Kehamilan Leoni telah memasuki usia tujuh bulan. Perutnya telah membulat besar dan dipastikan berat badanya bertambat dua kali lipat. Wanita cantik itu semakin berisi pun pipinya yang membulat terdapat double chin. Kini, dirinya sedang berada di rumah sakit. Menjenguk Kizzie yang baru saja melahirkan bayi laki-laki yang amat tampan dan lucu. Bayi kecil merah yang saat ini sedang terlelap di dalam baby box nya. Ditatap penuh oleh Leoni dan Xander, Kizzie dan juga Lucas. “Lucu sekali, dia yang selama ini berada di perutku?” Mendadak Kizzie mejadi melow, lingkar matanya memerah penuh haru. Ia dipeluk oleh suaminya di samping yang sama-sama terharu seperti dirinya. Satu lengan Kizzie terulur untuk menyentuh bayi kecilnya. Membuat bayi itu menggeliat kala merasakan sentuhan hangat dari tangan maminya. "Hah ... dia lucu," kata Leoni disertai mata yang berbinar. "Akhirnya kau menjadi ibu dari seorang bayi laki-laki," imbuh Leoni, memeluk sahabatnya. "Ahkhirnya." Pun, tangis Kizzi
Waktu telah menunjukan pukul satu dini hari. Leoni telah terbaring di atas peraduannya selama lebih tiga jam dan ia terus membuka mata. Pikirannya tak kunung terlelap meskipun ia mencoba menutup matanya beberapa kali. Perutnya yang sudah besar membuat Leoni susah mendapatkan posisi nyaman untuk tidurnya. Sehingga dirinya terus terjaga. Berbeda dengan pria tampan di sisinya. Xander Miller telah terlelap dengan nyaman, terbuai amat dalam di alam bawah sadarnya. Pria itu bahkan tidur tanpa bergerak, sangat-sangat tenang sehingga Leoni tak tahan ingin mengganggunya. Leoni berbaring menyamping menatap suaminya yang memejam mata lelap. Telunjuknya bergerak nakal di atas dahi Xander, hingga turun menuju hidung mancungnya, pun turun lagi menuju bibir seksi pria itu. Ia menggesekan jemarinya di sana hingga Xander melenguh membuka mata. "Hai, Babe?" ucap pria itu seraya membuka matanya yang memerah. Ia peluk tubuh istrinya yang langsung menyingkirkan tangan Xander di sana. Mata Xander ya
Tertegun Leoni ketika melihat Xander yang datang dengan penampilan tak karuan. Kemeja putihnya yang telah kusut lusuh, rambut berantakan, serta beberapa luka memar diserta darah yng menghiasi wajah tampannya. Pria itu duduk lemas di atas sofa ruang kerja Leoni, terdiam hingga istrinya datang untuk menghampirinya. "Kau berkelahi?' tanya Xander, dan pria itu menatap istrinya intens pun dalam. Xander mengangguk tanpa kata-kata. Bukan rasa sakit yang bergulung di pikirannya, melainkan amarah yang memuncak. Xander diam karena tengah menahan dirinya untuk tidak pergi membuat keributan lainnya kepada Leonard. "Dengan siapa kau berkelahi?" tanya Leoni pelan. Menatap Xander cemas seraya ia sentuh ujung bibirnya yang pecah terluka. Alih-alih menjawab pertanyaan istrinya, Xander malah membawa tangan Leoni untuk dia cium, untuk ia rasakan kehangatan dari sana, mencari ketenangan dari sosok istrinya. Bagaimana caranya menjelaskan jika seorang pria gila menguntit istrinya, selalu memper
“APA? MENIKAH?"Mata wanita cantik itu memelotot sangar. Kian kaget atas pernyataan sang ayah yang mengatakan tentang rencana pernikahannya. James—sang ayah, pria paruh baya yang tidak menerima bantahan ataupun penolakan.Leoni mendengkus kesal. Dua tanganya mengepal erat di atas paha. Darahnya semakin panas mendidih ketika ia dengar nama pria yang James sebutkan sebagai calon suaminya.Tavel Moore Miller, pria yang digadang-gadang bakal calon suaminya kelak. Seorang pria tampan nan terkenal di negaranya. Pria haus selangkangan yang sekarang banyak disebutkan orang tengah menuai karmanya. Sering bergonta-ganti pasangan membuat Tavel terkenal sebagai pria hidung belang. Tidak terhitung banyaknya wanita yang pernah terlentang di atas ranjang milik putra sulung keluarga Miller tersebut.Tidak habis pikir, bagaimana bisa ayahnya meminta Leoni untuk menikahi pria seperti itu. Dirinya yang wanita baik-baik, rajin beribadah serta menjaga kehormatannya malah harus berakhir dengan pria kotor s
"Uh—uuhh ...."Wanita cantik itu melenguh nikmat. Tubuhnya menggelinjang hebat tatkala disentuh seductive setiap area sensitifnya oleh pria yan kini tengah mengukung tubuhnya dari atas.Menjejaki setiap inci kulit tubuh putih nan mulus itu menggunakan bibirnya yang merah seksi. Mengecup menghisap hingga meninggalkan bekas kemerahan di sana."Sebut namaku." Suara bariton itu menginterupsi berbisik tepat di depan telinga Leoni yang memerah. Menjilat pelan serta meniupnya lembut memberikan sensasi panas di sana.Leoni memejam, bibirnya menggigit bibir bagian bawah. Kakinya menjepit tangan pria yang kini tengah leluasa mengeksplor inti tubuhnya di bawah sana. Menggerakan jemarinya naik turun membuat si pemilik menggelinjang kenikmatan."Si—siapa namamu, uh?" tanya Leoni diiringi lenguhan."Xander , My baby.""Hah— Xander, uh."Dada Leoni membusung tatkala benda keras dan besar menerobos masuk ke dalam lubang kenikmatannya. Rasa sakit pedih pun perih ia rasakan pada area sensitif miliknya.
"Ada apa dengan wajahmu? Kenapa kau pucat sekali?" tanya James pada putri sulungnya.Seluruh keluarga tengah berada di ruang makan untuk melakukan sarapan bersama sebelum memulai aktivitas masing-masing. Atensi semua orang tertuju pada Leoni. Menatapnya bingung pun penuh tanya. Wajah yang pucat serta tidak berselera makan karena Leoni baru kembali ke rumah pukul empat dini hari. Ia baru saja tertidur beberapa jam namun harus kembali bangun untuk bersiap-siap pergi bekerja. Dirinya kurang tidur karena aktivitas panasnya tadi alam.Waktu yang sedikit juga membuatnya tidak terlalu banyak memoleskan make up hingga kantung matanya yang menghitam masih cukup terlihat."Apa kau sakit, Honey?" tanya ibu Leoni—Salvaza Dulse—dengan penuh perhatian serta tutur katanya yang lembut."Aku sedikit pusing, Mommy. Ini karena perjodohan yang ayah buat untukku," jujurnya seraya mengurut pelipisnya yang pusing.James Calis berdeham samar mendengar ungkapan putrinya. "Kau pusing karena tidak pulang tadi
Xander?Betapa santainya pria itu melangkah masuk ke dalam ruangan kemudian duduk tepat di samping Tavel Moore. Tersenyum menyapa ramah wajah tampanya itu bahkan tetap tenang ketika dirinya dihadapkan dengan Leoni.Tentu saja banyaknya pertanyaan langsung berkutat menyerbu kepala wanita cantik itu. Dirinya terdiam mematung seraya terus menatap Xander yang duduk tepat di depanya.Jantung yang tadinya berdebar biasa saja kini meningkat kecepatannya menjadi dua kali lipat. Berdetak amat sangat kencang seolah akan copot jatuh darii tempatnya.Bagaimana bisa pria yang menghabiskan satu malam denganya itu bisa berada di pertemuan keluarga bersama calon suaminya. Benar-benar membuat Leoni linglung serta pening menyambar isi pikiranya."Xander Francis Miller." Theodore berbisik memberitahu. "Dia adik dari calon suamimu."Bagaikan disambar petir di siang bolong. Rasanya jantung Leoni akan benar-benar jatuh dari tempatnya saat ia mengetahui siapa sebenarnya pria itu. Benar-benar takdir, langit
"Kenapa kau begitu gugup? Tanganmu sampai berkeringat dan bergetar seperti itu," seloroh Theodore yang amat suka menganggu Leoni di hari yang seharusnya menjadi hari bahagianya.Anggun dan cantik penampilanya kini. Tubuh yang indah ramping namun tetap sintal seksi terbalut gaun pengantin putih yang menjuntai panjang pada lantai. Bagian dadanya cukup terbuka terbelah memperlihatkan atas dada yang cukup menonjol. Riasan make up tipis serta tatanan rambut yang rapi membuat penampilanya semakin memesona.Pengantin wanita kita hari ini. Penampilanya yang telah amat sempurna bak bidadari tidak bisa menyembunyikan betapa murung wajah serta kekesalan hati di dalam dadanya. Faktanya, ia tetap menikah dengan pria yang sama sekali tidak ia cintai, bahkan suaminya kini adalah pria minus ibukota.Leoni telah berjalan berdampingan bersama sang ayah yang mengantarkanya naik ke atas altar. Pengucapan janji suci pun telah dilangsungkan. Pada aula gedung besar nan mewah kini tengah dimeriahkan dengan