Sia-sia Dominic menunggu kedatangan ayahnya. Pasti tua bangka itu sedang bersenang-senang bersama ibunya tanpa dia. Sampai matahari berada di atas kepala, tak terlihat sedikit pun batang hidung ayahnya atau anak buahnya datang. Hal yang membuatnya bosan setengah mati karena berada di dalam rumah.
Tidak ada Celine di sini. Hanya Rayyan dan Arion yang sejak tadi tengah belajar bersama, setelah anak itu pulang dari sekolah. Biasanya, anak seusia Arion akan memilih bermain bersama anak-anak lain dari pada menghabiskan waktunya untuk belajar. Namun Arion sedikit berbeda. Entah ini hanya dugaannya saja atau memang dia merasa anak kecil itu cukup pintar. Tidak berisik dan banyak mengganggu seperti anak-anak lain."Papa, Al lapar. Al mau makan."Ucapan Arion mengalihkan perhatian Dominic. Dia menatap anak tersebut dengan alis terangkat. Di depan Arion terlihat Rayyan yang juga menatap anaknya. Buku yang dia pegang untuk mengajari sang anak, diletakkan kembali di atas me“Dia Rayyan, suami dari wanita yang menyelamatkanku,” ucap Dominic sembari memperkenalkan laki-laki di sebelahnya—yang saat ini tengah terduduk kaku. Ruang tengah kini seolah penuh oleh kehadiran ayah serta orang-orangnya.Sementara di sebelahnya tampak Rayyan seperti tidak nyaman saat mendapat tatapan selidik dari ayahnya, sampai Dominic harus memutar bola matanya kesal ketika melihat sikap sok kuasa itu. Beruntungnya, Arion tidak ada di sana. Rayyan sudah menyuruh anaknya untuk pergi bermain. "Berhentilah membuat orang lain takut, Pa.”“Ah, maaf. Aku tidak bermaksud begitu. Aku hanya penasaran dengan orang menyelamatkan anakku.”Kata-kata dan senyum simpul di bibir pria tua yang merupakan ayah dari Dominic, sedikit membuat perasaan Rayyan menjadi lebih santai. Dirinya ikut tersenyum, meski dalam hati masih tak percaya dengan orang yang ada di depannya. Rayyan tahu, dia jelas tahu kalau orang yang ada di depannya adalah pemilik per
"Domi Sayang, akhirnya kamu pulang. Mama sangat mengkhawatirkanmu," ucap Daisy. Wanita yang baru memasuki kepala lima namun masih terlihat muda itu, memegang kedua pipi putranya cukup kuat. Linangan air mata terlihat di pelupuk matanya. Berniat mengecup manis kening anak semata wayangnya, namun hal itu tak terwujud saat sang suami justru menghalanginya."Oh, Dear, jangan terlalu berlebihan. Anakmu baik-baik saja. Dia sudah tua, jangan memperlakukannya seperti anak kecil," decak Kenneth sembari menatap tajam ke arah Dominic dan memerintahkannya untuk segera menjauh."Tapi, Sayang—""Honey, biarkan anakmu istirahat. Kita panggilkan dokter, ok?" tawar Kenneth. Ucapannya cukup membuat Daisy yang masih sangat mengkhawatirkan Dominic, mengangguk tak rela. Matanya bisa melihat wajah Dominic yang sedikit kurus.Sebagai seorang ibu yang mendengar kalau anaknya mengalami musibah sekaligus pernah meregang nyawa, dia sangat sedih bukan main. Daisy tidak pernah bi
Hari-harinya yang membosankan datang lagi. Dominic harus menyelesaikan pekerjaan yang sudah seminggu ini dia abaikan. Dia jelas tidak mau kredibilitas perusahaannya turun. Ditambah ayahnya berkata kalau sahamnya hampir merosot jatuh saat sebuah kabar burung mengabarkan berita kematiannya.Beruntung ayahnya sudah mengurus semua itu. Jelas, ini adalah ulah seseorang. Hanya saja, Dominic tidak mengetahui siapa dia. Apa maksud dari orang itu yang berniat membunuhnya? Sialnya lagi, meski ayahnya berkata sudah membereskan sebagian pengkhianat, Jery–orang kepercayaan–ternyata menjadi salah seorang yang berhasil meloloskan diri. Dominic sudah berusaha mengerahkan seluruh orang-orangnya untuk mencari keberadaan laki-laki itu. Begitu pun dengan ayahnya.Tujuan atau motif Jery melakukan percobaan pembunuhan untuknya masih abu-abu. Dia yakin seratus persen kalau laki-laki itu tidak akan bertindak tanpa dukungan. Pasti ada orang lain yang menjadi dan menggerakkan mereka unt
"Kami menemukan anak kecil yang merupakan adik dari Jery, Tuan," ucap seorang pria yang merupakan suruhan Kenneth. Berjalan mendekat sambil memerlihatkan seorang gadis cilik yang ketakutan. Mengalihkan perhatian Dominic serta ayahnya yang tengah berbincang membahas siapa orang yang berniat membunuhnya.Dominic menatap anak kecil itu dengan dahi berkerut. Seorang gadis kecil sekitar empat tahunan yang mengingatkannya akan Arion. Hanya saja, jelas terlihat perbedaan besar antara keduanya. Baik dari umur atau pun dari sifat. Arion adalah anak yang ceria sementara gadis kecil ini tampak pendiam. Wajahnya pun terlihat pucat seolah tidak sehat dan tubuhnya mengkerut takut saat dia menatapnya. "Bawa dia kemari," titahnya.Orang yang membawa anak tersebut menarik anak kecil yang sejak tadi bersembunyi di belakangnya. Berniat untuk menyerahkannya pada Dominic. Namun yang terjadi, anak itu malah menggeleng sambil memegangi kedua kakinya. Ekspresi wajahnya berubah seperti hendak mena
"Kenapa kau menolak panggilanku?" tanya Dominic begitu telepon yang kedua kalinya diangkat oleh Celine. Berdiri tegap di pagar balkon kamarnya sembari melihat jalanan yang ada di bawah di sana. Tampak pegangannya pada pagar besi itu menguat saat tak kunjung ada jawaban dari Celine. Namun Dominic jelas mendengar suara Rayyan yang memanggil istrinya dari balik telepon. "Celine, ini aku. Dominic.""Maaf, aku tidak tahu kalau itu, kau. Ada apa? Katakan sekarang."Jawaban tanpa basa-basi itu masuk ke dalam telinganya. Menciptakan sebuah senyum tipis di bibir Dominic. Tanpa perlu bertanya lagi, sepertinya wanita itu sudah tahu dari mana dia mendapat nomor teleponnya. "Aku sudah memberikanmu imbalan karena sudah menolongku, tapi ... kenapa kau tidak menggunakannya? Apa cek itu belum cukup? Katakan apa yang kau minta, aku akan memberikannya."Dominic dengan setia menunggu jawaban meluncur dari bibir wanita itu, sampai telinganya mendengar suara Celine yang menghela napas kasa
"Celine, apa besok malam kau akan datang?"Celine yang saat ini tengah mengambil barangnya di loker, sontak menoleh dan mendapati Simon berdiri menatapnya penasaran. Beberapa karyawan lain sudah pulang lebih dulu, hanya dia, Simon dan dua orang lainnya yang masih di sana. Celine hanya memberi senyum kecut sebagai balasan atas pertanyaan laki-laki itu. "Aku tidak yakin.""Apa ini karena suamimu lagi?""Ya, aku tidak bisa meninggalkan Rayyan dan Arion," jawab Celine tanpa mengelak.Restorannya akan mengadakan acara makan-makan besok malam untuk merayakan hari jadi berdirinya restoran ini yang ke sembilan tahun. Semua orang diundang dan wajib untuk datang. Namun dia ragu untuk hadir di sana. Celine tidak mungkin meninggalkan suami serta anaknya hanya untuk bersenang-senang. Lebih baik dia ada di rumah dan menjaga keduanya."Bahkan hanya untuk beberapa jam saja? Bukankah kau perlu bersenang-senang sekali-kali?"Simon dengan segala bujuk rayunya berusaha unt
"Do-Dominic? Bagaimana kau—""Halo, Dominic. Sudah lama kita tidak bertemu," sapa si pria yang masih dalam posisi di mana dirinya menggagahi Tiffany. Menahan tangan wanita yang ada di bawahnya. Dia tidak membiarkan Tiffany untuk melepaskan dan mengakhiri semua ini."Jared, lepaskan.""Bagaimana jika kita lanjutkan saja? Biarkan tunanganmu melihatnya.""T-tidak, hentikak-akkhh ...."Laki-laki yang dipanggil Jared itu sama sekali tidak mengindahkan wanitanya yang meminta untuk menyingkir. Bahkan dengan gilanya, dia melanjutkan persetubuhan terlarang tepat di depan Dominic yang terdiam di ambang pintu. Membuat Tiffany yang merupakan tunangan Dominic harus mengerang saat Jared terus menghujamnya begitu keras.Gairah itu terpantik kembali dan membuat Tiffany melupakan kehadiran Dominic untuk beberapa saat. Mereka sibuk mencari kepuasan dan Jared terus menggoyang pinggulnya tanpa jeda. Hingga pada akhirnya, mereka mencapai titik kepuasan dan jerit
Langkah kakinya terdengar pelan. Dominic memasuki rumah dengan pikiran bercabang. Dia tidak bisa berhenti untuk tidak memikirkan teman lamanya. Meski mungkin hanya dia yang mengganggap Jared sebagai teman. Kenyataannya, laki-laki itu menganggapnya musuh yang harus disingkirkan. Sial, bagaimana caranya menjelaskan kalau dia tidak salah?"Ada apa, Son? Kau seperti banyak pikiran."Suara yang berasal dari ayahnya itu menghentikan langkah kakinya begitu melewati ruang tengah, tempat di mana orang tuanya berada. Dominic menatap malas ke arah Kenneth dan Daisy yang kini penasaran. "Hanya masalah kecil. Di mana setan kecil itu?"Dominic harus memastikan jika Nora dalam keadaan baik-baik saja agar Jery bersedia melakukan tugasnya dengan baik. Dia tidak bisa untuk langsung menghukum mata-mata itu, satu-satunya cara untuk mengetahui siapa dalang di baliknya adalah dengan mengirimkan Jery pada mereka.Jery tidak akan bisa melawannya karena laki-laki itu tahu kalau Nora ada
Cup.Sebuah kecupan lembut menyentak kesadaran Celine dari lamunannya. Dia menoleh ke arah suaminya yang kini memeluk erat tubuhnya. Bibirnya mengukir senyum manis ketika Dominic mencuri satu ciuman di sana. Sungguh, Celine tidak percaya dengan kenyataan bahwa kini dia menikah dengan lelaki licik yang menjeratnya.Pernikahan yang melelahkan tadi pagi, membuat Celine akhirnya bisa beristirahat sejenak setelah pesta resepsi dan segala adat istiadatnya. Meski sekarang, dia tentu akan melaksanakan kewajibannya sebagai istri Dominic. Melayani suaminya."Kenapa kau belum tidur? Apa ada yang mengganggumu?" tanya Dominic sambil meletakkan kepalanya di pundak Celine. Dia meraih tangan istrinya, namun Dominic mengernyit bingung menyadari ada sesuatu yang dipegang oleh Celine. Dia menarik benda itu dan melihatnya. Membuat Celine mau tak mau ikut berbalik. "Apa ini?""Itu—""Rayyan?"Dominic menatap benda yang ternyata adalah foto Rayyan dan Celine dengan Arion. Ke
Celine terdiam menatap pantulan dirinya depan cermin. Dia tengah mencocokkan gaun pernikahannya dengan Dominic. Setelah lebih dari tiga bulan sejak kematian Rayyan dan persiapan pernikahan, dia akhirnya akan segera menyandang status sebagai istri dari Dominic. Lelaki yang dia cintai sekaligus ayah dari anaknya.Pandangan Celine kemudian terpaku pada perutnya yang membesar. Dia mengusap lembut calon anaknya. Gaun pengantin itu sengaja dibuat besar di bagian perut dan tidak terlalu ketat agar dia tidak terlalu sesak karena perutnya yang buncit. Celine harap dia tidak akan menyesal dengan pilihannya. Dia juga berharap Dominic mengubah sikap buruknya. Meski memang, lelaki itu menjadi lebih perhatian padanya. Namun kadang kala, Dominic keras kepala dan masih tidak mau mengalah dalam beberapa hal. Terutama masalah Dominic yang berubah menjadi sangat overprotektif. Baik padanya atau pada Arion. Dia kadang harus memasang ekspresi marah dulu agar Dominic mengalah.Celine
Celine tersenyum menatap anaknya yang tidur nyenyak bersama Dominic. Arion benar-benar tampak sangat akrab dengan lelaki itu. Celine tidak percaya, hubungan Dominic dengan Arion bisa sedekat ini. Haruskah dia menikah dengan Dominic? Tapi Celine belum melupakan Rayyan, suaminya yang meninggal karena menyelamatkannya. Semua itu membuatnya kembali sedih.Air mata tanpa sadar kembali menetes. Celine mengusapnya kasar dan berbalik untuk pergi. Namun saat dia akan menutup pintu, terlihat Dominic yang terbangun. Lelaki itu mengusap matanya dan menoleh. Lalu bangkit dan menghampirinya."Celine?""Maaf, apa aku membangunkanmu?" tanyanya dengan wajah tidak enak ketika Dominic berjalan mendekat. Celine bisa melihat wajah lelaki itu yang tampak mengantuk. Dia merasa bersalah karena mengganggunya."Tidak, maaf aku ketiduran. Aku tidak sengaja." Dominic tersenyum seraya menutup pintu kamar dan membiarkan Arion sendiri."Kenapa minta maaf? Tidurlah kembali, seperti yang ka
Celine menatap kejauhan rumah milik Dominic. Dia merasa gelisah dan tidak tenang. Celine penasaran, tapi dia ragu untuk mendekat. Ada banyak rasa takut yang menguasainya. Setelah satu minggu lalu berbincang ringan dengan mantan managernya, Celine memutuskan untuk melihat keadaan Dominic dari jauh. Sayangnya, dari jarak seperti ini, dia tidak menemukan siapa pun dan tidak tahu keadaan Dominic.Haruskah dia melangkah lebih dekat?Tidak, Celine merasa bersalah. Dia payah. Dia sudah berjanji untuk pergi dan tidak berhubungan lagi dengan Dominic. Lelaki itu juga pasti sudah membaca surat yang dia titipkan pada Marta. Bagaimana mungkin dia membatalkan niatnya dan menjilat ludahnya sendiri? Jangan konyol! Dia tidak boleh kembali kembali pada Dominic.Kepalanya terus berusaha menahannya dan memintanya untuk berbalik pergi meninggalkan rumah yang ada di seberang jalan. Namun hatinya menyuruhnya tetap melangkah. Pergi menemui Dominic dan memastikan keadaannya. Kepalanya terasa
Dominic keluar dari ruang meeting dengan dibantu Jerry. Dia akhirnya harus turun dari posisinya sebagai CEO dan menerima surat pengunduran diri dari Celine. Dominic bisa menerima dia diturunkan, tapi dia tidak bisa menerima saat mengetahui fakta bahwa Celine pergi darinya. Wanita itu meninggalkan rumah lama dan entah pergi ke mana. Itu membuat hatinya kacau. Dominic merasakan sakit di dadanya. Dia ingin mencari keberadaan Celine dan mendapatkan wanita itu kembali. Dominic sudah berjanji pada Rayyan dan dirinya yang akan menjaga mereka. "Jerry, apa Celine sudah ditemukan?" "Belum, Tuan. Kami masih mencarinya," ucap Jerry sambil membawa turun Dominic menuju mobil di area basement. "Apa tidak ada yang tahu, dia pergi ke mana?" "Tidak, tapi saya diberikan sebuah surat dari seorang wanita tua bernama Marta. Beliau bilang, itu dari Nyonya Celine untuk Anda." Jerry membantu Dominic masuk ke dalam mobil dengan susah payah. Hingga kemudian dia segera berjalan kembali menuju kemudinya. Sebel
Setelah seminggu lebih berada di dalam rumah sakit dan tidak bisa ke mana-mana, akhirnya sekarang Dominic sudah diizinkan untuk pulang, meski itu atas dasar pemaksaan. Dia bisa istirahat di rumah. Sayangnya, seolah baru usai masalah yang dia hadapi, Dominic menerima kabar dari ayahnya yang cukup buruk. Scandal yang menjeratnya enam tahun lalu dan perselingkuhannya terungkap. Beberapa investor ada yang menarik diri dari proyek baru mereka dan saham perusahaan turun drastis. Para pemegang saham pun menuntut diadakan rapat.Dominic tahu pada akhirnya ini akan terjadi. Dia mau tak mau harus mengakui kesalahannya dan menerima konsekuensi atas perbuatannya. Mungkin dia akan diturunkan secara tidak hormat atau bahkan dipenjara. Namun untuk yang kedua, dia tidak mendengar adanya tuntutan, Celine tidak menuntutnya. Apa orang tuanya sudah mengantisipasi hal ini?"Kamu tenang saja. Jangan terlalu memikirkan itu. Tugasmu adalah menyembuhkan diri," ucap Daisy seolah tahu apa yang
Di dalam sebuah padang rumput yang luas, Dominic berdiri kebingungan. Dia tidak tahu di mana dia berada saat ini. Hanya desiran angin yang terdengar. Dia bergeming untuk sejenak. Sampai rasa takut mulai menguasainya. Tidak ada Celine, Arion atau orang tuanya. Tidak ada jalan keluar yang terlihat dan tidak ada seorang pun di sini.Apa dia sudah mati?Pertanyaan itu memenuhi isi kepalanya. Membuatnya ketakutan dan tanpa sadar berlari ke depan. Namun sayangnya, dia tidak melihat jalan keluar. Semuanya hanya padang rumput. Dia yang berlari tanpa alas kaki, tentu saja membuat duri-duri melukai kakinya, hingga mengeluarkan darah. Meski hal tersebut sama sekali tidak membuatnya memelankan langkah kakinya.Sayangnya, di sana Dominic seolah berputar-putar dan hanya rasa lelah yang dia dapat. Suara napasnya yang saling memburu terdengar jelas. Sampai akhirnya, Dominic memutuskan untuk berhenti. Dia jatuh terduduk di antara rerumputan itu. Satu persatu, air matanya berjatu
Pandangan Celine mulai buram oleh air mata. Hatinya hancur saat melihat orang yang dia cintai telah pergi meninggalkannya. Bukan tempat atau waktu yang menjadi pembatas, tapi alam lain. Dia tidak kuasa untuk menahan tangisnya dan jatuh di atas makam itu. Beribu penyesalan atas pengkhianatan yang dia lakukan, kini membuat dadanya terasa amat sangat sakit. Pedang berkarat seolah menembus dan mengoyak tubuhnya menjadi serpihan kecil. Beberapa orang yang datang untuk mendoakan, mulai pergi perlahan dan meninggalkannya yang kini merasakan kehilangan.Penyesalannya terlambat. Celine tidak bisa meminta maaf pada sosok yang dia sakiti. Orang yang selalu menjaganya selama ini dan melindunginya saat dia jatuh. Rayyan telah menghukumnya dengan penyesalan yang begitu dalam. Lelaki itu pada akhirnya telah pergi membawa separuh hatinya. Celine menyesal, tapi dia terlambat untuk mengungkapkan penyesalannya."Ra-rayyan maafkan aku. A-aku bukan istri yang b-baik untukmu. Maafkan aku,"
"Lepaskan Dominic, atau aku akan menembakmu," ancam Celine sambil menodongkan senjata tepat ke arah Jared. Namun lelaki itu terlalu cerdik, hingga menarik tubuh Dominic dan membuatnya sebagai tameng.Celine menelan ludahnya kasar. Air mata lagi-lagi menetes tanpa dikomando. Kondisi Dominic yang dalam keadaan memperihatinkan, membuat hatinya teriris. Lelaki itu menggeleng dan memerintahkan untuk dia pergi. Akan tetapi, Celine tidak mengindahkan. Dia tetap berdiri pada posisinya. Meski pegangan tangannya pada pistol terlihat gemetar, tapi itu tidak menyurutkannya untuk meninggalkan lelaki itu begitu saja."Dia lelaki yang membuat hidupmu menderita. Dia meniduri dan menghamilimu begitu saja. Bukankah seharusnya kau membunuhnya?" ucap Jared sambil mengangkat dagu Dominic dan membuat wajah lelaki itu terlihat oleh Celine.Pandangannya berubah gemetar. Dia tidak suka situasi ini. Celine membencinya. Dominic memang bersalah, tapi saat ini lelaki itu sudah mengakui semu