Kepala Felix menggeleng tegas, "Aku mencintaimu Nicca. Aku sungguh jatuh cinta padamu."Felix meraih ujung jemari Veronica dan menggenggamnya sedikit kuat agar tidak bisa ditarik oleh istrinya, "Mungkin terdengar konyol bagimu, tapi aku benar-benar jatuh cinta sejak pertama kali melihatmu turun dari lantai atas restoran waktu itu.""Aku pikir hal itu adalah dendam tetapi jantungku berdebar hangat. Aku berusaha meyakinkan diriku untuk tidak terjatuh mencintai mangsaku ...ya, saat itu dirimu bagiku adalah mangsa, target dan orang yang ingin ku bunuh karena sudah membuatku kehilangan Ibuku ..."Felix mendesah, membuang napasnya ke samping, lalu menatap netra Veronica kembali yang tetap menunggu mendengarkan dengan wajah datar, tetapi sebenarnya sudut bibirnya tersenyum masam."Aku hanya mencari pembenaran atas rasa sakit dan kehilanganku. Tapi juga bukan kebetulan dirmu dilindungi oleh Ibuku ketika kejadian tragedi itu." Felix kembali
"Ehmm ...Ahh!" Freyaa bergumam dengan wajah puas dan kelopak matanya yang terpejam tiba-tiba terbuka terbeliak kaget."Untung pakai pampers, kikikik ...!" gadis kecil itu terkikik geli tanpa sadar, beringsut naik lalu mengangkat wajahnya tepat berada di depan wajah Zeze."Zee, aku baru saja mengompol." bisik Freyaa seraya memperhatikan wajah, kelopak mata, serta permukaan kulit saudarinya yang mulus dan bersih.Tiba-tiba sesuatu menjalar ke sela paha Freyaa, sebuah tangan."Zeeeee ...!" Freyaa terpekik terkejut tetapi ia semakin naik menduduki perut Zeze, tak peduli pampersnya yang sudah penuh berisi air seni.Freyaa menelungkup, membuka paksa kelopak mata Zeze yang tertutup dan ia semakin berteriak histeris juga tertawa tergelak bersamaan, melihat bola mata biru saudarinya bergerak-gerak."Zeeee!! Zeze-ku sudah bangun! Hak hak hak ..." Freyaa tertawa gembira hingga tubuh montoknya berguncang-guncang di atas per
Denyut kehidupan yang ceria dan riang menyemarakkan kediaman Johnson. Setiap wajah semua orang memperlihatkan senyum bahagia sejak Zeze siuman. Hanya Zetha, Luciano, Simon dan Jonathan yang berusaha menyembunyikan kekuatiran di dalam diri mereka. Zeze siuman, tetapi organ vital dalam tubuhnya entah sampai kapan kuat bertahan. Waktu mereka untuk mendapatkan pendonor semakin kritis. Empat orang pria yang sebelumnya hampir sekarat mengantarkan tanaman guna diekstrak menjadi ramuan anti racun untuk Zeze, sudah mulai membaik, namun masih membutuhkan perawatan dari team medis. Luca mengumumkan, "Walaupun kalian terlambat, tapi berhasil menyelamatkan hidup keponakanku. Hadiah tetap diberikan, lalu Megan akan memberikan kunci rumah dan mentransfer dana, termasuk biaya transportasi kalian sampai datang kemari." "Terima kasih, Bos." pria yang memimpin dan melapor saat baru tiba, menjawab perkataan Luca. Pria itu menoleh pada rekan-rekannya yang terbaring di sebelah, lalu memandang Luca kem
Cuaca sedang cerah, salju turun sedikit seperti bunga dandelion yang berterbangan. Siapapun yang melihat salju seperti ini akan merasa hangat, penuh cinta dan harapan layaknya bunga dandelion yang sering dijadikan simbol untuk keinginan, harapan, dan impian.Bibir Zeze merekahkan senyuman lebar, meloncat berputar-putar di udara dengan tongkat kayu pada tangan berlawanan dengan Luca yang bersemangat ingin tahu kemampuan beladiri keponakannya sudah sejauh mana berkembang. "Paman ...aku melihat adegan ini di mimpiku!" Zeze berseru, baru saja memukul batang pohon ke arah Luca dan paman tampannya itu dibasahi bunga-bunga salju lebih banyak dari ranting pohon. "Apa yang kau lihat?" Luca bertanya mengejar Zeze. Zeze turun untuk mencari pijakan kakinya yang mendarat pada bahu Arkada, mengaitkan ujung jemari kaki telanjangnya ke tengkuk Arkada, kemudian menurunkan kepala ke tanah dan mendarat dengan kedua tangan. Luca bergegas menghampiri Zeze, menarik cepat pinggang keponakannya. Ia kuatir
Tidak jauh dari posisi Zetha, Michele berdiri berpegangan pada teralis jendela, terus memperhatikan 'pertunjukan' tarian tongkat kayu Luca dan Zeze. "Kakimu bisa cepat pegal, duduklah." Megan membawakan kursi untuk Michele duduk. "Megan ..." Michele mendudukkan dirinya hati-hati pada kursi dan lengannya dipegangi Megan. "Kau bilang mereka tidak mau menerima hadiah dari Luca ...apakah ada diantara mereka yang memiliki golongan darah cocok dengan Zee?" tanya Michele tanpa memalingkan wajahnya dari Luca dan Zeze di halaman yang sengaja memprovokasi Arkada agar semakin menggigil ketakutan. “Untuk donor organ, tidak bisa hanya dari golongan darah yang cocok, Kakak Ipar. Tapi harus memperhatikan hal lainnya dan memastikannya cocok dengan Zee. Simon dan Sister Zetha sangat paham hal ini, saya kurang mengerti.” “Dunia Luca akan gelap dan ia bisa kehilangan dirinya jika terjadi sesuatu pada Zee. Kau dan aku tak akan bisa membantunya keluar dari kegelapan itu.” ucap Michele sangat pelan. M
Setelah punggung Knox semakin menjauh tanpa satu kalipun menoleh ke belakang, Zeze segera pergi naik ke kamarnya dengan memanjat balkon dan mencongkel jendela. Kemudian mandi berendam air hangat di jacuzzi dengan sabun berbusa banyak juga sangat wangi. "Kau baik-baik aja? Boleh aku masuk?" Freyaa baru saja membuka pintu kamar mandi, bertanya pada Zeze yang menidurkan kepalanya pada tepian jacuzzi. "Kemarilah, temani aku berendam." Gegas Freyaa melucuti pakaiannya lalu masuk ke dalam jacuzzi dengan wajah riang memandang Zeze. "Paman Felix dan Paman Luca mengkuatirkanmu yang tiba-tiba menghilang. Mumma dan Didi juga ..." Zeze merengkuh pundak Freyaa, mengguyurnya dengan air berbusa sabun kemudian memijatnya pelan. "Tubuhku pegal, nanti gantian pijat aku, mau?" Zeze mengalihkan pembicaraan dan fokus Freyaa yang langsung mengangguk dan tertawa lebar tanpa suara. "Aku tidak pegal, berbaliklah, akan ku pijat punggungmu." Zeze memberikan kecupan cepat ke puncak bibir Freyaa, lalu sege
Melihat Zeze membawa Freyaa di punggungnya, turun ke ruang tengah keluarga, semuanya langsung bernapas lega. Felix langsung menghampiri Zeze, meraih Freyaa yang tertawa ceria di punggung keponakannya itu, lalu menatap Zeze, "Kau baik-baik aja?"Zeze mengangguk cepat, "Uhm, aku baik-baik aja. Maaf, tadi perutku mulas jadi langsung pergi ke kamar."Felix tersenyum tipis, membelai pipi Zeze yang kemerahan ranum sehabis berendam, "Kau bohong pun, paman akan tetap percaya. Yang penting kau baik-baik aja, itu sudah cukup." Zeze berusaha menahan dirinya untuk tidak gugup, memindai sekelilingnya, memandang Zetha yang mengunci tatapan padanya, tetapi sebelum Zeze meghampiri Mumma cantknya, Luca sudah melangkah lebar langsung memeluknya. "Kemana kau pergi? Apakah kau sudah mengucapkan kata perpisahan dengan Knox?" bisik Luca sangat pelan di telinga Zeze yang ia dekap erat, tak bisa melepaskan diri. "Uhm. Aku bertemu dengannya di depan tadi." Zeze tahu tidak ada gunanya berbohong pada pamanny
Felix membaringkan tubuh Veronica dengan hati-hati di atas ranjang, lalu ia pun turut berbaring menyamping, menumpukan lengan menyangga kepala menghadap istrinya itu. Setelah pembicaraan di sofa tadi, Veronica digendong Felix ke atas ranjang dan sekarang mereka saling berdiam diri tanpa ada kata yang terucap. Hanya mata Felix yang tersenyum lembut memandangi wajah Veronica juga menggerakkan ujung jemari telunjuknya membelai bibir dan leher Veronica. "Bicaralah, kenapa kau diam?" Veronica sedikit merasa canggung diperhatikan dan sedikit aneh karena biasanya Felix akan membabi buta mencumbunya jika ia sudah memberikan 'lampu hijau'. Atau apakah Felix benar-benar memiliki wanita lain di luar? Pikiran Veronica menjadi lebih liar, membayangkan punggung suaminya bergerak di atas tubuh wanita lain. Dengan cepat Veronica menggelengkan kepalanya, lalu menoleh pada Felix. "Apa yang kau pikirkan? Kenapa menggeleng?" Felix mendekatkan wajahnya ke samping pelipis dan berbisik di daun telinga
"Hai, tadi kau tak ada di makan malam. Kau baik-baik aja?" Luca membawa nampan berisi makanan ke dalam kamar Jonathan dimana Zeze sedang duduk sendiri pada sofa. Luca menjentikkan jemarinya dan ruangan kamar Jonathan yang sebelumnya gelap, hanya mendapat terang dari lampu teras, kini menyala dengan cahaya redup. Zeze bergeming dari pandangannya menatap keluar jendela, duduk dengan menumpu memeluk kedua lututnya di sofa. Setelah meletakkan nampan di atas meja, Luca menghenyakkan tubuhnya duduk pada samping Zeze. Lalu meraih samping kepala keponakannya itu untuk ia sandarkan ke depan dada. "Apakah ada masalah dengan Pierre? Kau ingin berubah pikiran? Belum terlambat jika kau ingin membatalkannya meskipun esok Marcio dan Anne secara resmi datang melamarmu untuk Pierre." "Aku rindu Papa juga Mommy Cella dan Daddy Michael." lirih Zeze hampir seperti desahan. "Paman juga rindu. Kita semua rindu Papa dan Mommy juga Daddy." Luca melingkarkan lengannya ke depan dada Zeze, memeluk keponaka
Senyum di bibir Pierre semakin merekah lebar, kepalanya mengangguk beberapa kali, lalu seutas tali bening sangat tipis terentang diantara jemari kedua tangannya. "Aku bekerja untuk mereka? Yayasan sosial penderita ODHA, hem?" cetus Pierre sembari menaikkan kedua alis tebalnya dan menatap lekat ke netra pria di depannya yang balas menyeringaikan senyuman sinis. Tanpa jawaban dari Mister Walikota, Pierre sudah bisa menduga siapa 'mereka' yang pria tua itu maksud. "Jika Anda memang benar mengenalku, Anda pastinya tahu apa yang bisa ku lakukan dengan tali ini bukan?" Dari tempat tersembunyi, Zeze bisa mendengarkan pembicaraan Pierre dengan Mister Walikota di dalam ruangan. Pengaruh hipnotis Zeze pada kedua orang penjaga yang ada depan pintu ruangan private Mister Walikota masih belum hilang. "Kau tak akan membunuhku, aku tau itu." ucap Mister Walikota sangat percaya diri. Pierre mendengkuskan tawa rendah, "Jika begitu, Anda tidak akan tetap berada di sini bukan?" Pierre bangkit berd
Pelayan baru saja keluar dari ruangan private tempat Mister Walikota, ketika Zeze mengintip dari kejauhan. Di depan pintu ruangan private Mister Walikota berdiri tegak dua orang penjaga bertubuh besar seperti tukang pukul dan Zeze menduga jika sang Walikota sedang ada janji temu dengan seseorang di dalam ruangannya. Zeze mengedarkan pandangannya ke sekeliling, memeriksa titik-titik kamera CCTV terpasang dalam ruangan restoran dan ia menemukan jika ruangan tempat Mister Walikota berada, terhalang pilar besar. "Menarik!" gumam Zeze menyunggingkan senyuman tipis sangat sinis. Tepat ketika Zeze hendak bergerak pergi menuju ruangan sang Walikota, tiba-tiba pergelangan tangannya dicekal kuat. "Libatkan aku." bisik Pierre lembut, sudah menarik pinggang ramping Zeze dengan lengannya yang lain. "Aku sudah lama tidak olah tubuh, sedikit peregangan sepertinya menyenangkan." lanjut Pierre, kini berkata di depan wajah Zeze yang sedikit terdongak dengan bibir merekah menggoda dan sinar matany
Bertahun-tahun Pierre menutup diri serta menjaga jarak dari para wanita yang mendekatinya, tetapi kini benteng pertahanannya benar-benar hancur di hadapan Zeze yang blak-blakan, sangat ekspresif juga membuat jantungnya menggelepar riang hendak meloncat keluar. "Wajah Daddy Pierre memerah, apakah Daddy juga terangsang sama sepertiku?" Zeze membelai rahang berbulu maskulin Pierre, lalu mengecup sangat lembut daun telinga tunangannya itu yang bisa ia rasakan sedikit tersentak dan pelukan lengan Pierre semakin posesif menahan pinggangnya. "Jangan menggoda lagi. Aku benar-benar bisa membawamu ke hotel, Baby." Pierre berkata seakan seperti desahan ke depan wajah Zeze, lalu mengecup serta menggigit gemas bibir gadis mudanya itu. "Aku tak keberatan ..." Pierre langsung melumat gemas bibir Zeze yang akhirnya tak bisa melanjutkan perkataannya. Pasangan itu saling memagut, meluahkan semua rasa yang mengganjal di dalam hati dengan ciuman hingga akhirnya terlepas karena pernapasan semakin
"Kau baik-baik aja?" Felix menghampiri Zeze yang berdiri di teras, melihat pemandangan lautan luas dari jauh, terlihat berkilau seperti karpet berlian terkena sinar terik matahari menjelang siang. "Paman ..." Zeze menoleh dan memberikan senyuman tipis pada Felix. "Mari duduk, kau baru siuman. Kakimu pasti lelah." Felix meraih pundak Zeze, mengajaknya duduk pada sofa di belakang mereka. "Mungkin karena di tubuhku mengalir darah serigala, jadi pemulihannya sangat cepat. Kakiku tidak apa-apa, tidak ada kaku atau stress syaraf."Dimitri sudah melakukan pemeriksaan menyeluruh pada Zeze dan tak menemukan satu pun keluhan pada tubuh gadis muda yang baru siuman setelah sepuluh hari tertidur tersebut. Zeze bangun dan beraktifitas layaknya orang normal yang tak pernah tertidur berhari-hari. Hal yang paling menggembirakan adalah pertumbuhan racun dalam darah Zeze seolah terhenti begitu saja.Anne memang tak menyebutkan jenis campuran pada ramuan yang dibantu Dimitri suntikkan ke pembuluh dar
Sekarang giliran tubuh Zetha yang berguncang hebat mendengar cerita Zeze di alam kabut mimpi. "A-apakah mereka semua baik-baik aja? A-apakah mereka bahagia?" cicit Zetha berurai airmata yang kini Zeze balas memeluk pundak Mumma cantiknya itu dan mengecup kelopak matanya sangat lembut. Seperti tindakan Jonathan sewaktu Zetha kecil jika menenangkan putrinya itu ketika menangis sedih. Pun Michael melakukan hal yang sama dahulunya pada Zetha. Dua orang kesayangan yang jiwa mereka telah melebur menjadi satu di alam kabut mimpi Zeze."Mereka semuanya baik dan bahagia." jawab Zeze pelan dan ia teringat kelembutan juga sikap Michael dan Marcella yang sangat memanjakannya. Zeze tak menceritakan pada Mummanya jika jiwa Jonathan dan Michael menyatu di alam keabadian. "Apakah Papa dan Daddy sudah menyatu?" Zetha malah bertanya hal yang disembunyikan oleh Zeze. Zeze merenggangkan pelukannya, menatap lekat ke netra Zetha, lalu menganggukkan kepala, "Ya. Aku melihat Papa dan Daddy menjadi satu.
Tubuh Zeze semakin gemetar menangis terisak-isak di pelukan Zetha, ia teringat saat terjun ke dalam laut beberapa menit lalu, merasakan ada kekuatan sangat besar mendorong tubuhnya naik ke permukaan yang kemudian ombak menghempaskannya tapi tubuhnya mendarat dengan sangat lembut di batuan karang. "A-aku membunuh Papa ...a-aku bukan manusia lagi, please Mum, bunuh aku." cicit Zeze pilu di pelukan Zetha. Zetha semakin mengeratkan pelukannya ke Zeze dan serigala di sebelahnya. Zetha kedinginan, tetapi ada kehangatan yang mengaliri dirinya dari tubuh Zeze dan Blacky-serigala hitam. "Kau tak membunuh Papa, Sayang. Mari pulang dulu, Mumma akan jelaskan semuanya ...tubuh Mumma dingin di sini ..." gigi Zetha bahkan bergemelatukan saat ia berbicara karena suhu udara memang sangat dingin, apalagi masih di musim dingin hendak memasuki awal musim semi. Menyadari Mummanya kedinginan, Zeze segera memeluk pinggang Zetha, lalu dengan tangkas ia membawa wanita yang telah melahirkannya itu berusaha
Tanpa menunggu Zetha dan Sarah menjawab, Zeze telah menghilang seperti kelebatan angin pergi keluar dari ruangan menuju kamar tidur Jonathan. "Papa ..." Zeze merasakan jantungnya berhenti berdebar, tenggorokan tercekat dan udara di sekitarnya seolah tak bertiup, dimana ia hanya bisa mencium samar aroma dari tubuh Jonathan di seantero kamar tidur kakeknya tersebut. Di kamar Zeze, Zetha turut berlari mengejar, sehingga Sarah hanya mampu menggelengkan kepala pada para lelaki di ruangan tamu kamar yang sebelumnya sama-sama merasakan hembusan angin lembut melewati mereka saat Zeze pergi keluar secepat kilat. "Zeze ...mencari Jonathan." ucap Sarah yang bahunya segera di peluk Dimitri, mengajaknya duduk pada sofa. Freyaa semakin menyusupkan wajah ke ceruk leher Luciano yang juga semakin memeluk tubuh bergetar putrinya tersebut karena kembali terisak menangis. Simon dan Pierre gegas menyusul Zetha yang gagal menemukan Zeze dalam ruangan tidur Jonathan. "Mum, biarkan kami yang mencari Ze
Malam begitu sangat hening, hanya terdengar suara deburan ombak yang bagaikan musik alami dari kejauhan.Biasanya akan selalu ada orang berjaga dalam kamar Zeze dan malam ini Simon bersama Pierre di sana sementara Freyaa tidur di sebelah Zeze di atas ranjang. Namun entah kenapa, semakin malam, Pierre dan Simon tak bisa menahan kantuk yang datang tiba-tiba seiring malam semakin bertambah sunyi. Bukan hanya Simon dan Pierre yang terlelap pulas, Zetha dan Luciano yang terbiasa bangun di sepertiga malam untuk berdoa pun nyenyak dalam tidur. Bahkan bayi Lula sama sekali tidak terbangun untuk menyusu atau rewel karena pampersnya penuh. Begitu juga dua ekor serigala di kandang samping kediaman Salvatore, ikut merasakan angin kedamaian, membuat mereka sangat tenang. **Bahu Freyaa berguncang, menahan isak tangis tapi airmatanya mengalir turun ke wajah Zeze yang ia peluk erat di pangkuan. "Freyaa ..." Zeze bergumam, membuka kelopak mata, menatap Freyaa yang memeluk kepalanya sambil menangi