“Sayang, kamu di sini aja ya, jaga Qenan!” Evans membelai pipi kekasihnya sebelum masuk ke dalam rumah.
“Aku ikut, Mas!” teriak Lura, tapi Evans tidak mendengarkannya, ia terus berlari dengan cepat.
Lura memberikan Qenan kepada tukang kebun di rumah kakaknya. “Pak Udin tolong jaga Qenan ya. Jangan ke mana-mana ya di sini aja.”
“Baik, Nona," jawab Pak Udin dengan sopan.
Pak Udin mengajak anak kecil itu mengambil buah-buahan yang ada di kebun itu supaya Qenan tidak ingin ikut dengan orang tuanya.
Lura berlari hendak masuk ke dalam rumah, namun dihalangi oleh Hanna.
“Tunggu, Lura!” Hanna mencekal tangan adik iparnya.
“Mbak, gimana Azzam?” Lura terlihat sangat khawatir dengan anak angkat calon suaminya.
“Kamu tenang dulu, Azzam anak yang pintar, dia tidak terlihat ketakutan sama sekali," jawab Lura. "Kita harus atur strategi Lura. Aku ingin memberi pelaja
“Ternyata kamu hanya seorang pengecut, beraninya menyandra anak kecil. Bahkan kamu takut denganku yang tidak memegang senjata atau apa pun.”Lura mengangkat tangannya tinggi-tinggi menandakan ia tidak bersenjata.“Bernyali juga simpanan kekasihku,” ucap si wanita berparas cantik itu sambil tersenyum sinis.“Kalau kamu ingin permintaanmu dikabulkan kekasihmu, sandralah aku! Anak itu bukan siapa-siapa, percuma kamu menyandranya, sejak tadi si Kadal mesum itu nggak berbuat apa-apa 'kan?”Lura terus berjalan sambil menatap Azzam dan tersenyum kecil pada anak itu. Ia terus bernegosiasi dengan wanita yang menodongkan pisau pada Azzam."Jangan membahayakan dirimu, Lura!” teriak Evans saat Lura sudah berdiri di hadapan Wanita bernama Stella.Lura berbalik menghadap calon suaminya. “Aku lebih baik kehilangan dirimu Evans daripada harus mengorbankan orang lain. Lagi pula aku nggak mencintaimu,
Evans menghampiri Lura, lalu memeluk wanita cantik itu. "Kamu keren, Sayang."Lura melepas pelukan kekasihnya. "Apa yang dikatakan wanita itu benar? Dia itu kekasihmu dan aku ini simpananmu?""Sayang, kenapa kamu lebih percaya padanya daripada calon suamimu sendiri?""Mereka yang tahu kelakuanmu dulu, pasti nggak akan pernah percaya padamu.""Tapi, aku yakin, kamu percaya pada laki-laki tampan ini.""Tampan sih tampan, tapi udah nggak ada saripatinya," balas Lura."Kamu kira aku ini santan kelapa?" Evans mencubit dengan gemas pipi Lura. "Sayang, apa benar yang kamu katakan tadi? Kamu hanya mencintai hartaku aja?""Iya, itu seratus persen benar.""Kamu tenang aja, seluruh harta dan jiwaku uakan aku serahkan pada wanita chubby di hadapanku ini.""Bagus!" Lura mengacungkan jempolnya di hadapan Evans."Segitu cintanya dia sama Lura," gumam Mami Mala sambil tersenyum bahagia, akhirnya Evans menemukan cintanya dan benar
Hanna sengaja mengangkat lututnya tinggi-tinggi, hingga mengenai aset berharga milik Haris. “Kalau sampai kamu berani melirik wanita lain, jangan salahkan aku jika kepala adikmu melayang,” ucap Hanna sambil memelotot, lalu pergi meninggalkan Haris yang sedang kesakitan.“Hahaha ….” Evans dan Lura malah tertawa terbahak-bahak melihat Haris kesakitan sambil memegangi asetnya.“Apa kalian tidak mau membantu saya?” tanya Haris sambil meringis.“Tidak!” jawab Lura dengan tegas, lalu mengajak Evans dan Azzam pergi. 'Rasain tuh, sejak tadi siang marah-marah mulu, kayak nenek-nenek kehabisan beras aja,' gumam Lura dalam hatinya.“Maaf, Haris, Tante nggak bisa bantu.” Mami Mala juga pergi setelah Haris sudah tidak meringis lagi.“Sayang, apa kamu tadi nggak takut, berani sekali kamu melawannya?" tanya Evans setelah mereka berada di ruang keluarga.“Aku lebih takut la
“Anak Mommy.” Lura memeluk Azzam, lalu melepas pelukannya dan mengajak anaknya ke halaman belakang untuk menemui Qenan. “Ayo kita samper adek.”“Mulai sekarang, aku harus waspada padanya karena dia dan kakak iparnya benar-benar sadis, hanya saja dia nggak terlihat karena wajahnya yang imut dan menggemaskan, padahal dia begitu bar-bar,” gumam Evans sambil mengikuti calon istri dan anaknya yang berjalan lebih dulu menuju halaman belakang."Qenan ...!" panggil Lura sambil tersenyum bahagia karena satu masalahnya telah selesai.Gadis cantik dengan senyumannya yang manis itu berjongkok sambil merentangkan tangannya.Anak laki-laki itu berbalik, lalu berteriak. "Mommy!" Qenan berlari menghampiri Lura dan memeluknya.“Sayang, Maaf ya, tadi kamu Mommy tinggal sebentar,” ucap Lura pada anak laki-laki yang sedang memeluknya.Qenan melepas pelukannya lalu menaruh kedua tangannya di pinggang. “
Evans berteriak memanggil anaknya karena belum selesai Lura berbicara, Qenan sudah lebih dulu lari.“Biar Kakak yang bicara sama Qenan,” kata Azzam.“Baiklah,” ucap Evans.“Gimana ini, Mas? Kayaknya dia marah banget sama aku?” ucap Lura yang terlihat sedih melihat Qenan seperti itu.“Kamu tenang aja, nanti juga dia lupa.” Evans merangkulkan lengannya pada bahu Lura.“Semoga Azzam bisa membujuk Qenan.”“Jangan dipikirkan! Ayo kita masuk!”“Iya, Mas.”Lura dan Evans masuk ke dalam rumah untuk menyusul kedua anaknya.“Sayang, Mami pulang sekarang ya, tadi Mami udah pamit juga sama kakakmu. Itu Qenan dari tadi ngajakin pulang ke rumah Mami," pamit sang mami ketika berpapasan di pintu belakang. Wanita itu memang hendak pamit kepada anaknya.“Iya, Mi,” jawab Lura lesu.“Kamu kenapa, Nak?” tanya
“Maksudku bukan itu,” sahut Evans. “Bukannya kamu bilang nggak mau menyusahkan orang tuamu? Jadi, aku sekalian mengadakan lamaran sehari sebelum menikah supaya orang tuamu nggak ribet dua kali.”“Oh iya.” Lura tersenyum sambil menyenggol suaminya. “Tenyata kamu cerdas juga.""Iya tumben otakku lancar,” sahutnya sambil terkekeh."Mas, maafin aku ya udah berburuk sangka sama kamu," ucap Lura dengan tulus."Nggak apa-apa, Sayang. Aku akan selalu mengerti dirimu, calon istriku." Evans menangkup wajah kekasihnya sambil tersenyum manis pada wanita itu.Lura memerhatikan setiap inci wajah calon suaminya. Ditatapnya wajah tampan yang ia cintai sejak dulu.Ia merasa tidak percaya bisa bersama dengan laki-laki impiannya. Dulu bermimpi menjadi istrinya saja tidak berani karena ia sadar hanya seorang gadis kampung sedangkan Evans seorang pengusaha yang setiap hari di kelilingi wanita cantik dan seksi
Evans tersenyum tipis sambil menatap Lura dengan kedua telapak tangannya menyanggah dagu."Kenapa kamu ngelihatin aku kayak gitu? Aku tadi nanya kamu, Mas. Dijawab dong!" Lura menarik tangan Evans, hingga laki-laki itu hampir tersungkur.“Aku suka,” ucap Evans tanpa mengalihkan pandangannya. Ia terus memandang wajah calon istrinya yang sedang cemburu.“Kamu suka cewek yang tipis banget kayak Stella?” Lura marah mendengar jawaban Evans.Laki-laki itu menggeleng. “Aku suka kamu cemburu,” jawabnya sambil tersenyum.“Aku bukan lagi cemburu, tapi aku lagi nanya, kamu suka cewek kayak si Nenek lampir itu?” Sejujurnya memang dia cemburu karena menurut Lura, penampilan Stella jauh lebih baik darinya.Evans menegakkan duduknya, lalu menarik Lura ke dalam pelukannya. “Stella itu masa laluku, lagi pula aku nggak penah serius dengan wanita yang pernah aku kencani. Kamu tahu? Mereka tidak pernah aku k
“Lura, aku mencintaimu karena kamu wanita yang baik, bukan hanya karena kamu cantik. Wanita cantik dan seksi itu banyak di luar sana, tapi wanita cantik, baik hati, dan menyenangkan itu langka. Kamu termasuk wanita langka yang patut dilestarikan,” jawab Evans sambil terkekeh.“Aku serius, Mas. Aku bertanya seperti ini karena aku tahu teman kencanmu dulu mempunyai tubuh kayak model, tipis dan jangkung kayak Stella. Sedangkan aku ….”Lura merasa minder saat tahu teman kencan calon suaminya wanita cantik bak model. Jika dibandingkan dengannya itu sangat jauh.Ia hanya gadis kampung yang sederhana yang beruntung mendapatkan cinta dari laki-laki seperti Evans.“Stella lagi.” Evans menggelengkan kepalanya. “Dengarkan calon suamimu ini Lura! Aku menyukai semua yang ada padamu, hidungmu, bibirmu, matamu , semua aku suka, terutama pipi kamu yang chubby ini.” Evans mencubit dengan gemas pipi Lura. “
Terima kasih untuk semua pembacaku yang sudah membaca karya-karya Nyi Ratu. Mohon maaf banget atas segala kekurangan di setiap karya-karyaku.Follow instag*am @nyi.ratu_gesrek untuk info novel terbaru.Sekali lagi terima kasih banyak untuk semua pembacaku tanpa terkecuali.Dan ... untuk nama-nama yang aku sebutkan di bawah ini, tolong hubungi aku di instag*am untuk klaim hadiah. Ada kenang-kenangan dari Nyi Ratu untuk kalian.1. Husna Amri Jihan Alfathunissa2. Pacet Ke Ceupet3. Joko Lelono4. Mythasary5. Lay Kwe Tjoe6. Iah OlehBaru 3 orang yang sudah klaim hadiah, yang belum, aku tunggu sampai ahir bulan ini.Sampai jumpa lagi di karya terbaruku selanjutnya. Salam sayang dari Nyi Ratu untuk kalian semua.
"Bu Naya sudah pembukaan empat." Ucapan sang dokter membuat Gilang dan Mami Tyas terkejut."Benarkah?" Mami Tyas tidak percaya. "Menantu saya mau melahirkan?" Ia kembali memastikan."Iya, Bu," jawab sang dokter. "Dalam beberapa jam lagi dia akan segera melahirkan.""Ya ampun, kalau gitu Mami pulang ya, Lang. Kamu tungguin Naya di sini, Mami mau pulang dulu, menyiapkan keperluan dia," kata sang mami yang terlihat sangat panik. "Dokter, saya permisi dulu ya."Sebelum pergi, Mami Tyas memeluk menantunya. "Sayang, kamu jangan panik ya, tetap berprasangka baik. Semangat! Semangat ya, Cantik." Mami Tyas memberikan semangat pada menantunya, padahal dia sendiri yang panik."Iya, Mi," jawab Naya sambil tersenyum.Naya bertanya kepada dokter setelah mertuanya keluar dari ruangan. "Dokter, apa bayi saya sehat-sehat aja?" Naya takut terjadi sesuatu dengan bayinya karena HPL-nya masih dua minggu lagi dan ia pernah mengalami keguguranNaya terbayang lagi saat kehilangan bayinya membuatnya merasa k
Jam berjalan begitu cepat, Lura semakin sering merasakan tanda-tanda melahirkan. Ia mengelus-elus perutnya yang terasa mulas.“Sayang, kamu mau ke mana?” tanya Evans saat istrinya turun dari ranjang.Aku mau olahraga, Sayang, biar melahirkannya gampang,” jawab Lura sambil berjongkok, lalu berdiri dan berjongkok lagi, begitu terus yang ia lakukan sesuai arahan dokter.“Jangan olahraga! Mau melahirkan kenapa malah olahraga?”“Tidak apa-apa, Pak, memang disarankan seperti itu biar gampang melahirkannya,” kata sang suster.Evans memegang tangan istrinya dan menemani Lura untuk berjongkok dan berdiri. “Sayang udah ya, kamu kelihatan kesakitan gitu, mending tiduran aja,” kata Evans.“Bentar lagi, Mas,” ucap Lura sambil menahan mulas.Keringat sudah bercucuran di pelipis Lura membuat Evans was-was. “Sayang, kamu sakit banget ya?” tanyanya sambil mengusap keringat di dahi Lura. “Udah ya, aku takut bayi kita ngeberojol.”“Iya, Mas.”Evans membantu Lura untuk naik kembali ke ranjang rumah sak
"Bayi Anda sehat, Bu," jawab sang dokter."Syukurlah." Lura merasa lega mendengarnya."Tante mau menghubungi keluarga kamu dulu ya, nanti biar Tante yang nemenin kamu sebelum mama kamu datang.“Loh aku mau dirawat nggak ngelahirin sekarang?"“Tunggu dulu Lura, kamu tunggu di ruang pertama atau ruang observasi untuk tahap pertama, nanti kalau udah waktunya mau melahirkan pindah ke ruang bersalin.”“Iya, Tante, makasih ya, maaf udah ngerepotin.”“Lura, kamu itu sahabatnya menantu Tante, kamu jangan sungkan.”"Iya, Tante," jawab Lura, lalu wanita hamil itu menoleh kepada Dokter Silvi. “Dokter, aku boleh tanya-tanya lagi?”“Boleh, Bu.”“Tante keluar dulu ya.” Mami Tyas keluar untuk menemui menantunya supaya Naya menghubungi keluarga Evans.Mami Tyas lupa memberitahukan kepada Naya kalau ia tidak perlu menghubungi Evans. Naya menghubungi Evans, tapi ponselnya tidak aktif. “Duh Mas Evans ke mana sih? Jadi mules kan gue.” Naya terlihat panik mendengar sahabatnya sudah mau melahirkan. “Gue t
"Gue takut, Nay," jawab Lura pelan sambil menunduk. Lura benar-benar waswas dengan kehamilannya."Takut kenapa?" Naya memiringkan duduknya supaya menghadap Lura."Gue takut bayi gue kenapa-napa kemarin Mbak Hanna melahirkan jauh dari HPL, lah gue udah waktunya belum lahir juga.""Ya ampun Lura, jangan dipikirkan nanti kamu stres. Itu bayi kamu masih terasa nendang-nendang kan? Itu artinya dia baik-baik aja." Naya berusaha menenangkan Lura, padahal dirinya sendiri merasa waswas.Mami Tyas yang duduk di bangku samping kemudi menoleh ke belakang."Lura, jangan dipikirin terus, kamu harus tenang," kata Mami Tyas. "Ayo kita turun, Tante yakin bayi kamu baik-baik aja.""Iya, Tante, aku juga berharap kayak gitu."Naya dan Lura turun dari mobil lalu segera masuk ke dalam rumah sakit."Minggu kemarin, dokter bilang apa?" tanya Tante Tyas kepada sahabat menantunya."Aku nggak kontrol, Tante, minggu kemarin Mas Evans sibuk banget sama kerjaannya. Qenan juga lagi kurang sehat, jadi aku sama Mami
Keesokan paginya Lura bangun pagi-pagi sekali, ia tidak mau Naya mengomel lagi karena terlambat datang ke rumahnya untuk senam hamil."Mas, anterin aku dulu ke rumah Naya ya. Pulangnya sama Mas Bayu sekalian dia jemput Qenan." "Iya, Sayang," jawabnya sambil mencubit pipi istrinya yang semakin berisi. "Kamu jangan capek-capek ya.""Iya," jawab Lura sambil merapikan dasi dan jas suaminya. "Sudah siap, ayo kita sarapan.""Kalau makanan aja nggak ketinggalan." Evans tersenyum melihat istrinya yang sudah berjalan lebih dulu keluar dari kamar.Mereka sarapan terlebih dulu sebelum pergi, setelah sarapan selesai, Evans mengantar Lura ke rumah Gilang, lalu pergi ke kantor."Nay, gue nggak telat kan?" tanya Lura kepada sahabatnya."Instrukturnya juga belum datang," kata Naya.Lura dan Naya duduk di teras depan menunggu sang instruktur senam hamil sambil mengobrol santai."Nay, HPL lo kapan?" tanya Lura."Perkiraan enam minggu lagi, tapi melihat Hanna melahirkan lebih cepat dari HPL, gue jadi w
"Aku mau ke toilet, Mas," jawab Lura. "Ayo buruan, aku udah nggak tahan ini.""Aku kira kamu mau melahirkan," kata Evans sambil terkekeh. "Ya udah kita balik lagi ke kamar Kakak ipar aja lebih dekat.""Ya udah yuk!" Lura dan Evans kembali ke ruang perawatan Hanna.Lura masuk tanpa mengetuk pintu membuat kaget semua yang ada di dalam ruangan. Wanita hamil itu langsung masuk ke kamar mandi tanpa mengatakan satu patah kata pun."Pelan-pelan, Lura!" teriak sang nenek melihat cucunya yang sedang hamil tua berjalan cepat menuju toilet."Lura kenapa?" tanya Mama Riska pada menantunya."Kebelet, Ma.""Anak itu pasti makan sambal terus deh. Udah dibilangin Jangan makan pedas dulu." Mama Riska menggerutu sambil menunggu anaknya keluar dari toilet.Beberapa menit kemudian Lura keluar dari kamar mandi. "Ah leganya.""Lura, kamu jangan kebanyakan makan pedes, kasihan anakmu. Makan makanan yang bergizi biar anak kamu sehat." Mama Riska langsung mengomel kepada anaknya."Aku nggak makan pedas kok,"
"Nenek gendongnya sambil duduk ya," kata Haris sambil melangkah menuju sofa."Baiklah, Nenek duduk." Sang nenek mengikuti Haris dan duduk di sofa, lalu Haris menyerahkan anaknya kepada sang nenek."Masa Nenek aja dikasih gendong adik bayi, tapi aku nggak. Aku kan lebih kuat dari Nenek." Lura mendekati sang nenek dan duduk di sampingnya."Kamu nggak sadar, perutmu membuncit kayak gitu, nanti anak saya mau ditaruh di mana, kamu sendiri aja susah duduknya." Lagi-lagi Haris mengejek adiknya.Lura mendelikkan matanya dengan sinis kepada kakaknya. "Dasar pelit," gumamnya."Sayang, kita juga kan bakalan punya anak. Kayak anak kita lebih banyak, perutmu gede banget." Evans mengusap-usap perut istrinya sambil tersenyum. "Nanti kakakmu jangan diizinin gendong anak kita," ucapnya setengah berbisik."Kamu juga sama aja meledekku terus. Kita kan udah pernah USG, bayi kita cuman satu." Lura memukul lengan suaminya."Aku cuma bercanda." Evans mengacak-acak rambut istrinya."Lura sebaiknya kamu pulan
"Kalian di mana?" tanya Pak Hartono kepada menantunya."Di jalan mau ke rumah sakit, Pa," jawab Evans."Di jalan? Memangnya kalian dari mana? Kenapa lama sekali sampainya? Mama dan Papa udah sejak tadi di rumah sakit." "Iya, Pa, bentar lagi kita sampai. Ini kan kita bawa ibu hamil dua orang, jadi bawa mobilnya pelan-pelan.""Ya sudah hati-hati!" Pak Hartono menutup teleponnya dan memberitahukan kepada sang istri kalau anak dan menantunya masih dalam perjalanan."Syukurlah kalau mereka baik-baik aja." Mama Riska sedikit merasa lega Lura dan suaminya dalam keadaan baik-baik saja.Beberapa detik kemudian Bayu menghampiri keluarga majikannya. "Maaf, Tuan, saya abis beli kopi dulu di kantin. Apa Anda udah dari tadi?" tanya Bayu sambil membawa cup berisi minuman hangat. "Nggak apa-apa, Bayu," jawab Mama Riska. "Apa Haris di dalam ruangan bersalin?" "Iya, Nyonya. Bos ikut ke dalam," jawab Bayu. "Oh ya Tuan, apa Anda ingin minum kopi?" Bayu tidak enak hati minum kopi sendirian."Tidak, te