“Mas Akbar,” ujar Sussana. “Kalian saling kenal?” tanya Akbar pada Aldi dan Sussana. Sussana menghela nafasnya karena Akbar kembali menunjukan kekurangannya karena amnesia. Aldi yang tidak mengetahui situasi Akbar menoleh pada Sussana penuh tanya. “Mas Akbar, baiknya kita masuk. Makanannya pasti sudah siap,” ajak Sussana pada Akbar sembari menarik tangan Akbar agar masuk ke dalam restoran. “Tunggu, aku belum selesai bicara. Laki-laki itu, kamu ....” “Stt, sudah. Ayo masuk,” ajak Sussana lagi. Sussana dan Bowo sedang menikmati hidangan di hadapan mereka. Hanya Akbar yang saat ini malah bersedekap sambil menatap Sussana di hadapannya. Belum mengingat dan merasakan cinta yang luar biasa pada Sussana tapi melihat Sussana yang berinteraksi dengan pria lain sungguh membuat hatinya tidak nyaman. Akbar benar-benar tidak menyukai hal itu. “Nggak usah segitunya ngeliatin aku. Yang ada nanti jatuh cinta sebelum sembuh dari amnesia,” ujar Sussana tanpa menatap Akbar. Bowo hanya terkekeh mende
Akbar berdecak lalu menarik tangan Sussana dan membuat wanita itu jatuh duduk pada pangkuan Akbar. Akbar refleks menempelkan kedua tangannya pada meja seraya mengatakan “Tenang saja, anak-anakmu di rumah dipastikan oleh Mamih aman.” Akbar semakin mendekatkan tubuhnya dan salah satu tangan menahan tengkuk Sussana. Wajah Akbar semakin dekat dengan wajah Sussana, bahkan hembusan nafasnya terasa di wajah Sussana. Sussana menahan dada Akbar, "Anak-anakku itu anak-anakmu juga," ucap Sussana ketus. Akbar kembali mendekatkan tubuhnya, menatap dengan jelas wajah Sussana. ‘Shitt, dia memang cantik dan menggemaskan. Apa hal ini yang membuat aku jatuh cinta sampai akhirnya menikah dengannya,’ batin Akbar. "Harusnya Mas Akbar mphhh ...." ucapan Sussana terhenti karena Akbar mempertemukan bibir mereka. Pagutan bibir yang dilakukan oleh Akbar sangat lembut dan dalam dengan penuh perasaan. Sussana yang terkejut dengan sentuhan Akbar berusaha melepaskan diri tapi tidak berhasil karena memang tengk
Akbar mengurai pagutannya karena merasakan getaran dari ponsel Sussana. Menatap lekat wajah Sussana, karena sinyal di tubuhnya mengharapkan lebih dari sekedar penyatuan bibir. Tangan Akbar mulai berpindah pada blouse yang Sussana kenakan, meraba kancing dan mulai melepaskannya. “Mas Akbar mau ngapain?” tanya Sussana, lebih tepatnya bertanya yakin kita mau lakukan sekarang. Karena sejujurnya Sussana pun sangat merindukan Akbar, tapi dia ragu jika harus tetap menenuhi tugasnya sebagai seorang istri mengingat Akbar yang belum mengingat sepenuhnya tentang kisah cinta dan pernikahan mereka. Gerakan tangan Akbar terhenti karena memandang liontin dari kalung yang dikenakan Sussana. “Aska,” ucap Akbar. "Dasar Om-om gila, gue sumpahin loe menikah sama berondong atau pasangan loe selingkuh sama berondong dan loe bucin akut. Ingat ya bucin!" “Ahhhh.” Akbar memegang kepalanya yang tetiba sakit, setelah sekelibat bayangan seorang gadis yang wajahnya sangat mirip dengan Sussana menyumpahinya. “
Sussana ikut pulang bersama Akbar. Kini mobil yang membawa mereka pulang sudah terparkir sempurna di carport kediaman Mahesa. Sussana melepaskan seatbelt dan akan membuka pintu, tapi ditahan oleh Akbar. “Nola adalah temanku, keluarga kami juga rekan bisnis,” ucap Akbar. “Aku tahu.” “Apa alasan sikap dan permintaan kamu untuk membatasi hubunganku dengan Nola?” tanya Akbar. Sussana menghela nafasnya menahan sabar. Andai Akbar tidak mengalami amnesia, Sussana tidak perlu merangkai kata untuk menjelaskan semua ini. Karena untuk menjelaskan Sussana bingung harus mulai dari mana. “Sudahlah Mas Akbar, ikuti saja apa yang aku ucapkan tadi,” sahut Sussana. Akbar menatap Sussana yang baru saja keluar dari mobil. Akbar menuju paviliun tempat tinggal Sussana dan anak-anak. Biasanya sepulang kerja Akbar langsung ke kamarnya tapi kali ini tidak, dia menyusul Sussana dan ingin bertemu Yuna dan Arka. “Kenapa sepi, kemana anak-anak?” tanya Akbar saat memasuki ruang tamu. Sussana sedang membereskan
Akbar meraba bantal di sampingnya yang terasa kosong. Bahkan kini dirinya memeluk sebuah guling. Seingatnya, dia memeluk Sussana sepanjang malam. Sejak sadar pasca operasi dan dinyatakan mengalami amnesia, ini adalah malam pertama Akbar bersama Sussana di ranjang yang sama. Bahkan mereka semalam saling menyalurkan rasa dan kenikmatan. Ternyata Sussana mampu membuat suasana hati dan pikiran Akbar terasa aneh. Mulut Akbar bisa bicara tidak bisa menerima Sussana yang memang berstatus sebagai istrinya. Tapi hati dan perasaan ternyata bertolak belakang. Entah apa yang membuat Akbar bisa jatuh cinta pada Sussana, dia belum bisa mengingatnya. Yang jelas saat ini, Akbar menemukan hal yang berbeda dalam diri Sussana. Selain memang paras sebagai seorang wanita tergolong cantik dan menarik, Sussana cukup melenakan dan memabukkan sebagai seorang istri saat melayani suaminya. Tambahan pointnya adalah Sussana sudah melahirkan tiga orang anak dari Akbar. Akbar beranjak bangun dari posisinya berbari
Inggrid yang masih berada di mobil, pada parkiran kantor Akbar terlihat menghubungi seseorang, “Kamu yakin Akbar amnesia, tadi dia kelihatan biasa saja.” “Aku yakin, Akbar sebelumnya kecelakaan dan kehilangan ingatan tentang istri dan anaknya,” jawab seseorang di ujung telepon. “Aku bertemu dengan keduanya. Akbar ingat padaku dan ada istrinya juga di sana, sama seperti biasa mereka saling melindungi. Sudahlah, informasimu tidak akurat” ucap Inggrid lalu mengakhiri panggilan. Inggrid mantan istri Akbar yang sebelumnya masih sangat mengharapkan bisa kembali dengan Akbar, berusaha memanfaatkan kondisi Akbar. Ternyata tidak mudah, karena Sussana dan Akbar berusaha mempertahankan rumah tangga mereka. Akbar dan Sussana berjalan keluar dari lobby, menuju mobil Akbar yang terparkir di area khusus pimpinan. “Ini jadinya kita mau kemana?” tanya Sussana. Akbar berdecak, mencondongkan tubuhnya pada Sussana untuk memakaikan seatbelt pada tubuh wanita itu. Tidak lupa memasang seatbelt untuk diri
Akbar melepaskan pelukannya. “Mas Akbar kenapa sih? Jangan buat aku takut,” ungkap Sussana yang bingung melihat sikap Akbar. “Ayo,” ajak Akbar. “Kemana?” tanya Sussana heran. Akbar berdecak. “Sesuai dengan rencana kita diawal, kamu akan aku buat melayang nikmat,” jawab Akbar sambil menarik tangan Sussana dan menuju kamar. Sussana mengeratkan selimut yang menutupi tubuhnya, tubuhnya terasa sangat lelah dan sangat mengantuk. Entah berapa lama Akbar mengajaknya bermain, dia hanya mampu mendesah dan merasakan nikmat yang tak terkira. Akbar setelah merebah di sampingnya kini sudah terlelap. Sussana meraih ponsel yang tadi diletakan di atas nakas, membuat selimut yang dipegang untuk menutupi bagian tubuhnya sedikit melorot. Sejak tadi ponselnya bergetar, Sussana mengecek khawatir jika ada pesan penting atau dari rumah terkait kondisi anak-anaknya. “Eh,” pekik Sussana karena tubuhnya ditarik ke dalam pelukan Akbar. Seingatnya tadi Akbar sudah terlelap, “Mas Akbar,” panggil Sussana. “T
Sussana sudah berada di kursi tunggu UGD rumah sakit bersama kedua orangtua Akbar. Menunggu Akbar di periksa dan penjelasan apa yang sebenarnya terjadi dengan Akbar. Cukup lama, tapi belum ada dokter atau perawat yang datang untuk menyampaikan kondisi Akbar. Meskipun Sussana tau jika Akbar hanya pingsan tapi penyebab pingsannya yang membuat khawatir karena saat ini Akbar masih dinyatakan amnesia. Hari sudah semakin siang, karena sinar matahari sudah tinggi. Zudith menawarkan Sussana untuk bergantian sarapan di kantin. Sussana hanya menggelengkan kepalanya. “Keluarga pasien atas nama Akbar,” ucap seorang perawat. “Saya, Dok,” jawab Yudha. Zudith dan Sussana pun ikut menghampiri. “Ini silahkan diurus dulu untuk kamar rawat inapnya.” “Bagaimana kondisi Akbar? Kami boleh bertemu?” Zudith lebih dulu bertanya, walaupun isi pertanyaannya akan sama dengan Sussana. “Dokter yang akan menjelaskan di ruang rawat ya, silahkan diurus dulu.” Yudha yang tadi menerima dokumen untuk pemindahan A