalau sampai dia menyinggung orang yang tidak boleh disinggung, dia tidak berani membayangkan konsekuensinya.Setelah Zola dan Caca selesai bicara di telepon, Zola baru masuk ke apartemen. Sesaat kemudian, Caca mengirimkan pesan, mengabarkan kalau orang-orang dari Stonerise sudah pergi. Namun, masalah ini belum terselesaikan sepenuhnya.Saat Zola kembali ke apartemennya, Jeni masih tidur. Zola mengeluarkan ponselnya dan berjalan ke balkon. Kemud
“Bu Zola? Ini saya, Jesse.” Jesse sedikit terkejut. Dia tidak menyangka Zola akan menelepon kantor sekretaris.Zola juga sedikit kaget, tapi rasa kaget itu segera menghilang. Dia pun menyampaikan tujuannya menelepon. “Iya, ini aku. Pihak Stonerise ingin tanya pada Pak Boris soal proyek. Pak Boris lagi sempat untuk bicara, nggak?”Nada bicara Zola yang profesional, Jesse pun segera memahami maksudnya dan berkata, “Bu Zola, saya nggak bisa memberikan jawaban soal proyek untuk saat ini. Karena Pak Boris sedang melakukan perjalanan bisnis.”“Perjalanan bisnis? Kapan?” tanya Zola terkejut.“Kemarin pagi naik mobil langsung dari resor ke Kota Tambau. Sesuai jadwal perusahaan, Pak Boris dua hari lagi baru bisa kembali ke Kota Binru. Jadi ....”“Oke, aku mengerti.” Zola menyipitkan matanya lalu langsung memotong perkataan Jesse.Setelah mengakhiri panggilan, Zola melihat penanggung jawab proyek Stonerise. Dia pun berkata dengan ekspresi acuh tak acuh, “Kamu dengar sendiri, kan. Bukannya aku ng
Zola sudah menghubungi Lucia ketika dia sedang dalam perjalanan ke rumah sakit. Sesampainya di sana, dia menjelaskan situasinya, lalu dokter melakukan pemeriksaan. Hasil pemeriksaan seharusnya setengah jam lagi baru keluar, tapi karena ada Lucia, dokter segera memberitahu hasil begitu pemeriksaannya selesai.Semuanya baik-baik saja. Anak di dalam kandungan Zola sangat kuat, hanya ada sedikit trauma karena benturan. Zola hanya perlu berhati-hati selama beberapa hari ke depan. Kalau setelah tiga hari tidak ada masalah, maka semuanya akan baik-baik saja.Setelah mendengar hasil pemeriksaan, Zola baru bisa menghela napas lega. Namun, kejadian ini sangat mengganggu pikirannya. Sebenarnya siapa orang yang mengikutinya?Lucia juga sangat khawatir. “Kenapa kamu bawa mobil nggak hati-hati?”Lucia tersenyum tipis sambil menggelengkan kepala. “Mungkin aku kangen kamu, jadi ingin datang ke sini cari kamu.”“Lain kali jangan seperti ini lagi. Kalau kangen aku tinggal ajak aku makan, kamu yang trakt
Setelah Rosita selesai bicara, tanpa menunggu Zola memberikan penjelasan, suara Hartono terdengar di telepon. “Zola, kamu tunggu di depan rumah sakit. Aku sudah suruh sopir untuk jemput kamu. Pulang ke sini dan temani aku ngobrol, oke?”Zola tercengang sejenak, tapi dia tetap mengiyakan permintaan sang kakek. Zola tidak menyangka kabar dia ke rumah sakit akan tersebar ke rumah keluarga Morrison, bahkan sampai kakek dan orang tua Boris tahu.Setibanya Zola di rumah itu, dia masuk ke dalam rumah. Rosita yang melihatnya masuk segera menghampirinya. “Ada yang terluka, nggak? Kamu ini benar-benar, ya. Kenapa nggak beritahu orang rumah kalau kamu tabrakan?”Kata-kata Rosita penuh kekhawatiran dan perhatian. Zola hanya tersenyum tipis dan berkata untuk menenangkan ibu mertuanya. “Aku nggak apa-apa, hanya tabrakan ringan.”Hartono terus menatap Zola dengan lekat. “Zola, temani aku jalan-jalan di halaman luar sebentar, ya?”“Oke.” Zola langsung meletakkan tasnya dan segera pergi membantu Harton
“Nggak apa-apa kamu bicarakan rencanamu itu di depanku. Jangan pernah kamu ungkit di depan Zola. Kalau nggak, Zola mungkin bahkan nggak akan mau ke sini lagi.”Rosita spontan membelalakkan matanya karena terkejut. Dimas pun menimpali, “Biarkan mereka urus masalah mereka sendiri. Sebagai orang tua, kita nggak bisa atur-atur mereka selamanya.”Hartono mengerutkan keningnya sedikit. Sorot matanya yang keruh menjadi serius. Setelah diam cukup lama, dia baru berkata, “Seandainya mereka benar-benar bercerai, bocah tengik itu nggak boleh injakkan kaki di rumah ini lagi.”Kata-kata Hartono membuat Dimas dan Rosita sangat terkejut. Karena mereka tahu jelas betapa Hartono menyayangi Boris. Hartono pasti memiliki alasannya sendiri sehingga bisa membuat keputusan seperti itu.Setelah kembali ke kamar, Rosita masih merasa gelisah. Dia terus berpikir, hingga akhirnya dia memutuskan untuk menelepon Boris yang sedang dalam perjalanan bisnis di Kota Tambau.Di sisi lain, Boris baru saja kembali ke hote
Zola diam seribu bahasa. Seketika dia jadi tidak tahu harus menjawab apa. Dua atau tiga detik kemudian, dia mendengar pertanyaan Boris yang akhirnya memecahkan keheningan yang terasa mencekam ini.“Apakah kamu yang diam-diam bilang ke Kakek, Papa dan Mama kalau kamu ingin cerai denganku juga bukan masalah besar?” tanya Boris.Zola mengerutkan kening tanda tak mengerti. “Aku nggak mengerti maksud kamu.”“Kamu nggak mengerti atau memang nggak mau mengerti?” Bibir tipis Boris sedikit melengkung, membentuk seulas senyum sinis. Matanya yang dingin menyipit. “Zola, kamu benar-benar sudah nggak sabar mau cerai?”Zola tidak menjawab. Dia hanya mengerutkan bibir dan memilih tetap diam. Boris pun bertanya lagi, “Jawab aku, Zola. Apakah kamu sudah nggak sabar mau cerai denganku?”Zola tidak tahu mengapa Boris tiba-tiba menelepon dan menanyakan pertanyaan seperti itu padanya. Apakah karena kakek atau orang tuanya telah mengatakan sesuatu padanya?Zola berpikir sebentar. Pada akhirnya, dia merasa k
“Pak Boris minta saya antarkan surat pernyataan cerai ke Bu Zola untuk ditandatangani.” Jesse tidak ragu-ragu lagi. Dia pun langsung menjelaskan kepada Zola.Zola sedikit tercengang. Bulu matanya bergetar. Kemudian, dia bertanya, “Dia sudah tandatangan?”“Masih belum. Tadi malam Pak Boris baru suruh saya siapkan. Jadi ....”“Ya sudha, kamu bawa ke sini saja. Aku lagi di perusahaan.” Zola langsung memotong perkataan Jesse.Zola mengira surat pernyataan cerai itu adalah salinan yang dia kirim ke Morrison Group sebelumnya. Kalau itu salinannya, Zola sudah tandatangan. Jadi hanya perlu ditandatangani oleh Boris. Akan tetapi, karena Boris sudah buat yang baru, Zola tinggal menandatanganinya lagi.Selesai bicara dengan Jesse di telepon, Zola duduk diam di kursinya. Tanpa sadar dia meletakkan tangannya di perutnya, lalu berkata dengan suara pelan, “Sayang, Mama dan Papa benar-benar akan berpisah. Mulai sekarang, Mama hanya punya kamu.”Setelah mendapat balasan Zola, Jesse segera menghubungi B
Namun, karya desain bagus saja tidak cukup. Harus memiliki nuansa desain dan gaya yang unik juga agar dapat meninggalkan kesan yang mendalam sekali dilihat orang. Zola membantu revisi dan memberi mereka arah inspirasi baru. Draf desain saat ini sepenuhnya dipoles berulang kali, buat lagi, dipoles lagi.Zola sibuk sampai jam pulang kerja. Dia memeriksa ponselnya, berencana makan di luar bersama Jeni sebelum pulang. Sejak pindah kembali ke apartemen, si bibi belum pernah datang untuk menyiapkan makanan. Zola tidak ingin bertanya dulu. Sedangkan dia sendiri malas mau masak. Jadi dia memilih makan di luar.Namun, baru saja Zola dan Jeni masuk ke mobil dan hendak berangkat ke restoran, ponsel Zola tiba-tiba berdering. Telepon dari Boris.Zola memegang erat ponselnya dan tertegun sejenak, tidak langsung mengangkat telepon, lalu Jeni berkata, “Angkat saja.”Jeni langsung menepikan mobilnya dan menunggu Zola mengangkat telepon. Zola menekan tombol jawab, lalu suara Boris datang dari ujung tele
“Memang medan perang, kan? Bahkan medan perang di dalam sana jauh lebih sulit untuk dihadapi daripada yang di luar,” goda Jeni.Zola tersenyum, lalu dia keluar dari mobil dan berjalan masuk ke dalam rumah. Akhir-akhir ini Jerico sedang memulihkan diri di rumah. Setelah mengetuk pintu, Zola membuka pintu dan masuk. Begitu melihat Zola, Jerico langsung bertanya, “Kenapa kamu datang ke sini?”Sikap dingin Jerico membuat Zola diam sejenak, tapi dia sudah terbiasa. Jadi, Zola merasa tidak apa-apa. Dia menatap ayahnya dan berkata, “Ada yang ingin aku tanyakan pada Papa.”Jerico melihatnya sekilas. “Mau tanya apa?”Zola mengerutkan bibirnya. Pada akhirnya, dia segera bertanya, “Aku ingin tanya soal Budi. Budi sudah jadi sekretaris Papa bertahun-tahun. Kenapa dia tiba-tiba berkhianat? Selama ini Papa selalu baik padanya. Apakah dia ada kesulitan atau rahasia yang nggak bisa dikatakan?”Begitu Zola selesai bicara, raut wajah Jerico langsung berubah. Dia memelototi Zola dengan tidak senang.“Zol
Usai berkata, Boris berjalan keluar sambil berkata, “Aku panggil dokter dulu untuk periksa kamu. Nanti sudah boleh keluar dari rumah sakit.”Mata Zola mengikuti sosok Boris. Kata-kata Boris terulang-ulang terus di dalam otaknya. Dibandingkan Sandra yang cerdas, Zola lebih cocok menjadi istri Boris? Maksud Boris, Zola kurang cerdas?Zola yang sedang hamil sama sekali tidak menyadari kalau dirinya sedang melalui proses otak tidak bisa berpikir dengan cepat selama kehamilan. Setelah berpikir lama, dia masih tidak mengerti maksud Boris. Apakah Boris sedang memujinya? Namun, sepertinya itu tidak sepenuhnya memuji.Setelah melalui pemeriksaan, dokter memastikan Zola tidak apa-apa. Semuanya stabil. Dia pun dipulangkan. Boris yang mengantarnya kembali ke apartemen. Sepanjang perjalanan pulang, Zola dan Boris tidak bicara. Karena Boris menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mengangkat telepon.Boris tampak sangat sibuk, tapi Boris tetap menemani Zola. Zola memperhatikan wajah Boris dari sam
Zola juga tercengang. Sandra ingin memberi Boris saham? Dia semakin fokus memperhatikan Boris, tidak ingin melewatkan ekspresi apa pun di wajah pria itu. Apakah Boris akan terharu?“Kamu jangan salah paham. Aku nggak ingin lakukan apa pun. Ini bentuk ketulusanku. Kamu tahu, kelak aku akan ambil alih Gordi Group. Tapi aku tahu seberapa besar persaingan dalam dunia bisnis. Aku butuh penopang. Aku tahu kamu nggak ada perasaan apa pun padaku, juga nggak mungkin menikah denganku. Tapi aku butuh kerja sama jangka panjang dengan Morrison Group.”“Ini bukan masalah kecil. Aku belum bisa kasih jawaban.”“Kalau begitu, kamu pertimbangkan dulu.”Boris menutup telepon. Wajahnya tampak dingin. Zola tidak mendengar semua percakapan antara Boris dan Sandra, tapi Zola mendengar jelas setiap kata yang Boris ucapkan. Setelah panggilan telepon berakhir, Boris meletakkan ponselnya. Dia spontan melihat ke arah Zola. Tidak disangka, Zola sedang memperhatikannya. Saat mata keduanya bertemu, Zola sama sekali
Zola menyadari kalau dirinya semakin tidak memahami Mahendra, bahkan boleh dibilang dia merasa seperti tidak pernah memahami pria itu sebelumnya. Apa tujuan Mahendra melakukan hal ini?Zola tidak bisa menemukan jawaban yang masuk akal. Jadi dia tidak menanggapi pertanyaan Boris. Suasana pun menjadi sunyi senyap. Sesaat kemudian, ponsel Boris berdering. Sandra yang meneleponnya.“Kamu nggak di kantor?”“Ada urusan?”“Iya, ada sedikit urusan. Soal proyek kerja sama. Aku baru saja dapat kabar, ada perusahaan real estate asing yang berencana datang ke Kota Binru untuk berinvestasi. Kalau kita bisa dapatkan kerja sama ini, itu akan sangat membantu untuk go public nanti. Jadi kamu mau pertimbangkan, nggak?”Meskipun Morrison Group merupakan sebuah perusahaan besar, sampai saat ini Morrison Group belum mendaftarkan diri ke bursa efek. Baik Boris maupun keluarganya tidak peduli dengan hal itu. Jika Morrison Group mau go public, pasti sudah go public sejak kepemimpinan Hartono. Namun nyatanya t
Setiap kali memikirkan hal itu, Boris pasti berpikir kalau Zola ingin berpisah dengannya demi Mahendra. Akan tetapi, pesan Guntur terngiang kembali di benaknya. Sekarang Zola tidak boleh emosi, harus tetap dalam suasana hati yang baik. Sehingga kata-kata yang sudah sampai di ujung bibirnya akhirnya ditelan kembali.Zola menatap Boris, mengira pria itu ingin mengatakan sesuatu lagi. Jadi dia menatap Boris dalam diam. Kata-kata Boris barusan membuat Zola merasa hatinya seperti dicengkeram dengan erat hingga membuatnya sulit bernapas.Namun, beberapa saat berlalu. Boris tak kunjung bicara. Zola menatapnya dengan bingung dan berkata, “Mau ngomong apa ngomong saja.”Sikap Boris melembut, tidak sekeras tadi. Dia menatap Zola sambil berpikir keras. Kemudian, dia menanyakan keraguan yang selalu Boris sembunyikan di dalam hatinya.“Aku hanya mau tanya satu hal. Katakan padaku, apakah kamu pernah pacaran dengan Mahendra?”Zola mengerutkan kening, tampak semakin bingung. “Boris, sebenarnya apa ya
“Oke, aku mengerti.” Boris menjawab dengan serius, seperti seorang murid yang penurut.Guntur jarang melihat reaksi seperti itu dari Boris. Dia spontan tertawa dan berkata, “Baguslah kalau kamu bisa bekerja sama seperti ini. Kakek dan orang tuamu belum tahu. Perlu beritahu mereka?”Boris menatap Guntur dan bertanya balik, “Menurutmu?”Guntur terus tertawa. “Oke, oke, aku mengerti. Kalau begitu aku kerja dulu. Kamu temani Zola. Kalau dia bangun, dia boleh sarapan.”Boris menganggukkan kepala. Guntur pun pergi. Beberapa menit kemudian, Zola membuka matanya dan mendapati dirinya sedang berada di rumah sakit. Dia spontan mengangkat tangannya dan memegang perutnya. Setelah merasakan perutnya yang buncit, dia baru merasa lega.Zola ingat Jeni mengantarnya ke rumah sakit dan dia diperiksa oleh dokter. Namun saat itu, dia benar-benar sudah terlalu lelah. Dokter juga memberinya obat yang boleh diminum ibu hamil. Jadi dia tidur sampai sekarang baru bangun.Zola bangun dan duduk. Begitu duduk, di
Boris punya kebiasaan marah ketika dibangunkan dari tidurnya, apalagi kalau dibangunkan secara tiba-tiba. Akan tetapi, sebelum dia bisa melampiaskan kekesalannya, suara yang masuk telinganya langsung membuat matanya terbelalak lebar.“Zola lagi di UGD rumah sakit?” tanya Boris dengan suara serak.“Kamu nggak tahu?”“Kenapa dia ke rumah sakit jam segini?”Boris mengangkat selimutnya dan turun dari tempat tidur. Sambil mengganti pakaian, dia bertanya kepada Guntur dengan wajah serius. Guntur bilang kalau muridnya yang melihat Zola. Zola baring di ranjang pemeriksaan, sepertinya baru selesai diperiksa. Dia masih belum tahu bagaimana situasi jelasnya.Boris tidak banyak bicara. Setelah menjawab singkat, dia langsung menutup telepon. Wajah tampannya tampak tegang. Rahangnya mengeras sampai seolah-olah bisa hancur kapan saja. Dia bahkan tidak sempat memakai sepatu lagi. Dia langsung mengambil kunci dan keluar.Boris mengebut sepanjang jalan. Dia mencoba menghubungi ponsel Zola, tapi Zola tid
Manusia sangat mudah membiasakan diri. Begitu sudah terbiasa, manusia bisa saja melupakan semua hal negatif yang pernah dialaminya sebelumnya.“Apakah aku sudah kehilangan diriku sendiri?” tanya Zola kepada Jeni.Jeni memikirkannya dengan serius. “Sayang, kalau kamu sudah mempertanyakan apakah kamu sudah kehilangan dirimu sendiri, menurutku kamu benar-benar perlu merenungkan diri dulu.”Karena kata-kata Jeni barusan, Zola pun jadi berpikir keras. Benar, dia bahkan sudah mempertanyakan dirinya sendiri. Apa yang akan dipikirkan orang lain?Zola bangun dan duduk di sofa, lalu berkata dengan yakin, “Aku percaya aku masih diriku yang dulu. Aku nggak akan kehilangan diri sendiri demi siapa pun.”“Ini baru betul.”Keduanya saling menatap dan tersenyum. Di malam hari, Zola rela mengeluarkan uang mentraktir Jeni makan mie, sebagai penghargaan kepada Jeni karena telah memberinya pencerahan dan semangat. Saat itu, Jeni merasa sangat kesal. Ingin rasanya memarahi Zola.Zola justru berkata, “Maklum