Mendengar ucapan itu, senyum di wajah Wano berubah kaku.Dia berbisik di samping telinga Hans dan berkata, "Siapa kamu sebenarnya? Apa hubunganmu dengan Yuna?"Hans meminum anggurnya dengan santai sambil tersenyum, "Coba tebak!"Wano menginjak kaki Hans dengan kuat. Dia tetap tersenyum sambil menggertakkan giginya."Aku nggak peduli kamu siapa. Aku nggak akan membiarkanmu merebut Yuna dariku. Dia milikku.""Semua itu tergantung pada kemampuanmu untuk melindunginya. Aku pernah berjanji pada Yuna, bahwa aku akan selalu menjaganya seumur hidup. Aku nggak akan pernah mengingkari janjiku itu.""Pak Hans, apakah yang kamu maksud itu janji masa kecil kalian dulu? Yuna sudah lama melupakan janji itu. Bukankah lucu kalau kamu tetap bersikeras untuk mengingat janji itu?""Lucu? Apa aku harus mengungkapkan identitasku dan melihat apakah Yuna masih ingat dengan masa lalu kami berdua?"Mendengar hal itu, Wano meraih pergelangan tangan Hans dan mengancamnya, "Berani kamu!"Kedua pria itu saling memp
Yuna mulai memakai pakaian dan saat berjalan keluar dari kamar, dia melihat Wano duduk bersila di atas tikar sedang bermain catur dengan Kakek.Wano mengenakan sweter rajut warna hitam yang dipadukan dengan celana panjang.Punggung dan kakinya tampak tegap dan ramping.Lengan sweter itu tampak sedikit dinaikkan ke atas, menunjukkan otot-otot lengan yang kuat.Sosoknya begitu angkuh dan berkarisma, tidak sesuai dengan keadaan lingkungan di sekelilingnya dan keadaan itu sangat bertolak belakang.Kakek langsung menyapa Yuna saat dia berjalan menghampiri, "Yuna, beritahu Kakek langkah selanjutnya harus bagaimana. Pemuda ini mahir sekali bermain catur dan bahkan sudah menang tiga ronde dariku."Yuna tersenyum dan duduk di samping Kakek, lalu menatap Wano dengan rasa tidak puas."Mengalah pada orang yang lebih tua, begitu saja masa kamu nggak tahu."Wano tampak tersenyum, "Kakek adalah seorang master catur, kalau aku mengalah beberapa langkah, artinya aku meremehkan Kakek, bukan begitu?"Kak
Setelah berkata hal itu, dia berjalan masuk ke dalam.Dia langsung menatap pria yang sedang duduk di atas tikar itu.Pria itu berpakaian serba hitam dan duduk di sana dengan punggung tegak.Sebagian rambutnya dibiarkan jatuh ke atas keningnya, membuatnya tampak mempesona.Terdapat senyum di dalam mata itu.Raut wajah Tonny seketika berubah menjadi takut dari yang tadinya masih angkuh.Kakinya tidak bisa berhenti gemetar.Tania tidak sadar bahwa ada yang tidak beres dari anaknya itu. Dia justru bergegas menarik lengan putranya dan berkata, "Nak, lihat baik-baik barang-barang ini. Beritahu Kakek barang-barang ini sebenarnya palsu atau nggak."Tonny merupakan seorang manajer dari salah satu departemen di perusahaan yang merupakan bagian dari Grup Lasegaf. Jadi, mana pernah dia bertemu langsung dengan Wano.Tapi, dia pernah melihat Wano di televisi.Dia pernah mendengar rumor bahwa di samping Pak Wano ada seorang sekretaris wanita yang sangat cantik.Namun, dia sungguh tak menduga bahwa wa
Wano membelai lembut rambut Yuna untuk menghiburnya, karena dia tak berhenti menangis."Yuna, sekarang juga aku akan jadwalkan seorang dokter ahli untuk mengobati penyakit Kakek. Kita harus kembali ke kota."Namun, semua orang yang masih berdiri di depan pintu itu berusaha menahan Wano dan Yuna, "Sia-sia saja mengobati penyakit kanker, hanya menghambur-hamburkan uang. Kami ini nggak punya uang, kalau kalian punya uang, kalian saja yang mengobatinya.""Betul, kami nggak punya uang, ditambah lagi masih ada tiga anak kami yang harus menikah, jadi mana ada uang untuk mengobati penyakit Kakek."Semua orang hanya saling berbicara satu sama lain, sehingga Yuna tampak marah dan berkata, "Kalian nggak perlu ikut campur masalah ini, karena mulai hari ini Kakek merupakan tanggung jawab aku dan Ayah."Tania tampak tidak senang mendengar hal itu."Oh, aku mengerti sekarang. Nantinya, kalian nggak akan pernah mengobati penyakit Kakek, karena yang kalian inginkan hanya hartanya saja. Nggak bisa, Kake
Kakeknya itu memang sudah lama menantikan pernikahan Wano dan Yuna, sehingga Yuna berpikir bahwa ini merupakan harapan terbesar bagi Kakek.Yuna ingin membantu Kakeknya itu mewujudkan harapannya sebelum Kakek pergi.Bagaimana mungkin Wano tidak memahami pemikiran Yuna?Wano menghibur Yuna, "Baiklah. Setelah kita mengurus akta nikah, kita akan menyelenggarakan resepsi pernikahan. Jadi, Kakek pun bisa pergi dengan tenang, setuju?"Dengan air mata mengalir di pipinya, Yuna berkata, "Tapi, Ibumu belum menyetujui pernikahan kita dan aku juga belum hamil, aku takut ...."Wano langsung mencium bibir Yuna bahkan sebelum Yuna selesai bicara.Ciuman itu terasa menekan, tapi lembut.Terdengar suara serak dan pelan, "Bodoh, orang yang ingin menikah denganmu itu aku bukan orang lain. Anak hanya sebagai pelengkap pernikahan kita. Ada atau pun nggak, itu nggak akan mengurangi kebahagiaan kita."Wano mengusap pelan air mata yang ada di sudut mata Yuna, suaranya terdengar lembut, "Kamu nggak perlu mela
Wano menaruh pasta gigi ke atas sikat gigi milik Yuna dan memasukkan benda itu ke dalam mulut Yuna.Saat mereka berdua turun ke bawah, Yuna melihat Kakek sudah berpakaian beskap dan sedang duduk di atas kursi roda.Yuna berjalan menghampiri Kakek sambil tersenyum. Dia menatap Kakek dari atas sampai bawah dan berkata, "Kenapa Kakek berpakaian begitu rapi? Bukankah hanya mengurus akta nikah saja dan bukan menikah."Kakek merasa sangat bahagia dan berkata, "Putri kami Yuna akan menikah, tentu saja aku harus berpakaian lebih formal. Setelah kalian selesai mengurus akta nikah, kita harus pulang karena Keluarga Lasegaf akan menemui Ayahmu untuk menyerahkan mahar. Tentu aku nggak akan membuatmu malu."Mendengar hal itu, Yuna menatap Wano dengan rasa sedikit tidak percaya, "Kenapa ... kenapa harus secepat itu?"Wano menaikkan kedua alisnya dan berkata, "Nenek begitu bersemangat semenjak mendengar kita akan menikah. Dia langsung mencari orang untuk memilih hari baik dan hari ini memang hari bai
Mendengar hal itu, hati Wano terasa membeku."Apa yang terjadi?"Bibi terus menangis, "Barusan Nyonya datang kemari. Saya nggak tahu apa yang dikatakan oleh Nyonya pada Kakek. Kemudian, saat saya kembali ke kamar, mulut Kakek sudah mengeluarkan busa putih, wajahnya pucat, dan sepertinya sekarat."Wano langsung menutup telepon itu dan bergegas menarik tangan Yuna.Tangan besar yang dingin itu memegang erat tangan Yuna.Tiba-tiba, Wano merasakan firasat buruk di hati.Saat Yuna diseret oleh Wano, dia tahu bahwa ada yang tidak beres, maka dia pun bertanya, "Kenapa? Apakah keadaan Kakek nggak baik?"Wano menatap Yuna dengan tatapan yang sulit ditebak, "Yuna, apa pun yang terjadi kamu harus percaya padaku, ya?"Mata Yuna mulai memerah, "Sebenarnya apa yang terjadi?""Kondisi Kakek nggak baik, kita harus segera pulang."Dia menelepon layanan panggilan darurat sambil menarik Yuna untuk masuk ke dalam mobil.Saat mereka tiba di rumah, petugas layanan darurat pun juga sudah tiba.Dokter menggel
Tante Tania menunjuk kertas yang dibakar Yuna di tanah sambil mencibir, "Lihatlah dirimu, pembawa sial sama seperti ibumu, kamu memaksa kakek menemui dokter dan sekarang kakek meninggal, sementara kami masih harus mengandalkan kakek untuk hidup.""Aku curiga Yuna membunuh kakek untuk menyimpan harta itu sendirian.""Keturunan kita banyak, mana bisa harta itu jadi milik Yuna saja? Dia itu pecundang, lebih baik kita jual saja dan uangnya dibagi-bagi untuk kita.""Ya jual saja."Seketika pemakaman kakek Yuna berubah menjadi pemandangan pembagian harta.Yuna menundukkan kepalanya dan tetap diam, pikirannya dipenuhi bayangan kakeknya dengan pakaian merah terang.Yuna merasa sangat bersalah, mungkin kakeknya masih hidup jika saja dirinya tidak membawa kakek pergi.Suara makian dan kutukan memenuhi sekitaran tubuh Yuna.Disaat itu Wano berjalan masuk dan mengeluarkan sebuah sertifikat dari kantongnya, lalu menyerahkannya pada kerumunan orang-orang itu."Kakek tahu kalian akan bersikap seperti
Yuna segera mundur setelah Wano menyentuhnya.Dia menatapnya dengan ekspresi datar, lalu berkata, "Pak Wano, kita ini sudah bercerai, tolong jaga sikapmu. Saat ini aku sudah mempunyai pacar."Setelah mendengar perkataan Yuna, Wano merasa lega.Dia langsung tertawa dan berkata, "Beri aku waktu 20 menit."Selesai berbicara, dia berbalik badan dan pergi.Dari perkataan Yuna, Wano tahu bahwa wanita itu sedang memberi peringatan padanya agar tidak terlalu menampakkan kemesraan di tempat umum.Jika tidak, semuanya akan terungkap dan rencana mereka akan sia-sia.Tidak disangka ternyata Yuna mengakui Jeri sebagai pacarnya. Itu artinya Yuna sudah memaafkannya.Setelah memahami maksud dari perkataan Yuna, Wano pun pergi dan berjalan masuk ke mobilnya, kemudian menekan pedal gasnya dengan bersemangat.Dia pun kembali ke kompleks apartemen elit miliknya yang berlokasi di tengah kota.Apartemen di daerah itu dibangun dengan tinggi, luas masing-masing apartemen yang disewakan bisa mencapai 400 meter
Ternyata itu karena Yuaris sudah mengetahuinya sejak awal.Anak itu bahkan terus merahasiakannya.Dia hanya seorang anak kecil yang baru berusia dua tahun.Tapi dia harus menanggung beban seberat ini.Memikirkan hal itu, hati Yuna terasa semakin sakit.Dia memeluk kepala Yuaris dan menciumi wajahnya berkali-kali.Suaranya tersendat karena menangis. Dia berkata, "Sayang, Ibu yang seharusnya meminta maaf padamu. Ibu sudah lalai dan membiarkan ayahmu menipu Ibu selama dua tahun. Selama itu Ibu nggak memenuhi tanggung jawab sebagai seorang ibu. Ibu benar-benar sangat sedih."Yuaris juga menangis saat melihat Yuna menangis.Tangan kecil Yuaris menepuk kepala Yuna dengan pelan dan berkata, "Ibu, jangan menangis. Aku juga jadi ingin menangis kalau melihat Ibu sedih."Saat melihat anak dan ibu itu berpelukan dengan sedih, Maggie akhirnya tidak bisa menahan perasaannya lagi.Dia berjalan mendekati Yuna dan menepuk-nepuk punggungnya, lalu berkata, "Yuna, luka Yuaris belum pulih. Setelah efek biu
Air mata yang asin dan bercampur rasa darah memenuhi mulut Yuna.Dia tidak bisa melupakan rasa sakit di hatinya saat dirinya kehilangan bayinya dua tahun lalu. Dia tidak akan pernah bisa melupakan rasa kecewa saat melihat mayat bayinya.Hampir setiap malam dia memimpikan hal yang sama selama dua tahun.Dia bermimpi anak yang sudah meninggal itu memanggilnya dengan sebutan ibu.Keesokan pagi setiap terbangun dari tidur, bantalnya selalu basah.Rasa rindu yang terus terulang setiap hari dan rasa sakitnya yang semakin bertambah itu menyebabkan depresinya kambuh.Ternyata semuanya palsu.Selama ini ternyata bayi yang dikira sudah tiada itu selalu berada di sampingnya.Yuna tidak hanya tidak memberinya ASI secara eksklusif, tapi juga merasa gagal memenuhi tanggung jawabnya sebagai seorang ibu.Dia dengan bodohnya juga mengira bahwa Yuaris menyukainya hanya karena keakraban mereka.Ternyata itu adalah ikatan batin antara ibu dan anak.Betapa bodohnya Yuna yang selama ini tidak menyadari ikat
Terlebih lagi, pada saat itu, dia juga melihat bahwa jenazah bayinya memang sekecil itu.Yuna terus merasa ada yang tidak beres selama dua tahun terakhir.Mengapa saat pemeriksaan kehamilan dokter mengatakan bahwa ukuran tubuh bayi Yuna normal?Mengapa bayinya ternyata berukuran kecil ketika lahir?Ternyata, bayi yang dia lihat saat itu bukanlah anaknya.Namun, dia adalah anak dengan penyakit jantung yang ada dalam perut Maggie.Selain itu, Wano sengaja membuat bayinya diasuh oleh Maggie.Untuk menghindari perhatian orang-orang jahat.Jadi, Yuaris adalah bayinya.Itu sebabnya golongan darahnya sama dengan Yuaris, yaitu Rh-negatif.Yuna tak bisa menahan air matanya lagi saat menyadari semua ini.Melihat ekspresi panik dan kebingungan Maggie, membuat air mata Yuna tak bisa berhenti mengalir.Dia menahan semua rasa sakit dan kepiluan dalam hatinya.Dia melihat Maggie dan Xena seraya berkata, "Kak Maggie, Kak Xena, terima kasih."Dengan kalimat sederhana itu, mereka semua langsung memahami
Mendengar ucapannya, raut wajah Maggie seketika berubah. Dia pun buru-buru menarik lengan Yuna seraya berkata, "Kamu nggak boleh melakukannya."Saking cemasnya, perkataannya terdengar melengking.Yuna memandangnya dengan kebingungan, "Kenapa nggak boleh? Kita ini saudara dan Yuaris itu anakmu. Aku bisa saja mendonorkan darah dalam situasi medis yang darurat begini."Mendengar perkataan Yuna, sang dokter pun berkata, "Kalau memang begitu, ini bisa jadi tindakan darurat. Dengan begitu, anak itu nggak perlu menunggu terlalu lama dan ini bisa meringankan rasa sakitnya.""Itu juga nggak boleh. Pokoknya kalau aku bilang nggak bisa, berarti nggak bisa. Dia anakku, aku nggak mau ada kesalahan terjadi padanya. Bagaimana kalau tubuhnya menolak? Yuaris masih sangat kecil."Yuna merasa bingung dan tak mengerti dengan keanehan pemikiran Maggie.Maggie biasanya bukan orang yang seperti ini.Dia juga begitu menyayangi Yuaris.Bahkan, dokter pun menyatakan kalau hal itu diperbolehkan, lantas mengapa d
Yuaris mengangguk berkali-kali.Melihat bayangan mereka yang pergi, membuat mata besarnya terus bergerak.Bagaimana caranya agar sang tante tidak mengetahui kebenarannya?Dokter Sari bersiap untuk memeriksa Yacob.Tiba-tiba saja dia bertanya, "Pengacara Yuna, apa kamu yakin ini anaknya? Bukan yang di luar sana?"Yuna sedikit kebingungan, "Kenapa? Ada yang salah?""Anak ini nggak punya bekas luka sedikit pun, jadi dia nggak pernah menjalani operasi."Hati Yuna agak berdesir ketika mendengarkan kata-kata itu, "Mungkinkah kakakku takut anak itu punya bekas luka, jadi dia melakukan operasi penghilang bekas luka?"Sari memeriksa tubuh Yacob dengan alatnya dan berkata, "Aku bisa memastikan kalau anak ini nggak punya penyakit jantung dan belum pernah melakukan operasi apa pun. Mereka berdua kembar, jangan-jangan kamu salah orang.""Nggak mungkin, mereka berdua bukan kembar identik, jadi sudah berbeda sejak kecil. Mana mungkin aku nggak mengenali mereka.""Kalau begitu, ini aneh. Anak itu sebe
Pada saat ini, ponsel Zanny berdering.Dia melihat layar ponselnya dan menerima telepon dari Yuna."Yuna.""Zanny, apa kamu sudah mendapatkan buktinya?""Sudah, aku akan segera mengirimkannya padamu.""Oke, serahkan semua urusan ini padaku."Mereka berdua mengobrol sebentar sebelum Yuna mengakhiri percakapan mereka.Yuna menatap dua bocah di depannya dan berkata, "Tante mau pergi kerja, kalian bermain saja dulu dengan pelayan dan Kakek. Sebentar lagi Nenek cantik akan tiba. Main yang tenang dan jangan lari-lari, mengerti?"Yuaris dan Yacob mengangguk berkali-kali, lalu berkata, "Kami mengerti, Tante bisa berangkat kerja dengan tenang."Yuna mengatakan sesuatu pada pelayan sebelum akhirnya pergi dengan mengendarai mobilnya.Hari ini dia akan pergi ke pengadilan untuk mengurus perceraian kliennya yang merupakan seorang dokter anak.Suami klien itu berselingkuh dan diam-diam memindahkan harta bersama yang sudah mereka kumpulkan.Demi mendapatkan hak asuh anak, mereka bertengkar dengan sen
Setelah mendengar perkataan Yuna, mata Zanny memancarkan rasa sakit yang tidak terlukiskan.Selama dua tahun, dia mampu menyembunyikan penderitaannya dengan baik.Dia pikir tidak ada orang yang bisa mengetahui pikirannya.Siapa sangka ternyata Yuna bisa menebaknya dengan tepat.Dia meremas jari Yuna dengan pelan dan menggelengkan kepalanya.Hanya dengan satu gerakan, Yuna bisa mengetahui apa yang ingin dikatakan Zanny.Dia segera mengangguk dan berkata, "Jangan khawatir, aku tahu apa yang harus kulakukan."Pada saat ini, Yanuar tiba-tiba mendorong pintu dan masuk.Saat melihat Zanny yang sudah siuman, dia segera berjalan ke samping kasur.Dia menatap Zanny dengan emosi yang tidak bisa digambarkan.Dia dengan suara serak bertanya, "Zanny, bagaimana keadaanmu?"Mata Zanny yang semula berlinang air mata itu langsung terlihat dingin saat melihat Yanuar.Dia menundukkan pandangannya dan melengkungkan sedikit bibirnya.Zanny memang sedang tersenyum, tapi Yanuar merasa bahwa mantan kekasihnya
Saat bisa melihat kembali ekspresi marah Yuna, Wano tersenyum bahagia.Tangannya yang besar membelai telinga Yuna, dia dengan suara rendah berkata, "Ayo umpat aku sekali lagi!""Dasar bajingan tengik!"Yuna mengumpat Wano sekali lagi tanpa ragu.Dia tidak hanya ingin mengumpatnya, tapi juga ingin menggigitnya sekeras mungkin.Jika bukan karena Wano menggoda Yuna seperti siluman rubah, wanita itu tidak harus menunjukkan ekspresi memalukannya di depan Wano.Saat dirinya bisa kembali mendengarkan umpatan yang sudah tidak asing baginya, Wano tertawa dan memeluk wanita itu dengan erat.Wano berbaring di pundak Yuna, ada emosi tak tertahankan yang terdengar dari suaranya.Ada perasaan bersemangat sekaligus kesedihan yang didominasi oleh rasa sakit hati."Akhirnya Yunaku kembali."Yuna yang suka memukul, mengumpat dan memarahinya akhirnya kembali seperti sedia kala.Tangan besar Wano membelai kepala Yuna dengan lembut, dia sekali lagi berkata dengan suara lembut. "Untuk seterusnya, kamu seper