"Bukan! Gue udah beneran tobat," jawabnya cepat. "Ceritanya semalam gue datang ke rumah Haris ...." Gilang menceritakan secara detil kenapa ia sampai seperti sekarang.
"Kasihan sekali," ucap Gilang terdengar mengejek.
"Makanya gue beneran minta tolong sama lo berdua. Gue nggak tahu lagi harus bagaimana caranya membujuk Lura. Tolonglah pemuda tampan ini, Lang!"
"Bisa nggak kalimat akhirnya ditiadakan?"
"Gue emang tampan Gilang, makanya banyak yang ngejar-ngejar gue."
"Tunggu dulu sebentar! Gue mau screenshot pemuda tampan yang mengenaskan ini," ucap Gilang.
"Buat apaan?"
"Mau gue sebar ke grup kita ... hahaha."
"Sialan lo! Sekalian aja lo posting di sosmed."
"Hahaha ... gue seneng banget lihat lo kayak gini. Sumpah!"
Gilang terus tertawa melihat penderitaan sahabatnya yang dulu pernah bersumpah untuk tidak menikah dan jatuh cinta kepada wanita.
"Sahabat kampret emang lo!"
"Udah lo tenang a
"Tapi, aku mau ketemu kamu terus. Sayang ... ayolah, Sayang, jangan siksa aku seperti ini!"Lura tidak mau lagi mendengar penjelasan dari kekasihnya. Ia malah naik ke tempat tidur dan merebahkan tubuhnya di sana."Bagaimana ini, kenapa dia nggak pulang-pulang?" gumamnya. "Hape aku mana ya?"Lura bangun untuk mencari ponsel yang semalam sempat ia lempar ketika peneror meneleponnya.“Ada,” ucap Lura saat menemukan ponselnya. Gadis itu mengirimkan pesan kepada seseorang. Ia tidak menghiraukan calon suaminya yang terus mengoceh meminta maaf.Setelah makan siang, Hanna dan Haris menghampiri Evans.“Pulanglah! Kamu belum mandi, belum makan. Seorang CEO perusahaan ternama terlihat mengenaskan hanya karena putus cinta,” cibir Haris pada kekasih adiknya.Evans mendongakkan wajahnya menatap Haris. “Kami belum putus dan aku nggak akan memutuskan Lura. Aku akan tetap menikahinya.”“Dia
“Tapi, aku ingin bertemu dengan Lura terlebih dulu. Aku nggak akan bisa tenang kalau belum ber-”Suara dering ponsel yang terus menerus menghentikan ucapannya. Ia melihat layar ponselnya, ada panggilan masuk dari orang suruhannya.“Sebentar, Kakak ipar.” Evans menerima panggilan telepon yang sejak semalam ia tunggu-tunggu.“Saya sudah menemukan orang yang meneror anda, Bos. Tapi bukan dia otak di balik semuanya.” Orang itu langsung berbicara saat sambungan teleponnya terhubung.“Amankan dia, jangan dibawa ke kantor polisi sebelum dia mengatakan kebenarannya!Ancam dia menggunakan keluarganya supaya mau berbicara!”“Itu sudah kami lakukan, Tuan. Semoga saja dia mau mengatakan yang sebenarnya setelah kami menyandra anak dan istrinya.”“Jangan sakiti mereka. Kalian jangan menakutinya, ajak istrinya untuk bekerja sama!”“Siap, Tuan”Evans segera menu
“Maaf, Mbak,” ucap Lura kepada kakak iparnya setelah membuka pintu kamar.“Kamu makan dulu sana!” titah Hanna kepada adik iparnya.“Aku mandi dulu ya.”Hanna mengangguk, lalu pergi ke kamarnya untuk menemui Haris.Ia mendekati suaminya yang sedang sibuk dengan ponselnya sambil duduk bersandar pada sandaran tempat tidur.“Haris, acaranya jam berapa?”“Nanti sore,” jawab Haris sambil menarik tangan istrinya ke dalam pelukan. “Saya sangat merindukanmu, Sayang.” Haris menciumi tengkuk sang istri yan berada di pangkuannya.“Haris, apa pekerjaanmu sudah selesai? Kenapa kamu pulang cepat? Aku kira ada masalah besar.”'Bisakah kamu memanggil saya dengan panggilan yang mesra?" Haris menyelipkan rambut yang menghalangi wajah wanita cantik itu."Baiklah, Sayangku. Tolong jawab pertanyaanku!"“Masalah itu ada sejak saya cuti,
“Apa kamu lebih menyayangi bosmu dari pada mereka?” Evans menunjukan video seorang wanita dan satu orang anak balita yang sedang duduk di teras rumah kepada orang yang meneror Lura.“Jangan sakiti keluargaku, Pengecut!” hardik laki-laki tinggi besar dengan kumis yang tebal.“Hahaha … pengecut? Siapa yang kau sebut pengecut?” Evans mencengkram dagu laki-laki berkulit hitam itu. “Apa yang kau katakan kepada wanitaku, itu yang akan aku lakukan kepada anak dan istrimu,” bisik Evans di telinga laki-laki itu.‘Aku tahu siapa dirimu, tidak mungkin kau akan menyakiti orang lain,’ ucap laki-laki berkumis itu dalam hatinya.“Kenapa kamu diam saja? Apa kamu tidak percaya padaku? Oh ... kamu ingin melihat mereka?” Evans menegakkan tubuhnya, lalu melakukan panggilan video kepada orang suruhannya yang berada di rumah peneror itu.“Bermain-mainlah sebentar supaya mereka ketakutan
“Jam berapa aku harus ke sana?” tanya Evans yang kelihatan sangat bersemangat akan bertemu dengan kekasihnya.“Setelah acara selesai,” jawab Naya.“Acara apa?” Evans tampak bingung karena setahunya, tidak ada persiapan acara apa pun sejak siang tadi.“Syukuran rumah baru Haris.”“Kenapa aku nggak tahu. Tadi siang aku masih di sana nggak ada persiapan apa pun.""Karena semuanya sudah disiapkan oleh Mami mertuaku," jawab Naya."Oh ... kalau begitu aku akan ke sana jam delapan malam.”“Jangan!” tegas Lura. “Acaranya selesai jam dua belas malam karena ada acara barbeque. Kamu datang setelah selesai acara aja, jangan merusak acara Haris.”“Baiklah, terserah kamu aja, yang penting Lura mau ketemu denganku.”Evans segera pergi dari rumah rahasianya itu menuju rumah utamanya untuk bersiap-siap.‘Lura, apa pun yang k
“Cepat sedikit!” Evans sudah tidak bisa diam, ia sangat gelisah saat melihat jam yang melingkar ditangannya. “Sepuluh menit lagi," gumamnya.Pemuda tampan yang terlihat sangat manis dengan kemeja yang dikenakannya tampak tidak bisa duduk dengan tenang.Berkali-kali ia menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya perlahan untuk menenangkan dirinya."Aku nggak percaya pada diriku sendiri, segini takutnya aku kehilangan dia, padahal wanita cantik banyak yang antri, tapi pesona calon istriku tidak bisa tergantikan."Kedua pengawal yang ada di dalam mobil yang sama dengannya hanya tersenyum tanpa berani berkomentar saat melihat tuannya yang berubah seratus delapan puluh derajat setelah mengenal calon istrinya.Evans bergegas menghubungi Naya untuk memastikan kalau wanita itu masih ada di rumah Haris. “Nay, kamu masih di sana 'kan?”“Iya, aku masih di sini, Mas. Kami sedang mengobrol santai di teras bel
Semua orang menyanyikan lagu selamat ulang tahun untuk Evans yang membuat laki-laki itu menitikkan air mata haru.Kedua anaknya berjalan mendekati Evans. “Dad, selamat ulang tahun,” ucap Qenan dan Azzam bersamaan sambil tersenyum.“Kalian dan mommy-mu kerja sama untuk ngerjain Daddy ya?” Evans mengangkat Qenan ke dalam gendongannya."Azzam dan Qenan itu anak-anakku, tentu aja mereka akan menurut pada mommy-nya." Lura tertawa sambil melirik kepada anak-anaknya. "Bukan begitu anak-anak?""Yes, Mom!" jawab Qenan dengan tegas. Sementara Azzam hanya tersenyum sambil mengusap air mata yang tak terasa luruh begitu saja."Terima kasih," ucap Azzam sambil terisak.Lura mengusap-usap lengan Azzam sambil tersenyum. "Berbahagialah!""Daddy juga ucapkan terima kasih untuk kalian, anak-anakku yang sudah melengkapi hidupku.""Kenapa pada nangis? Ayo bergembiralah!" seru Naya sambil menitikkan air mata haru.
"Aku nggak apa-apa," jawab Evans sambil tersenyum, lalu memeluk Lura. "Jangan pernah bercanda seperti ini lagi!"“Jangan salahkan Lura! Ini semua ide Mami untuk mengetes seberapa besar keseriusan kamu kepada anak gadis orang. Mami nggak mau kamu mempermainkannya. Lura gadis yang baik, Evans. Jaga dia baik-baik.”Lura terharu mendengar ucapan calon mertuanya. Wanita paruh baya itu sangat baik, walaupun tahu tentang masa lalunya.“Aku pasti akan menjaganya, Mi.” Evans tersenyum sambil menatap calon istrinya. “Aktingmu sangat bagus, Sayang. Untung saja aku nggak sampai terjun ke laut.” Evans tertawa sambil mencubit hidung calon Mommy dari anak-ananknya."Terjun ke hatiku aja, Mas," balas Lura sambil tertawa.“Aku udah terjun ke jurang hatimu."“Apa kalian mau berdiri terus di sini?” tanya Haris kepada Lura dan Evans.“Ah iya … ayo kita mulai acaranya?” Lura dan anak
Terima kasih untuk semua pembacaku yang sudah membaca karya-karya Nyi Ratu. Mohon maaf banget atas segala kekurangan di setiap karya-karyaku.Follow instag*am @nyi.ratu_gesrek untuk info novel terbaru.Sekali lagi terima kasih banyak untuk semua pembacaku tanpa terkecuali.Dan ... untuk nama-nama yang aku sebutkan di bawah ini, tolong hubungi aku di instag*am untuk klaim hadiah. Ada kenang-kenangan dari Nyi Ratu untuk kalian.1. Husna Amri Jihan Alfathunissa2. Pacet Ke Ceupet3. Joko Lelono4. Mythasary5. Lay Kwe Tjoe6. Iah OlehBaru 3 orang yang sudah klaim hadiah, yang belum, aku tunggu sampai ahir bulan ini.Sampai jumpa lagi di karya terbaruku selanjutnya. Salam sayang dari Nyi Ratu untuk kalian semua.
"Bu Naya sudah pembukaan empat." Ucapan sang dokter membuat Gilang dan Mami Tyas terkejut."Benarkah?" Mami Tyas tidak percaya. "Menantu saya mau melahirkan?" Ia kembali memastikan."Iya, Bu," jawab sang dokter. "Dalam beberapa jam lagi dia akan segera melahirkan.""Ya ampun, kalau gitu Mami pulang ya, Lang. Kamu tungguin Naya di sini, Mami mau pulang dulu, menyiapkan keperluan dia," kata sang mami yang terlihat sangat panik. "Dokter, saya permisi dulu ya."Sebelum pergi, Mami Tyas memeluk menantunya. "Sayang, kamu jangan panik ya, tetap berprasangka baik. Semangat! Semangat ya, Cantik." Mami Tyas memberikan semangat pada menantunya, padahal dia sendiri yang panik."Iya, Mi," jawab Naya sambil tersenyum.Naya bertanya kepada dokter setelah mertuanya keluar dari ruangan. "Dokter, apa bayi saya sehat-sehat aja?" Naya takut terjadi sesuatu dengan bayinya karena HPL-nya masih dua minggu lagi dan ia pernah mengalami keguguranNaya terbayang lagi saat kehilangan bayinya membuatnya merasa k
Jam berjalan begitu cepat, Lura semakin sering merasakan tanda-tanda melahirkan. Ia mengelus-elus perutnya yang terasa mulas.“Sayang, kamu mau ke mana?” tanya Evans saat istrinya turun dari ranjang.Aku mau olahraga, Sayang, biar melahirkannya gampang,” jawab Lura sambil berjongkok, lalu berdiri dan berjongkok lagi, begitu terus yang ia lakukan sesuai arahan dokter.“Jangan olahraga! Mau melahirkan kenapa malah olahraga?”“Tidak apa-apa, Pak, memang disarankan seperti itu biar gampang melahirkannya,” kata sang suster.Evans memegang tangan istrinya dan menemani Lura untuk berjongkok dan berdiri. “Sayang udah ya, kamu kelihatan kesakitan gitu, mending tiduran aja,” kata Evans.“Bentar lagi, Mas,” ucap Lura sambil menahan mulas.Keringat sudah bercucuran di pelipis Lura membuat Evans was-was. “Sayang, kamu sakit banget ya?” tanyanya sambil mengusap keringat di dahi Lura. “Udah ya, aku takut bayi kita ngeberojol.”“Iya, Mas.”Evans membantu Lura untuk naik kembali ke ranjang rumah sak
"Bayi Anda sehat, Bu," jawab sang dokter."Syukurlah." Lura merasa lega mendengarnya."Tante mau menghubungi keluarga kamu dulu ya, nanti biar Tante yang nemenin kamu sebelum mama kamu datang.“Loh aku mau dirawat nggak ngelahirin sekarang?"“Tunggu dulu Lura, kamu tunggu di ruang pertama atau ruang observasi untuk tahap pertama, nanti kalau udah waktunya mau melahirkan pindah ke ruang bersalin.”“Iya, Tante, makasih ya, maaf udah ngerepotin.”“Lura, kamu itu sahabatnya menantu Tante, kamu jangan sungkan.”"Iya, Tante," jawab Lura, lalu wanita hamil itu menoleh kepada Dokter Silvi. “Dokter, aku boleh tanya-tanya lagi?”“Boleh, Bu.”“Tante keluar dulu ya.” Mami Tyas keluar untuk menemui menantunya supaya Naya menghubungi keluarga Evans.Mami Tyas lupa memberitahukan kepada Naya kalau ia tidak perlu menghubungi Evans. Naya menghubungi Evans, tapi ponselnya tidak aktif. “Duh Mas Evans ke mana sih? Jadi mules kan gue.” Naya terlihat panik mendengar sahabatnya sudah mau melahirkan. “Gue t
"Gue takut, Nay," jawab Lura pelan sambil menunduk. Lura benar-benar waswas dengan kehamilannya."Takut kenapa?" Naya memiringkan duduknya supaya menghadap Lura."Gue takut bayi gue kenapa-napa kemarin Mbak Hanna melahirkan jauh dari HPL, lah gue udah waktunya belum lahir juga.""Ya ampun Lura, jangan dipikirkan nanti kamu stres. Itu bayi kamu masih terasa nendang-nendang kan? Itu artinya dia baik-baik aja." Naya berusaha menenangkan Lura, padahal dirinya sendiri merasa waswas.Mami Tyas yang duduk di bangku samping kemudi menoleh ke belakang."Lura, jangan dipikirin terus, kamu harus tenang," kata Mami Tyas. "Ayo kita turun, Tante yakin bayi kamu baik-baik aja.""Iya, Tante, aku juga berharap kayak gitu."Naya dan Lura turun dari mobil lalu segera masuk ke dalam rumah sakit."Minggu kemarin, dokter bilang apa?" tanya Tante Tyas kepada sahabat menantunya."Aku nggak kontrol, Tante, minggu kemarin Mas Evans sibuk banget sama kerjaannya. Qenan juga lagi kurang sehat, jadi aku sama Mami
Keesokan paginya Lura bangun pagi-pagi sekali, ia tidak mau Naya mengomel lagi karena terlambat datang ke rumahnya untuk senam hamil."Mas, anterin aku dulu ke rumah Naya ya. Pulangnya sama Mas Bayu sekalian dia jemput Qenan." "Iya, Sayang," jawabnya sambil mencubit pipi istrinya yang semakin berisi. "Kamu jangan capek-capek ya.""Iya," jawab Lura sambil merapikan dasi dan jas suaminya. "Sudah siap, ayo kita sarapan.""Kalau makanan aja nggak ketinggalan." Evans tersenyum melihat istrinya yang sudah berjalan lebih dulu keluar dari kamar.Mereka sarapan terlebih dulu sebelum pergi, setelah sarapan selesai, Evans mengantar Lura ke rumah Gilang, lalu pergi ke kantor."Nay, gue nggak telat kan?" tanya Lura kepada sahabatnya."Instrukturnya juga belum datang," kata Naya.Lura dan Naya duduk di teras depan menunggu sang instruktur senam hamil sambil mengobrol santai."Nay, HPL lo kapan?" tanya Lura."Perkiraan enam minggu lagi, tapi melihat Hanna melahirkan lebih cepat dari HPL, gue jadi w
"Aku mau ke toilet, Mas," jawab Lura. "Ayo buruan, aku udah nggak tahan ini.""Aku kira kamu mau melahirkan," kata Evans sambil terkekeh. "Ya udah kita balik lagi ke kamar Kakak ipar aja lebih dekat.""Ya udah yuk!" Lura dan Evans kembali ke ruang perawatan Hanna.Lura masuk tanpa mengetuk pintu membuat kaget semua yang ada di dalam ruangan. Wanita hamil itu langsung masuk ke kamar mandi tanpa mengatakan satu patah kata pun."Pelan-pelan, Lura!" teriak sang nenek melihat cucunya yang sedang hamil tua berjalan cepat menuju toilet."Lura kenapa?" tanya Mama Riska pada menantunya."Kebelet, Ma.""Anak itu pasti makan sambal terus deh. Udah dibilangin Jangan makan pedas dulu." Mama Riska menggerutu sambil menunggu anaknya keluar dari toilet.Beberapa menit kemudian Lura keluar dari kamar mandi. "Ah leganya.""Lura, kamu jangan kebanyakan makan pedes, kasihan anakmu. Makan makanan yang bergizi biar anak kamu sehat." Mama Riska langsung mengomel kepada anaknya."Aku nggak makan pedas kok,"
"Nenek gendongnya sambil duduk ya," kata Haris sambil melangkah menuju sofa."Baiklah, Nenek duduk." Sang nenek mengikuti Haris dan duduk di sofa, lalu Haris menyerahkan anaknya kepada sang nenek."Masa Nenek aja dikasih gendong adik bayi, tapi aku nggak. Aku kan lebih kuat dari Nenek." Lura mendekati sang nenek dan duduk di sampingnya."Kamu nggak sadar, perutmu membuncit kayak gitu, nanti anak saya mau ditaruh di mana, kamu sendiri aja susah duduknya." Lagi-lagi Haris mengejek adiknya.Lura mendelikkan matanya dengan sinis kepada kakaknya. "Dasar pelit," gumamnya."Sayang, kita juga kan bakalan punya anak. Kayak anak kita lebih banyak, perutmu gede banget." Evans mengusap-usap perut istrinya sambil tersenyum. "Nanti kakakmu jangan diizinin gendong anak kita," ucapnya setengah berbisik."Kamu juga sama aja meledekku terus. Kita kan udah pernah USG, bayi kita cuman satu." Lura memukul lengan suaminya."Aku cuma bercanda." Evans mengacak-acak rambut istrinya."Lura sebaiknya kamu pulan
"Kalian di mana?" tanya Pak Hartono kepada menantunya."Di jalan mau ke rumah sakit, Pa," jawab Evans."Di jalan? Memangnya kalian dari mana? Kenapa lama sekali sampainya? Mama dan Papa udah sejak tadi di rumah sakit." "Iya, Pa, bentar lagi kita sampai. Ini kan kita bawa ibu hamil dua orang, jadi bawa mobilnya pelan-pelan.""Ya sudah hati-hati!" Pak Hartono menutup teleponnya dan memberitahukan kepada sang istri kalau anak dan menantunya masih dalam perjalanan."Syukurlah kalau mereka baik-baik aja." Mama Riska sedikit merasa lega Lura dan suaminya dalam keadaan baik-baik saja.Beberapa detik kemudian Bayu menghampiri keluarga majikannya. "Maaf, Tuan, saya abis beli kopi dulu di kantin. Apa Anda udah dari tadi?" tanya Bayu sambil membawa cup berisi minuman hangat. "Nggak apa-apa, Bayu," jawab Mama Riska. "Apa Haris di dalam ruangan bersalin?" "Iya, Nyonya. Bos ikut ke dalam," jawab Bayu. "Oh ya Tuan, apa Anda ingin minum kopi?" Bayu tidak enak hati minum kopi sendirian."Tidak, te