Hancur sudah pandangan baik Celine terhadap Dominic. Lelaki itu dengan sikap kurang ajarnya telah membuat kepercayaan Celine rusak kembali. Dia tidak menyangka, sama sekali tidak menyangka kalau Dominic menginginkannya untuk menjadi teman tidur. Dia bukan jalang atau wanita yang tidak puas dengan satu pria.
Diliriknya sekali lagi ranjang milik Dominic yang kosong. Celine tidak tahu kapan lelaki itu bangun dan menghilang. Dia tidak mendapatinya saat membuka mata. Meski memang itu adalah harapannya. Tak bisa dibayangkan bagaimana canggungnya dia ketika harus bertatap muka setelah apa yang terjadi semalam.
Matahari masih belum muncul, tapi kini Celine sudah rapi dengan pakaian kerjanya. Bagaimana pun, terlepas dari kejadian semalam, dia tetaplah karyawan lelaki itu dan harus bersikap profesional. Meski mungkin hal tersebut sangat amat sulit dilakukan. Sampai saat dia sibuk mematut diri di depan cermin, terdengar suara pintu kamar yang terbuka. Celine secara refleks
"Rayyan? Bagaimana keadaanmu? Maaf, aku baru mengabarimu," tanya Celine dalam panggilan teleponnya. Dia yang hanya memang memiliki satu ponsel, sedang tidak dengan Rayyan, terpaksa harus menghubungi mertuanya untuk bisa bicara dengan Rayyan. Terjadi perdebatan cukup alot untuk dia akhirnya bisa bicara dengan sang suami. "Tidak masalah. Aku baik-baik saja, Sayang. Kamu bagaimana di sana?"Pertanyaan yang terlontar dari mulut Rayyan di seberang telepon, membuat Celine tersenyum diam-diam. Dia menatap lautan yang ada cukup jauh dari tempatnya kini berada. Berpegangan di atas pagar besi di balkon kamar. Malam hari memang sangat menakjubkan. Terlihat banyak lampu yabg berkelap-kelip. "Kamu harus melihatnya, Rayyan. Di sini sangat indah. Aku naik pesawat dan melihat pantai." "Benarkah? Aku senang mendengarnya. Apa Dominic memperlakukanmu dengan baik? Bagaimana bekerja dengannya?"DEGH.Pertanyaan kali ini, berhasil membuat Celine terdiam. Senyu
"Bu, Anda terlihat lelah, apa Anda baik-baik saja?" tegur salah seorang karyawan wanita berambut pendek kala matanya melihat Celine berjalan lunglai di bibir pantai, usai mereka melakukan kunjungan dari satu tempat ke tempat lain sejak tadi pagi hingga sore.Rasanya seperti mengelilingi satu pulau. Celine merasakan tubuhnya seperti akan remuk, belum lagi kepalanya terasa ingin meledak dengan setumpuk pekerjaan yang harus cepat dia kerjakan. Namun, alih-alih langsung pergi menuju resort, dia bersama tiga karyawan lainnya memilih untuk berjalan-jalan di pantai. Tentunya, itu adalah upaya yang harus dilakukan untuk menghindari Dominic. Setelah dua hari hanya melihat lelaki itu, akhirnya dia bisa berbaur dengan yang lain. Meski itu masih dalam batas pekerjaan."Ya, saya baik-baik saja." Celine berusaha tersenyum dan menghapus kekhawatiran mereka. Tiga orang wanita yang kini berjalan untuk menikmati pemandangan pantai dengan dress sebatas lutut.Terlihat bebera
Dua puluh menit berlalu.Dominic mulai gelisah di tempat duduknya saat melihat Celine tidak kunjung kembali. Dia menatap sekeliling dan melihat karyawannya sudah mabuk. Hingga tanpa basa-basi, Dominic segera berdiri untuk keluar mencari keberadaan Celine di antara banyaknya orang-orang yang mulai tak terkendali. Menari saat sang DJ memainkan musiknya."Celine?" panggil Dominic sambil menyusuri jalan ke mana wanita itu tadi pergi. Menuju ke arah lorong yang cukup sepi. Tidak, tidak sepi. Dominic melihat sepasang kekasih tengah bermesraan di sisi lain. Tempat yang sebenarnya cukup menjijikkan.Pandangannya berpaling ke arah lain. Kakinya terus melangkah tergesa-gesa menuju ke arah toilet khusus wanita. Sialnya, baru dua melangkah, terdengar suara keributan dari dalam sana. Pintu seperti digedor paksa dari dalam. Di sekitar toilet, baik yang pria atau wanita, tidak ada orang sama sekali. Tidak ada Celine. Dia merasakan sesuatu yang tidak beres. Sesuatu yang membuat Domin
Kita akan melupakan segalanya malam ini.Itulah kata yang tergiang di kepala Dominic saat dirinya dan Celine benar-benar melupakan segalanya. Batasan, moral, norma dan aturan lainnya, di mana keduanya saat ini asyik mereguk kenikmatan di atas ranjang kecil, yang ikut bergoyak menahan bobot tubuh dua orang dewasa. Deru napas mereka saling bersahutan. Entah siapa yang memulai, tapi semuanya sudah terlanjur. Mereka telah menyalakan api dan terhanyut ke dalam gairah terlarang.Tak jauh dari ranjang di mana mereka saat ini saling memuaskan, terlihat sebuah kamera merekam jelas kegiatan panas itu. Ketika Dominic lihainya memasuki tempat yang tak boleh terjamah. Ketika wanita mabuk di bawahnya menggerang dan melingkarkan kedua kakinya di pinggang, di saat dia menggoyangkan pinggulnya tanpa ampun. Bibir wanita itu tak berhenti bersuara, menikmati setiap gerakan kasar namun cepat dari pria yang bukan suaminya. Sialnya, semua terekam jelas dan akan menjadi bukti malam yang dingi
Rasa kecewa masih bercokol dalam dadanya. Entah ke berapa kali Celine harus menyesali apa yang terjadi. Dia tidak bisa makan dengan tenang. Dia juga takut untuk keluar dan bertemu dengan orang jahat, namun di sisi lain, Celine juga takut dengan kedatangan Dominic. Hingga makan siang berlalu, dia hanya bisa duduk di kursi balkon dan melihat pemandangan pantai. Tangannya menggenggam ponsel miliknya dengan erat.Di kursi itu, Celine memeluk dirinya dan menatap ke bawah. Tinggi, jika dia melompat, dirinya akan mati saat itu juga. Celine merasa dia benar-benar lelah dan ingin menyerah. Dia takut masalahnya akan kembali menghantamnya seiiring waktu. Namun, bayangan Arion justru muncul dan mengganggunya. Anaknya yang masih kecil, membuat Celine harus berpikir ribuan kali untuk mengakhiri hidupnya.Dia tidak bisa melakukannya. Dia tidak bisa menyerah begitu saja. Sembari menggenggam erat ponselnya, Celine terdiam dan meneteskan air mata. Dia berharap matahari cepat tenggelam a
Perjalanan bisnis berakhir kacau. Mungkin sukses untuk beberapa karyawan lain, tapi tidak dengan Celine dan Dominic. Perang dingin kembali dimulai setelah lelaki itu menyalahgunakan kekuasaannya untuk menekannya. Tak sepatah kata pun Celine mau bicara dari semenjak mereka membereskan barang-barang di resort, hingga pergi menuju bandar udara internasional Velana. Begitu pula ketika pesawat sudah lepas landas.Pengalaman yang buruk. Terburuk dan rasanya, Celine tidak mau pergi bersama dengan lelaki itu lagi. Sialnya, kini dia harus tetap berada dekat dengan Dominic. Duduk berdampingan dengan orang yang paling memuakkan."Celine, setelah ini, kumpulkan semua laporan perjalanan. Saat kita masuk, aku akan melakukan evaluasi.""Iya, Pak," jawab Celine tanpa semangat dan tanpa menatap ke arah Dominic. Pandangannya justru lurus ke depan. Dia hanya memiliki waktu hari ini dan besok untuk mempersiapkan bahan rapat, belum lagi jadwal pertemuan Dominic yang diurus ole
"Kenapa kamu mau membawa Rayyan pulang, huh? Dia masih belum sembuh!"Suara Mira terdengar keras di ruangan begitu Celine mengatakan maksudnya untuk membawa pulang Rayyan. Terlihat ketidaksetujuan dari mertuanya, yang awalnya Celine kira mertuanya akan mendukung. Dia sebenarnya kasihan melihat ibu mertuanya yang selalu menemani Rayyan di sini, sementara dia di rumah harus menjaga Arion, karena sangat tidak mungkin untuk membawa anak kecil menginap di rumah sakit. Celine hanya bermaksud untuk meringankan tugas mertuanya, sekaligus dia bisa menjaga suami dan anaknya bersamaan. Selama Rayyan di rumah sakit, mereka jadi jarang bertemu. Apalagi saat dia bekerja di perusahaan Dominic, semua waktunya semakin habis. "Tapi, Bu, dengan Rayyan di rumah, aku bisa menja—""Tidak! Rayyan harus di sini. Siapa yang akan mengobatinya jika dia pulang? Kamu sadar, uang pengobatan Rayyan tidak murah dan ada orang yang mau menanggungnya, tapi kamu malah menolak! Kamu pikir, kamu punya ua
Celine mendongak. Menatap rumah besar di hadapannya dengan gugup. Dia memandang pintu itu ragu-ragu. Security penjaga gerbang sudah mengizinkannya untuk masuk, akan tetapi Celine justru tertahan di sana selama lima menit. Sampai tangannya perlahan terulur menyentuh bel dan menekannya dua kali. Berharap ada orang yang segera membukakan pintu.Lima menit dia harus menunggu hingga akhirnya pintu terbuka. Sayangnya rasa gugupnya berganti dengan ekspresi terkejut tatkala matanya menemukan sosok yang paling dia hindari. Dominic. Lelaki itu yang membukakan pintu untuknya. Tersenyum lebar seolah kehadirannya memang dinanti."Akhirnya tiba juga, aku sudah menunggu."Mata Celine bergetar. Dia menarik napas dalam-dalam dan berusaha menghiraukan perkataan Dominic seraya memalingkan muka. "Mana anakku?""Al? Dia sedang main bersama Nora di dalam. Kaumau melihat?" tawar Dominic dengan santai. Lelaki itu tidak bertindak aneh dan bahkan sangat amat santai seolah tidak memiliki r
Cup.Sebuah kecupan lembut menyentak kesadaran Celine dari lamunannya. Dia menoleh ke arah suaminya yang kini memeluk erat tubuhnya. Bibirnya mengukir senyum manis ketika Dominic mencuri satu ciuman di sana. Sungguh, Celine tidak percaya dengan kenyataan bahwa kini dia menikah dengan lelaki licik yang menjeratnya.Pernikahan yang melelahkan tadi pagi, membuat Celine akhirnya bisa beristirahat sejenak setelah pesta resepsi dan segala adat istiadatnya. Meski sekarang, dia tentu akan melaksanakan kewajibannya sebagai istri Dominic. Melayani suaminya."Kenapa kau belum tidur? Apa ada yang mengganggumu?" tanya Dominic sambil meletakkan kepalanya di pundak Celine. Dia meraih tangan istrinya, namun Dominic mengernyit bingung menyadari ada sesuatu yang dipegang oleh Celine. Dia menarik benda itu dan melihatnya. Membuat Celine mau tak mau ikut berbalik. "Apa ini?""Itu—""Rayyan?"Dominic menatap benda yang ternyata adalah foto Rayyan dan Celine dengan Arion. Ke
Celine terdiam menatap pantulan dirinya depan cermin. Dia tengah mencocokkan gaun pernikahannya dengan Dominic. Setelah lebih dari tiga bulan sejak kematian Rayyan dan persiapan pernikahan, dia akhirnya akan segera menyandang status sebagai istri dari Dominic. Lelaki yang dia cintai sekaligus ayah dari anaknya.Pandangan Celine kemudian terpaku pada perutnya yang membesar. Dia mengusap lembut calon anaknya. Gaun pengantin itu sengaja dibuat besar di bagian perut dan tidak terlalu ketat agar dia tidak terlalu sesak karena perutnya yang buncit. Celine harap dia tidak akan menyesal dengan pilihannya. Dia juga berharap Dominic mengubah sikap buruknya. Meski memang, lelaki itu menjadi lebih perhatian padanya. Namun kadang kala, Dominic keras kepala dan masih tidak mau mengalah dalam beberapa hal. Terutama masalah Dominic yang berubah menjadi sangat overprotektif. Baik padanya atau pada Arion. Dia kadang harus memasang ekspresi marah dulu agar Dominic mengalah.Celine
Celine tersenyum menatap anaknya yang tidur nyenyak bersama Dominic. Arion benar-benar tampak sangat akrab dengan lelaki itu. Celine tidak percaya, hubungan Dominic dengan Arion bisa sedekat ini. Haruskah dia menikah dengan Dominic? Tapi Celine belum melupakan Rayyan, suaminya yang meninggal karena menyelamatkannya. Semua itu membuatnya kembali sedih.Air mata tanpa sadar kembali menetes. Celine mengusapnya kasar dan berbalik untuk pergi. Namun saat dia akan menutup pintu, terlihat Dominic yang terbangun. Lelaki itu mengusap matanya dan menoleh. Lalu bangkit dan menghampirinya."Celine?""Maaf, apa aku membangunkanmu?" tanyanya dengan wajah tidak enak ketika Dominic berjalan mendekat. Celine bisa melihat wajah lelaki itu yang tampak mengantuk. Dia merasa bersalah karena mengganggunya."Tidak, maaf aku ketiduran. Aku tidak sengaja." Dominic tersenyum seraya menutup pintu kamar dan membiarkan Arion sendiri."Kenapa minta maaf? Tidurlah kembali, seperti yang ka
Celine menatap kejauhan rumah milik Dominic. Dia merasa gelisah dan tidak tenang. Celine penasaran, tapi dia ragu untuk mendekat. Ada banyak rasa takut yang menguasainya. Setelah satu minggu lalu berbincang ringan dengan mantan managernya, Celine memutuskan untuk melihat keadaan Dominic dari jauh. Sayangnya, dari jarak seperti ini, dia tidak menemukan siapa pun dan tidak tahu keadaan Dominic.Haruskah dia melangkah lebih dekat?Tidak, Celine merasa bersalah. Dia payah. Dia sudah berjanji untuk pergi dan tidak berhubungan lagi dengan Dominic. Lelaki itu juga pasti sudah membaca surat yang dia titipkan pada Marta. Bagaimana mungkin dia membatalkan niatnya dan menjilat ludahnya sendiri? Jangan konyol! Dia tidak boleh kembali kembali pada Dominic.Kepalanya terus berusaha menahannya dan memintanya untuk berbalik pergi meninggalkan rumah yang ada di seberang jalan. Namun hatinya menyuruhnya tetap melangkah. Pergi menemui Dominic dan memastikan keadaannya. Kepalanya terasa
Dominic keluar dari ruang meeting dengan dibantu Jerry. Dia akhirnya harus turun dari posisinya sebagai CEO dan menerima surat pengunduran diri dari Celine. Dominic bisa menerima dia diturunkan, tapi dia tidak bisa menerima saat mengetahui fakta bahwa Celine pergi darinya. Wanita itu meninggalkan rumah lama dan entah pergi ke mana. Itu membuat hatinya kacau. Dominic merasakan sakit di dadanya. Dia ingin mencari keberadaan Celine dan mendapatkan wanita itu kembali. Dominic sudah berjanji pada Rayyan dan dirinya yang akan menjaga mereka. "Jerry, apa Celine sudah ditemukan?" "Belum, Tuan. Kami masih mencarinya," ucap Jerry sambil membawa turun Dominic menuju mobil di area basement. "Apa tidak ada yang tahu, dia pergi ke mana?" "Tidak, tapi saya diberikan sebuah surat dari seorang wanita tua bernama Marta. Beliau bilang, itu dari Nyonya Celine untuk Anda." Jerry membantu Dominic masuk ke dalam mobil dengan susah payah. Hingga kemudian dia segera berjalan kembali menuju kemudinya. Sebel
Setelah seminggu lebih berada di dalam rumah sakit dan tidak bisa ke mana-mana, akhirnya sekarang Dominic sudah diizinkan untuk pulang, meski itu atas dasar pemaksaan. Dia bisa istirahat di rumah. Sayangnya, seolah baru usai masalah yang dia hadapi, Dominic menerima kabar dari ayahnya yang cukup buruk. Scandal yang menjeratnya enam tahun lalu dan perselingkuhannya terungkap. Beberapa investor ada yang menarik diri dari proyek baru mereka dan saham perusahaan turun drastis. Para pemegang saham pun menuntut diadakan rapat.Dominic tahu pada akhirnya ini akan terjadi. Dia mau tak mau harus mengakui kesalahannya dan menerima konsekuensi atas perbuatannya. Mungkin dia akan diturunkan secara tidak hormat atau bahkan dipenjara. Namun untuk yang kedua, dia tidak mendengar adanya tuntutan, Celine tidak menuntutnya. Apa orang tuanya sudah mengantisipasi hal ini?"Kamu tenang saja. Jangan terlalu memikirkan itu. Tugasmu adalah menyembuhkan diri," ucap Daisy seolah tahu apa yang
Di dalam sebuah padang rumput yang luas, Dominic berdiri kebingungan. Dia tidak tahu di mana dia berada saat ini. Hanya desiran angin yang terdengar. Dia bergeming untuk sejenak. Sampai rasa takut mulai menguasainya. Tidak ada Celine, Arion atau orang tuanya. Tidak ada jalan keluar yang terlihat dan tidak ada seorang pun di sini.Apa dia sudah mati?Pertanyaan itu memenuhi isi kepalanya. Membuatnya ketakutan dan tanpa sadar berlari ke depan. Namun sayangnya, dia tidak melihat jalan keluar. Semuanya hanya padang rumput. Dia yang berlari tanpa alas kaki, tentu saja membuat duri-duri melukai kakinya, hingga mengeluarkan darah. Meski hal tersebut sama sekali tidak membuatnya memelankan langkah kakinya.Sayangnya, di sana Dominic seolah berputar-putar dan hanya rasa lelah yang dia dapat. Suara napasnya yang saling memburu terdengar jelas. Sampai akhirnya, Dominic memutuskan untuk berhenti. Dia jatuh terduduk di antara rerumputan itu. Satu persatu, air matanya berjatu
Pandangan Celine mulai buram oleh air mata. Hatinya hancur saat melihat orang yang dia cintai telah pergi meninggalkannya. Bukan tempat atau waktu yang menjadi pembatas, tapi alam lain. Dia tidak kuasa untuk menahan tangisnya dan jatuh di atas makam itu. Beribu penyesalan atas pengkhianatan yang dia lakukan, kini membuat dadanya terasa amat sangat sakit. Pedang berkarat seolah menembus dan mengoyak tubuhnya menjadi serpihan kecil. Beberapa orang yang datang untuk mendoakan, mulai pergi perlahan dan meninggalkannya yang kini merasakan kehilangan.Penyesalannya terlambat. Celine tidak bisa meminta maaf pada sosok yang dia sakiti. Orang yang selalu menjaganya selama ini dan melindunginya saat dia jatuh. Rayyan telah menghukumnya dengan penyesalan yang begitu dalam. Lelaki itu pada akhirnya telah pergi membawa separuh hatinya. Celine menyesal, tapi dia terlambat untuk mengungkapkan penyesalannya."Ra-rayyan maafkan aku. A-aku bukan istri yang b-baik untukmu. Maafkan aku,"
"Lepaskan Dominic, atau aku akan menembakmu," ancam Celine sambil menodongkan senjata tepat ke arah Jared. Namun lelaki itu terlalu cerdik, hingga menarik tubuh Dominic dan membuatnya sebagai tameng.Celine menelan ludahnya kasar. Air mata lagi-lagi menetes tanpa dikomando. Kondisi Dominic yang dalam keadaan memperihatinkan, membuat hatinya teriris. Lelaki itu menggeleng dan memerintahkan untuk dia pergi. Akan tetapi, Celine tidak mengindahkan. Dia tetap berdiri pada posisinya. Meski pegangan tangannya pada pistol terlihat gemetar, tapi itu tidak menyurutkannya untuk meninggalkan lelaki itu begitu saja."Dia lelaki yang membuat hidupmu menderita. Dia meniduri dan menghamilimu begitu saja. Bukankah seharusnya kau membunuhnya?" ucap Jared sambil mengangkat dagu Dominic dan membuat wajah lelaki itu terlihat oleh Celine.Pandangannya berubah gemetar. Dia tidak suka situasi ini. Celine membencinya. Dominic memang bersalah, tapi saat ini lelaki itu sudah mengakui semu