Naya membuka pesan yang masuk dari sahabat baiknya. Lalu membacanya.
'Nay, lo pasti benci banget sama gue, tapi tolong beri gue kesempatan untuk menjelaskan semuanya. Gue janji setelah ini, akan pergi jauh dari hidup lo.'
Naya menyeka air mata yang menetes begitu saja setelah membaca pesan dari sahabatnya.
Ia tidak membalas pesan dari sahabatnya. Gadis tomboy itu bingung harus bersikap seperti apa.
'Lo sahabat gue satu-satunya, Mi. Gue nggak mau membenci lo, tapi untuk saat ini gue nggak bisa bertemu dengan lo.'
Naya memejamkan matanya berharap buliran bening itu tidak lagi merembes keluar.
Namun, buliran bening itu tidak bisa lagi ditahan, dan akhirnya tetap luruh membasahi pipinya.
Dadanya terasa sesak menahan sakit yang teramat di dalam hatinya. Apakah ia sanggup bertemu dengan Mia. Apakah ia sanggup berjauhan dengan dua orang yang terikat dengannya.
Naya terhanyut dalam lamunannya, hingga ia tidak sadar kalau Haris su
"Maksud lo?" Naya terkejut mendengar penuturan sahabatnya."Lo jangan komen dulu, biar gue cepat selesai ngejelasinnya supaya lo nggak berlama-lama ngelihat gue."Mia kembali menarik napas dalam-dalam sebelum melanjutkan ucapannya."Sudah satu bulan, gue menjadi wanita bayaran. Baru dua pelanggan yang gue layani. Pertama laki-laki tua yang kesepian. Dia sudah sangat tua, sebelum dia menjebol keperawanan gue, laki-laki tua itu sudah tepar duluan dengan foreplay yang gue lakukan. Jadi gue nggak melanjutkannya karena takut dia mati, tapi dia tetap bayar gue."Baru kali ini Mia mengatakannya kepada sahabat yang selalu berbagi suka duka bersama.Mia tahu, kalau Naya mengetahui pekerjaannya ia tidak akan setuju. Untuk itu ia merahasiakan pekerjaan barunya."Foreplay apaan? Kok tuh aki-aki sampai tepar." Naya tidak bisa untuk tidak berkomentar. Ia sangat penasaran apa yang dimaksud dengan foreplay."Rangsangan di titik yang paling sensitif d
Seruan Naya menghentikan langkah kaki Mia. Gadis manis itu berbalik menghadap sahabatnya."Gue juga nggak mau kehilangan sahabat baik seperti lo, tapi untuk saat ini lebih baik kita nggak ketemu dulu. Gue yakin lo pasti sakit hati jika inget kejadian tadi. Dan gue juga malu banget sama lo, Nay. Apalagi sama Mas Gilang."Setelah mengatakan semuanya Mia kembali melanjutkan langkahnya. Tapi, baru beberapa langkah ia berbalik lagi, lalu berlari menghampiri Naya."Boleh gue peluk lo, Nay?"Air mata Mia sudah mengalir deras membasahi wajah cantiknya, begitu pun dengan Naya. Keduanya sama-sama menangis.Naya mengangguk pelan. Kemudian Mia berhambur memeluk sahabatnya. Mereka berpelukan sangat erat."Maafkan gue, Nay," ucap Mia dengan tulus sambil terisak. Lalu, melepas pelukannya. "Selamat tinggal, Nay!"Mia berlari keluar dari rumah Naya sambil menangis. Ia tidak memedulikan orang-orang yang memerhatikannya.Gadis manis itu ber
Saat layar ponsel Naya menyala, terpampang wajah dirinya bersama dengan sang kekasih saat kencan pertama.Lalu, Gilang memeriksa galeri ponsel yang tidak terkunci itu. Ternyata banyak foto dirinya yang Naya ambil secara diam-diam."Kapan dia mencuri fotoku," gumamnya sambil tersenyum-senyum sendiri.Ada juga foto Naya bersama satnya. "Apa dia benar-benar gadis yang tadi bersamaku?" gumam Gilang yang berusaha mengingat wajah wanita muda yang menggodanya.Ia tidak mengingatnya dengan jelas karena laki-laki itu tidak fokus dengan wajah gadis bayaran yang hampir dia bobol. Wajah Naya selalu terbayang saat dia bersama wanita lain."Aku sangat berharap kamu mau memaafkanku, Nay," gumam Gilang sambil mengusap layar ponsel yang menampakkan wajah mantan kekasihnya.Ia terus menggulir layar ponsel itu untuk melihat foto yang lainnya. Terpampang foto Naya bersama Haris. Mereka berdua tersenyum bahagia, terlihat seperti pasangan kekasih."
Gilang menggulir ke atas ikon telepon berwarna hijau yang ada di layar ponsel. Lalu, menempelkan benda pipih itu di daun telinganya.Ia tidak mengeluarkan suara. Gilang hanya ingin tahu apa yang akan dikatakan oleh Evans, sahabatnya."Halo, Cantik," sapa Evans dengan lembut. "Boleh kenalan nggak?"Evans terus saja mengeluarkan jurus rayuan mautnya, tapi sayangnya si pecandu wanita itu tidak tahu kalau yang sedang dirayunya bukan Naya, tapi sahabatnya sendiri.Gilang segera memutus panggilan teleponnya tanpa mengucapkan satu patah kata pun."Bener-bener nih anak, udah gue peringatkan jangan ganggu calon istri gue," gumam Gilang yang tampak emosi setelah menerima telepon dari Evans.Saat ia akan membanting ponsel Naya, terdengar suara ketukan pintu sambil memanggil namanya."Untung ada yang ngetuk pintu kalau nggak, bisa hancur ponsel Naya," gumam Gilang sembari melempar ponsel itu ke kasur.Ia segera membukakan pintu untuk
“Alasan kenapa Naya ingin membatalkan perjodohan kami,” jawab Gilang.Laki-laki itu ingin mengatakan yang sejujurnya kepada sang calon mertua. Ia tidak mau lagi ada rahasia tentang dirinya.“Memangnya kamu beneran mau membatalkan perjodohan ini?” tanya sang bunda setelah menaruh minuman di atas meja. “Silakan diminum Nak Gilang!”“Terima kasih, Bun,” sahut Gilang sembari tersenyum.“Sama-sama, Nak.”Bunda Naya menarik kursi kecil, lalu duduk berhadapan dengan Naya dan Gilang. “Nay, bukannya Gilang sudah berusaha untuk berubah. Kenapa kamu masih meragukan dia? Apa sebenarnya kamu belum mencintainya?”“Aku mencintai Mas Gilang, Bun, tapi ….” Naya bingung harus memberikan alasan apa supaya sang bunda percaya.“Tapi, apa?”“Aku belum bisa menerima kenyataan ini,” jawab Naya sambil melirik laki-laki yang duduk di sampin
"Aww ...!" Gilang meraba keningnya yang terbentur dengan tiang karena ia berjalan tidak hati-hati."Mas, lukamu berdarah lagi!" Naya panik melihat perban di kening Gilang berubah menjadi merah.Gilang melihat tangannya yang ada sedikit noda darah. "Ini tidak apa-apa, Nay," kata Gilang sembari meringis."Kita ke rumah sakit aja! Aku takut jahitanmu lepas." Naya menarik tangan Gilang dan segera masuk ke dalam mobil."Jalan, Pak!" titah Naya kepada sang pengawal yang duduk di kursi kemudi.Mobil itu melaju dengan kecepatan sedang menuju rumah sakit terdekat. Gilang segera menghubungi Dokter yang menanganinya."Sakit banget ya, Mas?" tanya Naya sambil menatap luka di kening Gilang."Ini tidak sakit, Nay. Hatiku lebih sakit ketika kamu menjauhiku."Gilang menatap manik mata nan indah itu sambil tersenyum. Ia begitu bahagia melihat gadis yang dicintainya begitu mengkhawatirkannya.'Cintanya lebih besar dari pada rasa bencinya,
“Calon istri, ayo kita pulang!” ajak Gilang pada Wanita yang sedang bermain game di ponselnya.“Naya menoleh pada laki-laki jangkung yang berdiri di sampingnya. “Udah selesai?” tanyanya, “Lalu kembali fokus ke layar ponselnya. “Yah … kalah ‘kan. Gara-gara Mas Gilang nih,” gerutu Naya. Ia bangun dari duduknya, lalu memasukkan ponselnya ke dalam saku celana.“Maaf, aku selalu membawa kesialan dalam hidupmu,” ucap Gilang serius yang membuat Naya menoleh pada pemuda tampan itu.“Maksudku bukan seperti itu, Mas,” sahut Naya yang merasa tidak enak. Ucapannya selalu saja menyinggung kekasihnya.“Aku cuma bercanda.” Gilang mengacak-acak rambut Naya sambil tertawa geli.“Kayaknya aku harus dibotak deh, biar kamu nggak bisa mengacak-acak rambut aku lagi,” gerutu Naya sambil merapikan rambutnya. Lalu mengikatnya dengan tali rambut yang melingkar di tan
Naya menoleh pada Gilang. "Mas Gilang pelakunya ya!" tukas Naya sambil menunjuk wajah kekasihnya."Aku cemburu," kata Gilang, "Kamu nggak pernah foto mesra sama aku, tapi sama Haris begitu mesranya.""Bukan foto Mas Haris, tapi fotoku sama Mia," sahut Naya, "Kalau foto Mas Haris nggak apa-apa dihapus juga. Coba lihat nih! Foto aku sama Mia cuma sedikit doang." Naya menunjukkan foto dirinya bersama Mia."Aku cuma hapus foto Haris aja, itu juga nggak semua," balas Gilang sambil mengacungkan jari telunjujk dan jari tengahnya. "Aku nggak bohong, lagian aku lupa wanita yang tadi pagi bersamaku gadis ini atau bukan karena aku dalam pengaruh obat."Naya berbohong, padahal foto Mia masih ada, hanya foto Haris yang menghilang. Dia ingin tahu reaksi Gilang ketika melihat foto Mia.Ternyata benar yang dikatakan sahabatnya kalau kekasihnya itu dalam pengaruh obat. Naya berpikir Mia berbohong supaya ia dan Gilang tidak berpisah."Mas Gilang mau foto bare
Terima kasih untuk semua pembacaku yang sudah membaca karya-karya Nyi Ratu. Mohon maaf banget atas segala kekurangan di setiap karya-karyaku.Follow instag*am @nyi.ratu_gesrek untuk info novel terbaru.Sekali lagi terima kasih banyak untuk semua pembacaku tanpa terkecuali.Dan ... untuk nama-nama yang aku sebutkan di bawah ini, tolong hubungi aku di instag*am untuk klaim hadiah. Ada kenang-kenangan dari Nyi Ratu untuk kalian.1. Husna Amri Jihan Alfathunissa2. Pacet Ke Ceupet3. Joko Lelono4. Mythasary5. Lay Kwe Tjoe6. Iah OlehBaru 3 orang yang sudah klaim hadiah, yang belum, aku tunggu sampai ahir bulan ini.Sampai jumpa lagi di karya terbaruku selanjutnya. Salam sayang dari Nyi Ratu untuk kalian semua.
"Bu Naya sudah pembukaan empat." Ucapan sang dokter membuat Gilang dan Mami Tyas terkejut."Benarkah?" Mami Tyas tidak percaya. "Menantu saya mau melahirkan?" Ia kembali memastikan."Iya, Bu," jawab sang dokter. "Dalam beberapa jam lagi dia akan segera melahirkan.""Ya ampun, kalau gitu Mami pulang ya, Lang. Kamu tungguin Naya di sini, Mami mau pulang dulu, menyiapkan keperluan dia," kata sang mami yang terlihat sangat panik. "Dokter, saya permisi dulu ya."Sebelum pergi, Mami Tyas memeluk menantunya. "Sayang, kamu jangan panik ya, tetap berprasangka baik. Semangat! Semangat ya, Cantik." Mami Tyas memberikan semangat pada menantunya, padahal dia sendiri yang panik."Iya, Mi," jawab Naya sambil tersenyum.Naya bertanya kepada dokter setelah mertuanya keluar dari ruangan. "Dokter, apa bayi saya sehat-sehat aja?" Naya takut terjadi sesuatu dengan bayinya karena HPL-nya masih dua minggu lagi dan ia pernah mengalami keguguranNaya terbayang lagi saat kehilangan bayinya membuatnya merasa k
Jam berjalan begitu cepat, Lura semakin sering merasakan tanda-tanda melahirkan. Ia mengelus-elus perutnya yang terasa mulas.“Sayang, kamu mau ke mana?” tanya Evans saat istrinya turun dari ranjang.Aku mau olahraga, Sayang, biar melahirkannya gampang,” jawab Lura sambil berjongkok, lalu berdiri dan berjongkok lagi, begitu terus yang ia lakukan sesuai arahan dokter.“Jangan olahraga! Mau melahirkan kenapa malah olahraga?”“Tidak apa-apa, Pak, memang disarankan seperti itu biar gampang melahirkannya,” kata sang suster.Evans memegang tangan istrinya dan menemani Lura untuk berjongkok dan berdiri. “Sayang udah ya, kamu kelihatan kesakitan gitu, mending tiduran aja,” kata Evans.“Bentar lagi, Mas,” ucap Lura sambil menahan mulas.Keringat sudah bercucuran di pelipis Lura membuat Evans was-was. “Sayang, kamu sakit banget ya?” tanyanya sambil mengusap keringat di dahi Lura. “Udah ya, aku takut bayi kita ngeberojol.”“Iya, Mas.”Evans membantu Lura untuk naik kembali ke ranjang rumah sak
"Bayi Anda sehat, Bu," jawab sang dokter."Syukurlah." Lura merasa lega mendengarnya."Tante mau menghubungi keluarga kamu dulu ya, nanti biar Tante yang nemenin kamu sebelum mama kamu datang.“Loh aku mau dirawat nggak ngelahirin sekarang?"“Tunggu dulu Lura, kamu tunggu di ruang pertama atau ruang observasi untuk tahap pertama, nanti kalau udah waktunya mau melahirkan pindah ke ruang bersalin.”“Iya, Tante, makasih ya, maaf udah ngerepotin.”“Lura, kamu itu sahabatnya menantu Tante, kamu jangan sungkan.”"Iya, Tante," jawab Lura, lalu wanita hamil itu menoleh kepada Dokter Silvi. “Dokter, aku boleh tanya-tanya lagi?”“Boleh, Bu.”“Tante keluar dulu ya.” Mami Tyas keluar untuk menemui menantunya supaya Naya menghubungi keluarga Evans.Mami Tyas lupa memberitahukan kepada Naya kalau ia tidak perlu menghubungi Evans. Naya menghubungi Evans, tapi ponselnya tidak aktif. “Duh Mas Evans ke mana sih? Jadi mules kan gue.” Naya terlihat panik mendengar sahabatnya sudah mau melahirkan. “Gue t
"Gue takut, Nay," jawab Lura pelan sambil menunduk. Lura benar-benar waswas dengan kehamilannya."Takut kenapa?" Naya memiringkan duduknya supaya menghadap Lura."Gue takut bayi gue kenapa-napa kemarin Mbak Hanna melahirkan jauh dari HPL, lah gue udah waktunya belum lahir juga.""Ya ampun Lura, jangan dipikirkan nanti kamu stres. Itu bayi kamu masih terasa nendang-nendang kan? Itu artinya dia baik-baik aja." Naya berusaha menenangkan Lura, padahal dirinya sendiri merasa waswas.Mami Tyas yang duduk di bangku samping kemudi menoleh ke belakang."Lura, jangan dipikirin terus, kamu harus tenang," kata Mami Tyas. "Ayo kita turun, Tante yakin bayi kamu baik-baik aja.""Iya, Tante, aku juga berharap kayak gitu."Naya dan Lura turun dari mobil lalu segera masuk ke dalam rumah sakit."Minggu kemarin, dokter bilang apa?" tanya Tante Tyas kepada sahabat menantunya."Aku nggak kontrol, Tante, minggu kemarin Mas Evans sibuk banget sama kerjaannya. Qenan juga lagi kurang sehat, jadi aku sama Mami
Keesokan paginya Lura bangun pagi-pagi sekali, ia tidak mau Naya mengomel lagi karena terlambat datang ke rumahnya untuk senam hamil."Mas, anterin aku dulu ke rumah Naya ya. Pulangnya sama Mas Bayu sekalian dia jemput Qenan." "Iya, Sayang," jawabnya sambil mencubit pipi istrinya yang semakin berisi. "Kamu jangan capek-capek ya.""Iya," jawab Lura sambil merapikan dasi dan jas suaminya. "Sudah siap, ayo kita sarapan.""Kalau makanan aja nggak ketinggalan." Evans tersenyum melihat istrinya yang sudah berjalan lebih dulu keluar dari kamar.Mereka sarapan terlebih dulu sebelum pergi, setelah sarapan selesai, Evans mengantar Lura ke rumah Gilang, lalu pergi ke kantor."Nay, gue nggak telat kan?" tanya Lura kepada sahabatnya."Instrukturnya juga belum datang," kata Naya.Lura dan Naya duduk di teras depan menunggu sang instruktur senam hamil sambil mengobrol santai."Nay, HPL lo kapan?" tanya Lura."Perkiraan enam minggu lagi, tapi melihat Hanna melahirkan lebih cepat dari HPL, gue jadi w
"Aku mau ke toilet, Mas," jawab Lura. "Ayo buruan, aku udah nggak tahan ini.""Aku kira kamu mau melahirkan," kata Evans sambil terkekeh. "Ya udah kita balik lagi ke kamar Kakak ipar aja lebih dekat.""Ya udah yuk!" Lura dan Evans kembali ke ruang perawatan Hanna.Lura masuk tanpa mengetuk pintu membuat kaget semua yang ada di dalam ruangan. Wanita hamil itu langsung masuk ke kamar mandi tanpa mengatakan satu patah kata pun."Pelan-pelan, Lura!" teriak sang nenek melihat cucunya yang sedang hamil tua berjalan cepat menuju toilet."Lura kenapa?" tanya Mama Riska pada menantunya."Kebelet, Ma.""Anak itu pasti makan sambal terus deh. Udah dibilangin Jangan makan pedas dulu." Mama Riska menggerutu sambil menunggu anaknya keluar dari toilet.Beberapa menit kemudian Lura keluar dari kamar mandi. "Ah leganya.""Lura, kamu jangan kebanyakan makan pedes, kasihan anakmu. Makan makanan yang bergizi biar anak kamu sehat." Mama Riska langsung mengomel kepada anaknya."Aku nggak makan pedas kok,"
"Nenek gendongnya sambil duduk ya," kata Haris sambil melangkah menuju sofa."Baiklah, Nenek duduk." Sang nenek mengikuti Haris dan duduk di sofa, lalu Haris menyerahkan anaknya kepada sang nenek."Masa Nenek aja dikasih gendong adik bayi, tapi aku nggak. Aku kan lebih kuat dari Nenek." Lura mendekati sang nenek dan duduk di sampingnya."Kamu nggak sadar, perutmu membuncit kayak gitu, nanti anak saya mau ditaruh di mana, kamu sendiri aja susah duduknya." Lagi-lagi Haris mengejek adiknya.Lura mendelikkan matanya dengan sinis kepada kakaknya. "Dasar pelit," gumamnya."Sayang, kita juga kan bakalan punya anak. Kayak anak kita lebih banyak, perutmu gede banget." Evans mengusap-usap perut istrinya sambil tersenyum. "Nanti kakakmu jangan diizinin gendong anak kita," ucapnya setengah berbisik."Kamu juga sama aja meledekku terus. Kita kan udah pernah USG, bayi kita cuman satu." Lura memukul lengan suaminya."Aku cuma bercanda." Evans mengacak-acak rambut istrinya."Lura sebaiknya kamu pulan
"Kalian di mana?" tanya Pak Hartono kepada menantunya."Di jalan mau ke rumah sakit, Pa," jawab Evans."Di jalan? Memangnya kalian dari mana? Kenapa lama sekali sampainya? Mama dan Papa udah sejak tadi di rumah sakit." "Iya, Pa, bentar lagi kita sampai. Ini kan kita bawa ibu hamil dua orang, jadi bawa mobilnya pelan-pelan.""Ya sudah hati-hati!" Pak Hartono menutup teleponnya dan memberitahukan kepada sang istri kalau anak dan menantunya masih dalam perjalanan."Syukurlah kalau mereka baik-baik aja." Mama Riska sedikit merasa lega Lura dan suaminya dalam keadaan baik-baik saja.Beberapa detik kemudian Bayu menghampiri keluarga majikannya. "Maaf, Tuan, saya abis beli kopi dulu di kantin. Apa Anda udah dari tadi?" tanya Bayu sambil membawa cup berisi minuman hangat. "Nggak apa-apa, Bayu," jawab Mama Riska. "Apa Haris di dalam ruangan bersalin?" "Iya, Nyonya. Bos ikut ke dalam," jawab Bayu. "Oh ya Tuan, apa Anda ingin minum kopi?" Bayu tidak enak hati minum kopi sendirian."Tidak, te