Makan siang special itu benar-benar terjadi. Laki-laki yang sudah berjanji kepada sang mami, terbuai dengan sentuhan-sentuhan menggairahkan dari pramusaji yang begitu cantik dan seksi.
Para pramusaji itu lebih hot dari hidangan yang ia bawa. Mereka begitu profesional melayani pelanggannya. Sehingga kedua laki-laki itu melupakan perutnya yang belum terisi makanan.
Beberapa meja makan di restoran dengan cahaya remang-remang itu menjadi tempat mereka memadu kasih.
Gilang si lelaki yang baru saja berucap ingin berubah demi maaf dari sang mami, kini hati dan pikirannya telah dikuasai nafsu setan. Sehingga laki-laki itu seolah-olah hilang ingatan saat bertemu dengan daging mentah yang menjadi candu para laki-laki.
CEO tampan itu begitu lahap menikmati pramusaji seksi yang begitu menggairahkan. Jari tengahnya ia gesekan di liang keramat sang pramusaji, lalu menjilatnya dengan begitu nikmat.
Baru kali ini Gilang melakukan hal yang menjijikan seperti
Gilang pulang ke apartemennya lebih dulu sebelum kembali lagi ke kantor. Pemuda tampan yang mempunyai lesung pipi itu membersihkan tubuhnya dan mengganti pakaian kerja yang telah lusuh.Setelah selesai pemuda tampan itu segera pergi ke kantor. Jam sudah menunjukkan pukul dua siang hari, CEO muda yang mempunyai sejuta pesona itu baru tiba di kantornya.Sisil bangun dari duduknya, lalu melangkah menuju pintu saat kenop pintu ruangan itu berputar pertanda ada seseorang yang hendak masuk ke dalam ruangan sang CEO."Dari mana, Bos?" tanya Sisil sembari memutari tubuh bosnya saat laki-laki itu masuk ke dalam ruangannya. "Kayaknya kamu segar banget, bajunya juga ganti, abis nganu lo ya!" Sisil menarik-narik ujung jas CEO muda di perusahaan tempatnya bekerja."Gue emang selalu segar, selalu tampan sepanjang hari," jawab Gilang dengan jumawa. "Gue ganti baju karena mau meeting dengan klien baru, supaya gue tidak kalah pesona sama asisten baru," lanjutnya men
Gilang mengumpat pada dirinya sendiri di dalam hati. Kenapa bisa ia kecolongan seperti ini? Biasanya Gilang tidak akan mengizinkan wanita mana pun untuk membuat tanda merah di mana pun, tapi pertempurannya dengan sang pramusaji yang begitu menggairahkan benar-benar melenyapkan kewarasannya.Bahkan laki-laki itu menjilati cairan daging mentah sang pramusaji. Dari sekian banyak wanita yang telah ia tiduri baru kali ini Gilang mengesampingkan rasa jijiknya."Gue nggak tahu kalau sahabat gue mengajak makan di tempat special itu," ujar Gilang dengan memelas, akhirnya ia jujur kepada sekretarisnya. "Jangan bila-"Ucapan Gilang terhenti saat ada yang mengetuk pintu ruangannya. Haris segera masuk setelah ada sahutan dari dalam. Laki-laki tampan yang terlihat sangat menawan itu mendekati sang bos yang berdiri di depan meja kerja sekretarisnya."Ada apa, Bos?" tanya Haris kepada Gilang."Siapkan berkas-berkas penting untuk meeting bersama investor baru dari
Seharian sudah mereka berkutat dengan kerjaan di kantor. Kini waktunya mereka pulang karena jam kerja sudah berakhir.Haris dan Gilang sudah berada di dalam mobil untuk melakukan perjalanan pulang ke rumah sang mami.Ketika di perjalanan Gilang kembali melihat gadis yang dijodohkan dengannya. Nayara Fateen Agis, itulah nama gadis yang sejak tadi pagi memenuhi pikiran CEO mesum itu karena penasaran dengan apa yang dilakukan gadis tomboy itu di tempat sepi dan kumuh."Stop! Kamu melipir sebentar!" titah Gilang pada asistennya tanpa melepas pandangan kepada gadis tomboy yang dijodohkan dengannya.Haris menghentikan mobilnya dan memarkirkannya di tempat yang tidak mengganggu arus lalu lintas. Sedikit jauh dari jalan yang dilalui gadis tomboy itu."Kamu tunggu di sini!" perintah Gilang sebelum keluar dari mobil."Baik, Bos," sahut Haris dengan cepat.Gilang berjalan sedikit berlari menyusul gadis yang dijodohkan dengannya yang berjalan men
Haris segera berlari saat melihat atasannya berdiri di bantu oleh seorang wanita."Bos! Anda kenapa?" Haris terkejut saat melihat atasannya babak belur.Pemuda tampan itu langsung mengambil alih atasannya. "Biar saya saja, Nona." Haris merangkulkan tangan bosnya di pundak, lalu memapahnya untuk berjalan menuju mobil yang terparkir tidak jauh dari tempat itu."Nay, gue beneran minta maaf. Kita nggak tahu kalau dia calon suami lo," ucap laki-laki bertato itu dengan tulus."Iya, gue ngerti," sahut Naya, "Kalian tenang aja, nanti gue yang minta maaf atas nama kalian. Gue pergi dulu ya." Naya pun pergi menyusul calon suaminya yang dipapah oleh sang asisten.Naya berjalan lebih dulu untuk membukakan pintu mobil. "Mas Gilang, mobilmu yang ini?" tanya Naya pada calon suaminya. Namu, lelaki tampan itu enggan untuk menjawab pertanyaan kekasihnya."Iya, Nona," jawab Haris.Laki-laki tampan itu menjawab pertanyaan gadis manis calon istri atasannya karena
Haris melirik gadis muda yang sedang berbicara dengan atasannya itu, ia tersenyum manis melihat Naya dari kaca spion dalam. 'Gadis itu begitu cantik dan manis. Cara berpikirnya lebih dewasa dari usianya. Ia juga menanggapi ucapan Bos dengan sangat tenang walaupun beliau sedang marah,' ucap Haris dalam hatinya. Asisten CEO itu terpesona pada gadis cantik yang dijodohkan dengan atasannya. Gadis tomboy yang berpenampilan sederhana itu mampu membuat hati seorang laki-laki yang belum pernah mengenal cinta itu bergetar. 'Anda sangat beruntung, Bos, dijodohkan dengan orang yang sangat baik, cantik luar dalam,' batin Haris. Pemuda tampan itu benar-benar terpesona dengan calon istri atasannya. Sesekali Haris melirik Naya yang sedang berbicara dengan calon suaminya dari kaca spion dalam. "Bos, kita ke rumah sakit dulu saja ya," usul Haris yang ditolak mentah-mentah oleh atasannya itu. "Tidak usah! Kita pulang saja," titah Gilang kepada asistenny
"Mas Gilang, bangun! Kita udah sampai di rumah." Naya menepuk pipi laki-laki tampan itu dengan pelan.Gilang membuka matanya, menguceknya dengan pelan, lalu perlahan bangun dibantu oleh Naya. Sang asisten sudah membuka pintu mobil dan membantu atasannya untuk keluar.Asisten tampan itu memapah sang bos masuk ke dalam rumah. Naya berjalan lebih dulu untuk membuka pintu.Naya mengucapkan salam sebelum masuk ke dalam rumah mewah itu. "Ya ampun nih rumah gede banget," gumam Naya dengan sangat pelan.Wanita paruh baya yang sedang duduk si ruang tamu bangun dari duduknya saat tahu calon menantunya datang. Ia berjalan menghampiri Naya. "Sayang, tumben kamu ke sini. Kamu apa kabar, Nak?" Mami Tyas memeluk calon menantunya. Mengabaikan anaknya yang sedang kesakitan."Mi, anakmu lagi terluka, kenapa malah Naya yang ditanya?" protes laki-laki yang memegangi perutnya karena masih terasa sakit akibat tendangan dari teman kekasihnya."Haris bawa dia
"Maksud kamu apa, Nay?" Mami Tyas menoleh kepada menantunya."Begini, Mi ...." Naya menceritakan awal mula kenapa Gilang sampai babak belur.Bukannya marah, tapi sang mami malah tertawa di atas penderitaan anaknya. "Kamu nggak usah minta maaf lagi, Sayang. Itu bukan salah kamu. Siapa suruh dia kasar sama kamu." Mami Tyas memeluk calon menantunya.Gadis tomboy itu melepas pelukan dari sang calon mertua."Kalau Mas Gilang laporin temen aku ke polisi gimana, Mi?" Naya khawatir kalau kekasihnya akan menuntut kedua temennya yang memukuli Gilang."Itu urusan, Mami," sahut Mami Tyas. "Nanti kenalin Mami sama temen kamu yang mukulin Gilang ya. Mami mau ngucapin terima kasih."Ucapan Mami Tyas membuat Naya dan Haris kebingungan. Tapi, keduanya tidak berani bertanya lebih jauh lagi, yang pasti mereka merasa ada perselisihan antara Ibu dan anak itu.'Kenapa Nyonya besar terlihat begitu membenci anaknya. Bahkan dia tidak merasa khawatir sama sekali
'Kenapa Mami bicara kayak gitu di depan Naya? Bagaimana kalau anak itu banyak tanya,' Gilang bertanya-tanya dalam hatinya sembari menatap sang mami yang terlihat sangat membencinya. Dengan terpaksa Gilang turun dari tempat tidur, ia berjalan sambil memegangi perutnya masuk ke ruang ganti. "Biar Naya bantu, Mas." Naya hendak membantu memapah Gilang, tapi sang mami melarangnya. "Nggak usah dibantu, Nay. Dia tuh nggak bisa dipercaya, siapa tahu dia cuma pura-pura sakit aja," cibir sang mami sembari melipat tangannya di bawah dada, menatap sang anak yang sedang berjalan tertatih-tatih. Hatinya terasa sakit mendengar sang mami berbicara seperti itu padanya. 'Mami benar-benar marah sama gue,' batin Gilang sembari menahan rasa sakit di perutnya. Ditambah bibirnya yang masih terasa sangat perih. "Mi, jangan begitu sama Mas Gilang. Tadi mungkin dia nggak sengaja narik-narik tangan Naya karena aku ada di lingkungan kumuh, banyak preman yang berkum
Terima kasih untuk semua pembacaku yang sudah membaca karya-karya Nyi Ratu. Mohon maaf banget atas segala kekurangan di setiap karya-karyaku.Follow instag*am @nyi.ratu_gesrek untuk info novel terbaru.Sekali lagi terima kasih banyak untuk semua pembacaku tanpa terkecuali.Dan ... untuk nama-nama yang aku sebutkan di bawah ini, tolong hubungi aku di instag*am untuk klaim hadiah. Ada kenang-kenangan dari Nyi Ratu untuk kalian.1. Husna Amri Jihan Alfathunissa2. Pacet Ke Ceupet3. Joko Lelono4. Mythasary5. Lay Kwe Tjoe6. Iah OlehBaru 3 orang yang sudah klaim hadiah, yang belum, aku tunggu sampai ahir bulan ini.Sampai jumpa lagi di karya terbaruku selanjutnya. Salam sayang dari Nyi Ratu untuk kalian semua.
"Bu Naya sudah pembukaan empat." Ucapan sang dokter membuat Gilang dan Mami Tyas terkejut."Benarkah?" Mami Tyas tidak percaya. "Menantu saya mau melahirkan?" Ia kembali memastikan."Iya, Bu," jawab sang dokter. "Dalam beberapa jam lagi dia akan segera melahirkan.""Ya ampun, kalau gitu Mami pulang ya, Lang. Kamu tungguin Naya di sini, Mami mau pulang dulu, menyiapkan keperluan dia," kata sang mami yang terlihat sangat panik. "Dokter, saya permisi dulu ya."Sebelum pergi, Mami Tyas memeluk menantunya. "Sayang, kamu jangan panik ya, tetap berprasangka baik. Semangat! Semangat ya, Cantik." Mami Tyas memberikan semangat pada menantunya, padahal dia sendiri yang panik."Iya, Mi," jawab Naya sambil tersenyum.Naya bertanya kepada dokter setelah mertuanya keluar dari ruangan. "Dokter, apa bayi saya sehat-sehat aja?" Naya takut terjadi sesuatu dengan bayinya karena HPL-nya masih dua minggu lagi dan ia pernah mengalami keguguranNaya terbayang lagi saat kehilangan bayinya membuatnya merasa k
Jam berjalan begitu cepat, Lura semakin sering merasakan tanda-tanda melahirkan. Ia mengelus-elus perutnya yang terasa mulas.“Sayang, kamu mau ke mana?” tanya Evans saat istrinya turun dari ranjang.Aku mau olahraga, Sayang, biar melahirkannya gampang,” jawab Lura sambil berjongkok, lalu berdiri dan berjongkok lagi, begitu terus yang ia lakukan sesuai arahan dokter.“Jangan olahraga! Mau melahirkan kenapa malah olahraga?”“Tidak apa-apa, Pak, memang disarankan seperti itu biar gampang melahirkannya,” kata sang suster.Evans memegang tangan istrinya dan menemani Lura untuk berjongkok dan berdiri. “Sayang udah ya, kamu kelihatan kesakitan gitu, mending tiduran aja,” kata Evans.“Bentar lagi, Mas,” ucap Lura sambil menahan mulas.Keringat sudah bercucuran di pelipis Lura membuat Evans was-was. “Sayang, kamu sakit banget ya?” tanyanya sambil mengusap keringat di dahi Lura. “Udah ya, aku takut bayi kita ngeberojol.”“Iya, Mas.”Evans membantu Lura untuk naik kembali ke ranjang rumah sak
"Bayi Anda sehat, Bu," jawab sang dokter."Syukurlah." Lura merasa lega mendengarnya."Tante mau menghubungi keluarga kamu dulu ya, nanti biar Tante yang nemenin kamu sebelum mama kamu datang.“Loh aku mau dirawat nggak ngelahirin sekarang?"“Tunggu dulu Lura, kamu tunggu di ruang pertama atau ruang observasi untuk tahap pertama, nanti kalau udah waktunya mau melahirkan pindah ke ruang bersalin.”“Iya, Tante, makasih ya, maaf udah ngerepotin.”“Lura, kamu itu sahabatnya menantu Tante, kamu jangan sungkan.”"Iya, Tante," jawab Lura, lalu wanita hamil itu menoleh kepada Dokter Silvi. “Dokter, aku boleh tanya-tanya lagi?”“Boleh, Bu.”“Tante keluar dulu ya.” Mami Tyas keluar untuk menemui menantunya supaya Naya menghubungi keluarga Evans.Mami Tyas lupa memberitahukan kepada Naya kalau ia tidak perlu menghubungi Evans. Naya menghubungi Evans, tapi ponselnya tidak aktif. “Duh Mas Evans ke mana sih? Jadi mules kan gue.” Naya terlihat panik mendengar sahabatnya sudah mau melahirkan. “Gue t
"Gue takut, Nay," jawab Lura pelan sambil menunduk. Lura benar-benar waswas dengan kehamilannya."Takut kenapa?" Naya memiringkan duduknya supaya menghadap Lura."Gue takut bayi gue kenapa-napa kemarin Mbak Hanna melahirkan jauh dari HPL, lah gue udah waktunya belum lahir juga.""Ya ampun Lura, jangan dipikirkan nanti kamu stres. Itu bayi kamu masih terasa nendang-nendang kan? Itu artinya dia baik-baik aja." Naya berusaha menenangkan Lura, padahal dirinya sendiri merasa waswas.Mami Tyas yang duduk di bangku samping kemudi menoleh ke belakang."Lura, jangan dipikirin terus, kamu harus tenang," kata Mami Tyas. "Ayo kita turun, Tante yakin bayi kamu baik-baik aja.""Iya, Tante, aku juga berharap kayak gitu."Naya dan Lura turun dari mobil lalu segera masuk ke dalam rumah sakit."Minggu kemarin, dokter bilang apa?" tanya Tante Tyas kepada sahabat menantunya."Aku nggak kontrol, Tante, minggu kemarin Mas Evans sibuk banget sama kerjaannya. Qenan juga lagi kurang sehat, jadi aku sama Mami
Keesokan paginya Lura bangun pagi-pagi sekali, ia tidak mau Naya mengomel lagi karena terlambat datang ke rumahnya untuk senam hamil."Mas, anterin aku dulu ke rumah Naya ya. Pulangnya sama Mas Bayu sekalian dia jemput Qenan." "Iya, Sayang," jawabnya sambil mencubit pipi istrinya yang semakin berisi. "Kamu jangan capek-capek ya.""Iya," jawab Lura sambil merapikan dasi dan jas suaminya. "Sudah siap, ayo kita sarapan.""Kalau makanan aja nggak ketinggalan." Evans tersenyum melihat istrinya yang sudah berjalan lebih dulu keluar dari kamar.Mereka sarapan terlebih dulu sebelum pergi, setelah sarapan selesai, Evans mengantar Lura ke rumah Gilang, lalu pergi ke kantor."Nay, gue nggak telat kan?" tanya Lura kepada sahabatnya."Instrukturnya juga belum datang," kata Naya.Lura dan Naya duduk di teras depan menunggu sang instruktur senam hamil sambil mengobrol santai."Nay, HPL lo kapan?" tanya Lura."Perkiraan enam minggu lagi, tapi melihat Hanna melahirkan lebih cepat dari HPL, gue jadi w
"Aku mau ke toilet, Mas," jawab Lura. "Ayo buruan, aku udah nggak tahan ini.""Aku kira kamu mau melahirkan," kata Evans sambil terkekeh. "Ya udah kita balik lagi ke kamar Kakak ipar aja lebih dekat.""Ya udah yuk!" Lura dan Evans kembali ke ruang perawatan Hanna.Lura masuk tanpa mengetuk pintu membuat kaget semua yang ada di dalam ruangan. Wanita hamil itu langsung masuk ke kamar mandi tanpa mengatakan satu patah kata pun."Pelan-pelan, Lura!" teriak sang nenek melihat cucunya yang sedang hamil tua berjalan cepat menuju toilet."Lura kenapa?" tanya Mama Riska pada menantunya."Kebelet, Ma.""Anak itu pasti makan sambal terus deh. Udah dibilangin Jangan makan pedas dulu." Mama Riska menggerutu sambil menunggu anaknya keluar dari toilet.Beberapa menit kemudian Lura keluar dari kamar mandi. "Ah leganya.""Lura, kamu jangan kebanyakan makan pedes, kasihan anakmu. Makan makanan yang bergizi biar anak kamu sehat." Mama Riska langsung mengomel kepada anaknya."Aku nggak makan pedas kok,"
"Nenek gendongnya sambil duduk ya," kata Haris sambil melangkah menuju sofa."Baiklah, Nenek duduk." Sang nenek mengikuti Haris dan duduk di sofa, lalu Haris menyerahkan anaknya kepada sang nenek."Masa Nenek aja dikasih gendong adik bayi, tapi aku nggak. Aku kan lebih kuat dari Nenek." Lura mendekati sang nenek dan duduk di sampingnya."Kamu nggak sadar, perutmu membuncit kayak gitu, nanti anak saya mau ditaruh di mana, kamu sendiri aja susah duduknya." Lagi-lagi Haris mengejek adiknya.Lura mendelikkan matanya dengan sinis kepada kakaknya. "Dasar pelit," gumamnya."Sayang, kita juga kan bakalan punya anak. Kayak anak kita lebih banyak, perutmu gede banget." Evans mengusap-usap perut istrinya sambil tersenyum. "Nanti kakakmu jangan diizinin gendong anak kita," ucapnya setengah berbisik."Kamu juga sama aja meledekku terus. Kita kan udah pernah USG, bayi kita cuman satu." Lura memukul lengan suaminya."Aku cuma bercanda." Evans mengacak-acak rambut istrinya."Lura sebaiknya kamu pulan
"Kalian di mana?" tanya Pak Hartono kepada menantunya."Di jalan mau ke rumah sakit, Pa," jawab Evans."Di jalan? Memangnya kalian dari mana? Kenapa lama sekali sampainya? Mama dan Papa udah sejak tadi di rumah sakit." "Iya, Pa, bentar lagi kita sampai. Ini kan kita bawa ibu hamil dua orang, jadi bawa mobilnya pelan-pelan.""Ya sudah hati-hati!" Pak Hartono menutup teleponnya dan memberitahukan kepada sang istri kalau anak dan menantunya masih dalam perjalanan."Syukurlah kalau mereka baik-baik aja." Mama Riska sedikit merasa lega Lura dan suaminya dalam keadaan baik-baik saja.Beberapa detik kemudian Bayu menghampiri keluarga majikannya. "Maaf, Tuan, saya abis beli kopi dulu di kantin. Apa Anda udah dari tadi?" tanya Bayu sambil membawa cup berisi minuman hangat. "Nggak apa-apa, Bayu," jawab Mama Riska. "Apa Haris di dalam ruangan bersalin?" "Iya, Nyonya. Bos ikut ke dalam," jawab Bayu. "Oh ya Tuan, apa Anda ingin minum kopi?" Bayu tidak enak hati minum kopi sendirian."Tidak, te