Yuhuuu, cukup baca dan nikmati yesss
Sussana bersandar pada head board ranjangnya, dengan tangan menahan selimut menutupi bagian depan tubuhnya. Akbar yang duduk pada sofa tidak jauh dari ranjang dengan tablet di tangannya. Tersenyum saat menoleh pada Sussana yang sedang cemberut. Hanya mengenakan boxer, fokus pada layar tabletnya. Bergegas dari bandara segera pulang mendapati Sussana yang terlelap. Padahal sejak tadi siang dia sudah siap menginterogasi Sussana mengenai Aldi. Penasaran dengan apa yang dikatakan Aldi kepada wanita yang sudah merajai hatinya. Tapi semua itu menguap saat dia Sussana bangun dan bangun jugalah gairahnya. “Enggak usah mancing-mancing,” ujar Akbar. “Mas Akbar, nyebelin,” sahut Sussana. Akbar terkekeh, “Istirahatlah. Hukuman kamu belum selesai,” tutur Akbar. Sussana berdecak. Meraih gelas berisi air minum yang ada di atas nakas. Selimut yang menempel pada tubuhnya bergeser saat Sussana bergerak, menampakkan punggung putih mulus milik Sussana. Akbar yang menyaksikan hal itu hanya bisa menelan
“Mas Akbar enggak balik ke kantor?” tanya Sussana dengan tatapan pada televisi dan tangannya sibuk dengan cemilan sehat yang dibuatkan oleh Bunda Halimah. Akbar yang duduk di samping Sussana pada sofa kamar Sussana hanya berdeham menjawab pertanyaan Sussana. “Aku enggak apa-apa kok, Bunda aja yang terlalu berlebihan bawa aku ke Rumah Sakit cuma karena kram perut.” “Itu bukan berlebihan tapi mengantisipasi hal yang tidak diinginkan. Kita semua tidak mengerti masalah kedokteran jadi wajar kalau bertanya dengan yang ahlinya dengan membawa kamu ke Rumah Sakit,” sahut Akbar. Sussana menoleh pada Akbar yang sedang fokus pada tabletnya. “Kalau sibuk dan harus kembali ke kantor, aku enggak masalah loh.” Akbar berdecak, “Tidak ada hal yang urgent,” jawab Akbar lalu meletakan tabletnya pada meja sofa. “Kamu kenapa enggak istirahat sih?” tanya Akbar. Sussana bergeming, masih asyik dengan menyimak acara TV kabel dihadapannya. “Sussana!” panggil Akbar dengan nada yang agak tinggi. “Mas Akbar
Sussana dan Akbar menjejakkan kakinya di kediaman Yudha Mahesa. Sesuai dengan perintah Mamih Zudith, agar Akbar datang karena ada hal yang harus dibicarakan. Sebenarnya Zudith tidak mengatakan melarang Sussana ikut, tapi Akbar hanya khawatir jika yang dibahas ada hubungannya dengan Nola akan membuat Sussana cemburu atau berpikiran yang tidak-tidak. “Kamu sehat, sayang?” tanya Zudith pada Sussana sambil memeluk menantunya. “Gimana kehamilan kamu, ada keluhan?” tanyanya lagi. “Aku sehat, Mih. Keluhan sih ada, kalau kata Bunda masih normal untuk ukuran wanita hamil,” jawab Sussana. Kini Sussana, Akbar dan kedua orang tuanya duduk pada sofa ruang tamu. Asisten rumah tangga Zudith mengantarkan minuman dan makanan untuk menemani diskusi keluarga tersebut. "Diminum sayang, ini teh madu. Baik untuk kesehatan kamu, ini juga cookiesnya di coba ya. Buatan Laras, resep baru katanya," tutur Zudith. Sussana langsung menikmati hidangan yang ditawarkan Ibu mertuanya, bahkan cangkirnya kini sudah
Sussana menarik selimut untuk menutupi tubuh polosnya yang berbaring miring. Sedangkan Akbar merebah di belakang punggung Sussana dengan nafas memburu. Hari ini sudah dua kali Akbar menyentuh Sussana. Tadi siang ketika mereka masih berada di kediaman orangtua Akbar dan baru saja Akbar kembali mengulangi sesuai dengan ucapannya tadi siang.Meskipun Akbar selalu memperlakukannya dengan lembut saat penyatuan diri, entah kenapa Sussana sedikit khawatir karena kondisi perutnya yang sudah membuncit. Tangan Akbar kini melewati pinggang dan mengelus pelan perut Sussana.“Kesayangan Daddy, baik-baik saja ‘kan?” tanya Akbar.“Mas, geseran. Tubuh kamu lengket,” ujar Sussana.“Ini bukan lengket, tapi peluh penuh cinta. Istirahat sayang, terima kasih sudah membuat aku mengerang nikmat,” ucap Akbar di telinga Sussana. Sussana tidak menampik jika dia pun menikmati kegiatannya barusan. Entah mengapa semenjak berpisah dengan Akbar dan bertemu kembali di Jogja dan memutuskan untuk bersama dengan Akbar
"Bagaimana Akbar? Aku tau kamu akan bersikap adil pada kami," ujar Nola. Kini semua tatapan beralih pada Akbar, menunggu jawaban yang dipilih oleh Akbar. Akbar berusaha menelan makanan yang sedang meluncur di tenggorokannya. Berada di situasi paling membahayakan. Dia tidak tau respon apa yang akan ditunjukan oleh orang-orang yang ada di sekitarnya saat ini. Menganggap Syamsul, Ayah Nola agak tidak waras karena merelakan putrinya menjadi istri kedua. Entah apa maksud dan rencana dari Nola dan Ayahnya. Tanpa menoleh pada Sussana yang ada di sampingnya, dimana saat ini Sussana menunduk dengan kedua tangan saling meremas di atas pangkuannya. Sangat memahami perasaan Sussana saat ini, tapi Akbar tidak ingin gegabah dalam bersikap agar tidak menyakiti hati Sussana, Nola juga Mamihnya. Entah neraka macam apa yang akan dia ciptakan jika dia harus hidup dengan dua istri. Akbar hanya bisa bergidik membayangkannya. “Akbar, kami menunggu,” ujar Ayah Nola. Akbar menghela nafas sebelum memulai
Hari-hari berlalu. Sejak pertemuan di restoran dengan keluarga Nola dan penolakan dari pihak Akbar terhadap ide gila Syamsul, Nola dan Akbar tidak pernah bertemu lagi. Kalaupun masih ada kerja sama diantara mereka, Akbar selalu meminta Bowo untuk mengatur semuanya. Perut Sussana semakin besar karena kehamilan yang sudah memasuki trimester ketiga. Bahkan keluhan sering keluar dari mulut mungil Sussana yang semakin manja pada Akbar. Mereka masih tinggal di kediaman Gerry, demi keamanan dan kenyamanan Sussana. Akbar sedang mengusap punggung Sussana, yang sejak dia pulang dari kantor mengeluh sakit juga pegal. Sebenarnya hal yang dikeluhkan Sussana wajar mengingat umur kehamilannya. Tapi Akbar merasa keluhan Sussana menyusahkan Sussana. Apalagi semakin kesini, Sussana semakin sering berkemih bahkan sulit tidur karena posisi yang serba kurang nyaman. “Masih sakit?” tanya Akbar karena dia pun sudah ingin beristirahat. “Bukan sakit, tapi pegal,” jawab Sussana. “Hmm.” “Sebelah sini Mas,”
“Kami bertemu di Mall, ditengah keramaian dan aku bersikap biasa saja. Enggak mungkin aku teriak-teriak menuduh Kak Aldi macam-macam dan di sana tempat umum kita tidak bisa melarang orang untuk datang ke sana. Kalau tidak percaya, periksa CCTV area tempat kami bertemu. Bagian mana yang tidak masuk akal dan logika Mas Akbar?” tanya Sussana.Akbar hanya bisa terpaku mendengar deretan kalimat yang diucapkan Sussana. ‘Ternyata kita akan kalah jika berdebat dengan wanita,’ batin Akbar.“Loh, ini mau kemana? Aku mau pulang,” ujar Sussana.Akbar hanya diam, karena jika dia bersuara Sussana hanya akan kembali mengajaknya berdebat. Merasa pertanyaannya diabaikan, Sussana mendaratkan cubitan pada pinggang Akbar.“Aduhhh, sakit sayang,” ucap Akbar.“Sakit juga aku, diabaikan oleh Mas Akbar,” sahut Sussana. Akbar hanya menggelengkan kepalanya. “Kamu ikut Mas ke kantor,” jawab Akbar.Sussana merubah posisi duduknya menyerong menghadap Akbar, “Mau ngapain ke kantor?”“Kamu maunya ngapain?” tanya ba
Akbar dan Sussana masih berada di kamar, sedang bersiap untuk menghadiri perayaan perusahaan rekan Akbar. Ketika mematut penampilannya di cermin, Akbar menoleh pada Sussana yang berjalan perlahan setelah mengenakan dress pesta khusus untuk ibu hamil. Mengikuti langkah Sussana yang ternyata menuju meja rias. Entah apa yang disapukan pada wajah itu. Dengan berbagai jenis tube, pensil, lipstik juga bedak bergantian di poles oleh Sussana pada wajahnya. “Kapan jadwal kontrol ke Rumah Sakit lagi?” tanya Akbar. “Minggu depan. Karena sudah lebih dari 36 minggu, setelah itu kontrol per satu minggu sampai aku melahirkan,” jawab Sussana. Akbar mengusap wajahnya melihat Sussana belum selesai dengan aktifitasnya. Karena saat ini, Sussana terlihat sedang mengatur bentuk rambutnya. “Sayang, kamu sudah cantik. Ini mau dibuat bagaimana lagi sih?” Sussana tetap dengan aktifitasnya. “Mas Akbar mending diem deh, aku cantik juga untuk Mas Akbar. Iya kali istri Akbar Putra Mahesa tampilannya biasa aja.