Raynald menghentikan mobilnya di depan rumah Laura. Hari sudah malam. Jam sudah menjukkan pukul 21:05. Tapi ia merasa harus berkunjung. Hari ini adalah hari ulang tahun ibu Laura. Setidaknya, ia harus menebus kesalahannya pada Laura karena sudah tak menemaninya mencarikan hadiah ulang tahun untuk ibunya. Raynald mematikan mesin mobil, membuka seat belt, dan meraih buket bunga mawar yang diletakkannya di kursi samping kemudi, lantas keluar dari mobilnya. Ia tahu, jam segini Laura dan ibunya masih belum tidur. Mereka biasanya akan tidur ketika sudah menunjukkan pukul 22:00. Raynald mendekati pintu dan mengetuknya tiga kali. Tak berapa lama, knop pintu berputar dan seseorang meuncul dari baliknya.“Ray?!” seru Ibu Laura, begitu tak menyangka dengan kehadrian Raynald di rumahnya.“Malam, ma. Selamat ulang tahun.” Ia menyodorkan sebuket bunga mawar merah ke hadapan ibu Laura. Perempuan itu seketika merasa teranjung dan menekan dadanya yang menghangat.“Ya ampun, terima kasih lho.” Beliau
Laura bangkit dari tempat tidurnya dan meraih ponsel yang tadi diletakkannya di nakas, samping tempat tidur. Ia menimang-nimang untuk mengirim pesan singkat kepada Raynald. Setelah kepergiannya tadi dari rumah Laura, ia tak pernah tenang memikirkan Raynald. Laki-laki itu sedang diselimuti emosi. Ia takut terjadi apa-apa pada Raynald. Bahkan ia tak memberi Laura kesempatan untuk sekadar menjelaskan. Setelah Laura membenarkan pertanyaan Raynald tentang pertemuannya dengan Dylan di luar rumah sakit, laki-laki itu beranjak dari tempat duduknya dengan tiba-tiba. Menyentakkan Laura yang bergelayut pada tubuhnya. Sekeras apa pun Laura mengejarnya, Raynald tak juga menghentikan langkah. Ia mantap berjalan dengan langkah-langkah lebarnya menghampiri mobilnya dan hilang di dalamnya. Laura terus mencoba mengejar Raynald. Diketuknya jendela mobil beberapa kali, tetap saja Raynald seolah tak melihat keberadaannya. Emosinya terlihat jelas dari raut wajahnya. Laura bahkan sempat merasa takut. Ia ben
Laura kembali terbangun ketika waktu menunjukkan pukul 08:00. Sejenak ia diam di atas tempat tidurnya. Merasakan sakit di kepalanya yang sepertinya sudah sedikit berkurang . Perlahan ia mencoba bergerak duduk dan kembali meraih ponselnya yang tergeletak di atas kasurnya. Ada 8 pesan dan 13 misscall. Laura meringis melihat notifikasi di ponselnya. Ia membuka panggilan masuk di ponselnya. 10 panggilan dari Raynald, 1 dari Angel, dan 2 di antaranya dari Dylan. Laura menghela napas panjang dan mengembuskannya perlahan. Ia beralih pada notifikasi pesan yang masuk. Ada 3 pesan dari Raynald yang menanyakan kondisinya dan memintanya menghubunginya kembali jika sudah lebih enakan. Dua pesan dari Angel. Laura membuka pesan itu dan membaca isinya.From: Angel Lau, kamu sakit? Sakit apaan? Anemia lagi?Pesan singkat pertama yang dikirmkan rekannya itu. Lalu tak lama berselang, pesan kedua masuk.From : AngelYa udah kamu istirahat ya. Biar aku yang urus kerjaan.Bunyi pesan kedua. Laura bersyuku
Dylan mendudukkan Laura di samping kursi kemudi dan memasangkan seatbelt untuknya. Setelah itu, ia memutari bagian depan mobilnya dan duduk di kursi kemudi. Sejenak ia berpikir mau dibawa kemana wanita di sampingnya ini? Laura ngotot tak tingin dibawa ke rumah sakit, sementara Dylan tak tahu sama sekali di mana rumah Laura. Tiba-tiba sebuah ide hinggap di atas kepalanya. Dengan cepat ditariknya tas tangan perempuan itu dan ia memutuskan untuk membongkar seluruh isinya. Mencari-cari ponsel Laura. Cepat Ia membuka kontak Laura dan menemukan nama Raynald di sana yang diapit dua buah hati. Ragu-ragu, Dylan akhirnya mengontak nomor itu. Sebenarnya ia takut akan terjadi kesalah pahaman antara ia dan Raynald. Namun ia sama sekali tak punya pilihan lain. Maka ketika panggilannya dijawab oleh Raynald, Dylan memutuskan untuk to the point. “Saya Dylan. Saya butuh bantuan kamu, rumah Laura di mana?” ujar Dylan tiba-tiba. Karena tak ada jawaban dari seberang sana, Dylan kembali mengulangi kalimat
Raynald masih dapat mendengar jeritan Laura ketika ia menghampiri laki-laki yang terpelanting di atas lantai karena hantamannya. Ia tak dapat lagi menahan emosi yang memuncak di ubun-ubunnya ketika melihat Dylan memperlakukan Laura begitu hangat. Dylan hendak bangkit ketika Raynald terlebih dahulu mencegah gerakkannya. Mendorongnya kembali ke atas lantai dan menarik kerah bajunya dengan berang. Matanya melotot tajam. Napasnya memburu. Entah karena ia habis berlari atau karena rasa sakit di dalam hati yang dideranya ketika melihat adegan mesra Laura dengan laki-laki di depannya ini. Yang mencengkram tangannya begitu kuat untuk mencegahnya menghajar wajahnya kembali. Tepat saat itu, Raynald merasa seseorang menarik tangannya dari belakang. Suara Laura yang tadi tenggelam karena emosinya, perlahan timbul kembali dan Raynald mulai kembali ke alam sadarnya. Perlahan, cengkramannya di kerah baju Dylan mengendur. Perlahan ia melangkah mundur. Masih menatap Dylan dengan penuh kebencian. Ia l
Raynald melangkah dengan perasaan carut marut. Ia masuk ke dalam kamarnya yang gelap dan menutup pintu. Menjatuhkan tubuhnya di tepi ranjang. Duduk termenung memikirkan semuanya. Hatinya masih sangat sakit setiap kali mengingat bagaimana Dylan memperlakukan Laura. Dan sakitnya bertambah kian parah ketika mengingat bagaimana Laura lebih membela laki-laki itu ketimbang dirinya. Raynald meraup wajahnya dengan kedua tangannya dan merebahkan tubuh di atas kasur. Pikirannya sedang tak karuan. Segala kemungkinan-kemungkinan buruk terus saja berkelebat di dalamnya. Ia sungguh tak ingin apa yang pernah terjadi pada Alexa, kembali terjadi pada Laura. Ia masih sangat ingat bagaimana cemasnya ketika mendapat telepone dari Dylan, mengabarkan kalau Laura pingsan. Raynald bahkan tak mengatakan apa-apa pada Alexa. Ia bergegas meninggalkan rumah sakit. Berlari menyusuri koirdor, melajukan mobilnya dengan ugal-ugalan. Dan kembali berlari ketika ia tiba di rumah perempuan itu. Tapi apa yang didapat? ia
Dylan masih tak dapat menghentikan langkah setengah berlarinya ketika menyusuri koridor rumah sakit. Beberapa menit setelah keluar dari rumah sakit, ia mendapat telepone dari ibu Alexa, mengabarkan kalau Alexa tak sadarkan diri. Dibantingnya setir, melajukan mobilnya kembali ke tempat semula. Pontang-panting Dylan berlari, memasuki lift dan kembali menyusuri koridor di lantai 3. Langkahnya terhenti seketika di ujung koridor saat matanya menangkap sosok Raynald dan ibu Alexa. Ia mencoba mengatur napasnya yang terengah sejenak sebelum kemudian kembali berjalan dengan langkah-langkah lebarnya.“Alexa bagaimana tante?” Tanya Dylan. Menyentakkan dua orang yang ada di sana. Ibu Alexa nampak terkejut dengan kehadiran Dylan yang dirasanya begitu cepat dan tiba-tiba. “Tante? Bagaimana keadaan Lexa? Kenapa bisa seperti ini?” Dylan mengulangi pertanyaannya saat perempuan di depannya tak kunjung menjawab pertanyaannya. “kita masih belum tahu keadaannya sekarang.”Dylan mengalihkan perhatiannya
“Jadi, Alexa sudah mulai menemukan ingatannya?” Laura meletakkan cangkir berisi capucino hangat di atas meja. Setelah Dylan mendengar kabar dari Alexa pagi tadi, Dylan tak dapat menahan diri untuk tidak bertemu Laura dan menceritakan semuanya. mereka memilih jam istirahat makan siang dan melakukan pertemuan di salah satu cafe yang dipilih Dylan yang berada tak jauh dari kantor Laura. Ia tak ingin hanya karena kepentingannya sendiri malah membuat gadis itu kerepotan dengan memilih cafe yang jauh dari kantornya. Dylan mengangkat cangkir miliknya dan menyesapnya. Ia meletakkannya kembali di atas meja sebelum menjawab, “Iya.” Kenangnya pada penjelasan Raynald tanpa pernah berhenti tersenyum. Meski belum ada penjelasan dari Alexa, tapi ia tetap senang mendengar kabar berita itu. Meskipun kata mungkin masih bertebaran dari setiap cerita Raynald, Dylan tetap tak bisa berhenti berharap kalau semua yang diceritakan laki-laki itu adalah kebenaran. Bahwa kini, Alexa mulai mengingat dirinya.Na
Satu Tahun Kemudian Sebuah pesta pernikahan di salah satu gedung mewah sedang berlangsung hari ini. Nuansa putih terlihat ketika memasuki area gedung. Dekorasi kuade yang terlihat anggun dengan beberapa bunga kertas berwarna putih, biru muda dan peach menjadi background dua sejoli yang sedang menyambut para tamu undangan untuk bersalaman pada mereka. Dua orang yang pernah menghadapi berbagai rintangan demi sampai pada hari ini. Gaun putih yang dikenakan mempelai wanita serta polesan make up tak menor membuatnya semakin terlihat cantik, tapi tak membuatnya nampak berbeda. Dan laki-laki yang menjulang di sampingnya, memamerkan senyum bahagia pada seluruh tamu yang hadir, membuat siapa saja yang melihatnya akan iri. Dari kejauhan Angel mengamati dua orang yang pernah dekat dengannya begitu nampak bahagia. Ia bahkan tak kuasa untuk tak ikut tersenyum atas apa yang disaksikannya hari ini. Sama sekali tak pernah disangka ia akan menghadiri acara pernikahan sakral ini. Ia pikir semua sudah
Sesuai harapan mereka, lalu lintas hari ini aman terkendali. Tak ada macet yang mengular. Meski bukan berarti jalanan lancar tanpa hambatan. Mereka sempat menemui macet di beberapa ruas jalan, hanya saja tak butuh waktu lama untuk keluar dari jebakan mobil-mobil yang berbaris. Raynald masih terus melajukan mobilnya memasuki sebuah kawasan berpenduduk. Sudah setengah jam yang lalu mereka keluar dari tol. Laura menikmati pemandangan yang dihadirkan di jalanan, meski pikirannya saat ini sedang kacau. Laura hanya berusaha fokus atas apa yang akan dilakukannya nanti ketika bertemu Dylan. Apa yang akan dikatakannya pada laki-laki itu. Beberapa kali ia menarik napas dalam-dalam. Berharap hal itu dapat membantunya menenangkan diri.Mobil Raynald akhirnya mulai melambat ketika berbelok di sebuah tikungan. Beberapa orang terlihat berjualan di samping kiri dan kanan jalan. Laura bahkan melihat sebuah taman bermain anak yang ramai pengunjung. Ia tak tahu, Dylan akan memilih tempat ramai
Raynald duduk dengan gelisah di balik kemudi. Sejak kepergian Alexa dari rumahnya kemarin, Raynald memikirkan semua. Apakah ia harus memberitahu Laura tentang keberadaan laki-laki itu? Siapkah ia? Inikah akhir dari semuanya? Bisakah ia egois sekali saja dengan menutupi kebenaran? Sayang, hatinya tak kuasa melakukan itu dan kini di sinilah ia. Memarkir mobilnya di depan pintu rumah Laura. Menunggu perempuan itu keluar dari dalam rumah.Masih jelas di telinga Raynald bagaimana suara penuh antusias Laura ketika dirinya mengabarkan keberadaan Dylan. Dan masih jelas pula rasa sakit di hatinya ketika mendengar suara itu. Tak bisakah Laura berpura-pura biasa saja di hadapan Raynald? Setidaknya untuk menjaga perasaannya yang masih belum berhasil ditatanya kembali setelah apa yang terjadi pada hubungan mereka. Kalau saja boleh, Raynald ingin sekali memacu mobilnya meninggalkan rumah Laura dan tak pernah menampakan diri lagi. Sudah sewajarnya ia melakukan itu. Sudah sewajarnya ia
Raynald dirundung kegelisahan. Sejak beberapa jam yang lalu, matanya tak kunjung lepas dari telepon genggam miliknya yang bertanggar di atas meja. Ia menunggu telepon dari seseorang yang sudah berjanji akan menghubunginya hari ini. Rama. Rekan yang di mintai tolong oleh Raynald untuk mencari tahu keberadaan Dylan lewat adiknya. Namun, setelah hampir 3 jam menunggu, Rama tak juga menelpon. Raynald tak mengerti mengapa semua ini begitu penting bagi dirinya. Bisa saja ia mengabaikan Laura dan membiarkan perempuan itu menyelesaikan masalahnya sendiri. Lagi pula, masalahnya dengan Laura sudah selesai. Ia tak mengerti mengapa ia bersikap bak pahlawan kesiangan dengan membantu Laura menemukan cintanya. Padahal semua itu menyakitkan untuk Raynald. Beberapa kali ia mengembuskan napas dengan gusar. Kesabarannya mulai menipis. Ingin rasanya ia berlari meninggalkan rumah, memacu mobilnya ke rumah Rama dan menodong laki-laki itu secara langsung. Kalau perlu, ia bisa langsung menemui adik Rama ta
Dari jauh, Angel mengamati apa yang terjadi pada dua orang di depannya. DItutupnya pintu mobil dan mulai menghidupkan mesin untuk segera pergi dari tempat itu. Bagaimana pun, rasa kesalnya terhadap Alexa belum benar-benar pergi. Semua dilakukannya hanya untuk memenuhi keinginan Raynald. Meski mengembalikan kepercayaan laki-laki itu 100% terhadapnya lagi, rasa-rasanya mustahil. Sejak ia memutuskan untuk terus terang atas apa yang sudah dilakukannya pada Alexa, ia tahu Raynald tak kan lagi sama seperti sebelumnya. Tapi setidaknya, ia lega untuk Raynald.Sebelumnya, ia tak mengerti bagaimana caranya untuk menebus kesalahan. Raynald tak mau membantunya memberi jawaban. Dan ibu Alexa, begitu membencinya hingga ke tulang. Alexa harus memutar otak untuk mencari cara memperbaiki apa yang sudah dirusaknya dari Alexa dan Dylan. Maka cara satu-satunya adalah dengan mencari tahu tentang Dylan. Profesi laki-laki itu memudahkan Angel untuk melacaknya. Nama Dylan sang pengacara berada
Alexa terlonjak dari kursi yang didudukinya manakala suara Angel di ujung sana mengabarkan satu informasi yang selama ini dicari-carinya.“Aku tahu di mana Dylan. Aku kirim lokasinya sekarang.”Entah bagaimana perempuan itu tahu keberadaan Dylan. Alexa bahkan tak sempat mengatakan halo, Angel sudah lebih dulu berbicara dan begitu saja mematikan panggilan mereka. Tak lama sebuah pesan masuk melalui aplikasi chat. Alexa membuka pesan itu yang menampilkan sebuah map menuju satu lokasi. Seketika Alexa merutuki diri yang sudah berani-beraninya melupakan apartemen itu. Calon tempat tinggal mereka yang sudah Dylan persiapkan untuknya. Gegas Alexa menarik tas, kunci dan jaketnya yang tersampir di atas kursi kerjanya. Secepatnya ia berlari keluar dari kamar, memacu mobilnya menuju tempat yang dikenalnya. Semua masih tergambar di kepala Alexa. Bagaikan sebuah peta yang sangat jelas rute perjalanannya. Ia tak perlu membuka aplikasi chat dan melihat bagaimana ia harus
“Saya sudah pernah bilang, kan, kalau hubungan kamu dan Laura itu gak sehat. Kamu gak mau dengar. Liatkan, semuanya jadi berantakan seperti ini.” cecar Antonio. Ia meletakkan segelas minuman soda di hadapan Dylan yang nampak frustasi. Diliriknya laki-laki itu sekilas sebelum ia meraih gelas yang letakkan Antonio di hadapannya dan menenggaknya.“Saya tahu.” Dylan meletakkan kembali gelasnya di atas meja bar. “Tapi, apa kamu bisa mengontrol perasaan kamu sendiri ketika sedang jatuh cinta?” Tanya Dylan. Pertanyaan yang sebenarnya sulit untuk dijawab oleh Antonio.“Saya tahu itu gak mudah. Tapi seharusnya kamu mencoba melawan. Kamu sudah punya Alexa. Bahkan Alexa sedang berjuang dengan ingatannya. Tapi kamu malah main di belakang. Itu yang saya gak habis pikir.”DYlan menghirup napas dalam-dalam dan menghembuskannya dengan kasar. Di antara beberapa kawan yang dimilikinya, ia memilih untuk menceritakan semua perso
“Saya gak tahu, harus mulai dari mana.”Laura melirik Alexa yang duduk di depannya dengan hati-hati. Sejujurnya, untuk bertemu dengan perempuan ini setelah semuanya terungkap, ia belum siap. Namun ia tak punya pilihan lain ketika Alexa menghubunginya satu jam sebelum waktu istirahatnya, dan meminta untuk bertemu. Setelah hilangnya Dylan, Laura menjadi terlalu fokus untuk mengetahui di mana keberadaan laki-laki itu itu hingga melupakan bahwa ada yang harus diselesaikan di antara ia dan Alexa lebih dulu.Tak ada satu orang wanita pun di dunia ini yang bersedia merelakan kekasihnya untuk wanita lain. Begitu pun sebaliknya, tak ada satu orang laki-laki pun di dunia ini yang bersedia merelakan kekasihnya untuk laki-laki lain. Keluarga Laura adalah salah satu contoh keluarga yang gagal. Setelah ia mulai beranjak remaja, ayahnya mulai berubah. Perubahan yang tak pernah dimengerti Laura kenapa, tapi ternyata terbaca oleh ibunya sebelum suaminya itu mengakui a
Dua gelas sirup jeruk terhidang di depan Laura dan Raynald. Laura memang pernah datang ke rumah ini, tapi untuk bertemu penghuninya tentu baru kali ini. Jadi, ia benar-benar merasa gugup. Perempuan yang tadi dijumpainya di depan gerbang adalah adik Dylan. Dulu sekali, laki-laki itu pernah bercerita tentang adik perempuannya yang memiliki penyakit serupa dengan laura. Rupanya seperti inilah tampilan adiknya. Sedikit berbeda dari Dylan. Ia memiliki mata yang belok, hidung yang mancung dengan cuping yang tak lancip, dan bibir yang tipis di bagian atas tapi sedikit lebih tebal di bagian bawah. Kulitnya sawo matang, tak seperti Dylan dan ibunya yang putih. Mungkin adik perempuannya ini menurunkan gen dari ayahnya. Bukankah memang seperti itu kebanyakan? Anak peremepuan mengikuti bagaimana ayah mereka dan anak laki-laki mengikuti bagaimana ibu mereka.“Sebelum pergi, Dylan pamit untuk menenangkan diri. katanya dia butuh waktu untuk menjernihkan pikiran. Untuk sementara dia ga