“T-tidak mungkin, kau bercanda, kan?!”Seluruh tubuh Luna rasanya lemas seketika begitu mendengar kabar buruk dari Brian bahwa gudang penyimpanan lukisan di galerinya yang berada di LA mengalami kebakaran. “B-bagaimana bisa ini terjadi?” [“Aku masih menyelidikinya. Masih sangat keos di sini. Beruntung api cepat padam dan belum menyebar ke ruangan lain. Tapi, kau sepertinya harus pulang dan mengecek sendiri lukisan-lukisan yang terbakar, aku tidak bisa menghandle semuanya di sini.”]Luna menghela napas berat. Dia masih berusaha mencerna apa yang tengah terjadi. Ini benar-benar bencana besar untuknya. Tidak bisa ia bayangkan berapa kerugian yang harus ia tanggung. “Ya, aku akan segera memesan tiket kalau begitu.”[“Aku sudah memesan tiket pesawat besok siang untukmu dan Louis. Agar kau memiliki cukup waktu dan tidak terlalu buru-buru, tenanglah, ya. Aku akan berusaha menangani semuanya sebelum kau tiba. Dan maaf aku harus menyampaikan kabar buruk ini di hari ulang tahun Louis. Tolong
Luna tak kuasa menahan emosi saat Reno memberinya dua pilihan. Untuk pergi dan meninggalkan Louis di Villa atau tidak pergi ke mana-mana. Luna rasa Reno semakin besar kepala setelah dia berikan kesempatan yang sama untuk membesarkan Louis. “Kau gila?! Tidak, Louis ikut denganku!” sentak Luna yang membuat semua orang terkejut karena masih ada Louis di tengah-tengah mereka. “Luna, kurasa Reno ada benarnya. Kau akan menyelesaikan banyak masalah di sana, bukankah kau akan lebih fokus jika Louis di sini? Kasihan Louis, dia masih ingin bermain bersama Briel di sini. Aku berjanji akan menjaganya dengan baik. Aku akan memberimu kabar setiap dua jam sekali jika kau mau,” ujar Lucas dengan hati-hati. Reno mengangguk mengiyakan ucapan sang ayah. Dan itu semakin membuat Luna kesal. Dia tidak pernah berpisah dengan Louis selama berhari-hari, dan Luna yakin jika dia meninggalkan Louis di sini, dia tidak akan tenang di LA dan akan terus mengkhawatirkan Louis sepanjang waktu. Selain itu, dia
Reno membuka mata saat merasakan sakit yang luar biasa di sekujur tubuhnya. Sejenak ia tak tahu apa yang terjadi padanya hingga ia merasakan sesak di dada dan terbatuk dengan keras. Dia meringis ketika kepalanya terasa sangat sakit. Reno menatap kesekililing dan saat dia melihat keadaan mobil, ingatannya kembali dengan jelas. Dia mengalami kecelakaan. Matanya sontak tertuju pada Luna yang duduk di sebelahnya dengan mata tertutup. “Astaga ... L-luna …”Untuk sesaat Reno dipenuhi rasa takut. Takut pada kemungkinan Luna sudah tidak bernyawa di sebelahnya. “Sssttt … shit! Sakit sekali!” Reno kembali meringis saat ia berusaha bergerak mendekati Luna. Dia perlu memeriksa keadaan Luna dan memastikan wanita itu baik-baik saja. Reno membuka sabuk pengamannya, lalu mencondongkan tubuh ke arah Luna yang wajahnya memiliki banyak memar dan ada beberapa goresan di wajah cantiknya. “Luna …” Reno memanggil dengan lembut, namun tidak adanya respon dari Luna membuat Reno ketakutan. Akhirnya deng
Tidak ada yang tahu kapan datangnya musibah. Begitu pun dengan kecelakaan yang baru mereka lewati berdua. Reno terus berusaha menguatkan diri. Dia tidak boleh terlihat lemah di depan Luna, atau wanita itu akan jauh lebih lemah darinya dan tidak punya tempat bersandar. Namun, gerakan cepat saat Luna mencabut pecahan kaca di pipinya membuat Reno seketika mengerang kesakitan. “ARGHHH …” Erangan Reno membuat Luna refleks mendekatkan wajah dan meniup pipi Reno yang terluka. Dan detik itu juga erangan Reno berhenti. Wajah yang hanya berjarak beberapa centi dan tiupan hangat Luna di pipinya membuat Reno seketika terdiam. Beberapa detik mata mereka bertatapan. Sama-sama merasakan getaran lain di hati. Getaran yang dulu selalu mereka ciptakan dalam momen-momen indah yang mereka lalui berdua. “M-maafkan aku, Reno.” Luna memutus tatapan mereka dan menjauhkan wajahnya. Lalu kembali mengeluarkan beberapa pecahan kaca kecil yang dia temukan di sekitar pipi bagian kanan Reno.“Emm … sekarang ak
“Sshhttt … aw …”Luna tidak berhenti meringis sejak tadi. Akibat gengsinya yang terlalu tinggi dan tak mau menerima uluran tangan Reno, kaki Luna tidak sengaja terkilir saat berjalan. Jalan hutan yang curam membuat langkahnya tidak seimbang dan akhirnya kaki sebelah kiri Luna yang menjadi korbannya. “Apa kau bisa berdiri?” tanya Reno dengan khawatir. “Kakiku sakit sekali.” Luna mengeluh kesakitan dan Reno tak punya pilihan selain menggendong tubuh Luna. “Ayo, naik ke punggungku,” ucap Reno sambil berjongkok memunggungi Luna. “T-tapi lenganmu?”Reno menghela napas kasar. “Cepatlah naik, lebih baik kita kembali ke mobil sebelum hari mulai gelap.”Tak memiliki pilihan lain membuat Luna menerima tawaran Reno dan kini ia berada di atas punggung pria itu. “Kenapa kita kembali?” tanya Luna ketika Reno berbalik arah. Tidak menuju ujung tebing lagi. “Kita tidak bisa memanjat tebing dalam keadaan seperti ini, Luna. Kakimu terkilir, dan kondisiku juga tidak sefit itu untuk memanjat tebing
Hari telah beranjak malam. Beruntung dingin yang kian menusuk kulit sedikit terhalau dengan hangatnya api. Reno menatap pancaran wajah cantik Luna yang diterangi api unggun di hadapannya. “Maaf, aku janji besok akan mendapatkan ikan lebih banyak untuk kita makan,” ujar Reno, sedikit merasa bersalah karena Luna terlihat sangat lapar dan dia hanya bisa menangkap satu ekor ikan untuk mereka makan berdua. “Tidak apa, tubuhmu masih lemas. Setidaknya perut kita tidak kosong lagi.” Luna mengangguk, lalu dia menguap. “Sepertinya kita harus tidur karena aku merasa lelah dan seluruh tubuhku benar-benar sakit.”“Ya, aku juga merasakannya … kita memang perlu tidur. Aku sudah menyiapkan beberapa lembar daun besar di atas rumput. Tidak empuk, tapi semoga saja kita bisa tidur,” ujar Reno. Reno kemudian berbaring lebih dulu di atas rerumputan yang telah ia lapis daun pisang yang ditumpuk menjadi lebih lebar dan tebal.Kemudian dia mengambil
Luna hampir frustasi karena tak kunjung melihat Reno, dia ingin menyusuri hutan untuk menemukan Reno, tapi ia takut kemungkinan dia pun akan ikut menghilang karena tersesat di hutan. Luna benar-benar tidak ingin hal buruk terjadi pada Reno karena ia yakin tanpa Reno, dia tidak akan bisa bertahan di sana sendirian. Namun, jantung Luna yang sejak tadi berdegup kencang itu seketika berhenti berdetak saat ia mendengar langkah kaki di belakang. Luna dengan cepat berbalik dan detik itu dia langsung berhadapan dengan Reno. Tangisan Luna pecah saat itu juga bersamaan dengan perasaannya yang begitu lega melihat Reno kembali dalam keadaan hidup. “Hei, kenapa kau menangis? Apa kau mencariku?” Reno terkejut saat melihat Luna menangis histeris dan lebih terkejut lagi ketika dalam hitungan detik Luna memeluk tubuhnya dengan sangat erat. “Kau benar-benar gila, Reno! Kau membuatku ketakutan setengah mati!” Kening Reno mengernyit. “Ketakutan karena apa?” Dia juga memeluk Luna, berusaha memenangk
“Jadi, Ibu akan menikah lagi?” Luna menatap Ibunya dengan gembira. Akhirnya setelah sekian lama sang ibu membuka hatinya pada seorang pria. Meski gadis berusia 20 tahun itu sedikit terkejut mendengarnya. “Iya, Luna. Ibu akhirnya menemukan sosok yang sangat baik, kami memang baru berkenalan enam bulan, tapi kami merasa sangat cocok. Dia sangat pengertian dan mengerti kondisi Ibu. Maaf Ibu baru bilang padamu sekarang. Itulah kenapa Ibu mengajakmu untuk bertemu dan berkenalan dengannya malam ini,” jelas Diana, Ibu Luna yang telah berusia 42 tahun. Senyum dibibir Luna perlahan memudar. “Malam ini? Kenapa sangat tiba-tiba, Bu? Aku sudah ada janji dengan seseorang.” “Ohh… sorry, Sweety. Ibu tidak tahu kalau kau sudah ada janji. Apakah itu dengan pria yang kemarin kau ceritakan?” Luna tak kuasa menahan senyumnya mengingat pria yang satu bulan lalu baru dikenalnya. Gadis itu belum pernah jatuh cinta sebelumnya, jadi ini adalah pengalaman pertama. Luna mengangguk pelan, pipinya bersem