Boris menyipitkan mata dan bertanya, “Bagaimana kamu bisa tahu?”“Kamu bisa sembunyikan hal yang begitu mengharukan dariku seumur hidup? Atau kamu sama sekali nggak berniat sembunyikan dariku. Hanya saja belum waktunya aku tahu soal itu.”“Tyara yang beritahu kamu?” Boris memicingkan mata.Zola tidak menjawab, tapi juga tidak menyangkal. “Boris, kamu merasa sudah waktunya kita punya anak. Tapi Tyara nggak akan pernah bisa punya anak karena kamu. Jadi bagaimana kamu menebusnya?”“Ini masalah antara aku dan dia. Aku akan tangani dengan baik. Nggak akan ada konflik dengan soal kita punya anak.”“Benar, ini memang masalah kamu dan dia. Tapi masalah ini akan buat kamu nggak mungkin bisa jaga jarak dengannya seumur hidup. Aku nggak mau suami dan papa dari anakku terjerat dan punya hubungan nggak jelas dengan perempuan lain. Aku juga nggak sanggup terima hidupku diganggu terus. Sekarang aku hadapi semuanya sendirian. Tapi begitu punya anak, anak itu akan tumbuh dalam lingkungan seperti itu. A
“Aku nggak ancam kamu. Aku hanya berharap kamu ambil pilihan. Kalau kamu tetap mau anak, kamu harus putuskan semua hubungan dengan Tyara, jangan pernah bertemu dengannya lagi,” kata Zola.Boris spontan terdiam. Sebelum mengajukan permintaan ini, Zola sudah menduga kalau jawaban yang akan dia dapatkan akan seperti ini. Bagaimana mungkin Boris bisa memutuskan hubungan sepenuhnya dengan Tyara? Bagaimana mungkin pria itu akan berhenti bertemu dengan Tyara?Siapalah Zola? Zola hanya perempuan yang dijodohkan dengan Boris oleh Hartono. Selain itu, Zola mungkin tidak berarti apa-apa baginya.Zola tertawa dalam hati, lalu berkata dengan lembut, “Boris, jadi orang jangan terlalu egois. Kalau kamu mau mendua terus, kamu cari orang lain saja. Tyara nggak peduli, dia bisa terus berada di sisimu, membiarkan kamu mendua. Tapi aku nggak mau. Aku juga nggak mau tutup mata dan pura-pura nggak ada masalah apa pun. Aku nggak mau pakai alasan kalau kalian hanya berteman itu untuk menipu diriku sendiri lag
Zola memacu mobilnya dari Bansan Mansion langsung menuju apartemen yang akan menjadi tempat tinggal barunya. Zola beres-beres sebentar, lalu pergi membeli beberapa barang kebutuhan sehari-hari. Tanpa terasa pagi telah berlalu, sudah waktunya makan siang. Untuk makan siang, Zola makan seadanya, beli dari restoran siap saji. Sedang asyik makan, tiba-tiba ponsel Zola berdering.“Zola, kamu berencana abaikan aku sampai aku pergi? Atau kamu masih tenggelam dalam rasa senang karena Boris sudah publikasikan pernikahan kalian?” ujar Jeffry dengan tidak senang.“Bukan begitu. Dua hari terakhir ini aku memang lagi banyak urusan. Aku baru saja pindah rumah. Baru selesai beres-beres. Kamu sudah mau pergi?”“Pindah rumah? Pindah ke mana?”“Aku pisah rumah dengan Boris.” Zola tidak berniat merahasiakan hal ini.Jeffry sangat terkejut, “Kenapa? Berantem dengan Boris?”“Nggak termasuk berantem. Kami berdua perlu waktu untuk tenangkan diri.”“Zola, kamu bohong. Kalau hanya perlu tenangkan diri, memangn
“Biarkan saja, kamu nggak usah ikut campur. Biar mereka yang ambil keputusan sendiri. Pada akhirnya mereka akan pisah atau terus bersama, itu terserah mereka,” kata Hartono.“Pa ....”Rosita masih ingin mengatakan sesuatu, tapi Dimas langsung memotong, “Sudah, Papa benar. Zola dan Boris sudah dewasa. Mereka harus tangani urusan mereka sendiri. Bukannya kamu mau pergi jalan-jalan? Kebetulan akhir-akhir ini aku lagi senggang. Bagaimana kalau kita pergi ke pinggiran kota selama beberapa hari?”Dengan begitu, keluarga Morrison akhirnya lepas tangan sepenuhnya terhadap masalah Boris dan Zola. Waktu berlalu dengan cepat. Dalam sekejap mata, tiga hari telah berlalu.Zola menghabiskan sebagian besar waktunya dalam pekerjaan. Setelah pulang kerja dan kembali ke apartemennya, hatinya yang terus pura-pura tidak terjadi apa-apa kembali terasa sangat tertekan. Zola berusaha untuk tetap tenang. Dia juga terus berkata pada dirinya sendiri, “Nggak apa-apa. Selama kamu bisa lewati ini, semuanya akan ba
“Kenapa kamu datang ke rumah sakit sendirian, La? Kenapa nggak minta ditemani Boris?” tanya Tedy lagi.“Ada sedikit urusan di sini. Aku datang untuk cari temanku,” jawab Zola dengan acuh tak acuh.Tedy justru langsung berkata terus terang, “Zola, sebenarnya tadi aku lihat kamu keluar dari Poli Kebidanan.”Hati Zola seketika mencelos. Dia spontan menurunkan tatapannya, lalu melihat jam pada ponselnya. Kemudian, dia menjawab sambil mengetik pesan dan cepat-cepat mengirimkannya ke Lucia.“Oh ya? Aku merasa nggak enak badan, jadi ke sini untuk periksa,” kata Zola.“Kamu nggak apa-apa, kan?”“Nggak apa-apa, hanya masalah kecil.”“Baguslah kalau nggak apa-apa. Kalau kamu merasa nggak enak badan, mending suruh Boris datang jemput kamu.”Tedy sudah berusaha mencari topik pembicaraan. Dia berdoa dalam hati agar Boris segera datang. Kalau tidak, Zola pasti akan sangat kesal padanya.Zola menjawab dengan wajah datar, “Nggak perlu. Aku sudah pindah dari Bansan mansion. Untuk saat ini, kami berdua
Zola mengerutkan kening, “Apa lagi yang bisa dilakukan di rumah sakit? Aku hanya merasa sedikit nggak enak badan, jadi datang ke sini untuk coba periksa.”“Benar-benar hanya nggak enak badan?”“Memangnya kamu kira karena apa?” Boris menatap Zola dan berkata, “Zola, kamu lagi hamil?”Zola tertegun sejenak, hanya ada sedikit keterkejutan dan kepanikan terlintas di matanya. Namun, hatinya sudah gelisah bukan main. Dia sengaja membalas tatapan Boris dengan tenang dan menjawab, “Aku nggak tahu kamu dengar dari mana, tapi aku nggak hamil.”Boris terdiam selama beberapa detik, lalu berkata dengan nada yang sama, “Kamu benar-benar nggak hamil, atau kamu hamil tapi kamu nggak mau?”Kalau tadi Zola masih ragu apakah Boris tahu tentang kehamilannya, sekarang Zola yakin seratus persen kalau Boris tidak tahu.Zola bersikap tetap tenang. “Boris, sudah kubilang aku nggak hamil. Apakah karena kamu ingin punya anak, jadi kalau aku ke rumah sakit artinya aku hamil? Aku lagi datang bulan, merasa nggak e
Setelah melihat reaksi Boris, sejujurnya sulit bagi Zola untuk tidak beranggapan kalau Boris suka anak, pria itu benar-benar ingin punya anak. Zola bahkan sempat berpikir untuk memberitahu pria itu kalau sebenarnya dia sudah hamil. Lantas, akan seperti apa reaksi Boris ketika tahu hal itu?Namun, begitu pemikiran itu muncul, Zola langsung menepis pemikiran itu jauh-jauh. Dia bahkan bergumam dalam hati, “Paling-paling dia merasa senang karena akhirnya bisa kasih Tyara anak.”Oleh karena itu, Zola tidak akan memberitahu Boris. Boris sama sekali tidak tahu apa yang ada di pikiran Zola. Dia menatap Zola sejenak. Saat dia hendak bicara, ponselnya tiba-tiba berdering.Setelah melihat nama penelepon, Boris spontan menekan tombol tolak. Dari tindakannya itu, Zola bisa menebak itu telepon dari siapa. Oleh karena itu dia berkata, “Aku dan Lucia sudah janjian mau pergi belanja. Kalau nggak ada urusan lain, kami mau pergi dulu.”Boris segera bertanya, “Kapan kamu akan pindah kembali?”Zola mengeru
Kata-kata yang terlontar dari mulut Zola bagaikan bom yang tiba-tiba jatuh dari langit di era yang damai ini. Boris hanya mendengar seperti ada suara menggelegar di telinganya, yang cukup keras untuk membuatnya langsung diam tercengang.Rahang Boris terlihat jelas mengeras. Matanya menatap Zola dengan dingin. “Aku anggap kamu sedang bad mood makanya kamu ngomong seperti itu. Tapi Zola, cukup sekali saja. Aku nggak mau dengar kata-kata itu untuk kedua kalinya.”“Aku nggak sedang bad mood. Itu yang ada dalam pikiranku. Seharusnya aku beritahu kamu pada malam kita pulang ke rumah Kakek. Aku juga sudah bicara dengan Kakek. Kakek dukung keputusanku. Bukannya kamu juga selalu berharap kita bisa bercerai? Setelah kita bercerai, kamu bisa bersama Tyara. Bukannya ini yang kamu inginkan selama ini?”Zola langsung membantah perkataan Boris. Jika suasana hatinya sedang buruk, Zola tidak akan menganggap perceraian sebagai permainan anak-anak atau sarana untuk melampiaskan emosinya. Raut wajah Zola
Namun, karya desain bagus saja tidak cukup. Harus memiliki nuansa desain dan gaya yang unik juga agar dapat meninggalkan kesan yang mendalam sekali dilihat orang. Zola membantu revisi dan memberi mereka arah inspirasi baru. Draf desain saat ini sepenuhnya dipoles berulang kali, buat lagi, dipoles lagi.Zola sibuk sampai jam pulang kerja. Dia memeriksa ponselnya, berencana makan di luar bersama Jeni sebelum pulang. Sejak pindah kembali ke apartemen, si bibi belum pernah datang untuk menyiapkan makanan. Zola tidak ingin bertanya dulu. Sedangkan dia sendiri malas mau masak. Jadi dia memilih makan di luar.Namun, baru saja Zola dan Jeni masuk ke mobil dan hendak berangkat ke restoran, ponsel Zola tiba-tiba berdering. Telepon dari Boris.Zola memegang erat ponselnya dan tertegun sejenak, tidak langsung mengangkat telepon, lalu Jeni berkata, “Angkat saja.”Jeni langsung menepikan mobilnya dan menunggu Zola mengangkat telepon. Zola menekan tombol jawab, lalu suara Boris datang dari ujung tele
“Memang medan perang, kan? Bahkan medan perang di dalam sana jauh lebih sulit untuk dihadapi daripada yang di luar,” goda Jeni.Zola tersenyum, lalu dia keluar dari mobil dan berjalan masuk ke dalam rumah. Akhir-akhir ini Jerico sedang memulihkan diri di rumah. Setelah mengetuk pintu, Zola membuka pintu dan masuk. Begitu melihat Zola, Jerico langsung bertanya, “Kenapa kamu datang ke sini?”Sikap dingin Jerico membuat Zola diam sejenak, tapi dia sudah terbiasa. Jadi, Zola merasa tidak apa-apa. Dia menatap ayahnya dan berkata, “Ada yang ingin aku tanyakan pada Papa.”Jerico melihatnya sekilas. “Mau tanya apa?”Zola mengerutkan bibirnya. Pada akhirnya, dia segera bertanya, “Aku ingin tanya soal Budi. Budi sudah jadi sekretaris Papa bertahun-tahun. Kenapa dia tiba-tiba berkhianat? Selama ini Papa selalu baik padanya. Apakah dia ada kesulitan atau rahasia yang nggak bisa dikatakan?”Begitu Zola selesai bicara, raut wajah Jerico langsung berubah. Dia memelototi Zola dengan tidak senang.“Zol
Usai berkata, Boris berjalan keluar sambil berkata, “Aku panggil dokter dulu untuk periksa kamu. Nanti sudah boleh keluar dari rumah sakit.”Mata Zola mengikuti sosok Boris. Kata-kata Boris terulang-ulang terus di dalam otaknya. Dibandingkan Sandra yang cerdas, Zola lebih cocok menjadi istri Boris? Maksud Boris, Zola kurang cerdas?Zola yang sedang hamil sama sekali tidak menyadari kalau dirinya sedang melalui proses otak tidak bisa berpikir dengan cepat selama kehamilan. Setelah berpikir lama, dia masih tidak mengerti maksud Boris. Apakah Boris sedang memujinya? Namun, sepertinya itu tidak sepenuhnya memuji.Setelah melalui pemeriksaan, dokter memastikan Zola tidak apa-apa. Semuanya stabil. Dia pun dipulangkan. Boris yang mengantarnya kembali ke apartemen. Sepanjang perjalanan pulang, Zola dan Boris tidak bicara. Karena Boris menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mengangkat telepon.Boris tampak sangat sibuk, tapi Boris tetap menemani Zola. Zola memperhatikan wajah Boris dari sam
Zola juga tercengang. Sandra ingin memberi Boris saham? Dia semakin fokus memperhatikan Boris, tidak ingin melewatkan ekspresi apa pun di wajah pria itu. Apakah Boris akan terharu?“Kamu jangan salah paham. Aku nggak ingin lakukan apa pun. Ini bentuk ketulusanku. Kamu tahu, kelak aku akan ambil alih Gordi Group. Tapi aku tahu seberapa besar persaingan dalam dunia bisnis. Aku butuh penopang. Aku tahu kamu nggak ada perasaan apa pun padaku, juga nggak mungkin menikah denganku. Tapi aku butuh kerja sama jangka panjang dengan Morrison Group.”“Ini bukan masalah kecil. Aku belum bisa kasih jawaban.”“Kalau begitu, kamu pertimbangkan dulu.”Boris menutup telepon. Wajahnya tampak dingin. Zola tidak mendengar semua percakapan antara Boris dan Sandra, tapi Zola mendengar jelas setiap kata yang Boris ucapkan. Setelah panggilan telepon berakhir, Boris meletakkan ponselnya. Dia spontan melihat ke arah Zola. Tidak disangka, Zola sedang memperhatikannya. Saat mata keduanya bertemu, Zola sama sekali
Zola menyadari kalau dirinya semakin tidak memahami Mahendra, bahkan boleh dibilang dia merasa seperti tidak pernah memahami pria itu sebelumnya. Apa tujuan Mahendra melakukan hal ini?Zola tidak bisa menemukan jawaban yang masuk akal. Jadi dia tidak menanggapi pertanyaan Boris. Suasana pun menjadi sunyi senyap. Sesaat kemudian, ponsel Boris berdering. Sandra yang meneleponnya.“Kamu nggak di kantor?”“Ada urusan?”“Iya, ada sedikit urusan. Soal proyek kerja sama. Aku baru saja dapat kabar, ada perusahaan real estate asing yang berencana datang ke Kota Binru untuk berinvestasi. Kalau kita bisa dapatkan kerja sama ini, itu akan sangat membantu untuk go public nanti. Jadi kamu mau pertimbangkan, nggak?”Meskipun Morrison Group merupakan sebuah perusahaan besar, sampai saat ini Morrison Group belum mendaftarkan diri ke bursa efek. Baik Boris maupun keluarganya tidak peduli dengan hal itu. Jika Morrison Group mau go public, pasti sudah go public sejak kepemimpinan Hartono. Namun nyatanya t
Setiap kali memikirkan hal itu, Boris pasti berpikir kalau Zola ingin berpisah dengannya demi Mahendra. Akan tetapi, pesan Guntur terngiang kembali di benaknya. Sekarang Zola tidak boleh emosi, harus tetap dalam suasana hati yang baik. Sehingga kata-kata yang sudah sampai di ujung bibirnya akhirnya ditelan kembali.Zola menatap Boris, mengira pria itu ingin mengatakan sesuatu lagi. Jadi dia menatap Boris dalam diam. Kata-kata Boris barusan membuat Zola merasa hatinya seperti dicengkeram dengan erat hingga membuatnya sulit bernapas.Namun, beberapa saat berlalu. Boris tak kunjung bicara. Zola menatapnya dengan bingung dan berkata, “Mau ngomong apa ngomong saja.”Sikap Boris melembut, tidak sekeras tadi. Dia menatap Zola sambil berpikir keras. Kemudian, dia menanyakan keraguan yang selalu Boris sembunyikan di dalam hatinya.“Aku hanya mau tanya satu hal. Katakan padaku, apakah kamu pernah pacaran dengan Mahendra?”Zola mengerutkan kening, tampak semakin bingung. “Boris, sebenarnya apa ya
“Oke, aku mengerti.” Boris menjawab dengan serius, seperti seorang murid yang penurut.Guntur jarang melihat reaksi seperti itu dari Boris. Dia spontan tertawa dan berkata, “Baguslah kalau kamu bisa bekerja sama seperti ini. Kakek dan orang tuamu belum tahu. Perlu beritahu mereka?”Boris menatap Guntur dan bertanya balik, “Menurutmu?”Guntur terus tertawa. “Oke, oke, aku mengerti. Kalau begitu aku kerja dulu. Kamu temani Zola. Kalau dia bangun, dia boleh sarapan.”Boris menganggukkan kepala. Guntur pun pergi. Beberapa menit kemudian, Zola membuka matanya dan mendapati dirinya sedang berada di rumah sakit. Dia spontan mengangkat tangannya dan memegang perutnya. Setelah merasakan perutnya yang buncit, dia baru merasa lega.Zola ingat Jeni mengantarnya ke rumah sakit dan dia diperiksa oleh dokter. Namun saat itu, dia benar-benar sudah terlalu lelah. Dokter juga memberinya obat yang boleh diminum ibu hamil. Jadi dia tidur sampai sekarang baru bangun.Zola bangun dan duduk. Begitu duduk, di
Boris punya kebiasaan marah ketika dibangunkan dari tidurnya, apalagi kalau dibangunkan secara tiba-tiba. Akan tetapi, sebelum dia bisa melampiaskan kekesalannya, suara yang masuk telinganya langsung membuat matanya terbelalak lebar.“Zola lagi di UGD rumah sakit?” tanya Boris dengan suara serak.“Kamu nggak tahu?”“Kenapa dia ke rumah sakit jam segini?”Boris mengangkat selimutnya dan turun dari tempat tidur. Sambil mengganti pakaian, dia bertanya kepada Guntur dengan wajah serius. Guntur bilang kalau muridnya yang melihat Zola. Zola baring di ranjang pemeriksaan, sepertinya baru selesai diperiksa. Dia masih belum tahu bagaimana situasi jelasnya.Boris tidak banyak bicara. Setelah menjawab singkat, dia langsung menutup telepon. Wajah tampannya tampak tegang. Rahangnya mengeras sampai seolah-olah bisa hancur kapan saja. Dia bahkan tidak sempat memakai sepatu lagi. Dia langsung mengambil kunci dan keluar.Boris mengebut sepanjang jalan. Dia mencoba menghubungi ponsel Zola, tapi Zola tid
Manusia sangat mudah membiasakan diri. Begitu sudah terbiasa, manusia bisa saja melupakan semua hal negatif yang pernah dialaminya sebelumnya.“Apakah aku sudah kehilangan diriku sendiri?” tanya Zola kepada Jeni.Jeni memikirkannya dengan serius. “Sayang, kalau kamu sudah mempertanyakan apakah kamu sudah kehilangan dirimu sendiri, menurutku kamu benar-benar perlu merenungkan diri dulu.”Karena kata-kata Jeni barusan, Zola pun jadi berpikir keras. Benar, dia bahkan sudah mempertanyakan dirinya sendiri. Apa yang akan dipikirkan orang lain?Zola bangun dan duduk di sofa, lalu berkata dengan yakin, “Aku percaya aku masih diriku yang dulu. Aku nggak akan kehilangan diri sendiri demi siapa pun.”“Ini baru betul.”Keduanya saling menatap dan tersenyum. Di malam hari, Zola rela mengeluarkan uang mentraktir Jeni makan mie, sebagai penghargaan kepada Jeni karena telah memberinya pencerahan dan semangat. Saat itu, Jeni merasa sangat kesal. Ingin rasanya memarahi Zola.Zola justru berkata, “Maklum