Dia menepuk-nepuk kepala Yuna. Tangan besarnya sangat ingin tetap berada di atas kepala Yuna. Tapi, dia segera menarik tangannya kembali.Zakri dengan cepat juga segera menghibur Yuna, "Pengacara Yuna, Pak Wano pasti baik-baik saja. Siapa tahu, ternyata dia sudah berhasil lolos keluar. Hanya saja, mungkin di sana masih belum ada sinyal, sehingga nggak bisa menghubungi kita."Melihat semua orang tampak menghiburnya, Yuna pun perlahan merasa lega.Dia menatap semua orang dengan mata yang mulai basah dan suaranya terdengar serak, "Aku tahu dia nggak akan meninggalkan kita. Dia pasti kembali."Setelah berkata hal itu, dia menyeka air matanya, lalu mengambil gelas air itu dan meminumnya.Kemudian, dia menatap Zakri dan berkata, "Zakri, aku ingin makan. Kamu pergi beli makanan, ya."Zakri tampak terdiam sejenak, lalu segera berkata, "Baik. Aku akan segera pergi beli."Setelah beberapa menit kemudian, Zakri sudah membeli Bubur Sapi dan siomai.Yuna duduk di bangku koridor rumah sakit dan mema
Itu adalah nomor panggilan tak dikenal yang berasal dari luar negeri.Meskipun suara itu terdengar samar, dia tidak mungkin sampai salah mengenali suara itu.Yudi tiba-tiba menatap ke arah Yuna.Suara Yudi terdengar bergetar, "Dia baik-baik saja, kamu sendiri bagaimana?"Suara Wano terdengar seperti menahan rasa sakit, "Berikan telepon ini pada dia."Yudi berjalan menghampiri Yuna dan dengan sedikit membungkuk dia berkata, "Ini Wano. Dia baik-baik saja."Mendengar hal itu, Yuna tampak terkejut.Butuh beberapa detik baginya untuk dapat bereaksi.Dia segera merebut telepon itu dari tangan Yudi dan menjerit, "Wano."Sambil menjerit, air mata Yuna pun tampak mengalir.Wano memejamkan matanya dengan sedih, "Yuna, aku baik-baik saja. Butuh beberapa hari lagi aku baru bisa keluar dari sini karena semua akses jalan ditutup. Arshen sudah datang?""Sudah. Operasi Ayah juga sukses." Kata Yuna sambil terisak."Baguslah. Akhirnya, aku bisa menepati janjiku padamu. Yuna, apa kamu benar-benar cukup i
Roger meremas pergelangan tangan Grace dengan kuat.Dia sebenarnya tahu, sangat tidak mungkin mengirim Wano ke rumah sakit kalau melihat kondisi Wano seperti sekarang ini.Bahkan mungkin saat tim medis datang, dengan kondisi Wano seperti ini belum tentu bisa lebih baik.Dia perlahan-lahan melepaskan pergelangan tangan Grace.Suara Roger terdengar serak, "Lakukanlah."Grace mengambil pisau bedah dan mulai membedah luka Wano."Hemostat.""Pinset.""Benang jahit.""Kain kasa."Roger berdiri di samping Grace dan bertindak sebagai asisten dokter.Grace masih terlihat begitu muda, kisaran dua puluh tahunan. Tapi, teknik bedah yang dimilikinya begitu terampil dan begitu profesional.Membuat Roger agak terkejut.Setelah satu jam kemudian, peluru yang ada di dalam tubuh Wano berhasil dikeluarkan dan lukanya dijahit kembali.Grace kemudian menegakkan tubuhnya, kemudian dia menyeka keringat yang ada di keningnya dan berkata, "Dia harus berbaring selama kurang lebih tiga hari. Organ dalamnya terlu
Wano menatap Vina dengan penuh kebencian.Dia mendorong Vina, lalu merangkul Yuna.Tatapannya yang dingin berubah menjadi hangat ketika melihat Yuna.Wano berkata dengan lembut, "Yuna, maaf, aku membuatmu khawatir."Yuna hanya terdiam."Wano, kamu ..."Baru saja setengah berbicara, Yuna tampak kehabisan tenaga.Akhirnya dia bisa meluapkan rasa frustrasinya.Yuna merasa lemas dan jatuh di pelukan Wano."Yuna, Yuna."Wano segera menggendongnya ke dalam kamar pasien.Dia bahkan tidak menghiraukan Vina sama sekali.Vina tampak geram.Dia mengamuk, "Wano, Yuna itu pembawa sial. Dia membuat semua orang di sisinya mati. Kalau kamu terus bersamanya, cepat atau lambat kamu yang celaka."Roger yang berada di situ ikut bersuara usai mendengar ucapan tersebut."Kalau Nenek sampai tahu kamu mengutuk cucunya seperti ini, apa dia nggak akan mengusirmu?"Vina mengomelinya, "Kamu nggak perlu ikut campur urusan keluarga kami!""Tapi aku nggak terima kamu menyebut Kak Yuna pembawa sial. Vina, kalau kamu
Yuna masih harus mengatur emosi sebaik mungkin demi janin di dalam kandungannya.Hati Wano terasa pedih ketika mengetahui Yuna berusaha untuk makan meski dia selalu muntah.Dia memegang tangan Yuna dan menciumnya.Beberapa jam kemudian, Yuna membuka matanya perlahan-lahan.Dia melihat Wano yang tampak letih dan cemas.Yuna menatapnya sesaat sebelum berbicara.Dengan suara parau memanggil, "Wano,"Wano segera menghampirinya dan bertanya, "Yuna, gimana perasaanmu?"Yuna menggelengkan kepalanya, "Aku baik-baik saja, kamu nggak terluka, 'kan?""Iya, suamimu ini kuat. Kalau saja kamu nggak hamil, aku masih bisa beberapa ronde kok."Semakin Wano berbicara seolah-olah tidak terjadi apa pun, Yuna semakin tidak mempercayainya.Sepasang mata aprikot yang indah itu menatapnya selama beberapa detik, lalu berkata, "Aku ingin memelukmu."Wano pun segera memeluk Yuna.Akibat terlalu banyak bergerak, lukanya pun sobek. Wano tampak meringis kesakitan.Yuna membelai Wano dengan lembut.Tepat saat Yuna m
Yanuar menoleh ke arah Zanny sambil mengerutkan dahinya, "Mau diputuskan sekarang?"Zanny mengomeli Yanuar, "Keputusan kepalamu!"Zanny menggerakkan kursi roda ke arah ibunya, lalu berkata, "Ibu, kami nggak punya hubungan apa pun. Aku membohongi Ibu soal bayi itu, jangan memperumit masalah ini lagi."Ibu Zanny memegang tangan Zanny sambil menenangkannya, "Zanny, Ibu tahu suasana hatimu sedang buruk karena bayi itu sudah tidak ada, tapi itu bukan salah Yanuar. Kalian masih muda, cepat atau lambat kamu bisa hamil lagi, benar nggak Yanuar?"Dia tersenyum sambil menatap Yanuar.Yanuar menjawab sambil tersenyum, "Bibi benar.""Benar kepalamu! Yanuar, jangan membuat masalah, pergilah, ini bukan urusanmu!"Ibu Zanny memelototi Zanny, "Perhatikan caramu berbicara, sama sekali nggak seperti perempuan. Yanuar, kalau dia bersikap begini lagi, beritahu Bibi, akan kuberi pelajaran."Yanuar segera menggelengkan kepalanya dengan sedih, "Nggak apa-apa Bibi, aku sudah terbiasa."Zanny sungguh ingin men
Wano menjiwit dagu Yuna sambil tersenyum."Aku hanya ingin mengambil kotoran matamu, kamu kira apa yang akan kulakukan, hmm?"Wano menyentuh sudut mata Yuna.Wajah Yuna memerah. Dia memandang Wano dengan malu, "Kamu ...."Melihat betapa jengkelnya Yuna, senyuman Wano semakin lebar."Kalau Nyonya Lasegaf mau, akan kutahan rasa sakit ini demi memuaskanmu. Siapa tahu, aku juga bisa ...."Yuna langsung membungkam mulut Wano sambil membelalakkan matanya, "Kalau kamu terus berbicara, aku akan mengabaikanmu."Wano mengecup telapak tangan Yuna, lalu mereka berjalan ke kamar Yudha."Aku nggak akan menggodamu lagi, kita temui Ayah."Kedua orang itu masuk ke dalam kamar rawat Yudha sambil bergandengan tangan.Kebetulan saat itu Xena sedang membacakan isi surat wasiat Yudha.Yuna segera menghampiri Xena dan mengambil dokumen itu, "Ayah, apa yang kamu lakukan? Untuk apa buat surat wasiat."Yudha yang baru saja dioperasi, berkata dengan lemas, "Yuna, kalian akan segera menikah. Aku sudah menyetor du
Usai mendengar kalimat itu, raut wajah Wano tampak murung.Vina benar-benar lupa daratan.Dia terburu-buru membuat rencana baru untuk Qirana padahal situasinya belum membaik. Vina bersikap sangat baik terhadap Qirana.Bahkan Wano dan kakaknya tidak pernah diperlakukan seperti itu.Wano tersenyum kecut sambil berkata, "Dia tahu masa lalu Yuna."Yudi mengerutkan dahinya, "Jadi Vina memberitahu Nuria, lalu Nuria menggunakan taktik ini mengancam Paman Yudha hingga terkena serangan jantung, mengganggu persidangan Yuna hanya untuk menolong Qirana."Demi Qirana, mereka bahkan tidak peduli dengan nyawa orang lain.Namun, Vina mengetahui bahwa Yuna adalah putri Maya. Sebagai sahabat terdekatnya, bukankah Vina seharusnya melindungi Yuna dan melawan Qirana?Lantas kenapa dia malah mencelakai Yuna.Tindakan itu tidak tepat baik secara emosional maupun rasional.Yudi meragukan hubungan pertemanan Vina dengan ibunya.Maya selalu memegang erat kalung pemberian Vina di saat dia sedang sekarat.Hal apa
Yuna segera mundur setelah Wano menyentuhnya.Dia menatapnya dengan ekspresi datar, lalu berkata, "Pak Wano, kita ini sudah bercerai, tolong jaga sikapmu. Saat ini aku sudah mempunyai pacar."Setelah mendengar perkataan Yuna, Wano merasa lega.Dia langsung tertawa dan berkata, "Beri aku waktu 20 menit."Selesai berbicara, dia berbalik badan dan pergi.Dari perkataan Yuna, Wano tahu bahwa wanita itu sedang memberi peringatan padanya agar tidak terlalu menampakkan kemesraan di tempat umum.Jika tidak, semuanya akan terungkap dan rencana mereka akan sia-sia.Tidak disangka ternyata Yuna mengakui Jeri sebagai pacarnya. Itu artinya Yuna sudah memaafkannya.Setelah memahami maksud dari perkataan Yuna, Wano pun pergi dan berjalan masuk ke mobilnya, kemudian menekan pedal gasnya dengan bersemangat.Dia pun kembali ke kompleks apartemen elit miliknya yang berlokasi di tengah kota.Apartemen di daerah itu dibangun dengan tinggi, luas masing-masing apartemen yang disewakan bisa mencapai 400 meter
Ternyata itu karena Yuaris sudah mengetahuinya sejak awal.Anak itu bahkan terus merahasiakannya.Dia hanya seorang anak kecil yang baru berusia dua tahun.Tapi dia harus menanggung beban seberat ini.Memikirkan hal itu, hati Yuna terasa semakin sakit.Dia memeluk kepala Yuaris dan menciumi wajahnya berkali-kali.Suaranya tersendat karena menangis. Dia berkata, "Sayang, Ibu yang seharusnya meminta maaf padamu. Ibu sudah lalai dan membiarkan ayahmu menipu Ibu selama dua tahun. Selama itu Ibu nggak memenuhi tanggung jawab sebagai seorang ibu. Ibu benar-benar sangat sedih."Yuaris juga menangis saat melihat Yuna menangis.Tangan kecil Yuaris menepuk kepala Yuna dengan pelan dan berkata, "Ibu, jangan menangis. Aku juga jadi ingin menangis kalau melihat Ibu sedih."Saat melihat anak dan ibu itu berpelukan dengan sedih, Maggie akhirnya tidak bisa menahan perasaannya lagi.Dia berjalan mendekati Yuna dan menepuk-nepuk punggungnya, lalu berkata, "Yuna, luka Yuaris belum pulih. Setelah efek biu
Air mata yang asin dan bercampur rasa darah memenuhi mulut Yuna.Dia tidak bisa melupakan rasa sakit di hatinya saat dirinya kehilangan bayinya dua tahun lalu. Dia tidak akan pernah bisa melupakan rasa kecewa saat melihat mayat bayinya.Hampir setiap malam dia memimpikan hal yang sama selama dua tahun.Dia bermimpi anak yang sudah meninggal itu memanggilnya dengan sebutan ibu.Keesokan pagi setiap terbangun dari tidur, bantalnya selalu basah.Rasa rindu yang terus terulang setiap hari dan rasa sakitnya yang semakin bertambah itu menyebabkan depresinya kambuh.Ternyata semuanya palsu.Selama ini ternyata bayi yang dikira sudah tiada itu selalu berada di sampingnya.Yuna tidak hanya tidak memberinya ASI secara eksklusif, tapi juga merasa gagal memenuhi tanggung jawabnya sebagai seorang ibu.Dia dengan bodohnya juga mengira bahwa Yuaris menyukainya hanya karena keakraban mereka.Ternyata itu adalah ikatan batin antara ibu dan anak.Betapa bodohnya Yuna yang selama ini tidak menyadari ikat
Terlebih lagi, pada saat itu, dia juga melihat bahwa jenazah bayinya memang sekecil itu.Yuna terus merasa ada yang tidak beres selama dua tahun terakhir.Mengapa saat pemeriksaan kehamilan dokter mengatakan bahwa ukuran tubuh bayi Yuna normal?Mengapa bayinya ternyata berukuran kecil ketika lahir?Ternyata, bayi yang dia lihat saat itu bukanlah anaknya.Namun, dia adalah anak dengan penyakit jantung yang ada dalam perut Maggie.Selain itu, Wano sengaja membuat bayinya diasuh oleh Maggie.Untuk menghindari perhatian orang-orang jahat.Jadi, Yuaris adalah bayinya.Itu sebabnya golongan darahnya sama dengan Yuaris, yaitu Rh-negatif.Yuna tak bisa menahan air matanya lagi saat menyadari semua ini.Melihat ekspresi panik dan kebingungan Maggie, membuat air mata Yuna tak bisa berhenti mengalir.Dia menahan semua rasa sakit dan kepiluan dalam hatinya.Dia melihat Maggie dan Xena seraya berkata, "Kak Maggie, Kak Xena, terima kasih."Dengan kalimat sederhana itu, mereka semua langsung memahami
Mendengar ucapannya, raut wajah Maggie seketika berubah. Dia pun buru-buru menarik lengan Yuna seraya berkata, "Kamu nggak boleh melakukannya."Saking cemasnya, perkataannya terdengar melengking.Yuna memandangnya dengan kebingungan, "Kenapa nggak boleh? Kita ini saudara dan Yuaris itu anakmu. Aku bisa saja mendonorkan darah dalam situasi medis yang darurat begini."Mendengar perkataan Yuna, sang dokter pun berkata, "Kalau memang begitu, ini bisa jadi tindakan darurat. Dengan begitu, anak itu nggak perlu menunggu terlalu lama dan ini bisa meringankan rasa sakitnya.""Itu juga nggak boleh. Pokoknya kalau aku bilang nggak bisa, berarti nggak bisa. Dia anakku, aku nggak mau ada kesalahan terjadi padanya. Bagaimana kalau tubuhnya menolak? Yuaris masih sangat kecil."Yuna merasa bingung dan tak mengerti dengan keanehan pemikiran Maggie.Maggie biasanya bukan orang yang seperti ini.Dia juga begitu menyayangi Yuaris.Bahkan, dokter pun menyatakan kalau hal itu diperbolehkan, lantas mengapa d
Yuaris mengangguk berkali-kali.Melihat bayangan mereka yang pergi, membuat mata besarnya terus bergerak.Bagaimana caranya agar sang tante tidak mengetahui kebenarannya?Dokter Sari bersiap untuk memeriksa Yacob.Tiba-tiba saja dia bertanya, "Pengacara Yuna, apa kamu yakin ini anaknya? Bukan yang di luar sana?"Yuna sedikit kebingungan, "Kenapa? Ada yang salah?""Anak ini nggak punya bekas luka sedikit pun, jadi dia nggak pernah menjalani operasi."Hati Yuna agak berdesir ketika mendengarkan kata-kata itu, "Mungkinkah kakakku takut anak itu punya bekas luka, jadi dia melakukan operasi penghilang bekas luka?"Sari memeriksa tubuh Yacob dengan alatnya dan berkata, "Aku bisa memastikan kalau anak ini nggak punya penyakit jantung dan belum pernah melakukan operasi apa pun. Mereka berdua kembar, jangan-jangan kamu salah orang.""Nggak mungkin, mereka berdua bukan kembar identik, jadi sudah berbeda sejak kecil. Mana mungkin aku nggak mengenali mereka.""Kalau begitu, ini aneh. Anak itu sebe
Pada saat ini, ponsel Zanny berdering.Dia melihat layar ponselnya dan menerima telepon dari Yuna."Yuna.""Zanny, apa kamu sudah mendapatkan buktinya?""Sudah, aku akan segera mengirimkannya padamu.""Oke, serahkan semua urusan ini padaku."Mereka berdua mengobrol sebentar sebelum Yuna mengakhiri percakapan mereka.Yuna menatap dua bocah di depannya dan berkata, "Tante mau pergi kerja, kalian bermain saja dulu dengan pelayan dan Kakek. Sebentar lagi Nenek cantik akan tiba. Main yang tenang dan jangan lari-lari, mengerti?"Yuaris dan Yacob mengangguk berkali-kali, lalu berkata, "Kami mengerti, Tante bisa berangkat kerja dengan tenang."Yuna mengatakan sesuatu pada pelayan sebelum akhirnya pergi dengan mengendarai mobilnya.Hari ini dia akan pergi ke pengadilan untuk mengurus perceraian kliennya yang merupakan seorang dokter anak.Suami klien itu berselingkuh dan diam-diam memindahkan harta bersama yang sudah mereka kumpulkan.Demi mendapatkan hak asuh anak, mereka bertengkar dengan sen
Setelah mendengar perkataan Yuna, mata Zanny memancarkan rasa sakit yang tidak terlukiskan.Selama dua tahun, dia mampu menyembunyikan penderitaannya dengan baik.Dia pikir tidak ada orang yang bisa mengetahui pikirannya.Siapa sangka ternyata Yuna bisa menebaknya dengan tepat.Dia meremas jari Yuna dengan pelan dan menggelengkan kepalanya.Hanya dengan satu gerakan, Yuna bisa mengetahui apa yang ingin dikatakan Zanny.Dia segera mengangguk dan berkata, "Jangan khawatir, aku tahu apa yang harus kulakukan."Pada saat ini, Yanuar tiba-tiba mendorong pintu dan masuk.Saat melihat Zanny yang sudah siuman, dia segera berjalan ke samping kasur.Dia menatap Zanny dengan emosi yang tidak bisa digambarkan.Dia dengan suara serak bertanya, "Zanny, bagaimana keadaanmu?"Mata Zanny yang semula berlinang air mata itu langsung terlihat dingin saat melihat Yanuar.Dia menundukkan pandangannya dan melengkungkan sedikit bibirnya.Zanny memang sedang tersenyum, tapi Yanuar merasa bahwa mantan kekasihnya
Saat bisa melihat kembali ekspresi marah Yuna, Wano tersenyum bahagia.Tangannya yang besar membelai telinga Yuna, dia dengan suara rendah berkata, "Ayo umpat aku sekali lagi!""Dasar bajingan tengik!"Yuna mengumpat Wano sekali lagi tanpa ragu.Dia tidak hanya ingin mengumpatnya, tapi juga ingin menggigitnya sekeras mungkin.Jika bukan karena Wano menggoda Yuna seperti siluman rubah, wanita itu tidak harus menunjukkan ekspresi memalukannya di depan Wano.Saat dirinya bisa kembali mendengarkan umpatan yang sudah tidak asing baginya, Wano tertawa dan memeluk wanita itu dengan erat.Wano berbaring di pundak Yuna, ada emosi tak tertahankan yang terdengar dari suaranya.Ada perasaan bersemangat sekaligus kesedihan yang didominasi oleh rasa sakit hati."Akhirnya Yunaku kembali."Yuna yang suka memukul, mengumpat dan memarahinya akhirnya kembali seperti sedia kala.Tangan besar Wano membelai kepala Yuna dengan lembut, dia sekali lagi berkata dengan suara lembut. "Untuk seterusnya, kamu seper