Naya sangat bersemangat ketika sang kekasih sudah berada di rumahnya saat mentari baru saja menyapanya.
Sebenarnya sejak tadi gadis itu sudah terbangun, tapi entah kenapa kelopak matanya susah dibuka. Ia tidak bisa lepas dengan bantal. Namun, di saat mendengar nama Gilang, otaknya langsung merespons dengan cepat.
"Mas Gilang pasti kangen juga sama aku," ucap Naya sembari tersenyum-senyum sendiri ketika mengambil pakaiannya. "Mending nggak ada hape aja kali ya, jadi kangennya pakai banget."
Naya tertawa sendiri dengan ucapannya. "Duh jadi berdebar-debar gini sih." Naya mendekap pakaiannya sambil memegangi dada.
Gadis tomboy itu melangkah keluar kamar sambil membawa baju ganti. Ia hendak mandi di kamar mandi yang berada dekat dapur.
Gadis itu celingukan ke ruang tamu, mencari kekasihnya. "Di mana Mas Gilang? Apa Bunda nggak menyuruhnya masuk?" gumam Naya sambil terus melangkah menuju kamar mandi.
Gadis itu bersenandung di dalam kamar mandi, ge
Naya terpaksa menerima panggilan video di ponsel barunya. Ia menundukkan wajahnya karena malu.Sebelumnya ia begitu percaya diri dengan penampilan barunya, tapi karena kecewa kekasihnya tidak datang, Naya menjadi sedih dan malu sendiri."Nay, kenapa kamu menunduk terus?" tanya Gilang saat panggilan itu sudah terhubung. Rambut lurusnya yang tergerai menutupi wajah.Naya hanya menggelengkan kepala tanpa menjawab pertanyaan kekasihnya."Nay, kamu marah? Aku pergi terburu-buru karena aku harus secepatnya menyelesaikan ini semua. Demi hubungan kita, Nay. Nanti sore juga aku pulang."Gilang mencoba memberi pengertian kepada kekasihnya. Ia pikir Naya menundukkan wajahnya karena marah, padahal ia merasa malu dengan wajah barunya."Nay, ayolah, beri aku semangat! Aku ingin melihat wajah cantik calon istriku sebelum memperjuangkan cinta kita," ucap laki-laki tampan yang baru saja sampai di depan rumah sang nenek.Naya menyibakkan rambut y
Naya bingung menjawab pertanyaan dari sang nenek. 'Aku harus jawab apa? Mas Gilang sering menciumku, tapi aku suka. Kalau suka sama suka 'kan bukan pelecehan,' ucap Naya dalam hatinya."Nggak kok, Nek," jawab Naya sambil tersenyum, "Mas Gilang baik sama Naya."Nenek Marisa tersenyum bahagia mendengarnya. Ia bisa merasakan kalau cucunya benar-benar sedang jatuh cinta."Kalian tenang saja! Nenek akan membantu kalian mendapat restu dari calon orang tua kalian," ucap sang nenek dengan yakin."Iya, Nek. Terima kasih banyak," ucap Naya dengan tulus sambil menarik napas panjang. Keramahan sang nenek telah meredam amarahnya terhadap Gilang."Nenek yang harusnya berterima kasih karena kamu sudah mau menerima cucu Nenek yang tidak waras ini." Nenek Marisa terkekeh sambil melirik Gilang yang duduk di sampingnya, hingga Naya pun ikut tertawa mendengar ucapan wanita tua itu.Wanita tua yang sedang sakit itu mendadak segar bugar mendengar cucunya sudah be
Mami Tyas memukul bahu suaminya dengan keras, "Mami serius!" ucapnya dengan kesal."Mami tenang aja! Anak kita sudah dewasa," jawab Papi Rizky sambil terkekeh melihat wajah sang istri yang sudah serius mendengarkan ucapannya tiba-tiba menjadi marah."Papi 'kan tahu sendiri anak kesayanganmu itu kayak gimana?" sahut sang mami yang masih terlihat kesal."Tadi Pak Agis bilang, kemarin Naya ngajakin kabur, tapi Gilang tidak mau, dia tetap mau usaha mendapatkan restu kita." Papi Rizky menangkup wajah sang istri yang sudah tidak muda lagi, tapi terlihat masih sangat cantik.Laki-laki yang semakin tua semakin gagah itu menatap lekat manik mata indah wanita di hadapannya. Dengan lembut ia menarik dagu sang istri, lalu mendekatkan bibirnya pada bibir lembut ibu dari anaknya itu.Mami Tyas memejamkan matanya ketika bibir lembut suaminya sudah melumat habis bibirnya. Ia begitu menikmati ciuman panas di pagi hari.Walaupun sudah tidak muda l
Tok tok tok"Mi ... buka dong! Aku mau bicara dengan Papi!" teriak Gilang sambil mengetuk pintu kamar orang tuanya.Mami dan papinya yang sedang tidur sambil berpelukan dalam keadaan polos tanpa sehelai benang pun menjadi kalang kabut mendengar teriakan anaknya."Pi, bangun! Anakmu manggilin." Mami Tyas mendorong tubuh suaminya supaya menjauh agar dirinya bisa bangun dan segera berpakaian."Biarin aja, Mi." Laki-laki tampan itu malah semakin erat memeluk istrinya."Pi, aku mau bicara sebentar, siang ini aku harus balik lagi ke Jakarta!" Gilang masih saja berteriak di depan pintu kamar sang mami."Kamu tunggu saja di ruang kerja, nanti Mami bangunin papimu dulu!" sahut sang mami."Apa Papi lagi kurang sehat? Kenapa jam segini udah tidur?"Gilang masih berdiri di depan pintu kamar orang tuanya. Ia tampak khawatir dengan kesehatan sang papi."Papi cuma sedikit kurang sehat aja." Sang mami terpaksa berbohong pada anakn
"Gilang!" teriak sang mami yang mengejutkan laki-laki yang sedang merayu gadisnya, dan langsung memutus panggilan teleponnya karena terkejut.Mami Tyas dan suaminya masuk dengan tergesa mendengar percakapan Gilang dengan kekasihnya. Mereka harus menghentikan aksi anaknya itu."Ada apa sih, Mi, teriak-teriak gitu?" Gilang bangun dan terduduk sembari merapikan rambutnya."Kamu lagi ngapain?" tanya sang mami sembari melipat tangannya di bawah dada."Aku barusan lagi teleponan sama calon istriku.""Kamu lagi ngomongin apa? Lagi modusin Naya ya?" tukas sang mami yang juga duduk di tepian tempat tidur anaknya. Sedangkan sang papi berdiri sambil memasukkan tangannya ke kantung celana."Modusin apaan? Naya sekarang lagi di kampus, kalau mami nggak percaya silakan aja telepon dia!"Tidak percaya begitu saja dengan ucapan anaknya yang selalu membohonginya, lantas wanita yang habis memadu kasih itu menelpon calon menantunya."Ha
Mami Tyas terdiam beberapa saat setelah mendengar kata-kata yang diucapkan anaknya.'Segitu kecewanya kamu sama Mami, Sayang."Wanita yang sudah tidak muda itu menatap punggung anaknya yang berjalan semakin menjauh hingga menghilang dari balik pintu.'Maafkan Mami yang selalu meragukanmu,' ucap sang mami sambil menyeka air matanya yang luruh begitu saja membasahi pipi.Kemudian, ia berjalan keluar dari kamar Gilang. Menoleh ke kiri dan ke kanan untuk mencari tahu ke mana anaknya pergi. Ternyata Gilang masuk ke dalam kamar sang nenek. Wanita cantik itu pun mengikutinya.Gilang membuka pintu kamar sang nenek dengan sangat pelan. Ia khawatir mengganggu istirahat wanita tua itu."Aku kira Nenek tidur." Gilang tersenyum, lalu duduk di tepian tempat tidur.Sang nenek bangun dibantu oleh cucunya. Wanita tua itu duduk sambil bersandar pada bantal yang Gilang tumpuk di belakang punggungnya."Nenek pusing tidur terus," jawabnya sam
"Mi ... buka pintunya! Aku mau pamit," ucap Gilang sambil mengetuk pintu kamar orang tuanya.Tidak ada sahutan dari dalam sana, tapi Gilang terus mengetuknya, dan mencoba membuka pintu kamar itu."Kamarnya dikunci," ucap Gilang sambil memutar kenop pintu. "Apa mereka sedang bercinta di siang hari?" gumamnya dengan sangat pelan.Laki-laki tampan itu terus saja memanggil sang mami sambil mengetuk pintu. Namun, tidak ada sahutan juga."Sudahlah! Biarkan orang tua itu bahagia," ucapnya sambil terkekeh. "Sepertinya aku juga harus tinggal di Bandung kalau sudah menikah, supaya bisa mandi keringat di siang hari. Cuaca di sini sangat mendukung untuk pengantin baru."Ia terkekeh sendiri sambil berjalan menjauh dari kamar orang tuanya.Akhirnya Gilang pulang tanpa berpamitan dengan kedua orang tuanya. Ia tidak mau mengganggu kesenangan Mami dan papinya.Pemuda tampan itu segera pergi ke bandara. Ia sudah tidak sabar ingin bert
Naya memundurkan tubuhnya. Ia kembali membenarkan duduknya. Ketika gadis itu hendak membuka pintu mobil. Gilang menarik tangannya."Kita menikah setelah kamu berhasil menggapai cita-citamu."Ucapan Gilang membuat Naya kembali menoleh pada kekasihnya."Mas Gilang mau menunggu aku sampai aku sarjana?"Gilang menganggukkan kepalanya. "Aku akan setia menunggumu," jawabnya dengan yakin."Tapi, nanti Mas Gilang ketuaan nggak, kalau nunggu beberapa tahun lagi?"Kamu ini bertanya apa mengejek?" Gilang menggelitik pinggang kekasihnya yang membuat Naya tertawa terbahak-bahak karena tidak bisa menahan geli."Ampun, Mas!" ucap Naya sambil meronta, "Perutku sakit!" teriaknya yang membuat Gilang menghentikan aksinya."Kamu belum makan siang?" tanya Gilang sambil merapikan rambut kekasihnya yang menghalangi wajah cantik bidadari tomboy itu."Perutku sakit karena kamu kelitik," jawab Naya, "Tapi, aku juga belum makan," lanju
Terima kasih untuk semua pembacaku yang sudah membaca karya-karya Nyi Ratu. Mohon maaf banget atas segala kekurangan di setiap karya-karyaku.Follow instag*am @nyi.ratu_gesrek untuk info novel terbaru.Sekali lagi terima kasih banyak untuk semua pembacaku tanpa terkecuali.Dan ... untuk nama-nama yang aku sebutkan di bawah ini, tolong hubungi aku di instag*am untuk klaim hadiah. Ada kenang-kenangan dari Nyi Ratu untuk kalian.1. Husna Amri Jihan Alfathunissa2. Pacet Ke Ceupet3. Joko Lelono4. Mythasary5. Lay Kwe Tjoe6. Iah OlehBaru 3 orang yang sudah klaim hadiah, yang belum, aku tunggu sampai ahir bulan ini.Sampai jumpa lagi di karya terbaruku selanjutnya. Salam sayang dari Nyi Ratu untuk kalian semua.
"Bu Naya sudah pembukaan empat." Ucapan sang dokter membuat Gilang dan Mami Tyas terkejut."Benarkah?" Mami Tyas tidak percaya. "Menantu saya mau melahirkan?" Ia kembali memastikan."Iya, Bu," jawab sang dokter. "Dalam beberapa jam lagi dia akan segera melahirkan.""Ya ampun, kalau gitu Mami pulang ya, Lang. Kamu tungguin Naya di sini, Mami mau pulang dulu, menyiapkan keperluan dia," kata sang mami yang terlihat sangat panik. "Dokter, saya permisi dulu ya."Sebelum pergi, Mami Tyas memeluk menantunya. "Sayang, kamu jangan panik ya, tetap berprasangka baik. Semangat! Semangat ya, Cantik." Mami Tyas memberikan semangat pada menantunya, padahal dia sendiri yang panik."Iya, Mi," jawab Naya sambil tersenyum.Naya bertanya kepada dokter setelah mertuanya keluar dari ruangan. "Dokter, apa bayi saya sehat-sehat aja?" Naya takut terjadi sesuatu dengan bayinya karena HPL-nya masih dua minggu lagi dan ia pernah mengalami keguguranNaya terbayang lagi saat kehilangan bayinya membuatnya merasa k
Jam berjalan begitu cepat, Lura semakin sering merasakan tanda-tanda melahirkan. Ia mengelus-elus perutnya yang terasa mulas.“Sayang, kamu mau ke mana?” tanya Evans saat istrinya turun dari ranjang.Aku mau olahraga, Sayang, biar melahirkannya gampang,” jawab Lura sambil berjongkok, lalu berdiri dan berjongkok lagi, begitu terus yang ia lakukan sesuai arahan dokter.“Jangan olahraga! Mau melahirkan kenapa malah olahraga?”“Tidak apa-apa, Pak, memang disarankan seperti itu biar gampang melahirkannya,” kata sang suster.Evans memegang tangan istrinya dan menemani Lura untuk berjongkok dan berdiri. “Sayang udah ya, kamu kelihatan kesakitan gitu, mending tiduran aja,” kata Evans.“Bentar lagi, Mas,” ucap Lura sambil menahan mulas.Keringat sudah bercucuran di pelipis Lura membuat Evans was-was. “Sayang, kamu sakit banget ya?” tanyanya sambil mengusap keringat di dahi Lura. “Udah ya, aku takut bayi kita ngeberojol.”“Iya, Mas.”Evans membantu Lura untuk naik kembali ke ranjang rumah sak
"Bayi Anda sehat, Bu," jawab sang dokter."Syukurlah." Lura merasa lega mendengarnya."Tante mau menghubungi keluarga kamu dulu ya, nanti biar Tante yang nemenin kamu sebelum mama kamu datang.“Loh aku mau dirawat nggak ngelahirin sekarang?"“Tunggu dulu Lura, kamu tunggu di ruang pertama atau ruang observasi untuk tahap pertama, nanti kalau udah waktunya mau melahirkan pindah ke ruang bersalin.”“Iya, Tante, makasih ya, maaf udah ngerepotin.”“Lura, kamu itu sahabatnya menantu Tante, kamu jangan sungkan.”"Iya, Tante," jawab Lura, lalu wanita hamil itu menoleh kepada Dokter Silvi. “Dokter, aku boleh tanya-tanya lagi?”“Boleh, Bu.”“Tante keluar dulu ya.” Mami Tyas keluar untuk menemui menantunya supaya Naya menghubungi keluarga Evans.Mami Tyas lupa memberitahukan kepada Naya kalau ia tidak perlu menghubungi Evans. Naya menghubungi Evans, tapi ponselnya tidak aktif. “Duh Mas Evans ke mana sih? Jadi mules kan gue.” Naya terlihat panik mendengar sahabatnya sudah mau melahirkan. “Gue t
"Gue takut, Nay," jawab Lura pelan sambil menunduk. Lura benar-benar waswas dengan kehamilannya."Takut kenapa?" Naya memiringkan duduknya supaya menghadap Lura."Gue takut bayi gue kenapa-napa kemarin Mbak Hanna melahirkan jauh dari HPL, lah gue udah waktunya belum lahir juga.""Ya ampun Lura, jangan dipikirkan nanti kamu stres. Itu bayi kamu masih terasa nendang-nendang kan? Itu artinya dia baik-baik aja." Naya berusaha menenangkan Lura, padahal dirinya sendiri merasa waswas.Mami Tyas yang duduk di bangku samping kemudi menoleh ke belakang."Lura, jangan dipikirin terus, kamu harus tenang," kata Mami Tyas. "Ayo kita turun, Tante yakin bayi kamu baik-baik aja.""Iya, Tante, aku juga berharap kayak gitu."Naya dan Lura turun dari mobil lalu segera masuk ke dalam rumah sakit."Minggu kemarin, dokter bilang apa?" tanya Tante Tyas kepada sahabat menantunya."Aku nggak kontrol, Tante, minggu kemarin Mas Evans sibuk banget sama kerjaannya. Qenan juga lagi kurang sehat, jadi aku sama Mami
Keesokan paginya Lura bangun pagi-pagi sekali, ia tidak mau Naya mengomel lagi karena terlambat datang ke rumahnya untuk senam hamil."Mas, anterin aku dulu ke rumah Naya ya. Pulangnya sama Mas Bayu sekalian dia jemput Qenan." "Iya, Sayang," jawabnya sambil mencubit pipi istrinya yang semakin berisi. "Kamu jangan capek-capek ya.""Iya," jawab Lura sambil merapikan dasi dan jas suaminya. "Sudah siap, ayo kita sarapan.""Kalau makanan aja nggak ketinggalan." Evans tersenyum melihat istrinya yang sudah berjalan lebih dulu keluar dari kamar.Mereka sarapan terlebih dulu sebelum pergi, setelah sarapan selesai, Evans mengantar Lura ke rumah Gilang, lalu pergi ke kantor."Nay, gue nggak telat kan?" tanya Lura kepada sahabatnya."Instrukturnya juga belum datang," kata Naya.Lura dan Naya duduk di teras depan menunggu sang instruktur senam hamil sambil mengobrol santai."Nay, HPL lo kapan?" tanya Lura."Perkiraan enam minggu lagi, tapi melihat Hanna melahirkan lebih cepat dari HPL, gue jadi w
"Aku mau ke toilet, Mas," jawab Lura. "Ayo buruan, aku udah nggak tahan ini.""Aku kira kamu mau melahirkan," kata Evans sambil terkekeh. "Ya udah kita balik lagi ke kamar Kakak ipar aja lebih dekat.""Ya udah yuk!" Lura dan Evans kembali ke ruang perawatan Hanna.Lura masuk tanpa mengetuk pintu membuat kaget semua yang ada di dalam ruangan. Wanita hamil itu langsung masuk ke kamar mandi tanpa mengatakan satu patah kata pun."Pelan-pelan, Lura!" teriak sang nenek melihat cucunya yang sedang hamil tua berjalan cepat menuju toilet."Lura kenapa?" tanya Mama Riska pada menantunya."Kebelet, Ma.""Anak itu pasti makan sambal terus deh. Udah dibilangin Jangan makan pedas dulu." Mama Riska menggerutu sambil menunggu anaknya keluar dari toilet.Beberapa menit kemudian Lura keluar dari kamar mandi. "Ah leganya.""Lura, kamu jangan kebanyakan makan pedes, kasihan anakmu. Makan makanan yang bergizi biar anak kamu sehat." Mama Riska langsung mengomel kepada anaknya."Aku nggak makan pedas kok,"
"Nenek gendongnya sambil duduk ya," kata Haris sambil melangkah menuju sofa."Baiklah, Nenek duduk." Sang nenek mengikuti Haris dan duduk di sofa, lalu Haris menyerahkan anaknya kepada sang nenek."Masa Nenek aja dikasih gendong adik bayi, tapi aku nggak. Aku kan lebih kuat dari Nenek." Lura mendekati sang nenek dan duduk di sampingnya."Kamu nggak sadar, perutmu membuncit kayak gitu, nanti anak saya mau ditaruh di mana, kamu sendiri aja susah duduknya." Lagi-lagi Haris mengejek adiknya.Lura mendelikkan matanya dengan sinis kepada kakaknya. "Dasar pelit," gumamnya."Sayang, kita juga kan bakalan punya anak. Kayak anak kita lebih banyak, perutmu gede banget." Evans mengusap-usap perut istrinya sambil tersenyum. "Nanti kakakmu jangan diizinin gendong anak kita," ucapnya setengah berbisik."Kamu juga sama aja meledekku terus. Kita kan udah pernah USG, bayi kita cuman satu." Lura memukul lengan suaminya."Aku cuma bercanda." Evans mengacak-acak rambut istrinya."Lura sebaiknya kamu pulan
"Kalian di mana?" tanya Pak Hartono kepada menantunya."Di jalan mau ke rumah sakit, Pa," jawab Evans."Di jalan? Memangnya kalian dari mana? Kenapa lama sekali sampainya? Mama dan Papa udah sejak tadi di rumah sakit." "Iya, Pa, bentar lagi kita sampai. Ini kan kita bawa ibu hamil dua orang, jadi bawa mobilnya pelan-pelan.""Ya sudah hati-hati!" Pak Hartono menutup teleponnya dan memberitahukan kepada sang istri kalau anak dan menantunya masih dalam perjalanan."Syukurlah kalau mereka baik-baik aja." Mama Riska sedikit merasa lega Lura dan suaminya dalam keadaan baik-baik saja.Beberapa detik kemudian Bayu menghampiri keluarga majikannya. "Maaf, Tuan, saya abis beli kopi dulu di kantin. Apa Anda udah dari tadi?" tanya Bayu sambil membawa cup berisi minuman hangat. "Nggak apa-apa, Bayu," jawab Mama Riska. "Apa Haris di dalam ruangan bersalin?" "Iya, Nyonya. Bos ikut ke dalam," jawab Bayu. "Oh ya Tuan, apa Anda ingin minum kopi?" Bayu tidak enak hati minum kopi sendirian."Tidak, te