Bab 44Tok Tok Tok’Aku melirik pada jam yang menunjukan pukul 12. 05. Jam tengah malam begini aku terbangun dikarenakan angin berhembus ditemani suara suara. Kali ini suara pintu diketuk berkali kali juga suara aneh yang membuatku akhirnya tidak bisa kembali memejamkan mata. Siapa sih mahluk tak bermoral yang mau bertamu malam malam begini? Bahkan di jam semua orang lelap dia malah ingin bertamu.Awalnya ku abaikan. Tapi lama kelamaan jadi sebuah suara yang menyerupai benda tajam yang sedang diasah. Mendadak meremang sekaligus ngeri juga. Jam tengah malam sendirian di kosan, dengan tetangga yang pastinya sudah tidur semua.Kret!Aku kaget saat melihat pintu kamar kosan tiba tiba terbuka. Seorang nenek tua terlihat berjalan dengan terseok bahkan terkesan menyeret kakinya. Aku mengucek mataku, memperjelas apakah itu adalah nenek Munaroh atau bukan. Namun, aku pun melihat nenek itu tiba tiba menghilang. Saat aku tengok kembali, pintu kamar masih tertutup. Sebenarnya, ini halusinasi atau
..Bab 45Aku menunggu Syarifah di depan ruang HRD. Aku tidak ingin mati penasaran karena alasan terakhir yang Syarifah katakan. Tentu sebagai teman dekat aku tidak paham kesalahanku dan dia harus menjelaskan semuanya.“Randu, sedang apa kamu berdiri di situ?” Tanya Bu bos yang baru berangkat sepertinya.“Saya sedang menunggu Syarifah di dalam.”“Nunggu Syarifah? Ada apa?” tanya nya.“Dia mengundurkan diri, Bu,” jawabku lesu.“Oh, jadi tenyata. Ya udah sih, emangnya kenapa kalau dia keluar? Kamu ke ruangan saya. Saya ada perlu dengan kamu.”“Baik, Bu.”Aku pun mengikuti langkah Bu bos untuk masuk ke dalam ruangannya. Dengan wajah lesu Aku duduk di kursi yang sudah tersedia di sana.“Kamu sudah bersiap untuk pengangkatan jabatan kamu di kantor ini? Sebenarnya jabatan yang hendak kamu duduki itu adalah jabatan Syarifah yang sekarang dia kosongkan. Dia sudah mengundurkan diri saat baru sampai di kantor ini kemarin dan baru saya setujui tadi malam. Kenapa? Apakah kamu keberatan dengan jab
“Alasannya kenapa, Bu? Saya tidak menuntut uang pesangon. Saya tak harus diberi gaji sebulan ini. Saya nggak akan ngerepotin Ibu kok,” ucapku yang tak percaya dengan keputusan Bu Bos ini.“Ya karena saya belum lihat apakah anak saya akan normal dan baik baik saja atau tidak setelah kamu pergi. Setelah aman, barulah akan saya biarkan kamu keluar dari sini. Lagian, siapa juga yang mau kasih kamu uang pesangon kalau kamu keluar dari sini?” “Ya siapa tahu kan, Ibu lagi baek sama saya. Kemarin saya udah seneng banget Ibu baek baekin saya, eh malah sekarang nggak boleh resign.”“Sebagai gantinya, kamu tinggal di rumah saya. Kamu jadi jaminan aman dan nggak bahaya, dampingi dan bantu anak saya kerja dengan sebaik baiknya. Paham?”“Lah, kok jadi saya sama anak Ibu? Apa nggak bahaya, Bu? Ntar ular kobra saya minta jatah gimana? Saya laki laki normal, Bu.”“Berani sentuh anak saya, punyamu saya potong!”Aduh! Repot juga kalau Bu Bos sudah senggol b4cok gini. Berasa ada yang bikin lier dan nger
Tak mau ambil resiko, aku hanya mengungkapkan pada Pak RT kalau tempat itu perlu di refresh alias dialih fungsikan sebagai sarana ibadah. Selain pemiliknya adalah pemuja setan, penghuni yang ada di sana pasti tak akan betah jika tetap dijadikan kontrakan. Setelah aku memindahkan barang barangku ke dalam mobil pengangkat barang untuk dibawa pulang, aku pun mengikuti laju mobil itu.Waktu keberangkatan sengaja habis maghrib agar aku menunaikan sholat terlebih dahulu. Selepas kewajiban sudah ditunaikan, barulah aku naik sepeda motorku untuk mengikutinya dari belakang. Meski kemarin sudah disesatkan ke dunia lain saat sedang pulang, kali ini aku tak takut sama sekali dan malah seperti santai saja ketika mobil sudah memasuki kawasan desaku sendiri.Angin malam ini bahkan berhembus sangat dingin, hingga dari kaca spion aku melirik pada sosok putih berambut panjang yang membonceng di belakangku. Aku sengaja memantaunya sejak tadi, dia terus saja membonceng seolah olah aku tukang ojeknya. Di
AKu memang merasa aneh dengan diriku sendiri. Seharusnya aku bisa legowo dan ikut bahagia dengan pernikahan Hamzah dan Syarifah. Tapi nyatanya, ini semua tak semudah kata yang diminta Emak untuk diucapkan. “Kenapa wajah lo lesu banget gitu?” tanya Lili.“Bete!” jawabku malas.“Hm, mulai deh jomblo galau lagi. Eh, lo nggak diundang ke pernikahannya Hamzah?” tanya Lili.“Kenapa memang? Mau ajak gue?”“Ya gue sama suami gue lah, kalau elo … mungkin ada Syarifah di sana.”“Ck, dia kan jadi mantennya. Ya jelas ada di sana,” jawabku.“Menten? Oh, pagar ayu maksudnya?”“Pagar ayu atau pengantin ayu, apalah itu. Gue nggak paham, intinya gue males datang. Mendadak mules,” jawabku.“Aneh, bisanya elo apa apa bersama bertiga. Si Ipeh ngurusin nikahannya Hamzah sama istrinya, elu malah kerja sendiri. Aneh,” ucap Lili.“Maksudnya?” Aku tentu ambigu dengan ucapan Lili.“Ya kan Hamzah nikah sama anaknya ustad di sana ‘kan? Emangnya lo nggak tahu?” “Ah, nggak usah bercanda deh! GUe tahu, lo hanya h
"Keluarga Siapa yang ingin lo temui?" tanyaku ulang."Keluarga ku, kamu pasti tidak mengenal mereka. Aku akan mengenalkannya kepadamu setelah ini."Sebelum aku menjawabnya dia sudah lebih dulu menarik tanganku dan membawaku berjalan setengah berlari. Aku ikut saja karena merasa penasaran, Syarifah memang sepertinya mempunyai keluarga baru setelah beberapa minggu berada di kampung halaman. Mungkin ada keluarganya yang merasa pernah atau kenal dengan keluarga Syarifah yang dulu sehingga memperkenalkan diri dan mengakui sebagai keluarga.Langkah Syarifah begitu cepat sampai aku kewalahan untuk mengikutinya. Nafasku ngos-ngosan bahkan aku sampai berhenti sambil memegangi dadaku."Peh, Kenapa larinya cepet banget sih? Gue capek tahu! Memangnya keluarga lo tinggal di mana?" tanyaku sambil berjongkok dan kini aku merasa kelelahan."Tuh," ucap Syarifah menunjuk sebuah rumah yang cukup mencengangkan bagiku. Aku baru tahu jika ada rumah sebagus itu di tengah-tengah sawah yang ada di desa ini."
Sebuah air terasa menetesi wajahku. Aku merasakan dinginnya air itu hingga perlahan sebuah hembusan terasa begitu segar di telinga. Aku pun tak tahu apa yang sudah tejradi padaku setelah diri ini dibawa ke istana mahluk gaib yang sungguh sangat mengerikan itu. Aku tahu, ini tak seperti yang aku bayangkan dengan indahnya. Hanya saja, aku mencoba untuk menyadarkan bahwa ini semua tidak nyata dan aku harus mencoba untuk tetap ingat terhadap sang pencipta.Semua tempat tempat aneh itu membuatku semakin yakin, perjalanan kali ini bukan berada di alam dunia. Bahkan aku tak tahu saat tangan ini seperti ditarik oleh wanita tanpa wajah yang jelas menuju ke suatu tempat saat itu. Aku pikir itu Syarifah, nyatanya bukan wanita itu. Wajahnya rupa-rupa bahkan kadang menyerupai orang yang aku kenal dan aku sayang. “Randu!”Suara Emak?“Randu?”Kalau ini … Bapak kayaknya.“Randu…”Hamzah? Inikah mereka?“Randu, jangan tinggalin gue. Gue belum nikah, Hamzah juga mau nikah. Malah lo mati duluan. Ndu!
..“Bawa aku pulang, Randu. Aku tersesat, sama sepertimu,” ucapnya dengan terisak, lalu memelukku. Namun, aku bisa merasakan tangannya dingin. “Tidak! Kamu bukan Nona Lisa.”Teringat dengan kejadian saat pertama kali masuk dunia lain, makhluk itu mirip dengan Syarifah dan mungkin ini juga sama, dia bukan Nona Lisa. Dia pasti bukan Nona Lisa. Dia pasti hanya siluman yang menyerupai orang orang terdekatku.“Aku ingin pulang bersamamu, Randu. Tolong aku,” isak Nona Lisa yang aku sudah memantapkan hati, tak lagi tergoda dengannya. Angin besar seperti berputar, langit mendadak gelap seperti akan turun hujan. Dia mendekat padaku, lalu menarik tanganku. Benar saja, hujan turun. Kali ini aku merasakan airnya. Beda dengan saat gelap tadi. Air ini terasa basah dan aku bisa memegangnya. Namun, bukankah hanya manusia yang bisa merasakan tubuhnya merasakan benda benda di dunia? Apakah ini pertanda aku masih hidup?“Kita harus berteduh, Randu. Ayo kita pulang!” ajaknya.Aku langsung mengibaskan