Kabar hilangnya Karin, sebagai pengantin Katon, tentu membuat heboh seluruh penduduk di negeri bangsawan iblis. Apalagi muncul rumor mengenai hilangnya Karin yang diduga berselingkuh dengan salah satu anggota keluarga Damon. Rumor ini menjadi buah bibir dimana pun, semua orang tak henti membicarakan hilangnya Karin, bahkan mereka juga teringat akan duel besar yang terjadi antara keluarga Bagaskara dan Damon yang terjadi sekitar 15 tahun yang lalu. Persamaan hilangnya Karin dengan duel besar itu adalah ada dua keluarga kasta tertinggi yang terlibat, yaitu Bagaskara dan Damon. Serta melibatkan pengantin masing-masing keluarga. Begitu juga di sekolah Sofia, semua orang tak hentinya membicarakan kasus hilangnya Karin ini karena sudah dua hari Karin tak juga ditemukan. Bahkan Stefani dengan kejam juga menyebar rumor jika Karin telah mati bunuh diri, karena malu perselingkuhannya terbongkar oleh keluarga Bagaskara. Erna yang mengetahui hal ini tak bisa tinggal diam. Dia adalah satu diantara
"Biar aku yang mengeluarkan Karin dari sana," tawar Erna, membuat terkejut semua orang yang berada di dalam ruangan itu."Maksudmu apa? Kamu nggak akan bisa selamat di sana!" seru Aldo. "Aku tahu," Erna mengepalkan kedua tangannya. "Tapi kalian tak akan bisa menemukan Karin. Karena ... Hendery pasti menutupi keberadaannya, kecuali dariku,""Di sana sangat berbahaya, apalagi untukmu yang tak memiliki pelindung maupun seorang suami," Kali ini giliran James yang bicara.Erna lipat bibirnya. "Tapi ... " Dia sengaja memutus ucapannya sambil menimbang perlukah dia utarakan semuanya. Namun sudah kepalang tanggung, dia sudah setengah jalan dan Katon pasti sudah tahu apa yang dia pikirkan."Semua salahku," ucap Erna singkat. "Harusnya aku tidak menjebak Karin untuk menemui Hendery. Aku tak menyangka dia akan menculik Karin hingga hari ini,"Semua hanya terdiam mendengar ungkapan Erna. Meski apa yang dilakukan Erna salah, namun tak ada yang berani berkomentar apapun. Bahkan Katon memilih diam,
Erna terus berjalan masuk ke dalam hutan, makin lama makin putus asa karena tata letak hutan itu telah berubah jauh tak seperti saat pertama kali dia masuk untuk menyelamatkan Karin. Mungkin Hendery sengaja membuat semua orang bingung dan tak bisa menemukan keberadaannya. Tapi Erna tak gentar. Tak ada yang bisa membuat seorang Erna Wijaya, gadis yang dicampakkan ini mundur. Erna selalu menertawai setiap kesialan yang terjadi dalam hidupnya, bahkan ketika dia tahu fakta tentang dirinya sebagai calon pengantin bangsawan iblis. Meski tak sebrutal Karin, para lelaki manusia Alfansa tetap saja mengejar Erna sampai mabuk kepayang.Maka ketika dia dicampakkan untuk pertama kalinya, Erna terkesima. Bukan sedih atau marah, tapi dia merasakan sebuah perasaan aneh yang membuatnya kagum. Pertama kali dalam hidup dia tahu rasanya tak diinginkan, dan itulah mengapa dia selalu menertawai nasib buruknya.Haluannya yang berputar arah, dari yang semula iri pada Karin dan menjebaknya, sekarang berganti i
Karin perlahan membuka matanya ketika dia melihat atap putih dan tiang infus di samping kirinya. Kepalanya terasa masih sakit, berdenyut-denyut namun meski tubuhnya masih lemas, dia sedikit punya kekuatan untuk sekedar menggerakkan matanya menelusuri sekeliling. Tampak James yang duduk di samping kanan Karin dengan raut khawatir. Lalu di belakang James berdiri Rama yang memakai seragam putih khas dokter, tersenyum memandangnya."Akhirnya kau bangun juga," gumam James.Rama segera memeriksa denyut nadi dan tubuh Karin, lalu memerintahkan seorang perawat untuk mengganti tabung infus yang mulai habis."Mana Katon?" Kata pertama yang diucapkan Karin membuat James dan Rama saling pandang lalu tersenyum. "Dia akan segera ke sini," jawab James.Setelah selesai memeriksa, Rama pamit pergi karena masih banyak pasien yang harus dia periksa. Maka sekarang hanya ada James dan Karin, yang saling pandang. James menggenggam tangan kanan Karin, mengelusnya lembut."Ada satu hal yang belum pernah kuce
Karin hancur sehancurnya setelah mendengar cerita lengkap mengenai kisah hidup ayahnya dari James. Selama ini yang dia kira dialah dan keluarganya yang menjadi korban atas segala hal yang terjadi pada Karin. Namun bak mendapat efek kejutan, Karin baru tahu jika Laksita, demi keegoisan akan cinta, memilih untuk menghancurkan hidup semua orang. "Aku lelah, James. Aku ingin tidur," Kepala Karin sakit, tubuhnya kembali melemah. Maka James yang diliputi perasaan bersalah segera mengatur ranjang Karin supaya dia bisa telentang nyaman. James juga menyelimuti tubuh Karin dengan rapi serta tak lupa memeriksa selang infusnya. "Maafkan aku," ucap James menyesal. "Kuharap kita akan terus bersama, dan aku tak sabar melihatmu abadi sepertiku," James mengecup kening Karin lalu membalik badan hendak pergi, sebelum tahu bahwa Katon telah berdiri di ambang pintu. James spontan menundukkan badannya. Suami Karin itu berjalan pelan masuk ke dalam kamar dan dengan isyarat mata, dia menyuruh James untuk m
James berusaha mengikuti langkah kaki panjang milik Katon, karena tuannya itu tak mau sedikit saja lebih melambatkan langkahnya. James berkali-kali menggosok punggung tangannya, pertanda dia sedang cemas. James tahu Katon sedang tak ingin mendengarkan apapun jenis bujukan yang membuatnya harus menghentikan upayanya untuk membunuh Hendery. Ini bukanlah kali pertama Katon dan Hendery berduel, meski alasan sebelumnya hanyalah alasan sepele, dimana Katon cukup menggunakan separuh kekuatannya untuk menghempaskan Hendery. Tapi untuk kali ini, James sangat tahu jika Katon benar-benar telah marah. Pedang milik Katon sesekali muncul, menyilaukan mata James. Dan pedang yang tersimpan rapi di punggung bangsawan iblis itu tak akan muncul begitu saja, kecuali pemiliknya sedang dalam kondisi sangat ingin membunuh."Tuan, Tuan Katon ingin pergi kemana?" tanya James takut.Katon tetap tak memperlambat laju kakinya, namun hanya melirik James sekilas. "Aku harus pulang mengasah pedangku. Hari ini aku a
"Kau sudah siap mati?" tukas Katon saat Hendery berdiri beberapa puluh meter di depannya.Hendery tertawa sekilas. "Kau yakin aku yang mati?""Kau tahu kau tak akan pernah bisa menang melawanku," Katon memegang pedang yang sudah menancap di sisi kanannya. "Sudah berapa kali kau melawanku dan berakhir gagal? Dan kali ini kau menggunakan istriku. Kau iblis paling pengecut yang pernah kutahu,""Istrimu?" Hendery kali ini semakin melepaskan tawanya tanpa sungkan. "Kenapa kau sebut gadis yang tak pernah kau sentuh sebagai istrimu?"Katon mulai melepas pedangnya yang menancap di tanah. Sedangkan Hendery justru asyik memainkan belatinya."Lihat aku, aku bahkan tak perlu sampai mengeluarkan pedangku untuk melawanmu," pongah Hendery. "Aku bisa menghabisimu hanya dengan belati kecil ini," Dia menunjukkan belati itu pada Katon dengan bangga."Pedangmu tak akan bisa keluar," timpal Katon cepat. "Karena kau tak punya seorang pun untuk dicintai atau mencintaimu. Kau hanyalah seorang iblis yang tak
"Katon!!!" teriak Stefani histeris saat tahu perut Katon telah tertusuk belati milik Hendery. Namun James segera menarik tubuh Stefani agar perempuan itu tak terkena mantra pagar pembatas yang telah dibuat Katon."Kau mau mati?!" seru James. Stefani sekuat tenaga melepaskan tubuhnya dari James."Lepaskan aku, James! Kau tak tahu belati itu belati mematikan milik Hendery?" Stefani meronta.Hendery memandangi Stefani yang tampak sangat panik dengan senyuman puas. Darah tak berhenti mengalir dari jantungnya, namun seperti mantra yang telah diucapkan Katon, Hendery memiliki waktu satu jam untuk akhirnya mati kehabisan darah."Aku tak akan mati sendirian kali ini," ucapnya dengan mulut penuh darah.Katon merintih memegangi perutnya. "Jadi ini alasan kenapa kau sangat membanggakan belatimu. Sungguh perangai keluarga Damon yang licik,"Hendery tertawa menggelegar. "Setidaknya kami menggunakan otak untuk membunuh musuh. Tidak sepertimu yang hanya mengandalkan kemampuanmu saja,""Memang kau ta
Segalanya telah berubah. Dan harus berubah. Karin tak perlu diingatkan akan hal itu, karena dia cukup tahu diri. Segala kengerian yang terjadi dua hari yang lalu, membuatnya sadar jika hidupnya tak akan pernah tenang di sini. Menjadi pengantin bangsawan iblis tertinggi memang bukan pilihannya, namun Karin tahu, dia tak bisa menghindari takdirnya sendiri.Dan hari ini adalah hari terakhir baginya. Bukan hari terakhir untuk hidup, tapi hari terakhirnya untuk belajar di sekolah Sofia, karena Katon tak ingin hal mengerikan itu terjadi lagi, meski Stefani kini sudah menghilang selamanya.“Aku janji, aku tidak lama,” Karin mengacungkan jari kelingkingnya.Katon tampak menolak. “Aku tetap harus ikut,”“Aku harus menyerahkan surat ini pada kepala sekolah,”“Ya. Dan aku ikut,”“Tak perlu, Katon,”“Kenapa?” tanya Katon curiga. “Apa kamu mau menemui seseorang lagi?”Karin buru-buru menggeleng. Namun dia juga tak hendak menjawab. Ekspresinya kikuk, nampak bingung menyusun kata-kata.Katon pun men
“Siapapun yang menyakiti Erna, akan mati malam ini … “ Ancaman Hendery tak perlu digaungkan dua kali, karena dalam satu helaan nafasnya yang menderu dan murka itu saja, sudah membuat ciut nyali siapapun yang mendengar.Salah seorang siswi telah menjadi korban, kini terkulai mati kaku dengan luka tusukan belati di jantung. Semua mulai mundur. Kemudian Hendery melempar kembali belatinya ke siswi lain, yang dari pikirannya bisa Hendery baca, jika dia menjadi salah satu yang merundung Erna.Dua orang mati begitu saja, tanpa mengucapkan kalimat terakhir, atau setidaknya mohon pengampunan. Sementara tubuh Erna sudah babak belur dipukuli, tapi Hendery justru melirik Erna sekilas, dan mulai sibuk dengan aksinya sendiri.Di sisi lain, Karin yang lemas dan kedinginan mulai meringkuk menghangatkan tubuhnya ke dalam dekapan Katon, yang seakan enggan untuk melepas pelukan.“Maafkan aku, karena tak bisa melindungimu,” Katon tampak amat menyesal, sekali lagi mengelus rambut Karin dan makin memelukny
“Berhenti menghasutku!! Aku tidak akan luluh kali ini,” sergah Erna, kesal luar biasa setelah mendengar pengakuan Hendery.“Kapan aku pernah menghasutmu? Kamu sendiri yang bersedia menolong Karin di hutan terlarang,” Hendery balik bertanya. “Aku memberitahumu, karena jika sampai Katon tahu ini semua ulahmu, dia tak akan membiarkanmu hidup,”“Memang aku sebentar lagi mati,” dalih Erna, sama sekali tak terpengaruh. Klik! Dia memutus sambungan, tak peduli jika Hendery masih punya seribu topik yang ingin dia pakai untuk membujuk Erna agar berhenti. Tapi satu hal yang pasti, ketika Erna mengarahkan matanya ke tempat Karin, temannya itu sudah tak ada di tempat. Justru Tanya tiba-tiba muncul dengan raut puas di depan Erna.“Harus kuakui, ternyata kamu ada gunanya juga,” komentar Tanya, tersenyum licik sekaligus meremehkan.“Dimana Karin?”“Justru itu aku ke sini karena ingin mengajakmu menemuinya,” sahut Tanya, lalu mencondongkan tubuhnya ke depan telinga Erna. “Stefani sudah memasang segel
“Er, Erna!” panggil Aldo, hendak berlari menghampiri Erna, sebelum gadis itu berlari sekencang kilat.Kini Aldo telah sampai di dekat Tanya. Tatapan matanya mendelik, penuh murka.“Apa yang sudah kamu katakan padanya?” hardik Aldo.Tanya gelagapan. “Aku hanya bicara jujur,”“Bukan hakmu untuk mengatakan padanya,” cela Aldo. “Kalau sampai terjadi apa-apa pada Karin, kamu yang akan kukejar lebih dulu,” Ancaman Aldo yang tak pernah peduli pada gosip apapun di sekolah, membuat Tanya sedikit gentar. Bahkan setelah menjadi pelindung Karin, Aldo tak pernah marah pada siapapun.***Brakk!!Erna menendang, membanting dan merusak apapun di depannya. Dia meraung, berteriak, tak peduli menjadi bahan tontonan teman-teman sekelas Edo. Sementara Edo, lelaki itu duduk diam dan pasrah di bangkunya sendiri, tak berkutik meski bangku-bangku di sekitarnya telah roboh oleh amukan Erna.“Kenapa? Hah! Kenapa harus Karin?” teriak Erna. “Dia istri petinggi di sini, dan dia SAHABATKU,” Erna menjerit, meronta m
Erna memutuskan untuk tak masuk ke sekolah keesokan harinya, karena kondisinya yang masih penuh luka dan tak tahan jika harus mendengarkan gosip serta cemoohan dari para siswi, karena berita perkelahiannya dengan Stefani telah tersebar luas ke seluruh penjuru sekolah Sofia.Setelah disembuhkan oleh Hendery, meskipun lukanya telah menutup dan tak mengalami pendarahan, namun bekasnya tetap saja belum mengering seratus persen, sehingga dia harus membalut kedua lengannya dengan perban. Erna tak ingin memberi bahan bagi para siswi tukang gosip di sekolah, dengan kemunculannya. Maka dia memilih untuk istirahat di dalam kamar, untuk sehari saja.“Er, boleh aku masuk?” Erna sampai hampir melompat, karena tak percaya telah mendengar suara Karin, begitu jelas dari balik pintu kamarnya. Dia lalu balik berteriak, meminta Karin untuk masuk karena tidak dikunci. Maka Karin pun segera membuka pintu, muncul dengan raut khawatir bersama Aldo di belakangnya.“Kukira kamu sendirian, Rin,” ujar Erna, se
“Kenapa dia harus salah paham?” Wajah Hendery mulai tak enak setelah mendengar ucapan Erna.“Sekarang kami berkencan, sesuai rencana awal kita,” jelas Erna. “Kamu tahu sisa waktuku hanya 5 bulan lagi. Aku tak bisa menyia-nyiakan kesempatan ini,”Hendery melipat tangan ke depan dada, berjalan perlahan mendekati Erna.“Dan kenapa dia harus salah paham?” ulang Hendery. “Tak ada yang terjadi pada kita, kan?”Erna mengangguk cepat. Dia kira, Hendery akan menolak karena tak ingin hubungannya dengan Erna merenggang, tapi ternyata, itu semua hanya dalam kepala Erna. Hendery sama sekali tak peduli.***Karin mulai gerah dengan tatapan orang-orang di sekitarnya, yang terus saja menatap tajam ke arah Karin, kapanpun mereka ada kesempatan. Hari ini, Aldo dan Rama sengaja tak datang untuk menjaga Karin, karena Karin merasa sedikit tidak nyaman dengan pengawasan dua orang itu. Belajar dari pengalaman Erna, Karin tak ingin ada orang lain lagi yang iri padanya hanya karena dia memiliki dua bangsawan
Tanya mendorong tubuh Erna sekerasnya, melampiaskan kemarahan dan rasa iri yang menyelimuti seluruh isi kepalanya. Teman-temannya yang lain bahkan ikut membantu Tanya memegangi kedua tangan Erna, supaya gadis itu tak bisa banyak bergerak. Meskipun Erna meronta dan berteriak brutal, dia tak cukup kuat untuk melawan dua perempuan sekaligus.“Kamu … benar-benar tak bisa dipercaya,” Tanya mencengkeram kedua pipi Erna, murka.“Katamu, kamu tak punya hubungan apapun dengan Hendery?” tanya Tanya.Erna menepis tangan Tanya sekuatnya. “Kamu gila, ya?! Kamu ini sudah punya suami, tapi kenapa kamu masih saja iri ke semua orang?!” bentak Erna.Plak! Tanya menampar pipi kanan Erna keras, hingga bekas tangannya timbul kemerahan.“Selama ini aku selalu menahan, tapi kamu selalu kelewat batas. Kamu ini cuman buangan, tapi kenapa Kamu berani mendekati Hendery?!!”“Apa hubungannya denganmu, hah? Aku tak merebut siapapun, dan aku bukan istri siapapun! Aku berhak dekat dengan siapapun juga!!” Erna balas
Hari ini adalah hari dimana Hendery bisa keluar dari rumah sakit, setelah mendapatkan perawatan selama hampir satu bulan lamanya. Di hari kepulangannya ini, tak ada seorang pun dari keluarganya yang menjemput. Namun Hendery tetaplah Hendery, lelaki yang tak pernah memusingkan apapun selain ambisinya menghabisi Katon. Tubuhnya telah pulih sepenuhnya, maka tak ada halangan bagi Hendery untuk mengemasi barang-barang sendiri, tanpa perlu dibantu siapapun. Tak seperti Katon yang diliputi kemewahan, meski mereka berdua sama-sama dari keluarga bangsawan tertinggi, namun hidup Hendery selalu sendirian.Ketika Hendery mulai memasukkan sedikit barangnya, pintu kamar miliknya dibuka. Melalui ekor matanya, Hendery bisa melihat Erna masuk membawa koper kecil. Gadis itu tak bilang apapun, dan wajahnya juga muram. Namun dia segera membuka koper yang ternyata kosong itu, dan menyambar baju-baju berantakan Hendery dari tangan Hendery, untuk dimasukkan ke dalam koper itu.Hendery tak juga mengatakan ap
Setelah melewati 14 hari yang lelah dan menegangkan di rumah sakit, akhirnya hari ini Rama mengijinkan Katon untuk pulang ke rumah. Serena sudah sejak pagi membantu Karin mengemasi keperluan yang harus dia bawa pulang, dan Ken memilih untuk menemani Katon duduk berdua di taman yang terletak tepat di depan ruang inap Katon. Semenjak kepergian Deswita, Ken dan Katon lebih banyak menghabiskan waktu berdua, merenung dan meratapi nasib sial sang kakak sulungnya itu.Deswita pergi bukan karena hal tragis, namun kematian datang menggerogoti usianya yang menua sebagai makhluk fana. Keputusan Deswita dan Albert untuk menjadi manusia berakhir menyedihkan."Apa yang dilakukan Deswita sekarang?" Ken membuka percakapan sambil menyesap rokoknya."Yang pasti kita tak akan bisa menemuinya lagi,""Apa kau menyesal? Menikahi Karin?"Katon menggeleng. "Dendamku sudah terbayarkan. Tapi satu hal yang tak kusangka, aku mencintainya,"Ken tersenyum simpul. "Sejak awal kau memang sudah mencintainya. Kalau ti