"Dad!" Aiden langsung menyerbu ruang kerja ayahnya begitu ia sampai di kediamannya.Karena tak menemukan ayahnya, ia berhambur ke berbagai ruangan di sekitarnya. Simon kemudian menghampirinya yang tampak gelisah."Tuan sedang tak ada di rumah, Tuan muda," ucap Simon."Lalu, di mana Serena?" tanya Aiden."Nyo ... nyonya juga tak ada.""Apa kau tahu ke mana ia pergi? Tidakkah kalian melihat kepergiannya?"Simon menggeleng pelan. "Sepertinya Tuan sedang mencari Nyonya."Aiden mendesah frustasi. "Dasar, Dad, apa yang telah ia lakukan pada Serena!" gumamnya kesal.Aiden kemudian memutuskan untuk keluar. Dan ketika ia sampai di halaman ia melihat mobil ayahnya masuk. Tak ingin menunggu lama, ia segera menghampiri mobil hitam yang semakin mendekat itu."Dad, apa yang terjadi? Di mana Serena? Apa benar telah terjadi sesuatu dengan kalian?" todong Aiden langsung ketika sang ayah keluar dari mobilnya.Julien yang berwajah muram tak segera menjawab pertanyaan putranya. Ia segera masuk ke dalam r
"Gio?" Serena membelalakan kedua matanya yang masih berair. Wajahnya yang sembab menunjukkan raut yang begitu terkejut."Apa yang kau lakukan di sini seperti orang bodoh? Tak tahukah kau beberapa hari ini kau benar-benar telah membuatku frustasi. Mengapa kau tak menjawab panggilan telepon dan pesan-pesan itu?" balas Gio masih sambil mengatur napasnya."Bagaimana kau bisa menemukanku di sini?" tanya Serena lagi mengulang pertanyaannya.Tak langsung menjawab, Gio malah memperhatikan wajah manis wanita di hadapannya itu. Wajah yang sembab dengan mata yang berair. Semburat kemerahan yang menghiasi kedua pipi dan hidungnya sejenak membuat Gio bergetar. Manis. Sungguh pemandangan yang tampak manis baginya.Rambut Serena yang sedikit berantakan dengan kunciran ala ponytail nya itu, dan pakaian kasual yang dikenakan wanita itu, serta wajah polos tanpa makeup miliknya, entah mengapa membuatnya terlihat jauh lebih segar.Gio berdehem sebentar untuk mengalihkan fokusnya. Dalam hatinya ia merasa
Julien mengerang dan merintih kecil dalam tidurnya. Dalam kamar yang kosong yang hanya ada dirinya sendiri, ia lagi-lagi bermimpi buruk. Keringat menetes deras dari tubuhnya. Dalam mimpinya, ia melihat sesuatu yang sangat menyeramkan.Ia melihat genangan darah dan sesosok wanita yang tergeletak sambil melotot menatapnya. Di pergelangan tangannya mengalir darah segar yang tak kunjung berhenti akibat luka sayatan yang dalam yang memutus nadinya. Wajah wanita itu bersimbah darah. Dan dalam wujudnya yang mengerikan itu, mulutnya mulai bergerak. Ia berkata lirih."Julien ... ini anakmu ... percayalah padaku, Julien," rintihnya dengan suara menakutkan.Julien menggeleng keras. "Ti ... tidak, tes itu tak mengatakan seperti itu!" Ia merasa ngeri melihat sosok wajah wanita tersebut."Julien ... ini anakmu ... Julien. Apa kau tak ingin melihatnya? Ini anakmu!""Ti ... tidak, hentikan ... jangan menggangguku. Pergilah kau, pergi!" seru Julien."Julieen ... percayalah. Ini anakmu ... Julieen." La
Helena tersenyum kecil ketika memandang rumah besar Julien setelah ia turun dari sebuah taksi. Pagi itu, ia sengaja bangun lebih awal dan memaksa ibunya untuk membuatkan sup hangat yang biasa disajikan ketika ia sakit untuk mengunjungi Julien dan diberikan kepadanya."Ck, ini sedikit menyesakkan," gumam Helena sambil melepas lagi satu kancing blouse teratasnya.Ia sebenarnya tak terlalu suka dengan pakaian yang sedang dikenakannya sekarang. Tapi setelah melihat-lihat berbagai macam jenis pakaian yang Serena miliki di kediaman Julien tempo lalu, ia terpaksa menyamakan gaya yang disukai pria itu untuk setidaknya mendapat perhatian dari Julien.Gaya yang sopan, bersih, dan terkesan anggun sebenarnya jauh dari seleranya karena ia lebih menyukai sesuatu yang terbuka dan terlihat seksi. Tapi, sebelum keinginannya terwujud sampai mendapatkan Julien, ia harus menyesuaikan diri dan mencoba semua cara, bukan?"Silakan Nona, Tuan sedang berada di ruang kerjanya."Simon, pelayan Julien mempersila
Jantung Serena seolah berhenti berdetak ketika ia mendengar suara familiar yang menjawab teleponnya. Ia begitu shok. Ia tak ingin percaya, tapi itulah yang ia dengar."Kenapa diam saja?" tanya Helena di seberang sana yang mengembalikan Serena ke kesadarannya, sesaat setelah ia membeku.Serena tak menyangka akan mendengar suara Helena ketika menelepon Julien. Ia sangat terkejut saudarinya yang menjawab telepon pria itu."Mengapa kau?" Serena tak bisa berkata-kata banyak karena tenggorokannya tercekat."Sudah jelas, bukan? Ya, aku sedang bersama Julien. Yah, katakan saja ia sedang sibuk hingga tak bisa mengangkat telepon saat ini. Mengapa kau meneleponnya sepagi ini, Seren?""Apa katamu?" Mendengar jawaban Helena, Serena seketika mendidih. "Mengapa katamu? Aku saat ini sedang menelepon suamiku sendiri. Apakah harus ada alasan untuk itu? Harusnya aku yang bertanya, apa yang sedang kau lakukan di sana sepagi ini, Helen?"Ada tawa kecil yang terdengar sebelum Helena kembali berkata, "Kau p
Serena berjalan dengan mencengkeram erat lengan Gio yang mengamitnya. Gio sendiri menggenggam jemari Serena seolah ingin menguatkannya.Di depannya, Julien yang memasang wajah tenang sedang menatap mereka lekat-lekat seolah ingin menelannya bulat-bulat. Ia yang sebelumnya sedang berbincang dengan beberapa kolega, menegang setelah pasangan Gio dan Serena menghampirinya."Selamat malam, Tuan-Tuan," sapa Gio dengan senyum ramahnya ketika ia telah mendekat."Oh, Tuan Moreno junior! Anda telah datang," sambut pria tua di sebelah Julien yang sebelumnya berbincang dengannya. Ia terlihat begitu gembira dengan kedatangan Gio."Pesta yang sangat meriah, Tuan Kendrick," ucap Gio sambil menerima jabatan tangan sang tuan rumah."Hoho, aku telah menunggumu. Aku sengaja belum memulai acara utama pesta ini karenamu. Terima kasih kau mau menghadiri acara ini.""Sungguh kehormatan bagiku, Tuan. Aku juga ingin menyampaikan bahwa ayahku tak dapat menghadiri pestamu, Tuan. Dan untuk itu, aku ikut mewakili
"Braak!"Julien menghempaskan berkas-berkas dan alat tulis di atas meja ruang kerjanya ketika ia kembali dari pesta.Ia melepas dasi kupu-kupunya dan mengumpat kesal sebelum menjatuhkan dirinya di atas sofa empuk di ruangan tersebut. Ia yang menahan kekesalan dan juga kekhawatirannya sejak di pesta tadi akhirnya meledak setelah kembali ke kediamannya sendiri.Julien merasa frustasi dan tak dapat melakukan apa-apa ketika Serena pingsan di depan matanya. Ia bahkan harus merelakan pria berengsek itu menggendong istrinya."Bercerai? Beraninya kau meminta perceraian setelah mengkhianatiku, Serena," geram Julien.Ia kemudian bangkit dari duduknya dan menuju ke meja kerjanya. Dengan perasaan kesal, ia kemudian membuka laci mejanya dan meraih beberapa buah foto di dalamnya. Ia kembali mengumpat dan berteriak kesal sambil melemparkan foto-foto tersebut hingga berserakan di atas lantai.Dengan dada yang naik turun, Julien menatap lagi foto-foto itu. Matanya berkaca-kaca dan tenggorokannya seras
Setelah memutuskan mengikuti Gio ke Italia demi kesehatan kandungan dan mentalnya, Serena akhirnya bisa mendapatkan ketenangan. Ia bekerja dengan giat sebagai editor penanggung jawab utama di perusahaan penerbitan pria itu yang bernama Trinity Publishing.Gio juga membantunya dengan mempersiapkan tempat tinggal yang nyaman yang tak jauh dari perusahaan. Selain itu, pria itu juga menyiapkan pengacara untuk mengurus surat perceraian dengan Julien. Dan sejak surat perceraian dilayangkan, tepat ketika Serena melahirkan bayinya yang ternyata kembar, bertepatan dengan hari itu juga proses surat perceraiannya dengan Julien selesai. Mereka resmi bercerai.Walau begitu sedih, tapi Serena tak bisa berpaling dari tujuannya. Ia yang telah mencurahkan hidupnya untuk kedua putra-putrinya, kini semakin terpacu untuk membahagiakan mereka tanpa menoleh lagi ke masa lalu semenjak kedua bayinya lahir. Dan semua kemudahan yang ia lalui tak lepas dari bantuan Gio.Kemudian, tak terasa lima tahun telah ber
Saat Helena mengira ia telah berhasil melumpuhkan Julien dengan mengikat kedua tangan pria itu agar tak mengganggunya, saat itu ia mulai kembali melancarkan aksi liarnya. Ia masih menggarap bagian tubuh bawah Julien dengan begitu bernafsu menggunakan mulutnya.Tenaganya saat ini jauh lebih besar dari Julien yang setengah tak sadarkan diri dan begitu lemas tak berdaya. Akibat obat yang diberikan padanya itu, Julien merasa pusing, mual hebat, pandangan menjadi lebih buram, nyeri otot, dan ia merasakan hot flash atau rasa panas yang menjalar di seluruh tubuhnya. Peningkatan aliran darah yang melonjak drastis di area keperkasaannya pun membuatnya merasakan peningkatan sensitivitas, gairah, dan fungsi orgasme.Dalam keadaan tak berdaya tersebut, Julien tentu saja seperti telah dilumpuhkan. Dan ketiks Serena akan memaksa untuk melesakkan keperkasaan Julien ke dalam dirinya, saat itu juha tiba-tiba terdengar pintu kamar terbuka dengan keras."BRAK!"Helena terlonjak. Ia seketika tertegun kar
"Jadi, kau sudah berbaikan dengan ayahku, ya?" tanya Aiden pada Serena yang siang itu mendatangi ruangannya untuk memberikan sebuah bingkisan padanya."Apa ayahmu sudah bercerita?" balas Serena."Yah, begitulah. Ia menceritakan banyak hal termasuk semua yang ia tahan selama ini. Dan berkat itu, aku jadi tahu alasannya tak mencarimu ketika kau pergi. Ia tak ingin aku mengetahuinya karena aku bisa saja terbang ke sana untuk menemuimu dan menyeretmu kembali, begitu yang ia katakan."Serena tersenyum dan mengangguk kecil. "Ya, mungkin karena ia tahu bagaimana dirimu, jadi ia tak membuka hal itu. Tapi, kau telah menemaninya di saat-saat dirinya kesepian dan butuh seseorang. Aku tahu kau begitu sibuk, tapi kau tak meninggalkan ayahmu."Aiden mengembuskan napasnya. "Hanya ia yang kumiliki selain kakek dan nenekku, Seren. Tapi kini, selain dirinya aku juga memiliki kalian, adik-adik kembarku yang menggemaskan, juga kau. Kalian semua adalah keluargaku. Aku baru menyadari bahwa ayahku membutuhk
"Brak!"Serena mendongak seketika saat pintu ruang kerjanya terbuka keras kala ia sedang berfokus pada pekerjaannya. Ia melihat Helena masuk ke dalam kantornya dengan raut memburu yang kuat diikuti oleh sekretarisnya, Amel yang tergopoh-gopoh dan panik."Nyonya, Nona ini memaksa untuk masuk dan ...""Tak apa, Amel, keluarlah," jawab Serena menenangkan wanita itu. Setelah sekretarisnya undur diri, Helena mendekat dan berkacak pinggang di hadapannya."Apa yang telah kau lakukan?" hardiknya pada Serena.Serena meletakkan kaca mata bacanya dan menutup laptopnya untuk menatap Helena."Apa maksudmu?" tanyanya."Tak usah berlagak bodoh, dasar jal*ng!" umpat Helena. "Kau telah menghabiskan malam dengan Julien, bukan? Haruskah kuperjelas lagi peringatan yang pernah kukatakan padamu tempo lalu!? Jauhi dirimya dan jangan berani berbuat macam-macam di belakangku!"Serena hanya mengembuskan napasnya. Sebenarnya ia merasa malas untuk meladeni Helena hari ini karena pekerjaannya sudah begitu menumpu
"Ah, kau sudah kembali?" sapa pemilik penginapan saat melihat Julien masuk ke dalam penginapan dengan sebuah koper di tangannya.Pagi-pagi tadi ia sudah kembali ke area parkir mobil milik istrinya dan membawa kopernya yang kemarin tertinggal karena pertengkaran mereka, sementara Serena sendiri masih terlelap di kamar mereka."Ya, aku membawa koper milik istriku kembali. Sebenarnya ketika kami bertengkar kemarin, ia meninggalkannya di mobilnya di sekitar pertokoan."Pemilik penginapan itu tersenyum. "Aku bisa melihat itu. Dan kurasa, pagi ini kalian telah menyelesaikan pertengkaran kakian dengan baik, bukan? Mengingat betapa cerah dan bersemangatnya dirimu," lanjutnya sambil mengedipkan salah satu matanya seolah sedang menggoda Julien.Julien mengangguk dan tertawa kecil. "Anda benar," balasnya sedikit tersipu malu."Karena kami akan keluar siang nanti, kurasa aku akan menyelesaikan pembayaran sekarang, Nyonya. Terima kasih untuk pelayanan kamar yang begitu baik untuk kami yang kemarin
Paginya, Aiden dan Crystal saling berdiam diri ketika mereka berhadapan di depan meja makan. Ellie dan Bianca yang telah menyiapkan makanan pagi itu tampak sedikit heran dengan kecanggungan mereka."Aku tak mendengarmu datang semalam," ucap Aiden membuka pembicaraan."Ya, tentu saja, Anda sudah tertidur dengan si kembar ketika Nona Crystal datang, Tuan," timpal Ellie."Benar, kami bahkan tidak berani memindahkan mereka karena kami juga tidak ingin mengganggu istirahat Anda." Kali ini Bianca, putri Ellie ikut menimpali."Ya, Crystal yang sudah memindahkan mereka," jawab Aiden."Aku sudah memberitahumu melalui pesan singkat, bahkan meneleponmu ketika aku tiba. Dan saat Ellie memberitahu keberadaanmu, aku melihat kalian telah terlelap. Lalu ... aku memindahkan mereka."Crystal meneguk minumannya untuk menutupi kecanggungannya dan wajahnya yang memerah. Karena ia teringat lagi kejadian yang setelahnya terjadi setelah ia memindahkan si kembar. Ia yakin Aiden juga teringat hal yang sama kar
Dalam kebersamaan mereka, malam itu Julien dan Serena menghabiskan banyak waktu untuk saling berbicara dan mengungkapkan segala perasaan mereka dari hati ke hati. Satu demi satu semua kesalahpahaman terurai dengan baik. Tak ada lagi hal-hal yang saling mereka simpan.Julien menceritakan masa lalunya dan semua yang ia rasa Serena perlu mengetahuinya. Begitu juga sebaliknya. Akhirnya, Serena menceritakan juga keseluruhan tentangnya, keluarganya, kehidupannya, maupun tentang Helena sendiri."Lalu, mengapa kau tetap membantu keluargaku dan memberi Helena pekerjaan di perusahaanmu?" tanya Serena."Karena mereka adalah keluargamu," balas Julien yang membuat Serena tersentuh. "Saat itu, hanya satu yang kupikirkan. Jika aku tetap menjaga mereka dekat denganku, setidaknya aku tahu kapan kau akan kembali. Itulah yang kupikirkan sebelum aku mengetahui segalanya.""Lalu, setelah kau mengetahuinya, bukankah seharusnya kau sadar bahwa selama ini kami hanya memanfaatkanmu saja? Termasuk diriku."Ada
"Saat itu situasi kita benar-benar sudah tak dapat tertolong lagi, bukan? Saat aku tahu kondisimu dan bayi kita tak baik jika kita meneruskan hubungan itu, maka aku terpaksa membuat keputusan yang sulit itu.""Kau, tak akan dapat pulih dan menyelamatkan bayi kita jika terus berada di sisiku. Lingkungan dan orang-orang di sekitar kita yang menekanmu, tak akan baik bagimu. Terutama aku.""Bisakah kau tetap tenang jika bersamaku yang bermasalah? Aku akui, aku telah sangat melukaimu. Aku mungkin penyebab kerusakan mental dan kesehatanmu yang terbesar. Sejujurnya, aku sendiri takut. Ada beberapa hal yang selalu menghantuiku dan tak sanggup kuceritakan padamu."Julien menelan ludahnya karena tenggorokannya sekarang terasa tercekat. "Sayang, ada hal yang ingin kukatakan. Sebenarnya, aku bukanlah pria normal sehat seperti yang selama ini kau ketahui."Serena menatap lurus pada Julien yang tampak berusaha keras untuk memberinya penjelasan dan mengutarakan isi hatinya. Dan sejak Julien menyebut
"Kau sungguh tak masuk akal, aku benar-benar akan memesan satu kamar lagi jika kau ... akh!"Serena terpekik kecil ketika lengan kokoh Julien menahannya yang hendak bangkit dari ranjang. Ia terbaring sempurna di tempatnya semula setelah Julien menariknya."Julien, apa yang kau inginkan? Jangan berpikir untuk menyentuhku atau macam-macam denganku. Aku adalah kekasih pria lain dan ... mmmh!"Julien yang tak mendengarkan peringatan Serena, segera melayangkan ciuman tiba-tiba yang seketika membuat Serena tak berkutik."Omong kosong," lirih Julien di sela-sela lumatan dan belitan lidahnya yang ia gunakan untuk membungkam mulut Serena yang cerewet."Tak ada pria lain atau kekasih, karena akulah priamu."Julien yang tak sanggup lagi menahan kegemasan sekaligus kegeramannya pada Serena, akhirnya melayangkan juga ciuman panas yang telah ditahan-tahannya seharian ini dan telah menjadi mimpi-mimpi manisnya selama bertahun-tahun ini. "Ju ... Julien, aah ... hentikan, mmh."Desahan Serena yang me
Hari telah sore menjelang malam ketika mereka sampai di lokasi kedua. Serena masih banyak mengambil berbagai foto di tiap sudut yang menarik baginya. Selain mengumpulkan catatan dan foto-foto secara langsung, ia juga berkomunikasi dengan warga setempat mengenai hal-hal yang berkaitan dengan naskah yang sedang ia garap."Kau tahu kau juga bisa bertanya padaku, bukan? Aku cukup mengenal beberapa lokasi yang menarik bagimu. Aku pernah mengunjungi tempat-tempat ini sebelumnya. Bahkan, aku bisa menunjukkan di mana saja tempat-tempat terbaik jika kau ingin mendapatkan sudut di mana para tokoh dapat melihat matahari terbenam atau sejenisnya.""Suasana yang sesuai dengan perasaan mereka saat itu, akan bagus jika terbingkai di sudut area yang kumaksud. Dan kurasa kau juga akan menyukainya," ucap Julien."Benarkah? Di mana itu? Apakah kau menemukan spot terbaik itu ketika kau juga menjadi pendamping untuk penulis-penulismu? Terutama mungkin untuk penulis 'spesialmu', benar?" balas Serena sambil