Hai hai hai,, nantikan bab berikutnya ya,, jangan lupa jejaks
Akbar membenamkan wajahnya pada tulang selangka Sussana dan mulai meninggalkan jejak cinta di sana, membuat si pemilik tubuh melenguh dan mengerjapkan matanya.“M-Mas Akbar,” panggil Sussana.“Hmm. Kita ulangi lagi. Seperti saat pertama kali.”Sussana yang belum sepenuhnya sadar hanya diam saat Akbar mulai menyentuh dan mencium area sensitif Sussana. Bibir Akbar yang terasa dingin dan basah menyapu ceruk leher Sussana. Desahan keluar dari bibir yang kemudian dilumat oleh Akbar. Sussana meletakan tangannya pada bahu Akbar sambil menikmati pagutan panas yang dipimpin Akbar.Cukup lama tidak saling menyentuh membuat keduanya meluapkan rasa rindu dengan menikmati cumbuan sebagai pembuka kegiatan. Akbar melepaskan pagutannya, Sussana yang terengah meraup oksigen sebanyak mungkin untuk memompa paru-parunya. “Kamu harus dihukum, sayang.”“Loh, aku salah apa?” tanya Sussana dengan kedua tangan menahan dada Akbar yang semakin akan menempel pada tubuhnya. Akbar menyentuh surai Sussana, menghapu
Akbar yang duduk di sofa sambil fokus pada Ponsel, sedang berkomunikasi dengan Bowo. Tersenyum saat menoleh pada Sussana yang bersandar pada headboard dengan tangan menahan selimut agar tetap menutupi tubuhnya. Dagu akbar menunjuk nakas di samping ranjang, nampan berisi makanan. Sussana memasang wajah cemberut saat kembali merasakan sakit dan pegal ditubuhnya karena ulah Akbar. Meraih botol air mineral, beberapa tegukan menuntaskan dahaganya lalu meraih piring berisi menu sarapan ala western. "Habiskan!" titah Akbar. "Biar kamu ada tenaga untuk mengulang kegiatan semalam," ujar Akbar. "Enggak ada ya, aku mau kembali ke apartemen. Kelamaan di sini bisa-bisa aku enggak bisa bangun." Akbar terkekeh, "Kita temui Mamih dan Papih, mereka sudah mau kembali ke Jakarta." "Sekarang?" "Nanti jam makan siang, aku mandi dulu," ujar Akbar berjalan menuju toilet. "Mas Akbar makan siang itu setengah jam lagi, kenapa enggak bilang sih. Aku sudah kenyang dengan ini," sahut Sussana sambil me
“Orangtua kamu sudah tau kalau kalian sekarang sudah kumpul lagi.”“Belum Mih, nanti Aku akan menemui mereka kalau sudah di Jakarta,” sahut Akbar.“Sussana, kamu akan kembali ke Jakarta ‘kan?”Pertanyaan Ibu mertua Sussana sukses membuat Sussana dan Akbar terkejut. Keduanya saling menatap. Sejak bertemu sampai dengan sepakat kembali bersama dan menikmati madu cinta semalam, Akbar dan Sussana belum membahas masalah ini.Melihat kecanggungan Sussana dan masih bungkam dengan pertanyaannya, “Ya sudah, kalian diskusikan dulu bagaimana baiknya. Yang jelas kami akan selalu mendukung segala keputusan kalian,” ucap Zudith sambil tersenyum.“Iya, Mih,” jawab Sussana.Makan siang keluarga Mahesa saat itu begitu hangat, senyuman terpatri di wajah setiap orang yang hadir. Keberadaan mereka di Jogya untuk pembukaan cabang perusahaan Akbar memang suatu kesuksesan tapi yang membuat mereka lebih bahagia adalah melihat Sussana yang bisa kembali berada di tengah mereka.“Kamu baik-baik ya sayang, jaga k
Sussana berdecak, “Aku sedang tidak mood membicarakan apapun.” “Duduklah, kita harus bicara baik-baik.” Sussana bergeming, masih dalam posisi berdiri tanpa memandang Akbar. Akbar merengkuh Sussana kemudian mengarahkannya untuk duduk. Mengecek bekas luka di beberapa bagian tubuh Sussana, menatap sudut bibir wanita pujaannya yang terlihat darah mengering disudut itu. Menghela nafasnya, lalu menangkup wajah Sussana, "Kita bicarakan nanti, sayang. Aku akan panggil dokter," ujar Akbar. Sussana menahan lengan Akbar saat hendak beranjak, "Enggak usah, aku mau istirahat. Badan aku ‘tuh rasanya remuk gara-gara kamu semalam. Di tambah ada tante gila ngamuk." Akbar terkekeh, lalu mengacak rambut Sussana. "Kalau kamu mau perpanjang urusan ini, harus segera visum." "Enggak, aku mau tidur." Sussana merebahkan diri memunggungi Akbar. "Tidurlah, nanti malam kita lanjut lagi." Sussana berbalik, "Lanjut apa?" "Menurut kamu?" "Mas Akbar," pekik Sussana. "Aku masih capek." Akbar terkeke
Akbar mengeratkan pelukannya, “Terima kasih sayang.” Keduanya kini berhadapan, Akbar mencoba mengikis jarak diantara mereka dengan mendekatkan wajahnya. Hembusan nafas Akbar terasa hangat di wajah Sussana, juga dengan pagutan yang dilakukan Akbar. Bukan hanya pagutan bibir, pasangan suami istri yang sedang dimabuk cinta itu melanjutkan sesi percintaan mereka. Dengan tubuh keduanya yang sudah sama-sama polos, Akbar mulai bergerilya di sepanjang tubuh Sussana. Seakan seorang yang pengemis cinta yang sangat dahaga akan rasa cinta. Menikmati tubuh Sussana dengan penuh damba. Tidak berbeda dengan Akbar, Sussana juga menikmati. Menikmati sentuhan dan arahan untuk membuatnya melayang dan meneguk nikmat surga dunia. Entah karena memang buncahan rasa cinta yang luar biasa atau karena mulai esok mereka akan terpisah jarak. Meluapkan rasa karena cinta mereka akan terhalang oleh ruang. Sussana meremas sprei sambil menengadah menikmati gerakan tubuh Akbar, bahkan desahan berkali-kali keluar dar
Dering ponsel Sussana berbunyi membuat pemiliknya yang masih terlelap pun terusik. Meraba nakas tempat ponselnya berada. Menggeser tombol hijau, "Halo," ucap Sussana dengan suara serak khas bangun tidur. "Sayang," ucap Akbar di ujung telpon. Sussana langsung membuka matanya, "Mas Akbar." Cukup lama Sussana melepas rindu hanya via telp dan video call, padahal baru dua hari Akbar pulang ke Jakarta tapi rasanya seperti sudah berhari-hari. Jika bukan karena Sussana harus segera bersiap ke kantor, mungkin mereka akan tetap melanjutkan pembicaraannya. 'Cepat cari pengganti kamu, biar bisa segera aku jemput.' Pesan yang dikirim Akbar. 'Mas Akbar enggak ada niat ke sini untuk temui aku?' Balas Sussana. 'Adalah, tapi lebih baik kalau kamu permanen di Jakarta.' Sussana berdecak sambil meletakan ponselnya. Akbar menyerahkan persoalan insiden Nola yang menyerang Sussana pada Papihnya. Berharap tidak akan menjadi masalah di kemudian hari. Yudha dan Zudith pun menemui kedua orang tua Nol
“Keluarga pasien atas nama Sussana,” ucap salah satu perawat. “Saya Sus, saya suami Sussana.” Perawat itu mengantarkan Akbar menemui dokter. “Bagaimana kondisi Sussana, Dok?” tanya Akbar pada dokter yang sudah memeriksa Sussana. Akbar begitu mengkhawatirkan Sussana, tidak ingin sesuatu terjadi pada Sussana. "Kondisi Ibu Sussana stabil. Mungkin saat ini terlalu lelah dan banyak pikiran jadi tubuhnya bereaksi karena butuh istirahat. Ditambah dengan kondisi hamil muda memang lebih lemah dibandingkan kondisi sehat." Akbar menganggukan kepalanya, mengerti dengan apa yang dijelaskan dokter. 'Tunggu, Dokter bilang hamil?' batin Akbar. "Hamil? Istri saya hamil, Dok?" "Betul. Tekanan darahnya pasien agak rendah dan kurang asupan makanan, mungkin karena morning sicknessnya. Setelah Ibu Sussana bangun, tolong paksa untuk makan. Nanti suster akan menjelaskan vitamin dan makanan yang boleh dan baik untuk dikonsumsi," terang dokter. Demi apapun, Akbar saat ini sangat bahagia. Kalau tidak i
"Sudah bangun sayang?" tanya Akbar. "Hmm." "Aku akan pesankan sarapan, tidak boleh menolak." Sussana hanya diam, dia masih penasaran dengan pesan masuk dari Nola di ponsel Akbar. Sussana hanya sanggup menghabiskan setengah dari porsi sarapan yang disiapkan Akbar. Itupun harus disuapi. "Ini seriusan akan pindah?" Akbar mengangguk, dia sibuk menyiapkan vitamin yang harus diminum Sussana. “Minum!” titah Akbar sambil menyerahkan vitamin dan segelas air. “Kamu cukup duduk diam, nanti aku yang atur kepindahan kamu.” “Duduk diam? Aku mau ke kantor Mas.” Akbar menoleh, “Kamu sedang tidak sehat sayang, jangan terlalu memaksa. Ingat, kamu sedang hamil," ujar Akbar. "Aku sedang training pengganti aku, gimana mau cepat resign kalau aku malah enggak masuk lagi." "Biar aku yang antar ke kantor dan jangan paksa tubuh kamu. Kalau sudah tidak lelah segera istirahat," tutur Akbar dan segala nasihat lainnya. Akbar benar-benar memanjakan Sussana, bahkan dia mengantarkan Sussana sampai ke lobi. Ji