Ariella duduk di ruang kerja Mederick sambil menikmati secangkir teh hangat dan membaca buku. Sudah hampir 1 jam Mederick meninggalkannya sendiri karena pria itu harus menghadiri rapat dengan.Sebuah pesan singkat di ponselnya tiba-tiba mengganggu kegiatan membacanya. Itu adalah sebuah kode dari Nick, mata-mata terpercaya yang bekerja di Mansion Darwin apabila pria itu ingin melaporkan sesuatu padanya.Selama Ariella tidak berada di Indonesia Nick lah yang membantunya untuk mengetahui kondisi di Mansion itu. Ariella meraih benda pipih itu lalu menelpon Nick“Katakan” ucap Ariella saat panggilan itu tersambung"Faniya berada rumah sakit. Dia jatuh dari balkon dan mengalami keguguran." Ketika Nick akhirnya menjawab, suaranya penuh dengan ketegangan"Nona," kata Nick dengan suara berat, "Ini benar-benar tidak terduga. Saya belum tahu persis apa yang terjadi.Tapi saya melihat sendiri kondisi Faniya yang memang terguncang "“Hmm, aku tau. Bagaimana kondisinya sekarang?”"Saat ini, dia mas
“Dia mencintai Faniya, tentu saja dia peduli!” “Hah Malkin benar-benar, keponakanku itu belajar dengan baik yaa” Ariella mengerutkan keningnya, Mederick terlihat seperti menahan tawa. Sialan, pria itu mengejek ucapannya!!“Aku serius Mederick Winston!!” Ucap Ariella“Katakan tujuanmu sebenarnya kitten. Sampai kapan kau akan menyembunyikannya dariku” Ucap Mederick, dia kembali mendekati Ariella, tatapannya penuh dengan aura intimidasi“dan kapan kau akan datang padaku…” Ucap Mederick tepat didepan bibir Ariella.Bergerak sedikit saja maka sudah Ariella pastikan jika bibirnya akan bertemu dengan Mederick.“Mundur” Ucap Ariella nyaris berbisik“Takut little kitten?” Ucap Mederick tanpa mengubah posisi wajahnya yang persis berada didepan Ariella.Cup..Mederick mengecup bibir Ariella sekilas sebelum menarik diri. “Aku akan membawamu ke Skotlandia lusa” Ucapan Mederick membuat mata coklat Ariella berbinar cerah.“Kau sudah berjanji!! Jika kau ingkar aku akan membunuhmu” Ariella bahkan tida
Indonesia, Medika Center Hospital“Sudah puas Faniya?!” Suara Mason terdengar mengerikan namun ada sedikit getaran disana, bagaimanapun juga Faniya adalah wanita yang dia cintai diluar dari tindakan pria itu yang mengkhianatinya.“Aku benar-benar menyesal, Mason” Ucap Faniya sambil menghela nafas dalam-dalam“Apa yang membuatmu melakukan ini Faniya? Kau tega membunuh janin diperutmu sendiri! apa pantas kau melakukan itu?!” Lagi Mason mencecar Faniya secara sepihak.“Pergilah Mason, Aku lelah” Usir Faniya, Mason kehilangan kata-katanya. Dengan tangan yang terkepal, pria itu meninggalkan Faniya sendiri.Mata sendu Faniya menyorot kearah jendela, menatap langit yang sudah menggelap “Aku merasa seperti tidak ada jalan keluar lagi, Ella..” Gumam Faniya, entahlah tiba-tiba dia teringat dengan kakak angkatnya itu.Apa mungkin semua ini karma bagi dirinya?Faniya duduk sendirian di ruang rawat inap rumah sakit, tatapan matanya kosong, dan wajahnya pucat. Dia meraih rambutnya yang panjang deng
Mederick dan Ariella sudah berada di sebuah pesawat penerbangan internasional milik Wston airlines. Sebelum pergi Ariella memastikan keadaan Leander dan perawatan yang terbaik bagi kakaknya itu. untuk sementara Ariella akan membiarkan Leander berada di mansion Mederick dan dia akan mencari cara untuk menemukan persembunyian yang aman bagi pria itu.Ariella menatap Mederick. Pria itu duduk didepannya dengan pandangan sibuk dengan laptopnya. Posisi mereka sedang duduk berhadapan di kelas bisnis VIP, ada beberapa penumpang lain di kelas ekonomi, dan hanya Ariella dan Mederick saja yang berada di bisnis class, mengingat Medericklah pemilik maskapai penerbangan ini jadi hal itu wajar saja baginya.Ariella menatap keluar jendela dengan tatapan kosong. Meskipun dia tahu ini adalah perjalanan yang dia tunggu-tunggu karena akan bertemu Malkin dan meluruskan semuanya, tapi disisi lain ada perasaan yang mengganggu di dalam hatinya. Dia merasa seperti sudah melewatkan satu hal yan
Pesawat dengan logo Wston Airline itu mendarat dengan selamat di Bandar Udara Edinburgh dengan selamat. Ariella mengikuti Mederick yang menuruni pesawat dan memasuki sebuah mobil hitam yang menunggu mereka diluar bandara.“Berikan kuncinya padaku” Perintah Mederick. Sang ajudan dengan segera memberikan kunci mobil pada Mederick. “Pergilah” SerunyaMederick membukakan pintu untuk Ariella, lalu berjalan mengitari mobil untuk duduk dikursi kemudi.Mederick mengemudikan menuju pusat perbelanjaan besar di Edinburgh. Ketika mereka tiba, Ariella terkejut melihat seberapa ramainya tempat itu. Toko-toko besar, butik kecil, dan restoran-restoran yang lezat mengelilingi mereka."Kenapa kita di sini" tanya Ariella, semakin penasaran “Kau tidak lupa jika kita kesini untuk bertemu Malkin kan?” SambungnyaMederick membawa Ariella dari satu toko perhiasan bermerek. Mederick mendekati Ariella, merangkul pinggang pria itu dengan tangan besarnya dan berbisik"Arah jam 3, menolehlah dengan perlahan" bis
Angin dingin Skotlandia menyapu jalan-jalan desa kecil Wanlockhead saat Mederick dan Ariella tiba di sana. Ariella merasa tegang, namun bersyukur bahwa mereka akhirnya sampai di tujuan mereka.Setelah beberapa jam perjalanan yang penuh ketegangan, mereka akhirnya tiba di Wanlockhead. Desa kecil yang terletak di lembah yang indah, diapit oleh bukit-bukit hijau yang membentuk lanskap yang menakjubkan.Mederick mengemudikan mobil jeepnya melalui jalan-jalan kecil desa tersebut, dan akhirnya mereka tiba di depan sebuah rumah yang berdiri dengan megah di tengah-tengah desa.Begitu pagar terbuka, Ariella menatap rumah itu yang kelihatan sangat bersahaja, dengan jendela-jendela kecil dan atap yang tertutup oleh lumut. Ariella tahu bahwa Malkin tinggal di sini dalam persembunyiannya yang aman.“Selamat datang Tuan dan Nyonya Winston” Suara penjaga menyapa mereka. Mederick mengangguk lalu berjalan masuk dengan kedua tangan yang berada disaku celananya."Mederick.. Ariella" sapa pria itu dengan
Ariella duduk di tepi bar, matanya memerah, dan wajahnya memancarkan gelisah. Botol kosong bir berserakan di sekitarnya, dan aroma alkohol menyengat di udara. Di sebelahnya, dia merasa sepi, kesepian yang begitu dalam yang menghantui dirinya. Setelah berbicara dengan Malkin dan mendengar pengungkapan tentang hubungan keluarga yang rumit, Ariella merasa hancur. Dia merasa dunianya runtuh, dan satu-satunya tempat untuk melupakan semua rasa sakit adalah di ujung botol alkohol.Setelah berbicara dengan Malkin, Ariella langsung meninggalkan rumah dan menemukan sebuah bar sederhana berjarak beberapa meter dari rumah itu. Di dalam bar yang redup, suasana hening hanya dipecahkan oleh musik lembut yang diputar di latar belakang. Ariella merasa seperti dia butuh tempat ini untuk menghanyutkan dirinya dalam alkohol dan melupakan semua yang telah terungkap.Sementara itu, di meja lain, Mederick duduk dengan ekspresi dingin di wajahnya. Dia tahu Ariella dan Malkin memiliki ayah yang sama sejak awa
Los Angeles, California, Amerika SerikatPintu ruangan terbuka dengan pelan, memperkenalkan cahaya senja yang hangat ke dalam ruangan. Ariella tidak terganggu sedikit pun oleh kehadiran seseorang yang memasuki ruangan itu. Dia sudah terbiasa dengan kunjungan-kunjungan tak terduga di mansion itu. Siapa lagi yang bisa dengan bebas berkeliaran di sana selain pemiliknya sendiri?“Fokus sekali” bisik suara lembut dari belakang.Ariella tersenyum, mengenali suara itu seketika. Mederick, pemilik mansion tersebut, telah tiba. Dia menghampiri Ariella dengan langkah-langkah yang ringan, memeluknya dari belakang dengan lembut.Ella memiringkan wajahnya, menatap Mederick dalam jarak dekat, tanpa sengaja bibirnya menyentuh leher pria itu.Mederick tersenyum tipis, dia menahan dagu Ariella dan mengecup bibir Ariella. kecupan singkat yang manis, membuat suasana romantis tercipta di antara keduanya. Mata Ariella menatap Mederick, suasana seperti ini membuatnya merasa tak nyaman terlebih mata abu-abu
Mederick menyerahkan sebuah kertas pada Ariella. Surat pengalihan seluruh aset milik atas nama Mederick pribadi. Mulai dari property hotel, restoran bintang 5 miliknya hingga asset lain seperti mansion dan gendung-gedung atas nama Mederick ditambah lagi pulau pribadi milik Mederick“Kau mau menjual ini semua?” Tanya Ella penasaran karena Mederick menyerahkan dokumen itu ke arahnya. Mederick menggeleng. Pria itu menyerahkan sebuah surat yang berbeda dari surat-surat lainnya.“Surat pernyataan?” Gumam Ariella membaca selembar surat yang Mederick serahkan“Semua aset milikku sudah menjadi milikmu termasuk aku. Jadi tandatangani surat yang menyatakan bahwa kau adalah milikku untuk selamanya” Jelas Medrick cepat. Ariella melotot terkejut.“Apa-apaan ini, kau tidak takut jika aku pergi darimu lagi, Der?” Tanya Ariella tanpa menghilangkan raut terkejutnya. Ariella terkesiap saat Mederick bergerak cepat meraih pinggangnya dan mendekapnya lebih eratAriella merasakan hatinya berdebar kencang k
Dalam sebuah kamar rumah sakit yang tenang, Mederick terbaring tak sadarkan diri di tempat tidur, wajahnya pucat dan lesu. Tidak jauh darinya, Ariella duduk di kursi, pandangannya terpaku pada wajah Mederick yang lelah. Pikirannya berkecamuk dengan beragam emosi, dari kemarahan hingga belas kasihan."Dia selalu saja menyebalkan" gumam Ariella pelan. "Tapi, aku tidak bisa membantah bahwa dia peduli padaku." Dia merenung sejenak, mengingat momen-momen mereka bersama, bahkan di antara pertengkaran dan konflik yang tak kunjung usai.Ariella menggelengkan kepalanya, mencoba mengusir pikiran-pikiran itu. "Tapi itu bukan alasan untuk membiarkan dirinya menyakitiku" gumamnya dengan suara penuh ketegasan. "Dia harus belajar mengendalikan emosinya, seperti yang selalu dia katakan kepadaku."Saat itu, Mederick mulai bergerak, matanya terbuka perlahan. Ariella segera berdiri, tatapannya bertemu dengan Mederick yang masih lemah. "Kau sadar" ucapnya dengan suara lembut, mencoba menenangkan pria itu
Sementara itu, di pulau terpencil yang jauh dari kekacauan di villa mewah Mederick, Ariella Dfretes duduk di sebuah teras dengan pemandangan pantai yang tenang. Bersama dengannya adalah Faniya dan Mason, dua orang yang telah memberikan perlindungan dan kedamaian setelah ia melarikan diri dari kekacauan yang diciptakan oleh Mederick."kak, aku masih tidak percaya bahwa kau berhasil melarikan diri dari Mederick" ujar Faniya dengan nada prihatin. "Kakak tahu bahwa dia tidak akan pernah berhenti mencarimu."Ariella mengangguk dengan penuh ketegasan. "Aku tahu. Tapi aku tidak bisa lagi tinggal di bawah pengaruhnya. Aku butuh kebebasan, dan aku tidak akan kembali padanya. Tenang saja aku gak ganggu kalian kok"Mason menatap Ariella dengan penuh kekhawatiran. "Tapi, bagaimana dengan ancamannya? Apakah kau yakin kau aman di sini?""Aku tahu risikonya" jawab Ariella mantap. "Tapi aku lebih baik berisiko hidup di sini daripada hidup di bawah bayang-bayang ketakutan bersama Mederick. Tapi aku ju
Dalam gelapnya malam yang menyelimuti villa mewah itu, Mederick Winston berdiri di tengah-tengah ruangan yang kini tergenang oleh lautan darah dan mayat-mayat yang tergeletak tanpa bentuk. Kekacauan yang terjadi adalah gambaran nyata dari kegilaan yang merajalela di dalam dirinya."SIALAN, KALIAN SEMUA TIDAK BERGUNA!" teriak Mederick dengan suara yang penuh kemarahan, membuat udara menjadi terasa lebih berat di dalam ruangan itu. Tangannya bergetar saat ia memandang ke sekeliling, melihat kehancuran yang ia sebabkan dengan tangannya sendiri.Tak peduli siapa yang berada di depannya, Mederick mengamuk tanpa ampun. Dia tidak membedakan siapa pun yang berada di jalannya, termasuk para bawahannya sendiri. Ia memukul, menendang, bahkan membunuh tanpa ampun, seperti seorang manusia yang kehilangan kendali atas dirinya sendiri.Di antara orang-orang yang menjadi korban kegilaannya, Jack, salah satu bawahannya yang setia, berdiri dengan wajah yang penuh kebingungan dan kecemasan. Selama delap
Ariella berdiri di ruangan rapat, di hadapan tim eksekutif dan staf perusahaannya yang terkejut dan bingung dengan pernyataan yang baru saja Ariella katakan"Saya ingin berbicara dengan kalian semua. Seperti yang kalian ketahui, saya baru saja dilantik sebagai Presiden Direktur perusahaan Darwin. Namun, saya memiliki pengumuman penting yang perlu saya sampaikan."Tim eksekutif dan staf memandang Ariella dengan penasaran. Ariella mengambil napas panjang“Saya telah memutuskan untuk menyerahkan seluruh kekayaan dan aset perusahaan ini kepada sebuah panti asuhan yang membutuhkan. Saya percaya bahwa sebagai pemimpin, tanggung jawab kami tidak hanya terbatas pada mencari keuntungan, tetapi juga pada memberikan kembali kepada masyarakat."Semua yang ada disana termasuk tim eksekutif dan staf terkejut dengan pengumuman tersebut, beberapa di antaranya menunjukkan reaksi campuran antara kagum dan kebingungan.“Tapi bagaimana kelanjutan perusahaan?”Ariella menanggapi pertanyaan itu dengan seny
Langit senja menyala di balik jendela mobil mewah saat Mederick mengemudikannya dengan tenang. Ariella duduk di sebelahnya, tetapi suasana di dalam mobil terasa tegang. Mereka baru saja meninggalkan acara bisnis yang panjang, tetapi tidak sepatah kata pun terucap sejak mereka memulai perjalanan pulang.Dengan napas dalam, Mederick memutuskan untuk memecahkan keheningan yang membelenggu mereka. "Riel, aku ingin meminta maaf."Ariella menoleh padanya dengan pandangan yang penuh pertanyaan di matanya. "Maaf? Maaf untuk apa?" ucapnya berpura-pura tak tahu, meskipun dalam hatinya dia sudah mengetahui alasan di balik permintaan maaf Mederick.Mederick menelan ludah, mencoba menemukan kata-kata yang tepat. "Aku tahu belakangan ini aku agak... terlalu cemburu. Aku ingin meminta maaf jika itu membuatmu tidak nyaman."Ariella menatapnya dengan ekspresi yang tidak terbaca. Dia tidak mengharapkan permintaan maaf seperti itu dari Mederick, yang biasanya sulit mengakui kesalahannya. "meskipun aku m
"Melalui proses pemungutan suara yang demokratis, para pemegang saham dengan bulat hati menyetujui penetapan Ariella Dfretes sebagai Presiden Direktur, menggantikan Andrew Darwin sesuai dengan peraturan nomor 2 yang telah diusulkan” ujar juru bicara perusahaan dengan suara yang tegas dan jelas, memecahkan keheningan ruangan rapat.Prok.. Prok.. Prokk.. Suara tepuk tangan menggema merayakan keputusan yang baru saja diumumkan, mengisyaratkan persetujuan dan dukungan yang kuat dari para pemegang saham.Cahaya sorot lampu panggung memantulkan kilauan di wajah-wajah para pemegang saham yang merasa yakin bahwa pemilihan Ariella Dfretes sebagai Presiden Direktur adalah langkah yang tepat. Mereka melihat kehadiran Ariella sebagai awal dari babak baru bagi perusahaan, penuh dengan harapan dan potensi.Ariella dengan langkah mantap, berdiri di depan podium. Sorot mata yang tajam dan wibawa dalam setiap langkahnya mencerminkan kepercayaan diri yang dimilikinya. Dengan pakaian profesional yang ra
Mederick menghembuskan asap rokoknya dengan napas yang berat. Rokok itu hanyalah pelarian dari kekacauan emosinya yang tak terkendali. Dia merasa putus asa, mencoba memahami perasaan yang berkobar-kobar di dalam dirinya. Meskipun, dia sama sekali tidak tahu bagaimana caranya. Dia hanya bisa merasakan betapa kuatnya keinginannya untuk menjaga Ariella di sisinya, meskipun itu berarti memaksanya.“Aku membencimu. Ayo kita batalkan perjanjiannya!”Kata-kata Ariella membuat Mederick merasa tercengang. Dia mencoba memahami apa yang sebenarnya Ariella maksud dengan permintaan itu. Namun, bahkan dengan segala usahanya, dia tetap tidak bisa menyelami sepenuhnya isi hati wanita itu. Ada perasaan yang mengganjal dalam hatinya, rasa penasaran yang tak terhentikan, dan dia ingin mengetahui apakah perasaannya itu beralasan.Mederick mencoba membenamkan dirinya dalam pertimbangan-pertimbangan yang melingkupi hubungannya dengan Ariella. Dia merenungkan setiap momen yang mereka lewati bersama, mencari
Ariella menatap langit malam melalui jendela kamarnya, membiarkan pikirannya melayang pada pembicaraannya dengan Faniya tadi siang. Faniya telah membuat keputusan besar dengan keluar dari keluarga Darwin dan mengejar kebebasannya, sementara dia sendiri merasa terperangkap dalam jebakan yang lebih besar.Dalam keheningan malam, pikiran Ariella melayang jauh, mencoba memahami keputusan yang diambilnya selama ini. Dia merenungkan bagaimana hidupnya telah terjebak dalam lingkaran masalah dan tekanan, terutama dalam pernikahannya dengan Mederick.Apakah yang dilakukannya benar?Meskipun dia berjuang untuk mempertahankan dirinya dan mencari kedamaian, dia merasa semakin terjebak dalam kekacauan yang telah dibangun di sekitarnya.Namun, melihat keberanian Faniya untuk keluar dari lingkaran itu memberinya sedikit harapan. Dia menyadari bahwa kebebasan dan kebahagiaan bukanlah sesuatu yang harus dia korbankan demi kepentingan orang lain. Mungkin saatnya baginya untuk mengambil langkah besar, s