Suara azan Subuh membangunkan Rania dari tidur lelapnya, Harris memeluknya posesif. Aktifitas malam mereka mengantar keduanya pada istirahat yang cukup dan membawa rasa segar saat membuka mata.
“Abang, bangun! Sudah subuh.” Rania menepuk pelan pipi suaminya.
“Hmmmm.” pelukan Harris makin erat di pinggang Istrinya. Matanya masih terpejam rapat.
“Abang! Sudah pagi, sebaiknya Abang kembali ke kamar Safina.” menyebut nama madunya di awal pagi, membuat Rania hilang mood. Ia keluar dari dekapan Harris. Malas untuk bermanja-manja lagi. Cukuplah tadi malam ia kalah dalam rayuan manisnya.
“Sayang, masih pagi ini, kan?” Harris mencoba menahan tubuh Rania tapi istrinya mengelak.
“Karena masih pagi, harusnya Abang segera masuk ke kamar Safina. Nia tidak ingin ada keributan di rumah ini.” Rania mengambil bathrobe-nya yang tergantung di samping lemari baju. Harris menatap tubuh
Kalimat-kalimat yang menyakitkan itu terus saja terdengar, tanpa mampu ia tepis, keluarga mertuanya terus saja memojokkan ia tentang anak, padahal ada pasangan yang menikah sepuluh tahun baru ada anak, ini kan lagi dia yang baru tiga tahun. Sudah dihakimi dan terus di tuduh macam-macam, istri mana yang tak ingin punya anak, toh itu adalah salah satu tujuan pernikahan, memiliki keturunan.“Iya, Nenda. Nanti Nia periksa.”“Jawaban yang sama, tapi tidak pernah pergi. Sama macam tipu kami. Mama berharap Fina segera hamil, usia Harris makin bertambah, kalau ditunda-tunda terus bisa tidak ada anak, berhenti terus keturunan keluarga.” Datin Maria menimpali.“Sudah lah, kenapa sih selalu memojokkan Nia soal anak, ada rezeki kami nanti, adalah tu.” Harris baru angkat bicara. Entah sejak kapan Harris menjadi pria lemah terutama di depan keluarganya, ia tidak lagi mampu mempertahankan istrinya saat dipojokkan. Bahkan
Datin Maria berjalan menghampiri kedua gadis yang duduk di gazebo, sementara Nenda sedang duduk di sebuah kursi di bawah pohon yang rindang, mungkinkah mereka mendengar pembicaraan antara Rania dan Suhana tadi?“Mama.. ”“Saya sudah dengar semuanya, apalagi yang akan kamu jelaskan?”“Nia bukan hamil diluar nikah, Ma. Kami memang menikah tanpa sepengetahuan orang tua, tapi kami nikah sah secara agama.” Datin Maria menatap tajam pada Rania.Gadis polos itu ternyata mempunyai masa lalu yang kelam. Siapa sangka gadis sopan santun dan terlihat lugu itu pernah menikah siri dengan kakaknya sendiri. Menyesal ia dulu merestui anaknya menikah dengan Rania. Ini sangat memalukan kalau sampai orang lain tahu, anak dari keluarga terhormat menikahi seorang gadis yang memiliki masa lalu buruk.“Ini tidak mudah diterima akal, dah lah! Makin panas pula hati ini.”“Auntie, dengar
Desiran angin seolah membawa angan Rania jauh pergi menjemput masa lalunya, kebahagiaan bersama seorang insan bergelar suami seperti bukan takdirnya. Dua kali pernikahan dua kali juga ia terluka.Pernikahan pertama harus berpisah saat hati telah seutuhnya diberi pada sang suami, pria pertama dan cinta pertamanya. Sekilas wajah mantan suami merangkap kakak tirinya terlintas. Pria yang pernah sangat mencintainya, menjaganya setiap waktu, memberikan seluruh hidupnya hanya untuk gadis biasa seperti Rania, mati-matian ia mencoba menerima takdir dalam hidupnya.Dan lihatlah kini, setelah hatinya sembuh karena usaha keras seorang pria yang kini menjadi imamnya, Harris Iskandar. Tidak bisa dimiliki seutuhnya. Ia harus berbagi dengan wanita lain.Lamunan Rania buyar ketika ia mendengar obrolan manja di samping taman tempatnya duduk sekarang. Itu Safina dengan Harris. Safina sedang duduk di atas pangkuan Harris. Bahagianya mereka. Harris sudah me
Seminggu berlalu, resepsi pernikahan Harris dan Safina digelar dengan begitu meriah, Opah Jannah ibu kepada Dato' Jamal yang tinggal di daerah Pahang juga turut hadir untuk menyaksikan persandingan cucu sulungnya, meskipun dalam hati tuanya sangat menyayangkan tindakan Harris tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa, ia hanya memberi semangat pada Rania, cucu menantunya.Tiga tahun yang lalu saat honeymoon ke Genting Highlands bersama Harris, Rania memang diajak mampir dulu ke rumah neneknya. Opah Jannah sangat menyukai Rania karena sifatnya yang sederhana dan sopan terhadap orang tua. Siapa sangka cucunya akan menikah lagi dengan wanita lain. Saat resepsi itu berlangsung Rania tampak tenang, tapi Opah Jannah tahu wanita muda itu menyimpan banyak luka dalam hatinya.“Opah sudah makan?” sore itu setelah acara resepsi selesai, Rania menghampiri Opah Jannah yang sedang duduk di sofa panjang sebelah dapur. “Opah belum lapar, Sayang. Mari sini duduk sama O
Harris mendengus pelan mendengar pertanyaan dari istri keduanya, tidak dijawab tapi ia bergegas menuju ke kamar mandi. Emang apa salahnya kalau ia bercinta dengan Rania. “I mau mandi.” “Bie, jawab dulu soalan i!” jeritan Safina tidak dihiraukan. Harris menghilangkan diri di balik pintu setelah mengambil bathrobe-nya. “Tuh kan benar, you memang habis bersama Rania kan?” Safina langsung menodong suaminya setelah melihat rambut Harris basah. “Fina, tak salah kan kalau i bersama dia, dah dia juga istri i. Seminggu ini i tak jumpa dia sama sekali, kalau i tak adil dengan kalian berdua, i yang tanggung dosa tau.” Harris heran dengan kemauan Safina, Rania juga ada hak atas dirinya. Mendengar jawaban Harris membuat Safina kesal. Memang benar kalau Rania itu juga istri dari suaminya. Tapi, tunggulah saat tiba jatah pembagian hari pada mereka berdua, bukan saat Harris dan dia sedang sibuk dengan urusan pesta mere
Rania segera mengusap air mata yang jatuh di kedua pipinya, Opah yang mendengar suara Aira di ambang pintu dapur menoleh ke arah Rania.“Eh, Aira. Taklah, kakak tidak menangis, ini pedih karena kupas bawang merah.” Rania mengangkat satu siung bawang merah dan ditunjukkan pada birasnya. Aira tersenyum, ia tidaklah bodoh sangat sehingga tidak tahu mana air mata karena pedih mata dan mana tangis pedih hati.Opah menghentikan kerja tangannya, Aira menggantikan Opah Jannah mengaduk-aduk kuah gulai daging di atas kompor.“Kalau terlalu pedih, biar Opah yang buat nanti. Gulai sudah mau masak, bawang merahnya butuh sedikit saja, Nia.”“Sudah selesai Opah, ini.” Rania memberikan baskom berisi bawang pada wanita tua yang baik hati itu.5 wanita berbeda generasi itu menyiapkan makan malam sehingga menyusun rapi semua hasil masakan di atas meja makan.
Safina mengetatkan rahang dan mengepalkan tangannya, kesal dengan Rania, madunya itu ternyata tidak selemah yang dikira selama ini. Rania kembali berjalan di samping Safina, ia masih meneruskan langkah untuk membantu para asisten rumah tangga membawa piring-piring kotor ke dapur, tapi tidak sedikitpun ia menoleh pada Safina, ia cuek seolah wanita itu tiada di sana, malas ribut lagi.Selesai acara makan malam, Rania meminta diri untuk naik ke kamar atas, ia akan menata barang-barangnya yang akan dibawa pulang ke Jakarta. Setelah menutup resleting travel bagnya, Rania masih berpikir lagi, karena ada beberapa barang yang tidak masuk. Rania berdiri di dekat jendela sambil memijat pelipisnya, ia menarik nafas dalam-dalam. Lalu menghembuskan dengan kasar.Rania kembali mengeluarkan beberapa baju dan selendangnya dari travel bag, itu akan ia tinggal saja, toh di Jakarta juga bajunya sudah banyak. Akhirnya setelah beberapa helai baju dikeluarkan, travel bag itu ada
Air mata Nyonya Gisel bercucuran melihat siapa yang masuk ke dalam kamarnya, putra yang sangat ia rindukan. Putra yang telah ia sakiti hatinya. Alex Rayyan mendekati Pak Heru, tangan pria berumur itu dicium dengan hormat. Alexa berdiri dan memeluk kakaknya. Air matanya jatuh, melihat wajah tenang sang kakak, jalan hidupnya yang penuh duri tidak mengubah sedikitpun pribadinya, dia tetap menjadi seorang kakak yang sayang pada semuanya.“Kak Ray, gimana kabarnya?”“Kakak baik.” rambut adiknya diusap dengan sayang.Alex Rayyan melepaskan pelukannya, ia berjalan menghampiri surganya, tangan Nyonya Gisel diraih, dan dicium penuh kasih.“Maaf, Ma. Ray baru bisa pulang. Kenapa sampai sakit begini.” Wanita pertama dalam hidupnya, ibu yang melahirkan ia ke dunia dipeluk erat.“Maafkan, Mama. Maafkan Mama.” Nyonya Gisel masih terisak-isak dalam pelukan putranya.
Rania tertegun, ia tidak akan memikirkan soal rumah tangga lagi. Soal cinta juga soal lelaki. Ia tidak mau terluka dan kecewa untuk kali ke tiga. “Nia tidak memikirkan hal itu, Pa,” ujar Rania dengan hati-hati, tidak mau sampai membuat hati sang ayah terluka dengan penolakan yang frontal. ‘Maaf, Papa tidak bermaksud untuk membuat kamu bingung dan memaksa, kamu benar. Memang sebaiknya sekarang kamu fokus pada kesembuhan kamu,' suara sang ayah bergetar.“Pa, Nia serahkan soal urusan panggilan pengadilan agama itu pada Papa,” Rania pasrah. Ia lelah dengan semua yang berkaitan dengan Harris juga Safina. Di depan keluarga mertua, ia seolah tiada harga.‘Jangan khawatir, Papa akan urus semuanya, Harris tidak boleh menghina dan menyepelekan keluarga kita lagi, apa dipikir kita tidak akan bisa hidup tanpa dia?’Suara Pak Heru terdengar penuh emosi, pasti ia teringat dengan semua perlakuan Harris pada putrinya. Putri yang ia cintai dan amanahkan pada Harris untuk dibahagiakan ternyata s
Reno menatap pada Alex Rayyan, masih belum percaya dengan apa yang baru saja ia dengar langsung dari mulut pria berpenampilan rapi di depannya.“Apalagi yang masih kamu pikirkan, Reno? Kamu butuh uang ‘kan? Untuk terus setia dengan dua wanita jahat itu tidak akan menjamin masa depanmu,” ujar Alex Rayyan pada Reno, pria itu sepertinya masih berpikir panjang untuk menerima tawaran yang diberikan.“Pekerjaan apa yang mau Anda berikan pada saya?”“Yang penting bukan kejahatan seperti yang sudah kamu lakukan beberapa waktu lalu,” sindir Alex Rayyan. Reno langsung menunduk, merasa menyesal karena sudah menerima pekerjaan yang ditawarkan oleh Datin Maria dan juga Safina.“Sepertinya saya akan coba untuk menerima tawaran yang Anda berikan,” ujar Reno setelah berpikir beberapa saat.“Good choice! Hanya itu yang mau aku dengar, selamat bergabung dengan kami,” Alex Rayyan mengulurkan tangan dan disambut oleh Reno. Mereka berjabat tangan.“Terima kasih, Pak,”“Sama-sama. Boy, Ady! Antar Reno pula
“Pa, Ray ada urusan setelah ini,” Alex Rayyan kembali ke meja yang ditempati oleh sang ayah dan Harris. “Sebentar! Papa bertemu dengan kamu hanya mau memberitahu kalau sebaiknya kamu segera urus perpisahan kamu dan Rania, Papa tidak mau kamu sampai datang bertemu dengannya lagi suatu saat nanti,” ujar Pak Heru tegas memberi peringatan kepada Harris. “Apa sekarang Rania ada bersama Papa?” “Tidak perlu kamu tahu semua itu, yang perlu kamu lakukan hanya segera urus perceraian kalian, putri Papa layak bahagia,” “Apa Rania mau menikah dengan selingkuhannya sampai dia mengutus Papa untuk meminta cerai? Sudah terlalu gatal dan tidak tahan mau tidur dengan pria itu? Dasar murahan!” “Jaga mulutmu, bangsat!!” Alex Rayyan yang dari tadi belum duduk segera meraih kerah baju Harris dan mengacukan tinju di depan wajah pria itu. “Stop Ray!” Pak Heru menahan putranya dari memukul Harris, wajah Alex Rayyan merah padam mendengar nama Rania dengan kalimat kotor Harris. “Itu bukan urusanmu! Jadi ja
Rania kaget, ia bahkan belum bercerita pada siapa pun tentang masalah dan nasib yang harus ia hadapi sekarang. Ia menatap pada sang ayah.“Apa maksud Papa?” “Jangan sembunyikan air mata dan luka hatimu lagi, Nak. Sudah cukup lama kamu menderita, jangan buat Papa semakin merasa bersalah dengan sikap acuh dan pura-pura kuat begini, Papa tahu kamu sangat hancur sekarang. Papa tahu kamu butuh tempat untuk bersandar, ada Papa, ada Alexa yang bisa kamu tuju. Kenapa kamu memilih diam begini?” tangis Pak Heru semakin menjadi-jadi, ia tidak tega melihat sang putri yang mencoba tersenyum sementara dalam hatinya hancur tanpa tersisa. “Nia baik-baik saja,” air mata tanpa isak bergulir jatuh membasahi bantal putih, ia masih bersyukur sang ayah ada di sini bersamanya. Tapi melihat sedihnya wajah sang ayah membuat hati Rania seperti luka yang ditaburi garam, pedih. “Papa bukan anak kecil yang bisa kamu bohongi, jangan membuat Papa menjadi orang tua yang tiada guna begini! Papa merasa sangat b
Bahu Pak Heru jatuh mendengar berita yang disampaikan oleh sang putra. Sekali lagi Rania harus menelan pil pahit dalam pernikahan keduanya. Ia harus mencari tahu kenapa Harris sampai melakukan tindakan kejam pada putrinya. “Bagaimana Harris bisa melakukan itu, Ray? Dia sangat mencintai Rania sebelum ini, mereka juga baik-baik saja tanpa ada masalah,” Pak Heru tidak habis pikir. Apa yang menyebabkan perceraian dalam pernikahan Rania dan Harris. Mendengar kalimat sang ayah, Alex Rayyan tersenyum samar. Ini pasti karena Rania yang terlalu menutup diri dari keluarga dan orang-orang yang menyayangi dia. Sejak kecil sudah hidup mandiri tanpa orang tua membuat gadisnya menjadi orang yang cukup kuat dalam memendam masalah. Rania tidak mudah untuk mengadu dan bercerita kecuali dengan orang yang benar-benar ia percaya. “Semua ini adalah fitnah seseorang, Pa,” ujar Alex Rayyan dengan yakin. “Ray, kalau hanya spekulasi kamu dan tanpa bukti nanti jatuhnya fitnah,” tehlgas Pak Heru. Ia tidak ma
Hening.‘Papa tidak mengerti, coba cerita dulu, kenapa kamu yang harus menjaganya? Lalu ke mana suami dia?’ Giliran Alex Rayyan yang terdiam sekarang.Ia berpikir sejenak, apa yang dialami Rania sekarang sangat tidak enak untuk diceritakan, bagaimana sang papa bisa tenang di sana jika tahu nasib buruk apa yang sudah diterima sang putri. Ia yakin Pak Heru sebagai ayah kandung Rania pasti akan sedih dan marah. Putrinya mengalami kecelakaan setelah diceraikan oleh sang suami. Rania umpama jatuh tertimpa tangga.‘Ray, kamu masih di sana?’“I-iya, Pa,”‘Apa sebenarnya yang terjadi? Tadi malam Papa memimpikan Rania sedang hamil besar, apa dia sedang hamil sekarang? Kenapa tidak mengabarkan itu pada kami? Terakhir dia menghubungi Papa saat ia akan melakukan perjalanan ke luar kota, sekarang Papa tidak bisa menghubungi nomornya,’ Pak Heru bercerita tentang mimpinya mengenai Rania pada Alex Rayyan. Inilah firasat seorang ayah, mimpi hamil besar bukanlah karena hamil sungguhan, maknanya a
Boy menerobos kerumunan setelah ia membuka helm dan meletakkannya di atas motor, taksi yang tadi membawa Rania hancur di bagian kanan, pengemudi meninggal di tempat kejadian. Boy mendekat ke arah petugas medis dari rumah sakit yang membawa tubuh korban lainnya, terlihat yang dibawa oleh para petugas adalah seorang perempuan dan Boy bisa mengenal baju yang di gunakan, “Pak, bagaimana kejadiannya tadi?” Boy bertanya pada saksi mata yang mungkin melihat kejadian waktu kecelakaan itu berlangsung.“Kami kurang tahu pasti, Mas. Yang jelas ada suara sangat keras seperti benturan dua benda dan setelah kami berlari ke arah sumber suara, rupanya mobil itu sudah menabrak pembatas di sisi kanan jalan. Penumpang yang tadi dibawa oleh pihak rumah sakit terlempar jauh di tengah jalan raya, untung saja tidak ada mobil lain yang melintas dan menggilasnya,” jawab warga yang ditanya oleh Boy. “Iya, Mas. Untungnya penumpang tadi masih bernafas, tapi mungkin mengalami luka dalam karena benturan.” Sahut
“Tidak Abang! Jangan! Ini tidak adil buat Nia! Nia tidak pernah melakukan kesalahan itu, itu fitnah belaka!” Rania membela diri, ia mencoba untuk kuat berdiri di atas kedua kaki dan lutut yang bergetar, ia ikhlas jika akhirnya nanti Harris meninggalkan dia dan lebih memilih Safina, tapi bukan begini caranya. Bukan dengan difitnah dengan perbuatan yang menjijikkan seperti ini. Lembar demi lembar fotonya yang dalam keadaan mengaibkan bersama Reno ditatap dengan hidung kembang kempis menahan isak tangis.Harris tidak bergerak, ia bergeming melihat air mata Rania yang terus menganak sungai. Rasa benci yang menguasai hati tidak akan mampu melunak lagi. Ia merasa sudah dikhianati. Rania sudah berubah menurutnya, mungkin juga karena sebab pria lain ia ditolak untuk meminta haknya sebagai seorang suami.“Aku mengerti sekarang, kenapa waktu itu kamu seolah tidak mau melayani aku sebagai suami, aku meminta hakku dan kamu menolakku, rupanya ada pria lain yang sedang kamu cintai! Dasar istri du
Tanpa ada jawaban yang keluar dari bibir Harris, tapi dari raut mukanya bisa dilihat kalau pria itu sedang menahan amarah yang meledak-ledak. Bagaikan bom waktu yang siap untuk membumihanguskan apa saja. “Kenapa kalian masih belum tidur? Harusnya kamu banyak beristirahat Fina, ingat kalau kamu itu sedang pregnant!” Datin Maria tiba-tiba muncul di ruang keluarga. Ia langsung menghampiri menantu yang paling ia sayang.“Mama perlu tahu hal ini,” bisik Safina. Matanya tak lepas dari satu titik, wajah Harris.“Ma, ada sesuatu..” kalimat Safina terpotong karena Harris menahannya.“No! Biar i yang akan beritahukan ini kepada beliau!” tegas sang suami. Safina terdiam serta Merta.“Ada apa?” tanya Datin Maria, menatap anak dan menantunya dengan mengerutkan dahi.“Tak ada apa, Ma.” Jawab Harris masih belum bisa berbicara.“Sepertinya ada sesuatu yang sangat penting, ada apa Fina? Harris tidak akan bicara. Beritahu Mama ada apa?” Datin Maria tidak mau jika ada sesuatu yang harusnya ia k