“Ya, aku sudah melakukan test DNA. Hasil membuktikan Joice adalah putriku, Brianna. Kau tidak bisa mengelak lagi. She’s also my daughter.” Jantung Brianna nyaris berhenti berdetak mendengar perkataan Dean. Tenggorokan Brianna tercekat. Berkali-kali Brianna menggelengkan kepala meyakinkan semua ini adalah mimpi. Namun, kenyataannya ini bukanlah mimpi. Apa yang Brianna dengar benar-benar nyata. Sejak di mana Brianna mengetahui kalung miliknya berada di tangan Dean; semua hal yang tak pernah Brianna pikirkan pasti akan menjadi sebuah boomerang yang siap menyerangnya sendiri. Tak pernah Brianna sangka akan jadi seperti ini. Namun, bisakah Brianna berlari? “Dean, kau pasti salah. Joice bukan—” “Brianna Maxton! Kau masih mengelak setelah bukti hasil test DNA ada di tanganmu, hah?! Apa kau sudah tidak waras?!” sembur Dean dengan nada tinggi. Brianna memejamkan mata. Sungguh, Brianna tak menyangka akan berada di titik terpojok seperti ini. Lidah Brianna kelu tidak mampu merangkai kata. M
Brianna menatap Joice yang tertidur begitu pulas. Wanita itu membelai lembut pipi Joice. Sungguh, Brianna tak tahu bagaimana dirinya harus bersikap. Brianna seperti terjebak di dalam labirin yang menyandra dirinya. Bahkan seolah labirin itu memberikan jalan buntu. Ya, benak Brianna saat ini bukan hanya memikirkan tentang Joice tapi Brianna juga memikirkan tentang Juliet. Sejak kejadian tadi pagi, membuat diri Brianna merasa bersalah pada Juliet. Bagaimana pun Brianna mengerti akan perasaan sakit yang dialami Juliet. Namun, sungguh tak pernah bermaksud melukai Juliet. Brianna mengembuskan napas pelan. Kejadian tadi pagi memang tak bisa dilupakan. Terlebih Juliet sampai menangis. Brianna tak tega. Ingin sekali Brianna menjelaskan pada Juliet kejadian yang sebenarnya tapi Brianna tidak bisa. Pasalnya Dean selalu menghalangi dirinya. “Apa yang harus Mommy lakukan, Sayang? Mommy tidak ingin membuat seseorang terluka.” Brianna membelai lembut pipi bulat Joice. Tak bisa memungkiri kalau B
“Aku ingin menikahi putrimu, Tuan Maxton.” Suara lantang dan tegas Dean sukses membuat semua orang yang ada di sana terkejut. Suasana di tempat itu menjadi hening terselimuti ketegangan. Bahkan Brianna yang berdiri tak jauh dari Dean sampai menganga terkejut mendengar perkataan Dean. Tubuh Brianna membatu tak menyangka akan apa yang dikatakan oleh Dean. ‘Astaga! Apa Dean sudah gila?’ batin Brianna dengan wajah yang resah ketakutan. “Berengsek! Otakmu sudah tidak waras ingin menikahi adikku?” sembur Samuel dengan nada tinggi dan menggelegar. “Aku bukan orang yang suka berbasa-basi. Aku memang ingin menikahi adikmu,” tukas Dean menegaskan. “Fuck!” Samuel langsung menarik kerah baju Dean, dan melayangkan pukulan keras di rahang Dean. BUGHPukulan pertama berhasil Samuel layangkan. Namun, pukulan kedua berhasil ditangkis oleh Dean. Tampak Selena, Brianna, dan Jillian berteriak histeris kala melihat Samuel memukuli wajah Dean. “Samuel!” Kelton maju. Pria paruh baya itu menarik kera
Malam semakin larut dan sunyi. Samuel dan Selena baru saja selesai membersihkan diri. Mereka kini duduk di ranjang dengan punggung yang bersandar di kepala ranjang. Tak ada percakapan apa pun yang terjalin. Bahkan dikala Dean pulang saja, Samuel mengabaikan meski Dean berpamitan padanya. Ya, nampak jelas bahwa Samuel tak menyukai Dean. Dan disaat tadi Dean tengah berbicara dengan Kelton; Samuel selalu menjadi orang pertama yang menyanggah semuanya. Samuel tak setuju jika Dean menjadi suami dari Brianna. Entah apa alasan kuat sampai membuat Samuel tak setuju. Namun, sebagai kakak tentu Samuel memiliki hal untuk tidak menyetujui hubungan Dean dan Brianna. Selena menatap penuh kelembutan dan hati-hati Samuel yang sejak tadi hanya diam. Wajah Samuel dingin dan sorot mata yang memendung jelas kemarahan. Pun Selena menjadi bingung bagaimana untuk bersikap. Jujur, apa yang terjadi benar-benar membuat Selena terkejut. Selena tidak mengira kalau Joice adalah anak Dean. “Samuel,” panggil Sel
“Samuel, hari ini apa kau akan pulang malam?” Selena berucap penuh kelembutan seraya membantu Samuel merapikan dasi sang suami yang sedikit tak rapi. Hari ini, Samuel berangkat lebih siang dari biasanya. Dan seperti biasa, sebagai seorang istri sekaligus ibu; Selena membantu Samuel dan Oliver mempersiapkan segala kebutuhan di pagi hari. Meski memiliki pelayan serta pengasuh tapi Selena pun kerap turun tangan sendiri. “Iya, aku masih menangani kasus yang waktu itu. Kasus yang sama, dan sekarang masih gantung. Tapi aku tidak akan pulang sampai larut malam. Mungkin sekitar jam 7 atau jam 8 aku sudah pulang.” Samuel mengecup bibir Selena lembut. “Baiklah, Sayang. Nanti malam kau ingin aku membuatkan menu makan malam apa?” Selena menepuk-nepuk pelan dada bidang sang suami kala sudah selesai merapikan dasi. “Apa saja. Aku selalu suka apa pun yang kau buat. Tapi ingat, kau sedang hamil, Selena. Aku tidak ingin kau kelelahan. Kau juga lebih baik tidak usah ke kantor dulu. Bekerja saja dari
Sepanjang perjalanan, Brianna terus meloloskan umpatan dalam hati. Tampak Brianna menatap kesal dan jengkel Dean yang melajukan mobil. Sungguh, Brianna yakin kalau Dean benar-benar sudah kehilangan akal sehatnya. Tujuannya mendatangi perusahaan Dean hanya untuk mengajaknya bicara agar tak lagi berbicara konyol. Tapi kenapa malah Dean ingin membawanya ke rumah pria itu? “Dean, turunkan aku di sini,” ucap Brianna dingin memaksa Dean untuk menurunkannya. “Brianna, kau ingin aku turunkan di jalan tol? Kau mau naik apa, Brianna? Menghentikan taksi di pinggir jalan tidak bisa. Kau juga pasti butuh waktu lama menuggu sopirmu menjemputmu,” jawab Dean dingin seakan menakut-nakuti Brianna. Ya, kata-kata Dean itu berhasil membuat Brianna bungkam sejenak. Raut wajah Brianna detik itu juga berubah. Apa yang dikatakan oleh Dean benar. Dirinya berada di jalan tol. Tidak mungkin Brianna meminta turun di sini. Brianna mendengkus pelan. Wanita itu memilih membuang wajahnya ke luar jendela. Terpaksa
Tak ada satu pun percakapan yang terjalin setelah Brianna menemui kedua orang tua Dean. Keheningan menyelimuti dua insan yang tengah berada di dalam mobil. Ya, setelah tadi Dean membawa Brianna menemui kedua orang tuanya, kini Dean harus mengantar Brianna untuk pulang. Sebelumnya, Dean sudah meminta orang kepercayaannya untuk mengantarkan mobil Brianna yang ada di kantornya—ke rumah kediaman keluarga Maxton. Tak mungkin Dean membiarkan Brianna mengambil sendiri mobil wanita itu. “Dean.” Brianna memulai sebuah percakapan. Tampak sorot mata Brianna menatap lurus ke depan. Sejak tadi hati dan pikiran Brianna begitu terusik. Semua yang terjadi membuat dirinya seakan terbelenggu di dalam penjara besi. “Hm? Ada apa, Brianna?” Dean yang tengah melajukan mobil, melirik sekilas Brianna. Brianna terdiam beberapa saat. Keraguan, khawatir, semua telah melebur menjadi satu. “Lebih baik kau pikirkan lagi sebelum benar-benar ingin menikahiku, Dean. Aku tidak tega pada Juliet, Dean. Bagaimanapun,
Samuel duduk di kursi kebesarannya dengan pandangan lurus ke depan, dan pikiran yang menerawang. Benak Samuel terus berputar mengingat perkataan Dean. Tak menampik, Samuel ingin melihat Brianna dan Joice bahagia, tetapi banyak keraguan dalam dirinya melepas Brianna dan Joice pada Dean. Sudah cukup penderitaan yang dialami oleh Brianna. Samuel tak akan pernah membiarkan adiknya kembali hidup menderita. Namun, haruskah dirinya membiarkan adiknya menikah dengan Dean? Apa mungkin benar, Dean bisa membahagiakan adiknya dan juga keponakannya? Sejak di mana Brianna bercerai dari Ivan, Samuel yang menggantikan peran Ivan. Meski dulu, Samuel tak tinggal di London tapi tetap Samuel mengawasi adik dan keponakannya dari kejauhan. Samuel memejamkan mata singkat. Menegak wine di tangannya hingga tandas. Kepalanya begitu berkecamuk tak menentu. Tiba-tiba suara ketukan pintu terdengar. Refleks, Samuel mengalihkan pandangannya ke arah pintu—pria itu berdecak kesal kala ada yang mengganggunya. Dengan
Beberapa bulan kemudian … Zurich, Swiss. Langit begitu biru dan indah membaur dengan perkebunan buah anggur yang ada di Swiss. Cuaca pagi di musim semi sangatlah indah. Angin yang berembus ke kulit begitu menyejukan. Tampak tatapan Selena sedari tadi menatap Oliver yang tengah bersama dengan Javier memetik buah anggur di perkebunan. Meski ada empat pengawal yang menemani Oliver dan Javier tetap saja Selena tak bisa melepaskan tatapannya dari kedua anak laki-lakinya itu. “Sayang, Oliver bisa menjaga Javier dengan baik. Kau tenang saja.” Samuel membelai pipi Selena dengan lembut. Selena menghela napas dalam. Tatapan Selena mulai teralih ke dua bayi perempuan kembarnya yang tertidur lelap di stroller. Senyuman di wajah Selena pun terlukis hangat melihat Stacy dan Sierra tertidur pulas. Sekarang usia Stacy dan Sierra sudah 7 bulan. Tubuh kedua bayi perempuannya sangat gemuk dan sehat. Stacy yang lahir lebih dulu memiliki rambut berwarna cokelat tebal dan mata biru. Sedangkan Sierra—s
Miller International School, London. “Aw.” Seorang gadis kecil cantik terjatuh akibat bermain lari-larian dengan teman-temannya. Tampak lutut gadis kecil itu terluka dan mengeluarkan darah. Dengan pelan, gadis kecil itu berusaha untuk bangun tapi tubuhnya malah tak seimbang dan nyaris jatuh. Tepat dikala tubuh gadis kecil itu nyaris terjatuh, sosok bocah laki-laki yang memiliki postur tubuh tinggi menangkap gadis kecil itu. “Terima kasih,” ucap gadis kecil itu melangkah menjauh dari laki-laki yang membantunya. Namun, tiba-tiba manik mata gadis kecil itu melebar terkejut kala menatap sosok laki-laki yang telah membantunya itu. “Oliver? Kau di sini?” Mata Nicole mengerjap beberapa kali menatap Oliver. Oliver menarik tangan Nicole, mendudukan tubuh Nicole di kursi, lalu bocah laki-laki itu mengambil kotak obat yang letaknya berada di ruang kesehatan. Beruntung ruang kesehatan tidak terlalu jauh dari posisi di mana Oliver dan Nicole berada. Saat kotak obat sudah ada di tangan Oliver,
“Bye, Sayang. Jaga diri kalian. Jangan membuat Grandpa William dan Grandma Marsha kerepotan. Ingat kalian harus patuh pada Grandpa dan Grandma.” Selena berseru pada Oliver dan Javier yang masuk ke dalam mobil. Terlihat Oliver dan Javier kompak mengangguk patuh merespon ucapan ibu mereka. Ya, hari ini Oliver dan Javier harus pergi ke rumah William dan Marsha. Menjelang Selena melahirkan, William dan Marsha memang berada di London. Sedangkan kakak dan adik Selena lain akan tiba di London dalam waktu beberapa hari lagi. Mengingat kakak dan adik Selena tak tinggal di negara yang sama, membuat Selena tak terlalu sering bertemu dengan kakak dan adiknya. Meski demikian, komunikasi selalu terjalin dengan sangat erat. “Bye, Papa, Mama.” Oliver dan Javier melambaikan tangan mereka kompak pada Selena dan Samuel. Pun Selena dan Samuel membalas lambaian tangan anak-anak mereka. Dan ketika mobil yang membawa Oliver dan Javier sudah pergi, Selena segera masuk ke dalam rumah tanpa mengatakan pada S
“Oh, My God! Raven, Rosalie, kenapa kalian merusak make up Mommy? Astaga! Ini make up kesayangan Mommy, Sayang.” Juliet rasanya ingin menjerit melihat semua perlengkapan make up miliknya hancur berantakan. Mulai dari koleksi lipstick, eyeshadow, foundation, dan masih banyak lainnya. Semua sudah berantakan di lantai kamar. Baru beberapa detik Juliet ke kamar mandi karena mengambil ponselnya yang tertinggal di wastafel, tapi dalam hitungan detik juga kamar sudah seperti kapal pecah. Memang kedua anaknya itu sudah sangat aktif. Sore ini, Juliet sengaja tak meminta pengasuh untuk masuk ke dalam kamarnya, pasalnya Juliet ingin mengajak kedua anaknya itu bermain sambil menunggu sang suami pulang dari kantor. Tapi alih-alih niatnya terealisasi malah kekacauan sudah lebih dulu tiba menghampiri dirinya. Sungguh, Juliet bisa-bisanya lupa kalau kedua anaknya sangatlah aktif. Alhasil koleksi make up miliknya hancur lebur. Bedak saja sudah berceceran di lantai. Terutama lipstick yang tak lagi ber
“Mommy, aku pulang.” Joice melangkah masuk ke dalam rumah dengan raut wajah yang muram. Gadis kecil cantik itu nampak lesu seperti tengah memikirkan hal yang mengusik pikirannya. Joice meletakan tas sekolah ke sofa, dan duduk di sofa itu. Jika biasanya Joice selalu riang gembira, kali ini gadis kecil itu tak seceria biasanya. “Sayang? Kau kenapa?” Brianna yang baru saja selesai menyiram tanaman, dikejutkan dengan putri kecilnya yang pulang dari sekolah dalam keadaan wajah yang muram. Padahal setiap hari, Joice selalu pulang sekolah dalam keadaan wajah yang riang gembira. “Tidak apa-apa, Mom. Aku hanya lelah saja,” jawab Joice pelan. Brianna menghela napas dalam. Brianna yakin pasti ada yang tidak beres dengan putri kecinya itu. “Katakan pada Mommy ada apa, Nak?” tanyanya seraya duduk di samping Joice. “Mommy aku ingin bertanya padamu.” “Kau ingin tanya apa, Sayang?” “Hm, apa aku ini tidak cantik, Mom?” Joice menyandarkan kepalanya di lengan Brianna. Bibir Joice mengerut, menunj
Tiga tahun berlalu … Miller International School, London. “Oliver Maxton! Pulang sekarang! Tidak ada main basket!” Selena berkacak pinggang mengomel pada putra sulungnya yang berusia 8 tahun. Tampak mata Selena menatap dingin dan tegas putranya itu. Aura kemarahan begitu terlihat jelas di paras cantik wanita itu. Dengan keadaan perut yang membuncit, Selena mengomeli putranya di tengah jalan. Ya, saat ini Selena tengah mengandung untuk ketiga kalinya. Ulah Samuel membuat Selena hamil lagi. Hanya saja kali ini berbeda. Kehamilan ketiga ini, Selena hamil bayi kembar. Sungguh, Selena berjanji setelah ini dia akan steril tak ingin lagi memiliki anak. Tubuhnya baru saja langsing tapi sudah harus bengkak lagi. Padahal niat Selena adalah memiliki dua anak. Tapi ternyata malah kecolongan. “Ck! Ma, guru sudah menghukumku time out. Mama kenapa menghukumku juga? Nanti aku akan menghubungi Grandpa William. Aku akan meminta Grandpa William memecat guru yang sudah berani menghukumku,” tukas Oli
Beberapa bulan kemudian … Fistral Beach, Newquay, UK. Deburan ombak menyapu kaki telanjang Juliet. Angin berembus menerpa kulit Juliet membuatnya Juliet memejamkan matanya sebentar, menikmati keindahan musim panas. Tampak Rava begitu setia mengikuti langkah kaki Juliet. Sesekali Juliet menatap banyak anak muda yang siap-siap untuk berselancar. Fistral Beach memang salah satu pantai di Inggris yang menjadi tempat favorite untuk berselancar. Kandungan Juliet kini telah memasuki minggu ke dua puluh tiga. Perut Juliet sudah membuncit. Tubuhnya pun mulai mengalami kenaikan berat badan, namun tak terlalu parah. Pasalnya selama hamil, Juliet tak terlalu nafsu makan. Meski sudah dipaksa oleh Rava, tapi tetap saja Juliet menolak. Trimester pertama, Juliet mengalami mual hebat sampai tak bisa makan apa pun. Rava sampai harus meminta dokter mengontrol Juliet setiap hari karena Juliet tak bisa makan. Dan beruntung sekarang kondisi Juliet sudah jauh lebih baik. Ngomong-ngomong, anak yang ad
Seoul, South Korea. Angin berembus di kota Seoul begitu menyejukan. Musim semi adalah salah satu musim terbaik di Seoul. Bunga Sakura banyak tumbuh dengan indah. Salah satu kota di Benua Asia yang menyajikan keindahan dan budaya setempat yang kental. Kota ini adalah kota yang dipilih oleh Dean dan Brianna menikmati bulan madu indah mereka. Selama di Seoul, Dean dan Brianna selalu mengabadikan moment-moment indah mereka. Moment di mana tak akan pernah mereka lupakan. Dua insan itu akhirnya telah menjadi satu setelah banyaknya rintangan. Meski tak mudah, tapi Dean dan Brianna membuktikan mereka mampu bersatu. “Sayang, ayo bangun. Kenapa jam segini kau belum bangun juga?” Brianna menggoyangkan bahu Dean, meminta suaminya itu untuk bangun. Waktu menunjukan pukul 10 pagi. Brianna ingin segera jalan-jalan menikmati indahnya kota Seoul. Meski lelah karena selalu olahraga malam, tapi Brianna tak mau menyia-nyiakan moment bulan madunya dengan sang suami tercinta. Dean menggeliat mendengar
Sebuah hotel mewah di London telah dipadati oleh wartawan yang lebih dulu hadir. Dekorasi ballroom hotel itu tampak memukau. Hiasan mawar dipadukan bunga lily dan batu Swarovski begitu indah menawan. Red carpet yang terpasang di lantai seakan memberikan sentuhan mewah. Ballroom hotel megah ini telah disulap layaknya tempat di mana pangeran dan putri akan menikah. Nuansa tema kental kerajaan melekat di ballroom hotel megah itu. Ya, hari ini adalah hari yang telah dinanti-nantikan oleh Dean dan Brianna. Hari di mana mereka akan segera melangsungkan pernikahan. Setelah banyaknya rintangan yang mereka hadapi akhirnya Dean dan Brianna dapat melewati badai masalah yang hadir. Takdir memang memiliki caranya sendiri menunjukan siapa belahan jiwa kita yang sebenarnya. Harusnya Dean menikah dengan Juliet, tapi ternyata takdir Dean adalah Brianna. Sedangkan Juliet menikah dengan Rava. Pun dulu Samuel tak menyetujui hubungan Dean dan Brianna. Samuel adalah satu-satunya orang yang menentang hubu