Sejak melihat wanita yang ia pikir kekasih sang suami, Hanna selalu tersenyum. Entah apa yang ada di pikirannya, yang pasti ia bahagia melihatnya.
"Nona, kita sudah sampai," ucap Bayu kepada wanita yang sejak tadi senyum-senyum sendiri.
Hanna tersadar dari lamunannya, lalu berkata, "Bilang sama bosmu, aku akan pulang agak sore."
"Baik, Nona, nanti akan saya sampaikan."
"Terima kasih, Bayu," ucap Hanna dengan tulus setelah turun dari mobil. "Sekarang pulanglah, mungkin Haris akan membutuhkanmu."
"Baik, Nona."
Bayu segera kembali ke rumah majikannya setelah mengantar sang nona.
Di rumah Haris sudah ada Lura, Qenan, dan Evans yang sedang menjenguk Haris.
Gadis cantik itu mendekati kakaknya sambil memerhatikan pelipis sang kakak yang diperban.
"Mas Haris lagi berantem sama Mbak Hanna? Kok bisa kayak gini?"
"Kamu mau apa ke sini? Bukannya tadi kamu baru saja pulang?"
"Mas Haris kok gitu? Udah punya i
Lura menoleh pada Evans, ia tidak tahu harus menjawab apa. Lura tidak mau berjanji apa-apa karena ia tahu kalau sang kakak tidak menyukai calon suaminya."Qenan, dengarkan Daddy! Kalau kamu menjadi anak baik dan pinter, Mommy akan tinggal sama kita. Jadi, kamu harus nurut sama Daddy, jangan memaksa Mommy untuk tinggal bersama kita.""Ok, Dad." Qenan tersenyum pada daddy-nya, lalu kembali menatap Lura dan mencium pipi sang mommy. "Qenan janji akan menjadi anak yang baik."Anak kecil itu mengacungkan jari kelingkingnya di depan wajah Lura."Mommy janji akan selalu menyayangi kamu walaupun kita nggak tinggal bersama."Lura menautkan jari kelingkingnya pada anak itu yang membuat Qenan tersenyum bahagia.Evans menoleh pada gadis yang duduk di sampingnya. "Lura, apa kamu bisa mengajak Qenan bermain di halaman?" tanya Evans sambil mengedipkan matanya."Iya, Mas."Lura menurunkan Qenan dari pangkuannya. "Sayang, kita main d
"Aku pulang dulu, lain kali aku ke sini lagi." Evans bangun dari duduknya, lalu bersalaman dengan calon kakak iparnya. "Istrimu cantik dan ganas, jangan dilepas kalau kamu nggak mau menyesal nantinya.""Anda tidak pernah berubah," cibir Haris."Aku akan berusaha menjadi lebih baik lagi, tapi tidak bisa dipungkiri kalau ilmu dalam bercinta tidak akan pernah bisa aku lupakan."Evans tertawa sambil melangkahkan kakinya menuju halaman belakang rumah calon kakak iparnya.Begitu pun dengan Haris, ia mengikuti Evans dari belakang."Sayang, ayo kita pulang!" teriak Evans kepada anaknya yang sedang bermain dengan calon istrinya.Anak laki-laki itu berlari menghampiri Evans dan memeluk laki-laki yang berjongkok sambil merentangkan tangannya."Dad, aku senang main di sini. Apa nanti aku boleh main lagi ke sini?""Minta izin sama Om Haris dulu!" kata Evans sambil melirik laki-laki yang berdiri di sampingnya.Qenan menoleh pada Haris
"Bagaimana caranya supaya kamu bisa memaafkan kesalahan saya?"Hanna terdiam mendengar pertanyaan sang suami. Jawaban apa yang harus ia berikan kepada Haris.Ia tidak ingin lagi pertanggungjawaban dari suaminya, tapi jika teringat dengan Molly, ia begitu membenci Haris."Apa kamu ingin menukar nyawa kucingmu dengan nyawa saya? Kalau itu bisa membuatmu tenang dan bahagia silakan kau ambil nyawaku!"Laki-laki itu sudah tidak tahu lagi bagaimana caranya meminta maaf kepada sang istri atas kesalahannya yang telah menabrak kucing kesayangan istrinya."Kamu kira aku malaikat pencabut nyawa?"Wanita itu pergi dengan penuh amarah. Ia tidak mau melanjutkan perdebatannya karena takut membangunkan anak laki-laki yang sedang tertidur pulas."Dasar laki-laki tidak waras. Dia kira mencabut nyawa segampang nyabut uban?"Hanna masih saja menggerutu walau ia sudah berada di dalam kamarnya. Wanita itu baru berhenti mengoceh setelah masuk ke dala
'Kayaknya aku pernah bertemu dengan anak ini, tapi aku lupa di mana?' batin Hanna sambil menyuapi Qenan. Melihat istrinya hanya menyuapi Qenan, Haris menyuapi sang istri karena khawatir istrinya kelaparan karena sejak siang ia tidak keluar kamar. "Kamu juga harus makan." Terpaksa Hanna membuka mulutnya, ia tidak mau berdebat dengan Haris di depan anak kecil. "Aku ingin tinggal bersama Mommy. Melihat Om dan Tante yang tinggal bersama, aku jadi sedih, Daddy dan Mommy kenapa nggak tinggal bersama ya?" Qenan tertunduk sedih. Sejak kecil ia tidak mengenal ibunya. Saat kedua orang tuanya meninggal anak itu masih sangat kecil, tidak bisa mengingat wajah mereka. "Nak, Mommy kamu pasti akan tinggal bersamamu kalau kamu menjadi anak yang baik." Haris mengusap-usap kepala anak itu, ia jadi merasa bersalah karena secara tidak langsung telah menghalangi impian Qenan. Tapi, ia juga tidak mau mempertaruhkan kebahagiaan adiknya dem
"Dari pada saya senyum sama istri orang, lebih baik senyum sama istri sendiri."“Biasanya juga senyum sama istri orang,” balas Hanna sambil mendelikkan matanya pada sang suami.Haris segera naik ke tempat tidur, lalu berbisik kepada Qenan. “Om, pinjam Tante sebentar ya.”Qenan mengacungkan jempolnya sambil tersenyum. Ia tidak berbicara sedikit pun. Anak laki-laki itu sangat senang berada di antara Haris dan Hanna. Ia akan mengangap kedua orang itu sebagai orang tuanya supaya ia bisa membayangkan merasakan kehangatan tidur ditemani oleh Daddy dan mommy-nya.Haris mengusap kepala Qenan, lalu menarik tangan istrinya untuk turun dari tempat tidur. “Ikuti saya!”Wanita cantik itu terpaksa menuruti perintah suaminya. “Haris, kita mau ke mana?” Hanna berjalan mengikuti Haris sambil menoleh kepada Qenan yang sedang tersenyum menatapnya. ‘Kenapa anak itu tersenyum? Apa yang dibisikkan Haris p
Hanna masih berada di dalam kamar mandi. Ia membasuh wajahnya berkali-kali dengan air dingin.Mendengar ucapan sang suami membuat ia semakin kesal dan membenci Haris."Kamu terlihat seperti laki-laki baik, tapi ternyata itu hanya sebuah topeng untuk menutupi kebusukkanmu. Aku nggak akan pernah percaya sama laki-laki sok alim sepertimu, Haris!" ucapnya dengan kesal sambil menatap wajahnya dari pantulan cermin di wastafel.Setelah merasa tenang Hanna keluar dari kamar mandi. Ia berjalan menuju tempat tidur sambil menatap sang suami dari kejauhan."Sebulan nggak terlalu lama, semoga waktu bisa berputar lebih cepat lagi," gumamnya sebelum naik ke tempat tidur.Ia berpikir Haris dan Qenan sudah tertidur pulas. Padahal laki-laki itu hanya memejamkan matanya saja, tetapi telinganya masih mendengar setiap kata yang diucapkan istrinya.Tidak akan pernah bisa tidur pulas jika kita sedang berada dalam masalah.Bukannya ia tidak mau kehilangan is
“Semalam kamu tidur dengan siapa?”“Sama Om dan Tante, tapi aku nggak nakal kok.”Qenan menunduk, ia takut sang mommy marah padanya dan tidak mau menjadi mommy-nya lagi.Lura menangkup wajah Qenan, lalu tersenyum kepada anak itu. "Apa pertanyaan Mommy menyinggung kamu?"Anak itu menggelengkan kepalanya. "Aku takut Mommy marah."Gadis itu langsung memeluk Qenan sambil mengusap-usap kepalanya. "Maafkan, Mommy, Sayang. Mommy nggak bermaksud menuduhmu."Lura mencium wajah Qenan dengan gemas sampai anak laki-laki itu tertawa bahagia."Daddy juga mau dicium kayak gitu sama Mommy," gumam Evans sambil mengedarkan pandangannya ke atas untuk menghindari tatapan Lura."Mas Evans mulai mesumnya." Lura melirik calon suaminya yang berdiri di sampingnya.“Nak, kamu ganti dulu baju ya.”Evans mengalihkan pembicaraan saat wajah Lura sudah tidak bersahabat.Lura mengambil paper bag yan
“Kata siapa, saya sudah merestui kalian?” tanya laki-laki yang berdiri sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana bahan dengan panjang selutut berwarna hijau tua.“Tadi kata Qenan, Mas Haris ngizinin aku tinggal bareng mereka," jawab Lura sambil melirik Evans."Anak kecil nggak mungkin bohong 'kan?" timpal Evans."Om 'kan semalam bilang gitu. Kalau kaki Mommy udah sembuh, Mommy boleh tinggal bersamaku dan Daddy."Qenan yang tidak mengerti permasalahan antara Mommy dan daddy-nya mencoba untuk membela sang mommy. Ia sudah tidak sabar untuk tinggal bersama orang yang dia anggap sebagai orang tuanya.Haris mengembuskan napasnya dengan kasar. Ia tidak bisa mengelak lagi karena memang seperti itu kenyataannya."Jaga adik saya baik-baik! Jika saya tahu dia menangis karena dirimu, saya akan memecatmu menjadi adik ipar."Haris duduk di sofa bulu berwarna merah muda. Tempat untuk bersantai di ruan
Terima kasih untuk semua pembacaku yang sudah membaca karya-karya Nyi Ratu. Mohon maaf banget atas segala kekurangan di setiap karya-karyaku.Follow instag*am @nyi.ratu_gesrek untuk info novel terbaru.Sekali lagi terima kasih banyak untuk semua pembacaku tanpa terkecuali.Dan ... untuk nama-nama yang aku sebutkan di bawah ini, tolong hubungi aku di instag*am untuk klaim hadiah. Ada kenang-kenangan dari Nyi Ratu untuk kalian.1. Husna Amri Jihan Alfathunissa2. Pacet Ke Ceupet3. Joko Lelono4. Mythasary5. Lay Kwe Tjoe6. Iah OlehBaru 3 orang yang sudah klaim hadiah, yang belum, aku tunggu sampai ahir bulan ini.Sampai jumpa lagi di karya terbaruku selanjutnya. Salam sayang dari Nyi Ratu untuk kalian semua.
"Bu Naya sudah pembukaan empat." Ucapan sang dokter membuat Gilang dan Mami Tyas terkejut."Benarkah?" Mami Tyas tidak percaya. "Menantu saya mau melahirkan?" Ia kembali memastikan."Iya, Bu," jawab sang dokter. "Dalam beberapa jam lagi dia akan segera melahirkan.""Ya ampun, kalau gitu Mami pulang ya, Lang. Kamu tungguin Naya di sini, Mami mau pulang dulu, menyiapkan keperluan dia," kata sang mami yang terlihat sangat panik. "Dokter, saya permisi dulu ya."Sebelum pergi, Mami Tyas memeluk menantunya. "Sayang, kamu jangan panik ya, tetap berprasangka baik. Semangat! Semangat ya, Cantik." Mami Tyas memberikan semangat pada menantunya, padahal dia sendiri yang panik."Iya, Mi," jawab Naya sambil tersenyum.Naya bertanya kepada dokter setelah mertuanya keluar dari ruangan. "Dokter, apa bayi saya sehat-sehat aja?" Naya takut terjadi sesuatu dengan bayinya karena HPL-nya masih dua minggu lagi dan ia pernah mengalami keguguranNaya terbayang lagi saat kehilangan bayinya membuatnya merasa k
Jam berjalan begitu cepat, Lura semakin sering merasakan tanda-tanda melahirkan. Ia mengelus-elus perutnya yang terasa mulas.“Sayang, kamu mau ke mana?” tanya Evans saat istrinya turun dari ranjang.Aku mau olahraga, Sayang, biar melahirkannya gampang,” jawab Lura sambil berjongkok, lalu berdiri dan berjongkok lagi, begitu terus yang ia lakukan sesuai arahan dokter.“Jangan olahraga! Mau melahirkan kenapa malah olahraga?”“Tidak apa-apa, Pak, memang disarankan seperti itu biar gampang melahirkannya,” kata sang suster.Evans memegang tangan istrinya dan menemani Lura untuk berjongkok dan berdiri. “Sayang udah ya, kamu kelihatan kesakitan gitu, mending tiduran aja,” kata Evans.“Bentar lagi, Mas,” ucap Lura sambil menahan mulas.Keringat sudah bercucuran di pelipis Lura membuat Evans was-was. “Sayang, kamu sakit banget ya?” tanyanya sambil mengusap keringat di dahi Lura. “Udah ya, aku takut bayi kita ngeberojol.”“Iya, Mas.”Evans membantu Lura untuk naik kembali ke ranjang rumah sak
"Bayi Anda sehat, Bu," jawab sang dokter."Syukurlah." Lura merasa lega mendengarnya."Tante mau menghubungi keluarga kamu dulu ya, nanti biar Tante yang nemenin kamu sebelum mama kamu datang.“Loh aku mau dirawat nggak ngelahirin sekarang?"“Tunggu dulu Lura, kamu tunggu di ruang pertama atau ruang observasi untuk tahap pertama, nanti kalau udah waktunya mau melahirkan pindah ke ruang bersalin.”“Iya, Tante, makasih ya, maaf udah ngerepotin.”“Lura, kamu itu sahabatnya menantu Tante, kamu jangan sungkan.”"Iya, Tante," jawab Lura, lalu wanita hamil itu menoleh kepada Dokter Silvi. “Dokter, aku boleh tanya-tanya lagi?”“Boleh, Bu.”“Tante keluar dulu ya.” Mami Tyas keluar untuk menemui menantunya supaya Naya menghubungi keluarga Evans.Mami Tyas lupa memberitahukan kepada Naya kalau ia tidak perlu menghubungi Evans. Naya menghubungi Evans, tapi ponselnya tidak aktif. “Duh Mas Evans ke mana sih? Jadi mules kan gue.” Naya terlihat panik mendengar sahabatnya sudah mau melahirkan. “Gue t
"Gue takut, Nay," jawab Lura pelan sambil menunduk. Lura benar-benar waswas dengan kehamilannya."Takut kenapa?" Naya memiringkan duduknya supaya menghadap Lura."Gue takut bayi gue kenapa-napa kemarin Mbak Hanna melahirkan jauh dari HPL, lah gue udah waktunya belum lahir juga.""Ya ampun Lura, jangan dipikirkan nanti kamu stres. Itu bayi kamu masih terasa nendang-nendang kan? Itu artinya dia baik-baik aja." Naya berusaha menenangkan Lura, padahal dirinya sendiri merasa waswas.Mami Tyas yang duduk di bangku samping kemudi menoleh ke belakang."Lura, jangan dipikirin terus, kamu harus tenang," kata Mami Tyas. "Ayo kita turun, Tante yakin bayi kamu baik-baik aja.""Iya, Tante, aku juga berharap kayak gitu."Naya dan Lura turun dari mobil lalu segera masuk ke dalam rumah sakit."Minggu kemarin, dokter bilang apa?" tanya Tante Tyas kepada sahabat menantunya."Aku nggak kontrol, Tante, minggu kemarin Mas Evans sibuk banget sama kerjaannya. Qenan juga lagi kurang sehat, jadi aku sama Mami
Keesokan paginya Lura bangun pagi-pagi sekali, ia tidak mau Naya mengomel lagi karena terlambat datang ke rumahnya untuk senam hamil."Mas, anterin aku dulu ke rumah Naya ya. Pulangnya sama Mas Bayu sekalian dia jemput Qenan." "Iya, Sayang," jawabnya sambil mencubit pipi istrinya yang semakin berisi. "Kamu jangan capek-capek ya.""Iya," jawab Lura sambil merapikan dasi dan jas suaminya. "Sudah siap, ayo kita sarapan.""Kalau makanan aja nggak ketinggalan." Evans tersenyum melihat istrinya yang sudah berjalan lebih dulu keluar dari kamar.Mereka sarapan terlebih dulu sebelum pergi, setelah sarapan selesai, Evans mengantar Lura ke rumah Gilang, lalu pergi ke kantor."Nay, gue nggak telat kan?" tanya Lura kepada sahabatnya."Instrukturnya juga belum datang," kata Naya.Lura dan Naya duduk di teras depan menunggu sang instruktur senam hamil sambil mengobrol santai."Nay, HPL lo kapan?" tanya Lura."Perkiraan enam minggu lagi, tapi melihat Hanna melahirkan lebih cepat dari HPL, gue jadi w
"Aku mau ke toilet, Mas," jawab Lura. "Ayo buruan, aku udah nggak tahan ini.""Aku kira kamu mau melahirkan," kata Evans sambil terkekeh. "Ya udah kita balik lagi ke kamar Kakak ipar aja lebih dekat.""Ya udah yuk!" Lura dan Evans kembali ke ruang perawatan Hanna.Lura masuk tanpa mengetuk pintu membuat kaget semua yang ada di dalam ruangan. Wanita hamil itu langsung masuk ke kamar mandi tanpa mengatakan satu patah kata pun."Pelan-pelan, Lura!" teriak sang nenek melihat cucunya yang sedang hamil tua berjalan cepat menuju toilet."Lura kenapa?" tanya Mama Riska pada menantunya."Kebelet, Ma.""Anak itu pasti makan sambal terus deh. Udah dibilangin Jangan makan pedas dulu." Mama Riska menggerutu sambil menunggu anaknya keluar dari toilet.Beberapa menit kemudian Lura keluar dari kamar mandi. "Ah leganya.""Lura, kamu jangan kebanyakan makan pedes, kasihan anakmu. Makan makanan yang bergizi biar anak kamu sehat." Mama Riska langsung mengomel kepada anaknya."Aku nggak makan pedas kok,"
"Nenek gendongnya sambil duduk ya," kata Haris sambil melangkah menuju sofa."Baiklah, Nenek duduk." Sang nenek mengikuti Haris dan duduk di sofa, lalu Haris menyerahkan anaknya kepada sang nenek."Masa Nenek aja dikasih gendong adik bayi, tapi aku nggak. Aku kan lebih kuat dari Nenek." Lura mendekati sang nenek dan duduk di sampingnya."Kamu nggak sadar, perutmu membuncit kayak gitu, nanti anak saya mau ditaruh di mana, kamu sendiri aja susah duduknya." Lagi-lagi Haris mengejek adiknya.Lura mendelikkan matanya dengan sinis kepada kakaknya. "Dasar pelit," gumamnya."Sayang, kita juga kan bakalan punya anak. Kayak anak kita lebih banyak, perutmu gede banget." Evans mengusap-usap perut istrinya sambil tersenyum. "Nanti kakakmu jangan diizinin gendong anak kita," ucapnya setengah berbisik."Kamu juga sama aja meledekku terus. Kita kan udah pernah USG, bayi kita cuman satu." Lura memukul lengan suaminya."Aku cuma bercanda." Evans mengacak-acak rambut istrinya."Lura sebaiknya kamu pulan
"Kalian di mana?" tanya Pak Hartono kepada menantunya."Di jalan mau ke rumah sakit, Pa," jawab Evans."Di jalan? Memangnya kalian dari mana? Kenapa lama sekali sampainya? Mama dan Papa udah sejak tadi di rumah sakit." "Iya, Pa, bentar lagi kita sampai. Ini kan kita bawa ibu hamil dua orang, jadi bawa mobilnya pelan-pelan.""Ya sudah hati-hati!" Pak Hartono menutup teleponnya dan memberitahukan kepada sang istri kalau anak dan menantunya masih dalam perjalanan."Syukurlah kalau mereka baik-baik aja." Mama Riska sedikit merasa lega Lura dan suaminya dalam keadaan baik-baik saja.Beberapa detik kemudian Bayu menghampiri keluarga majikannya. "Maaf, Tuan, saya abis beli kopi dulu di kantin. Apa Anda udah dari tadi?" tanya Bayu sambil membawa cup berisi minuman hangat. "Nggak apa-apa, Bayu," jawab Mama Riska. "Apa Haris di dalam ruangan bersalin?" "Iya, Nyonya. Bos ikut ke dalam," jawab Bayu. "Oh ya Tuan, apa Anda ingin minum kopi?" Bayu tidak enak hati minum kopi sendirian."Tidak, te