"Lo lagi ngelawak ya, Rit?" tukas Navisha sambil menggeser belanjaan milik Rita dari miliknya. "Ya, kali, ah. Gue bayarin punya lo," imbuhnya kemudian."Kenapa emang? Cuma dikit ini. Gak usah pelit gitu, dong.""Dikit mata lo siwer?" tukas Navisha sengit akhirnya karena terlalu gemas dengan Rita. "Satu keranjang itu. Dikit di mananya, coba?!" imbuhnya lagi dengan sinis.Bodo amat orang-orang akan mengatainya judes atau galak. Siapa suruh si Rita ngelunjak. Gak di kasih hati aja minta jantung, coba. Apa lagi di kasih hati, minta apa dia? Minta rumahnya sultan andara kali. "Elah, dikit ini kalau buat gue. Biasanya gue belanja lebih banyak dari ini.""Sakarep lo dah Rit. Mau banyak, kek. Dikit, kek. Pokoknya gue gak mau bayarin!" final Navisha.Mata Rita makin membola. Kaget mungkin karena Navisha melawan sinis. Biar saja, biar dia tahu kalau Navisha yang ada dihadapannya sekarang ini bukan Navisha yang dulu. Yang meski melawan, tapi ujung-ujungnya mengalah dan menangis. Oh tentu sekara
Navisha memperhatikan interaksi Angel dan William di arena permainan dalam diam. Hatinya dilema luar biasa saat ini. Satu sisi ikut senang dan terharu melihat kebahagiaan Angel yang tak pernah ia liat selama ini. Namun di satu sisi hatinya lagi, ia tak ingin terjerat sang mantan yang sudah sangat menyakitinya. Navisha galau. Harus bagaimana sekarang? Mengalah demi Angel, yang itu berarti kembali mengulang kisah lama yang mungkin saja akan berakhir sama. Atau mempertahankan egonya, yang berarti akan mengecewakan dan menyakiti hati sang putri yang baru saja menemukan sosok ayah. Apa? Apa yang harus ia pilih? Sungguh pilihan sulit. "Haahhh ... ternyata main sama anak kecil lumayan melelahkan, ya?" keluh William, saat akhirnya bisa meninggalkan Angel bermain sendiri di arena mandi bola, dan menghampiri Navisha. Wajah pria itu syarat akan rasa lelah. Navisha meringis tak enak hati di tempatnya. Bagaimana pun ia tahu putrinya memang luar biasa aktif. Navisha saja sering kewalahan kalau s
"Yeaayyy selesai!" seru Angel riang dalam pangkuan Navisha. Sambil memperlihatkan permainan rubik yang berhasil ia sama kan warna tiap sisinya. "Papa, lihat, deh. Angel bisa samain warnanya," pamer Angel kemudian pada pria di balik kemudi. Tidak lain dan tidak bukan adalah William. Ya, sepulangnya dari Mall tempat mereka belanja dan bermain bersama. Ah, jangan lupakan makan bersama pula. William memang bersikukuh ingin mengantar pulang. Dan niatnya tersebut di dukung penuh oleh sang putri. Setelahnya, bisa apa coba Navisha selain menurut. Meski berat hati, akhirnya ia pun bersedia diantar pulang. Selain karena tak tega mengecewakan Angel yang sedang bucin-bucinnya pada William. Navisha pun bingung harus membawa pulang belanjaannya bagaimana. Ingatkan, sebagai belanjaannya sudah di masukan box pendingin. Bagaimana coba Navisha bisa pulang dengan tempat segede, sisa belanjaanya yang lain, juga Angel. Dipikir bagaimana pun pasti sulit sekali. "Angel pintar," puji William sambil meng
"Mbak, Nav.""Hm ....""Ada yang cariin, tuh!""Siapa?""Model papan atas."Plok!Sejurus kemudian, sebuah baskom pun melayang ke arah Yopi. Pelakunya adalah Navisha yang kesal dengan candaan pria itu yang tidak pada tempatnya."Aduh! Kok, aku di pukul sih, Mbak?" protes Yopi tak terima. "Makanya jangan iseng. Kerjaan aku tuh lagi banyak, nih!" sahut Navisha tanpa dosa. "Loh, siapa yang iseng? Orang aku serius juga!" bantah Yopi tak terima. "Itu, di depan. Emang ada cewek nyariin Mbak Nav. Kata barista cewek dia salah model papan atas yang lagi naik daun," imbuhnya kemudian meyakinkan. Alis Navisha pun bertaut bingung mendengar ucapan Yopi. Model papan atas? Entah kenapa info itu malah mengingatkannya pada Rita, artis aneh bin absurd. Nah, kali ini siapa lagi? Beneran model papan atas atau malah model papan gipsum di acara bedah rumah?"Tapi aku kan bukan agency, Yop. Ngapain tuh model nyariin aku?" Navisha menyuarakan benaknya "Makanya temuin sana. Kali dia mau ada acara terus or
"Kamu--""Kalau kamu hanya datang untuk membuat ribut dan menghina Navisha. Pergi sana! Atau, mau saya laporkan kamu dengan tuduhan pencemaran nama baik dan perbuatan tidak menyenangkan?" sela Naira cepat seraya memberikan sebuah ancaman pada wanita yang mengaku calon istri William itu."Sialan! Kamu siapa, sih? Ikut campur aja urusan orang! Apa kamu tidak tahu siapa saya?!" geram Cheryl tak terima. "Saya memang tidak tahu siapa kamu, tapi juga tidak ingin tahu! Siapapun kamu, gak penting buat saya. Yang jelas kamu sudah berani berbuat onar di cafe saya dan mengusik sahabat saya. Tentu saya tidak akan tinggal diam." Naira menatap nyalang Cheryl dengan kobaran amarah yang nampak jelas di kedua matanya.Ya! Memang beginilah Naira. Orang paling balik dan sudah menjadi pahlawan dalam hidup Navisha selama ini. Navisha berhutang budi sangat pada sahabatnya yang satu ini."Cih, sombong sekali kamu. Lihat saja! Saya hancurkan usaha kamu dan sahabat kamu itu!" Cheryl menunjuk Navisha penuh de
"Coba kau ingat-ingat lagi, Will. Benarkah aku yang pergi tanpa pamit? Atau ... kau sendiri yang tak memberikanku kesempatan untuk berpamitan?"Setelah mengatakan kalimat itu dengan penekanan cukup dalam. Navisha pun kembali memutar tubuh dan meneruskan langkah menuju tempat motornya terparkir. Setelahnya, gegas ia pergi dari sana sebelum William kembali menghalangi. Sementara itu di tempatnya, William masih tertegun mencerna kalimat terakhir Navisha barusan. Sebuah kilasan masa lalu pun melintas begitu saja dalam ingatannya. Hari itu, sehari setelah malam pertunangannya dengan gadis pilihan kakek. William tetap masuk, karena memang masih ada kegiatan di sekolah.William mendengkus kasar, kala menemukan Navisha sudah menunggunya di tempat biasa motornya terparkir. Sendu masih membayangi wajah cantik yang biasanya sangat cerewet itu. "Will?" panggil Navisha saat William masih mengabaikannya, bahkan berniat pergi meninggalkannya. William tidak menyahut, tapi langkahnya berhenti. Men
"Will! Lo mau ke mana?" seru Reinan seraya mengejar William, yang tiba-tiba saja pergi setelah mendengar info dari pacarnya. William tidak menjawab. Pria itu terus saja melangkah cepat, bahkan setengah berlari ke arah parkiran. Membuat Reinan berdecak kesal di tempatnya. "Fad, buruan!" Reinan berbalik sejenak, meminta Fadly ikut mengejar William. Meski masih bingung. Fadly tetap patuh dan gegas mengikuti Reinan yang mengejar William dalam keadaan linglung. "Kita mau ke mana?" tanya Fadly saat melihat Reinan menaiki motornya. "Ikutin William. Buruan!" titah Reinan tegas. Menunjuk arah laju motor salah satu kawannya yang hampir menghilang cepat. Gegas, Reinan pun menarik gas dan melaju kencang mengejar William. Fadly pun segera mengikuti. Turut melaju kencang bersama dua kawannya yang sudah terbang di jalanan. Sesuai dugaan, William ternyata memang menuju arah rumah Navisha. Dan benar saja, ia pun langsung menemuka kondisi rumah tersebut seperti yang diinfokan Febby. Tergembok da
Beberapa saat lalu. Navisha menarik nafas panjang, lalu menghembuskannya secara perlahan. Matanya menyorot salah satu gedung pencakar langit dengan berat hati. Sungguh, Navisha merasa Tuhan memang suka sekali bercanda dengannya. Dulu saja, saat dia mati-matian ingin dekat dengan William, melakukan berbagai cara bahkan sampai merendahkan diri dan di benci semua orang. Tuhan tak pernah sekali pun mempermulus jalannya. Sementara sekarang? Giliran Navisha tidak ingin bertemu pria itu lagi dan ingin melupakan William, selalu ada saja hal yang mengharuskannya dekat dengan pria itu. Seperti halnya saat ini. Jelas-jelas semalam dia mengatakan tak ingin melihat William dan meminta pria itu menjauh. Eh, malah kini ia yang datang ke perusahaan pria itu. Untuk apa? Tentu saja untuk ikut serta dalam meeting perencanaan acara perusahaan tersebut. Ah, jangan lupakan kalau mereka masih ada kerja sama yang belum rampung.Huft .... Ingin sekali rasanya menolak dan meminta Nissa atau Naira mewakilkan
*Happy Reading*"Adek lagi apa?""Gambal""Gambar apa?"Bocah dua tahun itu pun menatap sang ibu sejenak, lalu mengarahkan jari telunjuk mungilnya ke arah gambar yang ia buat di sebuah batu di dekat sebuah nisan. "Ini Papa, ini Atta, ini Mama, ini tata," terangnya dengan riang dan bahasa yang belum sempurna, memperkenalkan satu persatu gambar abstrak yang ia buat. "Badus nda Mah, gambal adek?"Bagus. Adek pintar, ya?" Senyum sang anak lelaki itu pun semakin lebar dengan mata yang berbinar indah. "Tata nanti cuka nda?""Pasti suka.""Yeaayy! Adek mau tambah buna uat tata."Bocah dua tahun itu semakin semangat membuat gambar dengan crayon yang sengaja ia bawa dari rumah, di dekat nisan yang bertuliskan nama 'Angel'.Ya! Anak dan ibu itu adalah Navisha dan anaknya dengan William, yang sebentar lagi berusia dua tahun. Namanya Attala Malik Arsenio. Navisha tersenyum bahagia melihat keriangan sang anak. Lalu melirik nisan putrinya yang kini sudah tidak suram. Banyak gambar-gambar lucu y
*Happy Reading*"Kamu yakin akan hadir?"William melirik perut Navisha yang semakin membuncit. Usia kandungan istrinya kini telah menginjak sembilan bulan. William sangat khawatir, tapi istrinya ini sangat keras kepala dengan bersikukuh ingin menghadiri pernikahan Aida, salah satu rekan kokinya di cafe. Navisha yang sedang mematut diri di cermin menoleh. Mengangguk yakin penuh semangat. "Sangat yakin!"Navisha kembali mengalihkan tatapannya ada cermin dan mengambil lipmate warna nude yang amat ia suka. Wanita hamil itu memang dari dulu tidak suka memakai apa pun yang berwarna mencolok. "Sebagai ketua tim, aku harus hadir, Will. Apalagi Aida mengundang langsung aku waktu itu. Jadi nggak enak kalau sampai gak datang," terang Navisha lagi setelah polesan di bibirnya sempurna. "Tapi kandungan kamu--""Aku gak papa, Will. Percayalah!"Kehamilan memang membuat Navisha keras kepala. Semakin di larang, pasti akan semakin berontak. Entahlah, mungkin karena bawaan bayi mereka yang katanya be
*Happy Reading*"Jadi, berapa usianya?" tanya William sambil mengusap sayang perut Navisha yang sebenarnya masih rata. Saat ini mereka sudah berbaring berdua di atas brankar tempat William. Setelah tadi William langsung memeluk dan menghujani wajahnya dengan ciuman sekembalinya Navisha mencari seorang cleaning service untuk membersihkan muntahan William. Navisha sampai harus mencubit kengan William saking malunya pada si CS. Suaminya ini kalau skinship gak tahu tempat. Navisha merasa tak punya muka karena ulahnya. "Aku belum periksa ke dokter. Baru pake alat itu aja." Navisha menjawab seadanya. "Ya udah, besok kita periksa, ya? Aku gak sabar pengen liat dia. Kira-kira dia jagoan atau princess, ya?""Ya belum kelihatan lah!" Navisha memutar matanya malas. "Biasanya kalau untuk itu, minimal usia kandungan harus empat bulan dulu.""Oh, begitu ..." gumam William mengerti. "Ya udah gak papa. Tapi besok kita tetep periksa ya? Aku ingin tahu kondisinya."Navisha pun mengangguk setuju unt
*Happy Reading*Sepertinya Navisha memang terlalu menutup telinga selama ini. Sampai-sampai ia tidak tahu jika ternyata, Sonya tidak bisa melewati masa kritisnya. Ia meninggal beberapa hari setelah Angel tiada. Sementara Pak Jarwo, sejak menghadapi kebangkrutan ia stress. Apalagi kondisi anaknya pun tak kunjung membaik. Tak kuat menghadapi semua tekanan, Pak Jarwo pun nekad mengakhiri hidup. Sedangkan Gerald sendiri baru siuman dua bulan lalu dan langsung di adili. Navisha mendapat semua info tersebut dari Nissa. Sekembalinya dari makam Angel, Navisha memang langsung bertanya perihal ucapan Gerald saat itu, dan Nissa pun menceritakan semuanya tanpa terkecuali. Kini, Navisha perasaan Navisha seperti dilema. Bingung harus senang atau sedih atas nasib Gerald saat ini. Akan tetapi yang jelas, ia merasa miris. Tidak pernah menyangka jika akhirnya semuanya akan seperti ini. "Nav?" Nissa menghampiri saat Navisha tengah fokus menghias sebuah kue tart pesanan seorang pelanggan. Wajahnya namp
*Happy Reading*Hubungan Navisha dan keluarga William semakin membaik setiap harinya. Ia kini bahkan menjadi kesayangan sang nenek. Mengambil alih posisi yang selama ini William tempat di hati sang nenek. Akan tetapi, William tidak cemburu sama sekali. Pria itu malah turut bahagia karena hal itu membuat sang kakek makin tidak bisa berulah lagi. Bukan maksud meragukan niat tobat kakek Wirya. Namun, William masih tak bisa percaya begitu saja setelah apa yang ia alami selama ini. Hubungan Navisha dan William pun berbanding sejalan dengan hubungan sang istri dan keluarganya. Mereka semakin hari semakin harmonis dan lengket. Meski terlambat, William benar-benar menepati janjinya yang ingin mengganti semua kenangan pahit saat pacaran dengan kenangan baru yang membahagiakan. Mereka pacaran lagi, tapi versi halal. Mengulang moment penting yang pernah sangat Navisha idamkan tapi William abaikan. Mengunjungi tempat-tempat yang dulu menjadi goresan luka di hati sang wanita, menggantinya denga
*Happy Reading*"Kok malah jadi tegang gitu kalian? Gak suka ya nenek datang ke sini?" Suara Mariam, nenek William memecah keheningan yang seketika terjadi di sana. Navisha yang masih kaget karena kedatangan kakek dan nenek yang tiba-tiba, melirik William refleks. Ternyata pria itu pun melakukan hal sama dengannya. Yaitu melirik Navisha dengan raut kaget dan bingung.Beruntung William cepat menguasai diri. Setelah berdehem pelan satu kali. Pria itu segera menghampiri sang nenek sambil tersenyum. "Mana ada, Nek," bantahnya. "Kami senang kok dengan kedatangan nenek." William menyalami tangan nenek Mariam dengan khidmat, tapi tidak melakukan hal yang sama pada si Kakek. Mungkin pria itu masih menyimpan dendam. Melihat hal itu, Navisha pun turut mendekat dan melakukan hal yang sama. Yaitu mencium punggung tangan wanita itu dengan sopan. Namun berbeda dengan William, Navisha tidak mengabaikan sang kakek. Istri William mencium punggung tangan Kakek Wirya dengan sopan. Dan hebatnya kali
*Happy Reading*Siang itu, saat Navisha sedang mengadakan video call bersama Nissa dan Aida, untuk membahas solusi pesanan cafe yang membludak sementara ia masih tak bisa pulang. Navisha di kejutkan oleh raungan William dari arah ruang tengah. Khawatir terjadi sesuatu dengan sang suami, Navisha pun mengakhiri meeting virtualnya dan gegas menghampiri tempat sumber suara. "Ampun, Tuan. Ampun! Tolong maafkan saya dan Dian. Kami ... khilaf. Kami janji tak akan melakukannya lagi. Kamu--""Cukup!"Saat Navisha datang, terlihat Bu Irah serta anaknya, Dian tengah berlutut dan di depan William yang kini tampak seperti tengah murka sekali. Ada dua dari empat satpam juga di sana, yang biasa berjaga di rumah ini.Ada apa?"Saya tidak ingin mendengar apa pun alasan kalian. Sekarang pilih saja, kembalikan apa yang sudah kalian curi dari rumah ini, atau kalian akan saya polisi, kan!" ucap William dingin dan tak bersahabat. "Jangan, Tuan! Saya mohon! Saya gak mau masuk penjara," hiba Bu Irah lagi.
*Happy Reading*Navisha tidak tahu apa yang William dan sang kakek bicarakan. Pria itu mengajak kakeknya berbicara di ruang kerja, sementara istrinya diminta untuk ke kamar istirahat. Navisha kepo. Tentu saja! Tetapi tahu dosa jika sampai melawan titah sang suami. Akhirnya, di sinilah dia sekarang. Mondar-mandir layaknya setrikaan di dalam kamar mereka."Aduh, gue kepo! Boleh nguping gak, sih?" Navisha bermonolog saat merasa tak kuasa lagi menahan rasa penasaran yang hampir meledakan kepalanya sendiri. "Jangan, ah! Bisa berabe kalau sampai ketahuan." Wanita itu menggeleng cepat. "Kakek Wirya udah benci bisa tambah benci kalau sampai hal itu terjadi. Nilai gue makin minus nanti di matanya." Navisha kembali bermonolog dengan batin yang ikut berperang saat ini. "Tapi gue kepo ya ampun. Bisa botak gue kalau lama-lama begini," desahnya putus asa. "Tau, ah. Dari pada pusing mending bikin kue aja." Navisha pun mengambil alternatif lain guna mengalihkan pikirannya. Wanita itu memutuskan
*Happy Reading*"Maaf untuk semua luka yang sudah aku goreskan di masa lalu. Aku janji akan mengobatinya dan menambal luka itu dengan kebahagiaan yang akan ku usahakan sebaik mungkin mulai saat ini. Aku tahu kenangan lama yang pahit itu tak akan pernah bisa aku hapus. Maka untuk menebusnya, aku akan berusaha menutupi kenangan itu dengan kenangan baru dan kebahagiaan baru. Kamu mau kan memberikan kesempatan untukku melakukan hal itu?"William menutup kejutan manisnya dengan janji tersebut. Dan Navisha pun bersedia memberikan kesempatan itu. Toh, sejak menikah pun William sudah menunjukan perubahannya. Karenanya, tidak ada salahnya kan untuk Navisha membuka hatinya untuk pria itu sekali lagi, kan? Lebih dari itu, Navisha tidak ingin terus membohongi diri. Cinta itu masihlah ada untuk seorang William sebenarnya. ***William membuktikan janjinya dengan tiba-tiba mendatangkan seorang arsitek ke rumah mereka. Saat di tanya untuk apa? Pria itu menjawab untuk mengubah interior dapur dan semu