“Grandpa … Grandma … Papa dan Mama di mana? Kenapa mereka tidak turun dari kamar? Tadi pagi aku sudah sarapan sendiri tanpa mereka.” Oliver berucap dengan nada yang kesal seraya melipat tangan di depan dada. Bibirnya mengerut, cemberut memprotes. Pagi ini Oliver hanya sarapan bersama dengan Kelton dan Jillian. Itu yang membuat Oliver sebal. “Sabar, Boy. Tadi Grandpa lihat Papa-mu sedang sibuk di ruang kerjanya. Nanti pasti dia akan turun.” Kelton membelai pipi bulat Oliver sambil mengecupi cucunya itu. Pun Jillian melakukan hal yang sama. Jillian memeluk erat Oliver. Tampak Kelton dan Jillian begitu menyayangi Oliver. Tak tanggung-tanggung hanya dalam satu malam, Kelton membelanjakan mainan untuk Oliver dengan nominal yang fantastis. Hal itu yang membuat Oliver bermain sepanjang hari. Bocah laki-laki itu sangat dimanjakan oleh Kelton dan Jillian. Wajar saja karena sejak dulu Kelton dan Jillian sudah lama menunggu cucu dari Samuel. Bahkan mereka tak pernah mengira memiliki cucu dari
“Kapan kau dan Selena akan menikah?” Sebuah pertanyaan yang lolos dari mulut Kelton kala Samuel melangkah masuk ke dalam ruang kerjanya. Tatapan mata Kelton menatap putranya itu dengan tatapan dingin dan tegas. Tersirat menuntut agar Samuel menjawabnya. Ya, kini Kelton berada di ruang kerjanya. Pria paruh baya itu tak sedang menemani Oliver bermain. Karena tadi Oliver tengah bermain dengan Joice serta sudah ditemani oleh Jillian.“Aku masih belum mendapatkan restu dari Kelurga Selena. Aku harus menunggu sebentar.” Samuel menarik kursi, lalu duduk di hadapan ayahnya. Nada bicaranya pelan namun tersirat menegaskan. Kelton menuangkan wine ke gelas sloki di hadapannya, lalu menyesap perlahan wine itu sambil berkata santai, “William Geovan … aku belum pernah terlibat kerja sama dengannya. Tapi beberapa kali aku pernah bertemu dengannya saat jamuan makan malam. Apa kerugian perusahan kita karean ulahnya?” Samuel mengangguk singkat. “Kau benar. Dia yang menyebabkan. Tapi di sini dia tidak
“Selena, malam ini Samuel datang kan?” Suara Marsha bertanya seraya menatap putrinya yang tengah membersihkan sayur. Ya, setelah tadi pagi ke supermarket, sekarang Marsha dan Selena berada di dapur menyiapkan makan malam. Khusus kali ini Marsha dan Selena memang ingin masak bersama. Bahkan mereka tak ingin pelayan membantu mereka. “Iya, Mom. Samuel pasti datang. Kalau dia tidak datang nanti Oliver akan merajuk. Belakangan ini Oliver sering manja dengan ayahnya, Mom. Jadi aku juga sedikit kerepotan. Oliver tidak suka jika permintaannya ditolak. Samuel terlalu memanjakan Oliver.” Selena menjawab seraya meniriskan sayuran yang telah dibersihkan itu. Lantas Selena mulai mengolah bahan-bahan yang dibutuhkan untuk masakannya. Senyuman di wajah Marsha terlukis mendengar apa yang dikatakan oleh Selena. “Wajar saja kalau Oliver manja. Selama ini dia begitu merindukan ayahnya, Selena. Kau harus mengerti. Hampir lima tahun Oliver tumbuh tanpa kasih sayang seorang ayah. Meski kau telah berjuang
Matahari begitu terik. Selena yang tengah ada di dalam mobil sesekali melihat pemandangan di luar. Cuaca cerah seperti ini harusnya Selena mengajak Oliver berjalan-jalan namun rasanya itu tak mungkin karena siang ini Selena memiliki pertemuan penting dengan rekan bisnisnya. Hanya saja, yang membuat Selena bingung adalah kenapa bisa rekan bisnisnya memilih jalanan yang kecil untuk pertemuan mereka. Selena mengembuskan napas panjang dan menepis hal-hal yang muncul dalam benaknya. Mungkin saja memang rekan bisnisnya sedang berada di wilayah tersebut, itu yang sekarang ada di dalam pikiran Selena. Lagi pula, Selena pun tak akan lama. Sepulang dari bertemu dengan rekan bisnisnya, Selena akan segera mengajak Oliver jalan-jalan sore. Tentu yang Selena fokuskan saat ini adalah Oliver. Pekerjaan akan tetap dia pikirkan tapi tidak sepenting dulu. Oliver adalah segalanya. Selena menyadari kalau selama ini waktunya untuk Oliver sangat kurang. Hal itu yang membuat Selena sekarang ingin fokus memb
“Nyonya Miracle De Luca, apa yang Anda cari?” Suara berat Almero sontak membuat Miracle terkejut. Refleks, Miracle mengalihkan pandangannya pada Almero. Mengulas senyuman paksaan di wajahnya. Walau hati dan benak Miracle sedang mencurigai sesuatu tapi Miracle tetap menunjukan wajah elegan, anggun, dan berkelas seperti biasanya. “Ah, tidak. Aku hanya sedikit bingung ada restoran baru di sini. Jadi aku mengendarkan pandaganku melihat design restoran kecil ini. Apa kau mengenal pemilik restoran ini, Tuan Almero?” tanya Miracle dengan senyuman penuh arti di wajahnya. Sepasang manik mata biru Miracle tak lepas menatap Almero yang duduk di hadapannya. “Well, saya mengenal pemilik restoran ini. Bahkan sangat mengenal. Dan, ya … restoran ini baru di buka, Nyonya. Itu kenapa restoran ini masih sepi. Tapi khusus hari ini, saya sudah memesan restoran ini. Saya kurang suka keramaian. Terlebih kali ini pembahasan saya dengan Nona Selena sangat penting. Saya ingin fokus dengan project yang saya
Tubuh Selena bergetar ketakutan melihat Miracle jatuh pingsan. Raut wajahnya pucat pasi begitu terlihat jelas. Mata Selena menatap nanar Miracle yang tergeletak tak berdaya di lantai. Jantung wanita itu berdetak tak karuan. Sejenak, Selena berusaha berpikir siapa dalang dibalik semua itu. Pasalnya Selena tak pernah memiliki musuh. Hingga kemudian, tiba-tiba sesuatu muncul dalam benaknya. Sesuatu hal di mana dia mulai tahu siapa dalang dibalik semua ini. Hanya saja Selena masih memiliki keraguan. Beberapa detik, Selena masih diam melihat pria yang bernama ‘Almero Abner’ tertawa melihat Miracle berhasil dilumpuhkan. Napas Selena memburu. Ingin sekali dia melawan tapi Selena tahu kemampuannya. Selena tetap berusaha tenang dan anggun di tempatnya. Dia yakin keluarganya ataupun Samuel pasti akan menemukannya. “Oh, astaga … ini benar-benar lucu. Ternyata istri Mateo De Luca tidak sekuat yang aku bayangkan.” Almero tertawa mengudara. Tawanya begitu puas meledek Miracle yang berhasil dilum
Pelupuk mata Selena bergerak-gerak. Perlahan Selena mulai membuka matanya. Wanita itu sedikit meringis merasakan tubuhnya terasa sakit. Sayup-sayup, Selena mengendarkan pandangannya di sekitar—melihat dirinya berada di sebuah gudang gelap dan berukuran besar. Selena memijat pelipisnya kala rasa sakit di kepalanya muncul menyerang. Tubuhnya pun nyeridan pegal.“Akh—” Selena meringis merasakan sakit di tengkuk lehernya. Beberapa detik, Selena tampak terdiam berusaha mengingat kenapa dirinya bisa berada di gudang beruangan gelap seperti ini. Lalu … tiba-tiba ketika ingatan di kepala Selena muncul, wanita itu terkejut sekaligus ketakutan mengingat semua yang terjadi. Napas Selena cemas. Namun mati-matian Selena menyingkirkan rasa takut yang telah menelusup ke dalam dirinya. Ya, setakut apa pun dirinya, Selena yakin Samuel ataupun keluarganya pasti akan datang mencarinya. Dalam keadaan seperti ini takut hanyalah sia-sia. Yang Selena bisa lakukan hanya tetap tenang dan mencoba untuk berpiki
“Kau—” Mata Selena menatap dua wanita di hadapannya dengan tatapan yang begitu tajam dan tersirat memendung amarahnya. Rahang Selena mengetat. Tangannya terkepal begitu kuat. Mati-matian Selena berusaha menahan amarah dalam dirinya. Sudah sejak tadi Selena menduga dalang dibalik ini semua. Tapi Selena tak menyangka ternyata apa yang ada di dalam benaknya adalah sungguhan. “Hi, Selena. Long time no see. Senang sekali aku bertemu denganmu di tempat ini.” Wanita di hadapan Selena itu menyapa sekaligus melukiskan senyuman anggun seraya mengibaskan rambutnya. “Fuck! Jalang sialan! Beraninya kau menjebak saudara kembarku! Apa kau bosan hidup!” Miracle hendak menyerang sosok wanita di hadapannya. Meski tangannya terborgol bisa saja Miracle melompat agar tetap bisa bangun. Bodohnya orang-orang yang menculiknya itu tak mengikat kakinya. Itu yang mempermudah Miracle. “No, Miracle. Please.” Selena langsung mencegah Miracle. Meminta saudara kembarnya itu untuk tenang dan tak terpancing oleh em
Hujan turun begitu deras membasahi bumi. Langit yang seharusnya cerah itu telah tertutupi oleh awan gelap. Kilat petir membelah langit. Gelegarnya tak seberapa besar. Hanya saja kilat petir itu cukup membuat Selena yang tadi duduk di balkon langsung masuk ke dalam kamar. Cuaca di luar sangat dingin. Kondisi Selena masih belum sepenuhnya pulih. Itu yang membuat Selena tak bisa keluar rumah. Bahkan hingga detik ini pun Selena belum bisa mengunjungi Oliver—putranya. Alasannya karena Samuel ingin Selena menemui Oliver kala hatinya sudah benar-benar tenang. Sungguh, Selena sangat merindukan putra kecilnya. “Nona Selena?” Sang pelayan melangkah masuk ke dalam kamar seraya membawakan mushroom soup yang sebelumnya telah Selena pesan. “Ini soup Anda, Nona.” Pelayan itu menyajikan soup yang dia bawa ke atas meja. “Terima kasih,” jawab Selena hangat. “Hm, apa Samuel masih menelepon?” tanyanya. Sekitar lima belas menit lalu, Samuel mendapatkan telepon dari karyawannya. Namun, sampai sekarang Sa
“Bagaimana keadaan Miracle? Tidak terjadi sesuatu yang serius padanya, Kan?” Samuel bertanya pada Vian yang berdiri di hadapannya. Pagi ini, Samuel masih berada di apartemen pribadinya dengan Selena. Hanya saja kini Samuel berada di ruang kerjanya karena Vian datang menemuinya. “Tuan, Anda tidak perlu cemas. Baru saja saya mendapatkan kabar kalau Nyonya Miracle baik-baik saja. Nyonya Miracle sudah berhasil melewati masa kritisnya, Tuan,” jawab Vian melaporkan. Sebelum datang menghadap Samuel, Vian sudah lebih dulu mencari tahu tentang keadaan Miracle. Karena dia yakin pasti Tuannya akan menanyakan kabar tentang kondisi Miracle. Samuel mengambil whisky yang ada di hadapannya. Pria itu menyesap whisky itu perlahan sambil berkata, “Good, setidaknya Selena tak lagi mencemaskan keadaan Miracle. Lalu bagaimana Iris dan Maida? Hari ini aku belum melihat berita di media. Apa berita pagi ini sudah keluar tentang kedua wanita itu?” “Sudah, Tuan. Baru saja tadi pagi berita tentang Nona Iris
Koridor rumah sakit begitu sepi tak ada tamu luar. Hanya saja penjagaan begitu ketat. Masuk ke dalam lantai di mana Miracle dirawat; hanya boleh berkunjung adalah pihak keluarga. Di luar itu Mateo tak mengizinkan siapa pun datang. Tentu yang Mateo lakukan guna menjaga keselamatan Miracle. Pun William dan Sean sudah menyetujui apa yang telah Mateo putuskan. Ya, kini Mateo bersama dengan William, Sean, Dominic tengah berada di depan ruang rawat Miracle. Saat ini dokter telah melakukan tindakan. Pasalnya Miracle memiliki luka dalam di bagian kepala belakang. Hal itu yang membuat keempat pria itu cemas akan keadaan Miracle. “Kenapa dokter lama sekali? Apa dia tidak bisa mengurus satu pasien saja?” seru Sean yang sejak tadi sudah menunggu tapi dokter belum juga keluar dari ruang rawat. “Bukan hanya kau yang panik, Sean. Aku bahkan jauh lebih panik. Di dalam itu istriku!” jawab Mateo dengan geraman kesal. Sudah sejak Miracle masuk ke ruang rawat, pria itu mati-matian menahan rasa cemas d
Suara gelegar petir cukup keras membuat Selena yang tertidur lelap langsung membuka matanya. Tampak Selena mengerjapkan matanya beberapa kali sekaligus menyeka matanya menggunakan punggung tangannya. Hingga ketika mata Selena terbuka, tatapan Selena teralih ke samping—namun sayangnya Selena harus menelan kekecewaan melihat di sampingnya kosong tanpa adanya Samuel di sisinya. “Samuel di mana?” gumam Selena pelan. Detik selanjutnya, Selena mengendarkan pandangannya ke setiap sudut ruangan kamar—akan tetapi Selena tak menemukan keberadaan Samuel. Bahkan suara gemericik kamar mandi pun tak terdengar. Semua menandakan Samuel tak ada di kamar. Padahal tadi Selena tertidur lelap dalam dekapan Samuel. Sejenak, Selena menarik napas dalam-dalam dan mengembuskan perlahan. Lantas, Selena mengalihkan pandangannya menatap jam dinding—waktu menunjukan pukul tiga pagi. Rasanya tak mungkin jika Samuel pergi di pagi buta seperti ini. Ditambah di luar pun hujan besar. Selena menyibak selimut dan tu
Samuel memejamkan mata singkat seraya mengembuskan napas kasar. Emosi dalam dirinya begitu terbendung kala baru saja bertemu dengan Iris dan Maida. Tak pernah Samuel sangka dua wanita itu sampai berani menjebak Selena dengan cara yang sangat kejam. Samuel bersumpah akan membuat Iris dan Maida membusuk di penjara atas apa yang telah mereka lakukan. Hal yang membuat emosi Samuel memuncak adalah saat Iris dan Maida berdalih sebagai korban fitnah dan tak tahu apa pun yang terjadi. Padahal jelas semua bukti sudah di depan mata. Dalam masalah ini, Samuel mengakui peran keluarga Selena besar campur tangan membantu dirinya mempermudah penyelidikan dan pengumpulan barang bukti. Bahkan Samuel sendiri tak menyangka kalau bukti bisa didapatkan dengan waktu yang sangat cepat. “Shit!” Samuel mengumpat seraya memukul setir mobil. Emosinya tak bisa padam. Pasalnya apa yang dilakukan Iris dan Maida sudah keterlaluan. Detik selanjutnya, dengan raut wajah yang emosi, Samuel mengambil ponsel miliknya d
Samuel menginjak pedal gas guna melajukan mobilnya di atas kecepatan rata-rata. Sorot mata Samuel menajam menatap hamparan jalan yang luas. Pria itu mencengkram kuat setir mobilnya seraya mengumpat kasar. Ya, emosi Samuel kali ini tak lagi bisa teratasi. Dalam pikiran Samuel hanya ingin segera bertemu dengan Iris dan Maida. Tak pernah dia sangka Iris sampai berniat sekejam itu pada Selena. Jika sebelumnya Samuel mengampuni Iris, kali ini dia bersumpah tak akan pernah mengampuni Iris lagi. Tidak. Tidak akan pernah. Samuel akan pastikan membuat Iris dan Maida membusuk di penjara. Mobil yang dilajukan oleh Samuel mulai memasuki alamat kantor polisi di mana Iris dan Maida ditahan. Hingga ketika mobil Samuel sudah terparkir—pria itu segera turun dari mobil dan melangkah masuk ke dalam kantor polisi itu. Di ujung sana, sudah terlihat banyak wartawan yang berkerumun. Itu menandakan berita Iris ditahan sudah tersebar. Hari ini Samuel sibuk mengurus Selena. Pria itu tak memiliki waktu untuk m
“A-apa yang dikatakan Tuan Dominic Geovan benar, Tuan. Dalang di balik penjebakan Nona Selena adalah Nona Iris Halburt, mantan tunangan Anda.” Tubuh Samuel bergeming mendengar apa yang diucapkan oleh Vian. Tampak sepasang iris mata Samuel begitu tajam dan menusuk. Tatapan yang persis seperti laser pembunuh. Giginya menggelemeletuk, menunjukan kobaran amarah tertahan. Samuel mengetatkan rahangnya. Tangannya pun terkepal begitu kuat. Dalam hati segala umpatan kasar Samuel loloskan. Hal yang membuat emosi Samuel nyaris meledak adalah dalang di balik semua ini adalah Iris—mantan tunangannya yang sudah lama tak lagi dia dengar beritanya. Sejenak, Samuel memejamkan matanya mengatasi emosi yang melanda dan nyaris meledak. Ini bukan waktunya untuk Samuel murka. Paling tidak dia harus tahu dengan lengkap motif penjebakan Iris pada Selena. “Informasi apa yang kau ketahui, Vian?” tanya Samuel dingin dengan nada yang mendesak tak sabar agar Vian menjawabnya. “Tuan Samuel, Nona Iris dibantu ol
Samuel menatap Selena yang tertidur begitu pulas. Sekitar sepuluh menit lalu, Samuel meminta dokter untuk menyuntikan obat penenang pada Selena agar wanita itu tidur nyaman. Beruntung, Selena pun sejak tadi menuruti semua perkataannya. Lebih tepatnya tubuh Selena begitu lemah sampai membuat wanita itu tak banyak bicara.Saat ini Samuel membawa Selena ke apartemen pribadinya. Dia tak mungkin membawa Selena ke mansion keluarga Geovan. Pasalnya Samuel tak ingin membuat kedua orang tua Selena cemas. Pun di sana ada Oliver. Itu kenapa Samuel lebih memilih membawa Selena ke apartemen pribadinya. Sejenak, Samuel mengembuskan napas panjang. Dalam benaknya terus saja memikirkan bagaimana kalau dirinya sampai datang terlambat. Shit! Samuel mengumpat dalam hati, ingatannya tergali saat Almero hendak menyentuh Selena. Jika mengingat itu semua membuat emosi Samuel terasa begitu terbakar. Harusnya dia membunuh Almero dengan cara yang lebih kejam! Sungguh, membayangkan itu semua membuat Samuel bena
Brakkkk Suara dobrakan pintu yang begitu keras suskes membuat pintu itu terpental. Refleks, Almero mengalihkan pandangannya kala pintu berhasil terdobrak. Seketika mata Almero terkejut melihat dia sosok pria yang datang menatapnya dengan tatapan penuh amarah. “Berengsek!” Samuel menerjang Almero dengan emosi yang nyaris meledak. Tanpa belas kasihan, Samuel menarik kerah baju Almero, menghajarnya tanpa ampun. BUGH BUGH BUGH BUGH “Mati kau, Sialan!” Samuel menendang perut Almero hingga membuat Almero tersungkur di lantai. Namun, kala Samuel ingin kembali menyerang Almero tiba-tiba anak buah Almero berhamburan datang. Tampak Samuel dan Mateo melangkah mundur. Mateo sejak tadi ingin menolong Miracle tapi dia tak bisa melakukanya sekarang. Kondisinya dikepung seperti ini membuat Mateo harus melumpuhkan anak buah Almero lebih dulu. Napas Mateo memburu. Sorot matanya menajam dan memendung amarah. Darah Miracle memenuhi lantai membuat emosi Mateo tersulit. Fuck! Mateo mengumpat dalam