“Mom, apa yang dibicarakan Daddy dan Samuel? Kenapa mereka lama sekali?” Suara Selena bertanya pada Marsha. Nada bicaranya tersirat cemas dan khawatir. Pasalnya sejak tadi Samuel belum juga muncul. Entah hati Selena menjadi cemas tak menentu. Selena hanya takut kalau ayahnya mengatakan sesuatu hal yang melukai Samuel. Atau mungkin lebih parah dari itu. “Sayang, Daddy-mu mungkin saja ada sesuatu hal penting yang dibicarakan dengan Samuel. Jadi membutuhkan waktu sedikit lebih lama. Tunggulah sebentar pasti Daddy dan Samuel akan segera muncul.” Marsha membawa tangannya menyentuh tangan putrinya. Wanita paruh baya itu menepuk pelan punggung tangan putrinya itu. Kini Marsha dan Selena berada di taman belakang. Sedangkan Oliver sedang belajar karena guru Oliver sudah datang. Sebelumnya Oliver sempat bermain basket sebentar. Namun ketika guru Oliver datang, Marsha dan Selena meminta Oliver untuk berhenti bermain basket. Selena menarik napas dalam-dalam dan mengembuskan perlahan. Selena
Pelupuk mata Selena bergerak-gerak. Perlahan wanita itu mengerjapkan mata beberapa kali. Tepat dikala mata Selena sudah terbuka, wanita itu sedikit meringis perih akibat inti bagian bawahnya terasa begitu nyeri. Pun tubuh Selena pegal-pegal seperti tengah melakukan aktivitas berat. Ruangan gelap yang pertama kali mata Selena tangkap. Detik itu juga ingatan Selena tergali akan percintaan panasnya dengan Samuel. Oh, Tuhan! Pipi Selena langsung merona merah membayangkan itu. Darahnya mendidih. Setiap kali tangan Samuel menjamahnya tak akan bisa Selena lupakan. Buru-buru Selena menepis pikiranya. Bisa-bisanya pikirannya terus memikiran tentang percintaan panasnya dengan Samuel. Kini tatapan Selena teralih pada Samuel yang masih tertidur pulas di sampingnya. Tampak senyuman di wajah Selan terlukis. Meski dalam keadaan kamar yang gelap, Selena bisa melihat wajah tampan Samuel. Selena merapatkan tubuhnya pada tubuh Samuel. Wanita itu membenamkan wajahnya di dada bidang Samuel. Aroma parfu
Suara dering ponsel milik Marsha berbunyi. Lantas Marsha segera mengambil ponsel miliknya yang ada di atas nakas dan menatap ke layar. Namun … seketika kening Marsha mengerut kala melihat nomor Brianna—adik Samuel menghubungi dirinya. Memang Marsha dan Brianna telah bertukar nomor telepon. Pasalnya Joice sering datang bermain dengan Oliver. “Brianna menghubungiku? Apa mungkin Joice mau ke sini?” guman Marsha pelan. Tak mau banyak berpikir, wanita paruh baya itu menggeser tombol hijau untuk menjawab teleponnya. “Hallo, Brianna?” jawab Marsha pelan kala panggilan terhubung. “Bibi, maaf mengganggu. Tadi aku menghubungi nomor Kak Samuel dan nomor Selena tapi sepertinya mereka sibuk. Teleponku tidak dijawab,” ujar Brianna dari seberang sana. “Ah, begitu. Baiklah nanti Bibi akan sampaikan. Ada apa, Brianna?” “Tidak ada apa-apa, Bibi. Joice hanya ingin bicara pada Oliver. Apa Oliver sedang tidak sibuk?” “Sebentar aku akan ke kamar Oliver.” “Terima kasih, Bibi.” Marsha bangkit dari t
Samuel duduk di kursi kebesarannya seraya menatap laporan yang baru saja Vian berikan padanya. Pria itu membaca laporan tersebut secara teliti. Memastikan kalau isi dari laporan itu sudah sesuai dengan apa yang diinginkannya. Detik selanjutnya ketika Samuel sudah yakin pada isi laporan tersebut, pria itu segera membubuhkan tanda tangan di dokumen itu. “Besok aku tidak akan ke kantor. Aku akan bertemu dengan orang tuaku membicarakan pernikahanku dan Selena. Kau segera atur wedding organizer dan segala yang dibutuhkan. Tanyakan pada Selena dekorasi apa yang dia inginkan. Pastikan pesta pernikahan nanti adalah konsep design yang Selena inginkan.” Samuel berucap memberi perintah anak buahnya seraya menyerahkan dokumen di tangannya pada Vian. “Baik, Tuan. Saya akan mengurus semua yang Anda perintahkan dengan baik,” jawab Vian dengan begitu sopan. “Sekarang kembalilah ke ruang kerjamu. Lanjutkan pekerjaanmu,” ucap Samuel dingin dengan raut wajah tanpa ekspresi. Vian menundukan kepalanya
“Selena.” Suara berat begitu familiar memanggil nama Selena. Refleks, Selena dan Miracle mengalihkan pandangan mereka pada sumber suara itu. Tampak raut wajah Selena terkejut kala melihat sosok pria yang sangat dikenal mendekat. Sedangkan Miracle memasang wajah dingin dan datar melihat pria itu. “D-Dean?” Selena nyaris tak percaya melihat Dean ada di kantornya. Pasalnya sudah lama sekali Selena tak melihat Dean. Senyuman samar di wajah Dean terlukis pada Selena dan Miracle. Lantas pria itu semakin mendekat pada Selena dan Miracle—yang sejak tadi telah menatapnya. “Hi, Selena, Hi Miracle, lama tidak bertemu denganmu, Miracle,” ujar Dean hangat pada Selena dan Miracle. Tentu Dean mengenal Miracle—saudara kembar Selena. Karena memang Dean sudah tahu semua anggota Keluarga Geovan. Pun lepas dari itu Miracle kerap hadir dalam pertemuan bisnis menemani Mateo. Itu kenapa Dean tak mungkin tak mengenal sosok Miracle. Miracle memasang senyuman samar dan anggun kala melihat Dean. “Hi, Dean.
“Sudah, semua sudah selesai. Hari ini Miracle menemaniku di kantor. Tadi juga Dean datang ke kantor menemuiku tapi tidak lama.” Nada bicara Selena pelan dan terdengar santai tersirat wanita itu tak memiliki kesalahan. Dengan mudahnya Selena membahas soal ‘Dean’ di hadapan Samuel. Bahkan Selena tak menyadari kalau Samuel menatapnya tajam dan memendung amarah. “Dean datang ke kantormu?” Samuel memastikan ucapan Selena. Pria itu menatap dingin dan terselimuti kecemburuannya. Tatapannya menatap Selena penuh amarah yang kerkobar. “Iya, Dean ke kantorku, tapi tidak lama. Ah, ya, aku juga akan mengundang Dean ke pernikahan kita. Kau tidak keberatan, Kan, Samuel?” ujar Selena hangat dan menatap lembut Samuel. Gigi Samuel menggemeletuk menunjukan geraman tertahan amarahnya. Sorot mata Samuel menajam layaknya laser yang siap menembak. “Kau tahu aku tidak suka kau bertemu dengan Dean. Tapi kenapa kau masih berbicara dengannya, Selena?” tukasnya menahan emosi yang terbendung dalam dirinya. S
Mobil Samuel melaju dengan kecepatan di atas rata-rata. Lampu jalanan membantu mobil Samuel yang menyapu jalanan dengan laju yang tinggi. Malam kian larut. Suasana pun tak terlalu ramai. Hanya banyak para pemuda yang tengah memadu kasih. Namun untungnya tak menghalangi mobil Samuel yang melaju dengan kecepatan tinggi itu. “Shit!” Samuel memukul setir mobilnya kala dirinya tak berhasil menghubungi Selena. Nomor Selena tak aktif membuat Samuel kesulitan melacak GPS ponsel Selena.Samuel tak henti mengumpati kebodohannya. Andai dia bisa mengendalikan emosinya maka tak akan pernah menjadi seperti ini. Sungguh, Samuel tak pernah berniat untuk melukai hati Selena. Apa yang dia ucapkan semua terjadi karena rasa cemburu begitu menguasai dirinya. Samuel menepikan sebentar mobilnya ke pinggir jalan. Pria itu langsung mencari nomor Vian yang ada di dalam kontaknya. Tak ada pilihan lain, Samuel harus segera menghubungi asistennya untuk melacak keberadaan Selena. Samuel tidak ingin masalah ini b
“Kita akan tetap menikah, Selena! Kau tidak bisa membatalkan pernikahan ini!” Suara Samuel pelan menahan geraman amarahnya. Pria itu menatap dingin dan tajam Selena. Tangan pria itu mencengkram kuat lengan Selena. Samuel seperti merasakan ada api di atas kepalanya kala Selena ingin membatalkan pernikahan mereka. Selena bergeming di tempatnya. Wanita itu sedikit meringis kala Samuel mencengkram tangannya. Namun Selena menahan rasa sakit itu. Selena membiarkan Samuel mencengkram tangannya sesuka hatinya. “Kenapa tidak bisa dibatalkan? Menikah harus dengan keinginan kedua belah pihak. Kalau salah satunya tidak menginginkan maka pernikahan ini tak akan pernah bisa berjalan,” jawab Selena dengan suara tenang dan mata yang telah memendung air matanya. “Kau sedang emosi, Selena.” Samuel menurunkan nadanya, berusaha untuk mengendalikan emosi dalam dirinya. Otak Samuel langsung bekerja kalau dia tak bisa menuruti emosinya. Samuel tak ingin kalau masalah ini akan semakin rumit. “Kau boleh m
Malam semakin larut. Udara dingin menyelinap masuk ke dalam sela-sela jendela. Dua insan terbaring di ranjang dengan posisi saling berpelukan seakan tak ingin terlepas. Tampak Dean yang sudah lebih dulu bangun, tak lepas menatap Brianna yang terlelap dalam pelukannya. Wajah cantik Brianna seakan memanjakan mata Dean, hingga membuatnya tak bisa berpaling sedikit pun dari wanita itu. Tak bisa memungkiri, Brianna memiliki pesona yang istimewa. Sejak awal Dean melihat Brianna, hatinya meraskan sesuatu yang mengusik hati dan pikirannya. Tak pernah Dean kira bahwa Brianna adalah pemilik kalung yang selama ini dia cari. Dunia benar-benar sempit. Andai Dean tahu lebih awal, maka Dean tak akan pernah membiarkan Brianna menikahi seorang pria berengsek. Dean membelai pipi Brianna. Lantas, pria itu menarik dagu Brianna, mencium dan melumat lembut bibir Brianna. Manis, sangat manis. Bibir Brianna layaknya nikotin yang membuat Dean kecanduan. Dean seakan tak bisa berhenti mencium Brianna. Segala
“Shit!” Dean mengumpat kasar kala melihat truck menghadang mobilnya, hingga membuatnya tak bisa mencari sela. Sialnya, mobil Brianna sudah melaju lebih dulu dari truck yang menghadang Dean, dan membuat Dean kehilangan jejak keberadaan Selena. Andai saja tak ada truck yang menghalangi sudah pasti Dean bisa mengejar mobil Brianna. Dean menekan klakson mobilnya agar truck di depan memberikan jalan. Dan ketika truck di depannya memberikan sedikit sela, Dean menginjak pedal gas kuat-kuat—melajukan kecepatan penuh menyalip mobil-mobil yang menghalanginya. Dean tak peduli melanggar aturan lalu lintas sekalipun. Yang Dean pikirkan saat ini hanyalah Brianna. Dean tak mau menunda-nunda. Dia harus menjelaskan sekarang pada Brianna agar Brianna tidak salah paham. Dean mengendarkan pandangannya ke sekitar, mobil Brianna benar-benar sudah tidak ada. Tanpa menunggu lama, Dean langsung mengambil ponselnya dan berusaha menghubungi nomor Brianna. Namun, sayangnya nomor ponsel Brianna tidaklah aktif.
Hari berlalu begitu cepat, hingga tiba di mana waktu keluarga Maxton akan bertemu dengan keluarga Osbert. Ya, pertemuan ini memang tak dihalangi oleh Samuel, namun sampai detik ini belum juga terucap jika Samuel menyetujui rencana pernikahan Dean dan Brianna. Bukan tanpa alasan, tapi Samuel memang sengaja memilih untuk diam. Pria itu ingin melihat kesungguhan apa yang dilakukan Dean demi menikahi adiknya. Sejak di mana Samuel telah mendapatkan informasi tentang Dean, memang Samuel tak lagi sampai melarang keras hubungan Dean dan Brianna. Tak memungkiri ada nilai plus dari sifat Dean yang membuat Samuel akhirnya tak terlalu melarang keras hubungan mereka. “Sayang.” Selena menghampiri Samuel yang tengah memakai arloji. “Hm?” Samuel mengalihkan pandangannya, menatap sang istri yang menghampirinya. Selena tersenyum hangat. Lantas, wanita itu merapikan sedikit kerah baju sang suami yang kurang rapi. Menepuk-nepuk dada bidang suaminya itu sambil berkata, “Hari ini kita akan bertemu deng
Samuel duduk di kursi kebesarannya dengan pandangan lurus ke depan, dan pikiran yang menerawang. Benak Samuel terus berputar mengingat perkataan Dean. Tak menampik, Samuel ingin melihat Brianna dan Joice bahagia, tetapi banyak keraguan dalam dirinya melepas Brianna dan Joice pada Dean. Sudah cukup penderitaan yang dialami oleh Brianna. Samuel tak akan pernah membiarkan adiknya kembali hidup menderita. Namun, haruskah dirinya membiarkan adiknya menikah dengan Dean? Apa mungkin benar, Dean bisa membahagiakan adiknya dan juga keponakannya? Sejak di mana Brianna bercerai dari Ivan, Samuel yang menggantikan peran Ivan. Meski dulu, Samuel tak tinggal di London tapi tetap Samuel mengawasi adik dan keponakannya dari kejauhan. Samuel memejamkan mata singkat. Menegak wine di tangannya hingga tandas. Kepalanya begitu berkecamuk tak menentu. Tiba-tiba suara ketukan pintu terdengar. Refleks, Samuel mengalihkan pandangannya ke arah pintu—pria itu berdecak kesal kala ada yang mengganggunya. Dengan
Tak ada satu pun percakapan yang terjalin setelah Brianna menemui kedua orang tua Dean. Keheningan menyelimuti dua insan yang tengah berada di dalam mobil. Ya, setelah tadi Dean membawa Brianna menemui kedua orang tuanya, kini Dean harus mengantar Brianna untuk pulang. Sebelumnya, Dean sudah meminta orang kepercayaannya untuk mengantarkan mobil Brianna yang ada di kantornya—ke rumah kediaman keluarga Maxton. Tak mungkin Dean membiarkan Brianna mengambil sendiri mobil wanita itu. “Dean.” Brianna memulai sebuah percakapan. Tampak sorot mata Brianna menatap lurus ke depan. Sejak tadi hati dan pikiran Brianna begitu terusik. Semua yang terjadi membuat dirinya seakan terbelenggu di dalam penjara besi. “Hm? Ada apa, Brianna?” Dean yang tengah melajukan mobil, melirik sekilas Brianna. Brianna terdiam beberapa saat. Keraguan, khawatir, semua telah melebur menjadi satu. “Lebih baik kau pikirkan lagi sebelum benar-benar ingin menikahiku, Dean. Aku tidak tega pada Juliet, Dean. Bagaimanapun,
Sepanjang perjalanan, Brianna terus meloloskan umpatan dalam hati. Tampak Brianna menatap kesal dan jengkel Dean yang melajukan mobil. Sungguh, Brianna yakin kalau Dean benar-benar sudah kehilangan akal sehatnya. Tujuannya mendatangi perusahaan Dean hanya untuk mengajaknya bicara agar tak lagi berbicara konyol. Tapi kenapa malah Dean ingin membawanya ke rumah pria itu? “Dean, turunkan aku di sini,” ucap Brianna dingin memaksa Dean untuk menurunkannya. “Brianna, kau ingin aku turunkan di jalan tol? Kau mau naik apa, Brianna? Menghentikan taksi di pinggir jalan tidak bisa. Kau juga pasti butuh waktu lama menuggu sopirmu menjemputmu,” jawab Dean dingin seakan menakut-nakuti Brianna. Ya, kata-kata Dean itu berhasil membuat Brianna bungkam sejenak. Raut wajah Brianna detik itu juga berubah. Apa yang dikatakan oleh Dean benar. Dirinya berada di jalan tol. Tidak mungkin Brianna meminta turun di sini. Brianna mendengkus pelan. Wanita itu memilih membuang wajahnya ke luar jendela. Terpaksa
“Samuel, hari ini apa kau akan pulang malam?” Selena berucap penuh kelembutan seraya membantu Samuel merapikan dasi sang suami yang sedikit tak rapi. Hari ini, Samuel berangkat lebih siang dari biasanya. Dan seperti biasa, sebagai seorang istri sekaligus ibu; Selena membantu Samuel dan Oliver mempersiapkan segala kebutuhan di pagi hari. Meski memiliki pelayan serta pengasuh tapi Selena pun kerap turun tangan sendiri. “Iya, aku masih menangani kasus yang waktu itu. Kasus yang sama, dan sekarang masih gantung. Tapi aku tidak akan pulang sampai larut malam. Mungkin sekitar jam 7 atau jam 8 aku sudah pulang.” Samuel mengecup bibir Selena lembut. “Baiklah, Sayang. Nanti malam kau ingin aku membuatkan menu makan malam apa?” Selena menepuk-nepuk pelan dada bidang sang suami kala sudah selesai merapikan dasi. “Apa saja. Aku selalu suka apa pun yang kau buat. Tapi ingat, kau sedang hamil, Selena. Aku tidak ingin kau kelelahan. Kau juga lebih baik tidak usah ke kantor dulu. Bekerja saja dari
Malam semakin larut dan sunyi. Samuel dan Selena baru saja selesai membersihkan diri. Mereka kini duduk di ranjang dengan punggung yang bersandar di kepala ranjang. Tak ada percakapan apa pun yang terjalin. Bahkan dikala Dean pulang saja, Samuel mengabaikan meski Dean berpamitan padanya. Ya, nampak jelas bahwa Samuel tak menyukai Dean. Dan disaat tadi Dean tengah berbicara dengan Kelton; Samuel selalu menjadi orang pertama yang menyanggah semuanya. Samuel tak setuju jika Dean menjadi suami dari Brianna. Entah apa alasan kuat sampai membuat Samuel tak setuju. Namun, sebagai kakak tentu Samuel memiliki hal untuk tidak menyetujui hubungan Dean dan Brianna. Selena menatap penuh kelembutan dan hati-hati Samuel yang sejak tadi hanya diam. Wajah Samuel dingin dan sorot mata yang memendung jelas kemarahan. Pun Selena menjadi bingung bagaimana untuk bersikap. Jujur, apa yang terjadi benar-benar membuat Selena terkejut. Selena tidak mengira kalau Joice adalah anak Dean. “Samuel,” panggil Sel
“Aku ingin menikahi putrimu, Tuan Maxton.” Suara lantang dan tegas Dean sukses membuat semua orang yang ada di sana terkejut. Suasana di tempat itu menjadi hening terselimuti ketegangan. Bahkan Brianna yang berdiri tak jauh dari Dean sampai menganga terkejut mendengar perkataan Dean. Tubuh Brianna membatu tak menyangka akan apa yang dikatakan oleh Dean. ‘Astaga! Apa Dean sudah gila?’ batin Brianna dengan wajah yang resah ketakutan. “Berengsek! Otakmu sudah tidak waras ingin menikahi adikku?” sembur Samuel dengan nada tinggi dan menggelegar. “Aku bukan orang yang suka berbasa-basi. Aku memang ingin menikahi adikmu,” tukas Dean menegaskan. “Fuck!” Samuel langsung menarik kerah baju Dean, dan melayangkan pukulan keras di rahang Dean. BUGHPukulan pertama berhasil Samuel layangkan. Namun, pukulan kedua berhasil ditangkis oleh Dean. Tampak Selena, Brianna, dan Jillian berteriak histeris kala melihat Samuel memukuli wajah Dean. “Samuel!” Kelton maju. Pria paruh baya itu menarik kera